Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehamilan merupakan waktu transisi, yakni suatu masa antara kehidupan
sebelum memiliki anak yang sekarang berada dalam kandungan dan kehidupan
nanti setelah anak tersebut lahir. Perubahan status yang radikal ini
dipertimbangkan sebagai suatu krisis disertai periode tertentu untuk menjalani
proses persiapan psikologis yang secara normal sudah ada selama kehamilan dan
mengalami puncaknya pada saat bayi lahir.
Secara umum, semua emosi yang dirasakan oleh wanita hamil cukup labil.
Mereka dapat memiliki reaksi yang ekstrem dan suasana hatinya kerap berubah
dengan cepat. Mereka sangat takut akan kematian baik pada dirinya sendiri
maupun pada bayinya. Mereka cemas akan hal-hal yang tidak dipahami karena
mereka merasa tidak dapat mengendalikan tubuhnya dan kehidupan yang mereka
jalani sedang berada dalam suatu proses yang tidak dapat berubah kembali. Hal
ini membuat sebagian besar wanita menjadi tergantung dan beberapa lainnya
menjadi lebih menuntut. Saat ini merupakan saat yang tepat untuk memberi saran
selaras dengan usaha mereka mencari sumber pendukung baru dan arahan untuk
menjalani peran yang baru, perubahan dalam kehidupan yang tidak jelas dan tidak
dipahami, dan makna dari semua hal ini. Ketersediaan dukungan untuk menjaga
kesejahteraan psikologi ibu hamil adalah hal yang penting. Dukungan dan kasih
sayang dari anggota keluarga dapat memberikan perasaan nyaman dan aman
ketika ibu merasa takut dan khawatir dengan kehamilannya serta dukungan dari
tenaga kesehatan khususnya bidan yang menemani ibu selama masa
kehamilannya.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana adaptasi psikologis dalam kehamilan?
2. Apasaja kebutuhan psikologis dalam kehamilan?
3. Apasaja gangguan psikologi yang dapat terjadi dalam kehamilan?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui dan memahami adaptasi psikologis dalam kehamilan.
2. Untuk mengetahui dan memahami kebutuhan-kebutuhan psikologis dalam
kehamilan.
3. Untuk mengetahui dan memahami gangguan-gangguan psikologis yang dapat
terjadi dalam kehamilan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Adaptasi Psikologis dalam Kehamilan


Perempuan dewasa pada saat memasuki masa pubertas akan mengalami
perubahan fisik dan psikis yang dapat berkembang baik secara fisiologis maupun
patologis. Pada saat hamil perubahan ini juga dirasakan sebagai beban sesuai
dengan pertumbuhan kehamilan dan puncaknya terjadi pada masa persalinan.
Pada masa persiapan kehamilan perempuan dapat dihantui oleh beberapa hal,
misalnya khawatir untuk bisa hamil atau tidak, apakah ovulasi baik atau tidak,
dan apakah keadaan spermatozoa suami cukup baik untuk membuahi ovum.
Pada masa kehamilan perempuan dapat dihantui beberapa pertanyaan yang
dapat menimbulkan perubahan psikologis antara lain, pertumbuhan janin apakah
baik, terjadi cacat bawaan atau tidak, bila minum obat tertentu apakah
berpengaruh. Apakah plasentanya tidak menutupi jalan lahir, apakah ada lilitan
tali pusat sampai timbul pertanyaan apakah boleh berhubungan seksual dengan
suami dan sebagainya.
Selama kehamilan berlangsung, terdapat rangkaian proses psikologis khusus
yang jelas, yang terkadang tampak berkaitan erat dengan perubahan biologis yang
sedang terjadi. Peristiwa dan proses psikologis ini dapat diidentifikasi
berdasarkan pembagian trimester. Respons psikologis terhadap kehamilan
terulang lagi pada kehamilan berikutnya pada setiap wanita.
1. Trimester Pertama
Trimester pertama sering dianggap sebagai periode penyesuaian.
Penyesuaian yang dilakukan wanita adalah terhadap kenyataan bahwa ia
sedang mengandung. Penerimaan terhadap kenyataan ini dan arti semua ini
bagi dirinya merupakan tugas psikologis yang paling penting pada trimester
pertama kehamilan.

