Anda di halaman 1dari 3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Critical Thinking


Menurut Paul (2005), critical thinking (berpikir kritis) adalah suatu seni
berpikir yang berdampak pada intelektualitas seseorang, sehingga bagi orang
yang mempunyai kemampuan berpikir kritis yang baik, akan mempunyai
kemampuan intelektualitas yang lebih dibandingkan dengan orang yang
mempunyai kemampuan berpikir yang rendah.
Menurut Bandman (1988), critical thinking adalah pengujian secara rasional
terhadap ide–ide, kesimpulan, pendapat, prinsip, pemikiran, masalah, kepercayaan
dan tindakan.
Stander (1992) berpendapat bahwa critical thinking adalah suatu proses
pengujian yang menitikberatkan pendapat tentang kejadian atau fakta yang
mutakhir dan menginterpretasikannya serta mengevaluasi pendapat-pendapat
tersebut untuk mendapatkan suatu kesimpulan tentang adanya perspektif atau
pandangan baru.
Paul (2005) mengemukakan bahwa critical thinking merupakan dasar untuk
mempelajari setiap disiplin ilmu. Suatu disiplin ilmu merupakan suatu kesatuan
sistem yang tidak terpisah sehingga untuk mempelajarinya membutuhkan suatu
ketrampilan berpikir tertentu.
Menurut Pery dan Potter (2005), critical thinking adalah suatu proses dimana
seseorang atau individu dituntut untuk menginterfensikan atau mengevaluasi
informasi untuk membuat sebuah penilain atau keputusan berdasarkan
kemampuan menerapkan ilmu pengetahuan dan pengalaman.
Menurut Ennis (1996), critical thinking adalah suatu proses, sedangkan
tujuannya adalah membuat keputusan yang masuk akal tentang apa yang diyakini
atau dilakukan. Proses berpikir dilakukan sepanjang waktu sejalan dengan
keterlibatan dalam pengalaman baru dan menerapkan pengetahuan yang dimiliki,
sehingga menjadi lebih mampu untuk membentuk asumsi, ide-ide dan membuat
kesimpulan yang valid, semua proses tersebut tidak terlepas dari sebuah proses
berpikir dan belajar.
Definisi para ahli tentang critical thinking sangat beragam namun secara
umum critical thinking merupakan suatu proses berpikir kognitif dengan
menggabungkan kemampuan intelektual dan kemampuan berpikir untuk
mempelajari berbagai disiplin ilmu dalam kehidupan, sehingga bentuk
ketrampilan berpikir yang dibutuhkan pun akan berbeda untuk masing–masing
disiplin ilmu.
Untuk lebih mengoptimalkan dalam proses critical thinking setidaknya paham
atau tahu komponen critical thinking itu sendiri, meliputi pengetahuan dasar,
pengalaman, kompetensi, sikap dalam berpikir kritis, standar/ krakteristik berpikir
kritis. Keterampilan kongnitif yang digunakan dalam berpikir kualitas tinggi
memerlukan disiplin intelektual, evaluasi diri, berpikir ulang, oposisi, tantangan
dan dukungan.

B. Komponen Critical Thinking


Komponen berpikir kritis terdiri atas standar yang harus ada dalam berpikir
kritis dan elemennya. Menurut Bassham (2002) komponen berpikir kritis
mencakup aspek kejelasan, ketepatan, ketelitian, relevansi, konsistensi, kebenaran
logika, kelengkapan dan kewajaran. sedangkan menurut Paul dan Elder (2002)
selain aspek–aspek yang telah dikemukakan oleh Bassham perlu ditambahkan
dengan aspek keluasan kemaknaan dan kedalaman dari berpikir kritis.
Pendapat mengenai komponen berpikir kritis juga sangat bervariasi. Para ahli
membuat konsensus tentang komponen inti berpikir kritis seperti interpretasi,
analisis, evaluasi, inference, explanation dan self regulation (APPA, 1990).

Definisi dari masing–masing komponen tersebut adalah :


1. Interpretasi, kemampuan untuk mengerti dan menyatakan arti atau maksud
suatu pengalaman yang bervariasi, luas, situasi, data, peristiwa, keputusan,
konvesi, kepercayaan, aturan, prosedur atau kriteria.
2. Analisis, kemampuan untuk mengidentifikasi maksud dan kesimpulan yang
benar di dalam hubungan antara pernyataan, pertanyaan, konsep, deskripsi
atau bentuk pernyataaan yang diharapkan untuk manyatakan kepercayaan,
keputusan, pengalaman, alasan, informasi atau pendapat.
3. Evaluasi, kemampuan untuk menilai kredibilitas pernyataan atau penyajian
lain dengan menilai atau menggambarkan persepsi seseorang, pengalaman,
situasi, keputusan, kepercayaan dan menilai kekuatan logika dari hubungan
inferensial yang diharapkan atau hubungan inferensial yang aktual diantara
pernyataan, deskripsi, pertanyaan atau bentuk–bentuk representasi yang lain.
4. Inference, kemampuan untuk mengidentifikasi dan memilih unsur-unsur yang
diperlukan untuk membentuk kesimpulan yang beralasan atau untuk
membentuk hipotesis dengan memperhatikan informasi yang relevan.
5. Explanation, kemampuan untuk menyatakan hasil proses reasoning seseorang,
kemampuan untuk membenarkan bahwa suatu alasan berdasar bukti, konsep,
metodologi, suatu kriteria tertentu dan pertimbangan yang masuk akal, dan
kemampuan untuk mempresentasikan alasan seseorang berupa argumentasi
yang meyakinkan.
6. Self-Regulation, kesadaran seseorang untuk memonitor proses kognisi
dirinya, elemen–elemen yang digunakan dalam proses berpikir dan hasil yang
dikembangkan, khususnya dengan mengaplikasikan ketrampilan dalam
menganalisis dan mengevaluasi kemampuan diri dalam mengambil
kesimpulan dengan bentuk pertanyaan, konfirmasi, validasi atau koreksi
terhadap alasan dan hasil berpikir (APPA, 1990).

Anda mungkin juga menyukai