3
Sebagian besar wanita merasa sedih dan ambivalen tentang kenyataan
bahwa ia hamil. Kurang lebih 80% wanita mengalami kekecewaan,
penolakan, kecemasan, depresi, dan kesedihan. Hingga kini masih diragukan
bahwa seorang wanita lajang yang bahkan telah merencanakan dan
menginginkan kehamilan atau telah berusaha keras untuk hamil tidak
mengatakan pada dirinya sendiri sedikitnya satu kali bahwa ia sebenarnya
berharap tidak hamil. Keseragaman kebutuhan ini perlu dibicarakan dengan
wanita karena ia akan cenderung menyembunyikan ambivalensi atau perasaan
negatifnya ini karena perasaan tersebut bertentangan dengan apa yang
menurutnya semestinya ia rasakan. Jika ia tidak dibantu memahami dan
menerima ambivalensi dan perasaan negatif tersebut sebagai suatu hal yang
normal dalam kehamilan, maka ia akan merasa sangat bersalah jika nantinya
bayi yang ia kandung meninggal saat dilahirkan atau terlahir cacat atau
abnormal. la akan mengingat pikiran-pikiran yang ia miliki selama trimester
pertama dan merasa bahwa ialah penyebab tragedi tersebut. Hal ini dapat
dihindari bila ia dapat menerima pikiran-pikira tersebut dengan baik.
Fokus wanita adalah pada dirinya sendiri. Dari fokus pada diri sendiri ini,
timbul ambivalensi mengenai kehamilannya seiring usahanya menghadapi
pengalaman kehamilan yang buruk, yang pernah ia alami sebelumnya, efek
kehamilan terhadap kehidupannya kelak (terutama jika ia memiliki karier),
tanggung jawab yang baru atau tambahan yang akan ditanggungnya,
kecemasan yang berhubungan dengan kemampuannya untuk menjadi seorang
ibu, masalah-masalah keuangan dan rumah tangga, dan keberterimaan orang
terdekat terhadap kehamilannya. Perasaan ambivalen ini biasanya berakhir
dengan sendirinya seiring ia menerima kehamilannya. Penerimaan ini
biasanya terjadi pada akhir trimester pertama dan difasilitasi oleh perasaannya
sendiri yang merasa cukup aman untuk mulai mengungkapkan perasaan-
perasaan yang menimbulkan konflik yang ia alami. Sementara itu, beberapa
ketidaknyamanan pada trimester pertama, seperti nausea, kelemahan,

4
perubahan nafsu makan, kepekaan emosional, semua ini dapat mencerminkan
konflik dan depresi yang ia alami dan pada saat bersamaan hal-hal tersebut
menjadi pengingat tentang kehamilannya.
Beberapa wanita, terutama mereka yang telah merencanakan kehamilan
atau telah berusaha keras untuk hamil, merasa suka cita sekaligus tidak
percaya bahwa dirinya telah hamil dan mencari bukti kehamilan pada setiap
jengkal tubuhnya. Trimester pertama sering menjadi waktu yang sangat
menyenangkan untuk melihat apakah kehamilan akan dapat berkembang
dengan baik. Hal ini akan terlihat jelas terutama pada wanita yang telah
beberapa kali mengalami keguguran dan bagi para tenaga kesehatan
profesional wanita yang cemas akan kemungkinan terjadi keguguran kembali
atau teratoma. Para wanita ini sangat tidak sabar menunggu akhir trimester
pertama sebagai suatu batu loncatan sehingga, setelah trimester ini dilewati,
mereka dapat merasa santai dan percaya sepenuhnya terhadap kehamilan
mereka. Beberapa pasangan memilih untuk tidak memberi tahu pihak mana
pun mengenai kehamilannya hingga trimester pertama dan menghindari rasa
pahit yang mungkin timbul dengan menceritakan kepada orang lain jika
ternyata mereka mengalami keguguran. Pasangan lain memilih berbagi
kehagiaan dan kegembiraan segera setelah mereka memiliki sistem
pendukung yang siap-sedia jika keguguran terjadi.
Berat badan sangat bermakna bagi wanita hamil selama trimester pertama.
Berat badan dapat menjadi salah satu uji realitas tentang keadaannya karena
tubuhnya menjadi bukti nyata bahwa dirinya hamil. Bagi kebanyakan wanita,
peningkatan berat badan dini dapat dilihat sebagai bukti bahwa janin yang
berada di dalam kandungan mengalami pertumbuhan meski buktinya tidak
terlihat secara fisik. Wanita tersebut merasa peningkatan berat badan tersebut
berada dalam kendalinya dan mengontribusi pertumbuhan abdomennya, yang
berarti berkontribusi pada kandungannya. Sebaliknya, wanita yang
mengandung dan berusaha menyembunyikannya (contohnya: pada beberapa

5
remaja yang belum menikah) akan berusaha menahan lapar supaya tidak
terlihat hamil sementara berusaha mengatasi masalah dan membuat keputusan
untuk menyelesaikan masalah masalah mereka.
Validasi kehamilan dilakukan berulang-ulang saat wanita mulai
memeriksa dengan cermat setiap perubahan tubuh, yang merupakan bukti
adanya kehamilan. Bukti yang paling kuat adalah terhentinya menstruasi.
Perubahan payudara berulang-ulang dipelajari. Validasi ini menjadikan
temuan-temuan pada panggul, terutama yang mengarah pada kehamilan,
menjadi sangat penting. Wanita tersebut berulang-ulang memperhatikan foto
hasil ultrasonografi sejak awal. Selama trimester pertama, kehamilan seorang
wanita menjadi rahasianya sendiri, yang hanya ia bagikan kepada orang-orang
tertentu yang dikehendakinya. Pikirannya sebagian besar meliputi apa yang
sedang terjadi pada dirinya, tubuhnya, dan kehidupannya. Pada saat ini, bayi
yang ia kandung masih belum dianggap sebagai mahluk yang terpisah dari
dirinya.
Hasrat seksual pada trimester pertama sangat bervariasi antara wanita
yang satu dan yang lain. Meski beberapa wanita mengalami peningkatan
hasrat seksual, tetapi secara umum trimester pertama merupakan waktu
terjadinya penurunan libido dan hal ini memerlukan komunikasi yang jujur
dan terbuka terhadap pasangan masing-masing. Banyak wanita merasakan
kebutuhan kasih sayang yang sangat besar dan cinta kasih tanpa seks. Libido
secara umum sangat dipengaruhi oleh keletihan, nausea, depresi, payudara
yang membesar dan nyeri, kecemasan, kekhawatiran, dan masalah-masalah
lain yang merupakan hal yang normal terjadi pada trimester pertama.
2. Trimester Kedua
Trimester kedua sering dikenal sebagai periode kesehatan yang baik,
yakni periode ketika wanita merasa nyaman dan bebas dari segala
ketidaknyamanan yang normal dialami saat hamil. Namun, trimster kedua
juga merupakan fase ketika wanita menelusuri ke dalam dan paling banyak

6
mengalami kemunduran. Trimester ke dua sebenarnya terbagi atas dua fase:
pra-quickening dan pasca-quickening. Quickening nenunjukkan kenyataan
adanya kehidupan yang terpisah, yang menjadi dorongan bagi wanita dalam
melaksanakan tugas psikologis utamanya pada trimester ke dua, yakni
mengembangkan identitas sebagai ibu bagi dirinya sendiri, yang berbeda dari
ibunya.
Menjelang akhir trimester pertama dan selama porsi pra-quickening
trimester kedua berlangsung, wanita tersebut akan mengalami lagi, sekaligus
mengevaluasi kembali, semua aspek hubungan yang ia jalani dengan ibunya
sendiri. Wanita tersebut mencermati semua perasaan ini dan menghidupkan
kembali beberapa hal yang mendasar bagi dirinya. Semua masalah
interpersonal yang dahulu pernah dialami oleh wanita dan ibunya, atau
mungkin masih dirasakan hinggga kini, di analisis. Potensial kemungkinan
timbulnya masalah interpersonal pada hubungan ibu dan anak sebaiknya
dikaji. Dengan pengkajian ini, akan muncul suatu pengertian dan penerimaan
terhadap kualitas-kualitas yang dimiliki ibu, yakni kualitas yang ia hargai dan
hormati. Kualitas lain, yakni kualitas yang negatif dan tidak diinginkan atau
tidak dihargainya, dapat ia tolak. Penolakan ini dapat menimbulkan perasaan
bersalah dan konflik personal kecuali wanita tersebut memahami bahwa
proses ini normal dan bahwa penolakan terhadap kualitas tertentu yang ada
pada ibunya, dalam ia mengembangkan identitas keibuannya sendiri, tidak
berarti ia menolak ibunya sebagai pribadi.
Hal lain yang terdapat dalam proses ini ialah evolusi wanita tersebut mulai
dari menjadi seorang penerima kasih sayang dan perhatian (dari ibunya)
kemudian menjadi pemberi kasih sayang dan perhatian (persiapan untuk
menjadi seorang ibu). la akan mengalami konflik berupa kompetisi dengan
ibunya agar dapat terlihat sebagai ibu yang "baik." Penyelesaian aktual dalam
konflik ini tidak akan berlarut-larut sampai lama setelah bayi dilahirkan, tetapi
perhatian wanita hamil terhadap ibunya dan proses-proses yang berkaitan

7
dengan hal tersebut akan berakhir setelah terjadi perubahan identitas dirinya
sendiri menjadi pemberi kasih sayang. Pada saat yang sama ia juga menjadi
penerima kasih sayang, menuntut perhatian dan cinta kasih, yang akibatnya, ia
simpan bagi bayinya sesuai dalam perannya sebagai pemberi kasih sayang.
Dengan timbulnya quickening, muncul sejumlah perubahan karena
kehamilan telah menjadi jelas dalam pikirannya. Kontak sosialnya berubah. la
lebih banyak bersosialisasi dengan wanita hamil atau ibu baru lainnya, dan
minat serta aktivitasnya berfokus pada kehamilan, cara membesarkan anak,
dan persiapan untuk menerima peran yang baru. Pergeseran nilai sosial ini
menimbulkan kebutuhan akan sejumlah proses duka cita, yang kemudian
menjadi katalis dalam memperkirakan peran barunya. Duka cita tersebut
timbul karena ia harus merelakan hubungan, kedekatan, dan peristiwa maupun
aspek tertentu yang ia miliki dalam peran sebelumnya yang akan terpengaruh
dengan hadirnya bayi dan peran barunya. Hal ini tidak berarti bahwa ia harus
meninggalkan semua hubungan dan ikatan yang ia miliki, tetapi yang jelas
teriadi perubahan pada hubungan dan ikatan tersebut. Terkadang, seorang
wanita hamil berada di lingkungan kerja tanpa pun memahami kehamilannya
atau orang-orang dalam kontak sosialnya tidak sedang mengandung ataupun
mereka memiliki anak remaja sehingga memiliki masalah yang ber- beda.
Pada situasi seperti ini, wanita tersebut dapat mengalami kesulitan untuk
menemukan wanita hamil lain untuk diajak berbicara dan membandingkan
perubahan-perubahan fisik yang dialaminya. Memanfaatkan kesempatan,
seperti bergabung dengan kelas latihan kehamilan, dapat memberi wanita
tersebut kontak sosial baru dengan wanita hamil lain seperti yang ia harapkan.
Bagi wanita multipara, hal ini mencakup terputusnya hubungan yang telah
terbina dengan anak-anak lain seiring ia mempersiapkan kondisi rumah dan
keluarganya untuk menyambut perubahan yang dihadirkan oleh bayi baru
mereka nanti.

8
Quickening memudahkan wanita mengonseptualisasi bayinya sebagai
individu yang terpisah dari dirinya sendiri. Kesadaran baru ini memulai
perubahan dalam fokusnya dari diri sendiri kepada bayi yang ia kandung.
Secara bertahap perubahan ini terlihat dari pengalaman mimpi bahwa orang
lain, biasanya orang yang tidak dikenal, sedang terluka. Mimpi-mimpi ini
umumnya diartikan sebagai ekspresi kewaspadaan ibu mengenai ancaman
terhadap bayinya. Pada saat ini jenis kelamin sang bayi bukan hal yang
penting. Perhatian ibu adalah pada kesejahteraan bayi dan menyambutnya
menjadi anggota keluarga.
Sebagian besar wanita merasa lebih erotis selama trimester kedua , kurang
lebih 80% wanita mengalami kemajuan yang nyata dalam hubungan seksual
mereka dibanding pada trimester pertama dan sebelum hamil. Trimester kedua
relatif terbebas dari segala ketidaknyamanan fisik, dan ukuran perut wanita
belum menjadi masalah besar, lubrikasi vagina semakin banyak pada masa
ini, kecemasan, kekhawatiran dan masalah-masalah yang sebelumnya
menimbulkan ambivalensi pada wanita tersebut mereda, dan ia telah
mengalami perubahan dari seorang menuntut kasih sayang dari ibunya
menjadi seorang yang mencari kasih sayang dari pasangannya, dan semua
faktor ini turut memengaruhi peningkatan libido dan kepuasan seksual.
3. Trimester Ketiga
Trimester ketiga sering disebut periode penantian dengan penuh
kewaspadaan. Pada periode ini wanita mulai menyadari kehadiran bayi
sebagai makhluk yang terpisah sehingga ia menjadi tidak sabar menanti
kehadiran sang bayi. Ada perasaan was-was mengingat bayi dapat lahir
kapanpun. Hal ini membuatnya berjaga-jaga sementara ia memperhatikan dan
menunggu tanda dan gejala persalinan muncul.
Trimester ketiga merupakan waktu, persiapan yang aktif terlihat dalam
menanti kelahiran bayi dan menjadi orang tua sementara perhatian utama
wanita terfokus pada bayi yang akan segera dilahirkan. Pergerakan janin dan

9
pembesaran uterus, keduanya, menjadi hal yang terus-menerus mengingatkan
tentang keberadaan bayi. Orang-orang di sekitarnya kini mulai membuat
rencana untuk bayi yang dinantikan dan bahkan merencanakan baby shower.
Wanita tersebut menjadi lebih protektif terhadap bayi, mulai menghindari
keramaian atau seseorang atau apapun yang ia anggap berbahaya. Memilih
nama untuk bayinya merupakan persiapan menanti kelahiran bayi. la
menghadiri kelas-kelas sebagai persiapan menjadi orang tua. Pakaian- pakaian
bayi mulai dibuat atau dibeli. Kamar-kamar disusun dan dirapikan. Sebagian
besar pemikiran difokuskan pada perawatan bayi. Ada banyak spekulasi
mengenai jenis kelamin dan wajah bayi itu kelak.
Sejumlah ketakutan muncul pada trimester ke tiga. Wanita mungkin
merasa cemas dengan kehidupan bayi dan kehidupannya sendiri, seperti:
apakah nanti bayinya akan lahir abnormal, terkait persalinan dan pelahiran
(nyeri, kehilangan kendali, hal-hal lain yang tidak diketahui), apakah ia akan
menyadari banwa ia akan bersalin, atau bayinya tidak mampu keluar karena
perutnya sudah luar biasa besar, atau apakah organ vitalnya akan mengalami
cedera akibat tendangan bayi. Bayangan-bayangan yang dialaminya
merefleksikan rasa penasaran dan ketakutannya. la mengalami bayangan yang
sebagian besar mengenai bayi, anak-anak, persalinan, kehilangan bayi, atau
terperangkap dalam sebuah ruangan yang sangat kecil dan tidak mampu
keluar. la kemudian menyibukkan diri agar tidak memikirkan hal-hal yang
menakutkan atau hal-hal lain yang tidak diketahuinya.
la juga mengalami proses duka lain ketika ia mengantisipasi hilangnya
perhatian dan hak istimewa khusus lain selama ia hamil, perpisahan antara ia
dan bayinya yang tidak dapat dihindari, dan perasaan kehilangan karena
uterusnya yang penuh secara tiba-tiba akan mengempis dan ruang tersebut
menjadi kosong. Depresi ringan merupakan hal yang umum terjadi dan wanita
dapat menjadi lebih bergantung pada orang lain lebih lanjut dan lebih
menutup diri karena perasaan rentannya.

10
Wanita akan kembali merasakan ketidaknyamanan fisik yang semakin
kuat menjelang akhir kehamilan. la akan merasa canggung, jelek, berantakan,
dan memerlukan dukungan yang sangat besar dan konsisten dari pasangannya.
Pada pertengahan trimester ke tiga, peningkatan hasrat seksual yang terjadi
pada trimester sebelumnya akan menghilang karena abdomennya yang
semakin besar menjadi halangan. Alternatif posisi dalam berhubungan seksual
dan metode alternatif untuk mencapai kepuasan dapat membantu atau dapat
menimbulkan perasaan bersalah jika ia merasa tidak nyaman dengan cara-cara
tersebut. Berbagi perasaan secara jujur dengan pasangan dan konsultasi
dengan tenaga medis menjadi sangat penting.

B. Kebutuhan Psikologis dalam Kehamilan


1. Support Keluarga
Dukungan selama masa kehamilan sangat dibutuhkan bagi seorang wanita
yang sedang hamil, terutama dari orang terdekat apalagi bagi ibu yang baru
pertama kali hamil. Seorang wanita akan merasa tenang dan nyaman dengan
adanya dukungan dan perhatian dari orang – orang terdekat.
a. Suami
Dukungan dan peran serta suami dalam masa kehamilan terbukti
meningkatkan kesiapan ibu hamil dalam menghadapi kehamilan dan
proses persalinan, bahkan juga memicu produksi ASI. Suami sebagai
seorang yang paling dekat, dianggap paling tahu kebutuhan istri. Saat
hamil wanita mengalami perubahan baik fisik maupun mental. Tugas
penting suami yaitu memberikan perhatian dan membina hubungan baik
dengan istri, sehingga istri mengkonsultasikan setiap saat dan setiap
masalah yang dialaminya dalam menghadapi kesulitan-kesulitan selama
mengalami kehamilan.
Keterlibatan suami sejak awal masa kehamilan, sudah pasti akan
mempermudah dan meringankan pasangan dalam menjalani dan

11
mengatasi berbagai perubahan yang terjadi pada tubuhnya akibat hadirnya
sesosok “manusia mungil” di dalam perutnya. Bahkan, keikutsertaan
suami secara aktif dalam masa kehamilan, dapat mempengaruhi
keberhasilan seorang istri dalam mencukupi kebutuhan ASI untuk si bayi
kelak sangat ditentukan oleh seberapa besar peran dan keterlibatan suami
dalam masa-masa kehamilannya.
Saat hamil merupakan saat yang sensitif bagi seorang wanita, jadi
sebisa mungkin seorang suami memberikan suasana yang mendukung
perasaan istri, misalnya dengan mengajak istri jalan-jalan ringan,
menemani istri ke dokter untuk memeriksakan kehamilannya serta tidak
membuat masalah dalam komunikasi.
b. Keluarga
Lingkungan keluarga yang harmonis ataupun lingkungan tempat
tinggal yang kondusif sangat berpengaruh terhadap keadaan emosi ibu
hamil. Wanita hamil sering kali mempunyai ketergantungan terhadap
orang lain disekitarnya terutama pada ibu primigravida. Keluarga harus
menjadi bagian dalam mempersiapkan pasangan menjadi orang tua.
2. Support dari Tenaga kesehatan
Peran bidan dalam perubahan dan adaptasi psikologi adalah dengan
memberi support atau dukungan moral bagi klien, meyakinkan bahwa klien
dapat menghadapi kehamilannya dan perubahan yang dirasakannya adalah
sesuatu yang normal. Bidan harus bekerjasama dan membangun hubungan
yang baik dengan klien agar terjalin hubungan yang terbuka antara bidan dan
klien. Keterbukaan ini akan mempermudah bidan memberikan solusi terhadap
permasalahan yang dihadapi klien.
Bidan juga berfungsi sebagai fasilitator bagi kliennya. Bidan dapat
membagi pengalaman yang pernah dirasakan bidan itu sendiri, misalnya jika
bidan tersebut juga pernah merasakan kehamilan, hal ini akan membuat klien
mengerti akan fungsi bidan yang disatu sisi sebagai seorang bidan dan disisi

12
lain sebagai manusia biasa yang juga merasakan perubahan-perubahan yang
terjadi dalam siklus kehidupan. Bidan juga dapat menceritakan pengalaman
orang lain sehingga klien mampu membayangkan bagaimana cara mereka
sendiri untuk menyelesaikan dan menghadapi masalahnya.
Bidan juga berperan sebagai seorang pendidik, bidan yang memutuskan
apa yang harus diberitahukan kepada klien dalam menghadapi kehamilannya
agar selalu waspada terhadap perubahan yang terjadi, perilakunya dan
bagaimana menghadapi permasalahnnya yang timbul akibat kehamilannya.
3. Rasa Aman Nyaman Selama Kehamilan
Orang yang paling penting bagi seorang wanita hamil suami. Wanita yang
diperhatikan dan dikasihi oleh pasangannya selama hamil akan menunjukan
lebih sedikit gejala emosi dan fisik, lebih sedikit komplikasi persalinan, dan
lebih mudah melakukan penyesuaian selama masa nifas. Ada dua kebutuhan
utama yang ditunjukan wanita selama ia hamil, kebutuhan pertama ialah
menerima tanda-tanda bahwa ia dicintai dan dihargai. Kebutuhan kedua ialah
merasa yakin akan penerimaan pasangannya terhadap sang anak dan
mengasimilasi bayi tersebut kadalam keluarga.
Dukungan yang diperoleh oleh ibu hamil akan membuatnya lebih tenang
dan nyaman dalam kehamilannya. Hal ini akan memberikan kehamilan yang
sehat. Dukungan yang dapat diberikan misalnya dengan mengantar ibu
memeriksakan kehamilan, memenuhi keinginan ibu hamil yang ngidam,
mengingatkan minum tablet besi, maupun membantu ibu malakukan kegiatan
rumah tangga selama hamil.
4. Persiapan Menjadi Orang Tua
Kehamilan dan peran sebagai orang tua dapat dianggap sebagai masa
transisi atau peralihan. Terlihat adanya peralihan yang sangat besar akibat
kelahiran dan peran yang baru, serta ketidak pastian yang terjadi sampai peran
yang baru ini dapat disatukan dengan anggota keluarga yang baru. Untuk
pasangan baru, kehamilan merupakan kondisi perubahan dari masa anak

13
menjadi orang tua, dan apabila kehamilan berakhir maka akan bertambah
tanggung jawab keluarga.
Persiapan menjadi orang tua terdiri dari dua komponen.
Komponen pertama, bersifat praktis dan mekanis, melibatkan keterampilan
kognitif-motorik, yaitu bagaimana cara merawat anak, memberi makan,
menjaga dari bahaya, memungkinkannya untuk bisa terus tumbuh dan
berkembang. Kemampuan ini dipengaruhi oleh pengalaman pribadinya dan
budaya dilingkungan tempat tinggalnya. Komponen kedua, bersifat
emosional, melibatkan keterampilan kognitif-efektif, yaitu bagaimana
nantinya mereka mampu merawat anak dengan penuh perhatian, kelembutan,
kasih sayang. Sifat keibuan atau kebapakkan berakar dari pengalaman orang
tua dimasa kecil saat mengalami dan menerima kasih sayang dari ibunya.
5. Persiapan Sibling
Pada saat kehamilan kedua atau lebih, sangat penting bagi seorang ibu
untuk mengetahui dan mempersiapkan perasaan kakak terhadap calon adik
(apakah mereka tertarik dan ingin membantu? dan apakah mereka bersikap
bermusuhan dan agresif?). Karena biasanya seorang kakak akan berontak dan
sulit menerima kehadiran orang baru dalam keluarganya (calon adik).
Cara untuk mengurangi persaingan kakak adik:
a. Berikan anjuran agar orang tua membuat rencana untuk menghabiskan
waktu dengan sang kakak dan sering memberikan pujian dan menegaskan
kembali tempat mereka dalam keluarga.
b. Orang tua harus memperlihatkan kasih sayang mereka.
c. Tekankan pentingnya merespon dengan tenang dan pengertian bila si
kakak menjadi lebih kekanak-kanakan tingkah lakunya atau sikap
bermusuhan dengan calon adik.

14
C. Gangguan Psikologis dalam Kehamilan
Kehamilan adalah periode penuh stress secara emosional, yang
dimanifestasikan dengan adanya emosi yang labil dan mudah tersinggung. Hal ini
merupakan dasar terjadinya kelainan psikologis pada masa kehamilan. Pada saat
antenatal care perlu dicari faktor-faktor yang dapat menjadi faktor predisposisi
terjadinya gangguan psikologis yang meiliputi :
1. Riwayat pasien dan keluarga dengan gangguan psikologi/psikiatri
a. Gaya kehidupan yang menyendiri.
b. Riwayat pelecehan seksual, fisik/emosional, dan drug abuse.
2. Problem psikologis yang pernah dialami, antara lain:
a. Riwayat berpisah dengan ibunya yang terlalu awal.
b. Kesulitan berpisah dengan orangtua.
c. Masalah dengan keluarga di saat perkawinan.
d. Kematian anggota keluarga atau teman pada saat kehamilan/persalinan.
e. Konflik tentang pengasuhan anak.
3. Riwayat reproduksi kurang baik
a. Riwayat kesulitan dengan kehamilan, persalinan, atau depresi
pascapersalinan.
b. Riwayat kematian janin intrauterine atau kematian segera setalah lahir.
c. Riwayat kehamilan dengan kelainan kongenital.
d. Riwayat infertilitas.
e. Riwayat abortus berulang.
f. Riwayat pseudosiesis atau hyperemesis.

Keadaan tersebut di atas harus dipelajari dengan baik dan ibu hamil
dipersiapkan untuk meningkatkan rasa percaya dirinya agar siap menjalani proses
kehamilan, persalinan, dan nifas sebagai kodrati seorang perempuan yang
dipercaya oleh Tuhan untuk menjadi ibu dan dapat memberikan keturunan
bersama pasangan hidupnya.

15
Namun perubahan fisik dan emosional yang kompleks kerap kali menjadikan
ibu hamil tidak mampu beradaptasi terhadap penyesuaian pola hidup dengan
proses kehamilan yang terjadi. Konflik antara keinginan prokreasi, kebanggaan
yang ditumbuhkan dari norma-norma sosiokultural dan persoalan dalam
kehamilan itu sendiri, dapat menjadi pencetus berbagai reaksi psikologis, mulai
dari reaksi emosional ringan hingga tingkat gangguan jiwa yang berat.
1. Pseudocyesis (Hamil Palsu)
Wanita tidak hamil yang percaya bahwa dirinya hamil, diikuti dengan
munculnya gejala dan tanda kehamilan. Pseudocyesis biasanya terjadi pada
wanita yang merasakan keinginan atau bahkan ketakutan yang kuat akan kehamilan,
sehingga otak wanita tersebut salah menginterpretasikan sinyal sebagai kehamilan,
dan memicu pelepasan hormon, seperti estrogen dan prolaktin, yang dapat
menyebabkan gejala kehamilan yang sebenarnya. Pada kasus ini lakukan anamnesis
terarah yang akurat (termasuk latar belakang psikis), pemeriksaan fisik
(khloasma/hiperpigmentasi, pelunakan dan keunguan pada serviks, pem-
besaran uterus) dan pemeriksaan tambahan (uji kehamilan dan ultrasonografi).
Lakukan konseling bahwa kehamilan harus dipastikan (perdarahan lucut
dengan kombinasi estrogen-progesteron), akan dilakukan upaya pemeriksaan
dan pengobatan untuk kehamilan dan dukungan psikososial.
2. Reaksi Cemas
Gangguan ini ditandai dengan rasa cemas dan ketakutan yang berlebihan,
terutama sekali terhadap hal-hal yang masih tergolong wajar. Kecemasan
baru terlihat apabila wanita tersebut mengungkapkannya karena gejala klinik
yang ada, sangat tidak spesifik (twitching, tremor, berdebar-debar, kaku otot,
gelisah dan mudah lelah, insomnia). Timbul gejala-gejala somatik akibat
hiperaktifitas otonom (palpitasi, sesak nafas, rasa dingin di telapak tangan,
berkeringat, pusing, rasa terganjal pada leher). Wanita hamil dengan reaksi
cemas perlu di tenangkan dengan psikoterapi. Walau kadang-kadang upaya ini
kurang memberi hasil tetapi prosedur ini sebaiknya paling pertama dilakukan.

16
Hanya pada pasien dengan reaksi cemas berat, berikan diazepam 3 x 2 mg per
hari. Bila pasien tidak mampu untuk melakukan kegiatan sehari-hari atau
kekurangan asupan kalori/gizi maka harus dilakukan rawat inap di rumah
sakit.
3. Reaksi Panik
Reaksi panik ditandai dengan rasa takut dan gelisah yang hebat, terjadi dalam
periode yang relatif singkat dan tanpa sebab sebab yang jelas. Pasien
mengeluhkan nafas sesak atau rasa tercekik, telinga berdenging, jantung
berdebar, mata kabur, rasa melayang, takut mati atau merasa tidak akan
tertolong lagi. Pemeriksaan fisik menunjukkan pasien gelisah dan ketakutan,
pucat, pandangan liar, pernafasan pendek dan cepat, takikardi. Pasien dengan
reaksi panic perlu ditenangkan secara verbal, sebelum psikoterapi atau
medikamentosa. Sebaiknya pasien dirawat untuk observasi terhadap reaksi
panik ulangan dan pemberian terapi. Karena reaksi panik hanya berlangsung
dalam waktu yang relatif singkat, cukup diberikan dosis tunggal diazepam 5
mg IV
4. Reaksi Obsesif-Kompulsif
Gambaran spesifik dari gangguan ini adalah selalu timbulnya perasaan,
rangsangan ataupun pikiran untuk melakukan sesuatu, tanpa objek yang jelas,
diikuti dengan perbuatan yang dilakukan secara berulang kali. Pengulangan
perbuatan tersebut dapat mencelakai dirinya, bayi yang dikandung atau orang
lain. Adanya potensi gawat darurat pada wanita hamil dengan reaksi obsesif-
kompulsif menjadi alasan untuk dirawat di rumah sakit atau dalam
pengawasan tim medis yang memadai. Psikoterapi cukup membantu untuk
mengembalikan wanita ini pada status emosional yang normal. Pada kasus
yang berat, beri diazepam 5 mg IV dan observasi ketat.
5. Depresi Berat
Depresi pada wanita hamil, ditandai oleh perasaan sedih, tidak bergairah,
menyendiri, penurunan berat badan, insomnia, kelemahan, rasa tidak dihargai

17
dan pada kasus yang berat, ada keinginan untuk melakukan bunuh diri. Sulit
untuk melakukan komunikasi karena mereka cenderung menarik diri, tidak
mampu berkonsentrasi, kurang perhatian dan sulit untuk mengingat sesuatu.
Gunakan anti depresan Amitryptyline 2 x 10 mg oral. Terapi kejutan listrik
(ECT) digunakan apabila psikofarmaka gagal dan reaksi depresi
membahayakan pasien.
6. Reaksi Mania
Reaksi mania ditandai dengan rasa gembira yang berlebihan (eforia), mudah
terangsang, hiperaktif, banyak berbicara (logore), mengganggu dan rasa
percaya diri yang berlebihan. Reaksi mania dalam kehamilan merupakan
masalah yang cukup rumit karena obat lithium karbonat, dapat menimbulkan
berbagai akibat yang merugikan pada janin (Ebstein's abnormality, struma,
kelemahan tonus otot dan menurunnya kemampuan mengisap pada bayi yang
baru dilahirkan). Ibu-ibu yang menggunakan lithium karbonat, tidak boleh
menyusui bayinya karena obat ini diekskresi melalui air susu ibu. Wanita
hamil dengan reaksi mania, sebaiknya dirawat untuk menentukan dosis yang
paling tepat, aman dan efektif untuk lithium karbonat. Pasien-pasien yang
terkontrol pada saat hamil, cenderung mengalami episode mania pada 7-14
hari saat pascapersalinan.
7. Skizofrenia
Skizofrenia ditandai dengan gangguan proses berfikir, persepsi dan realita.
Pada tingkat tertentu, dapat dijumpai halusinasi, waham kebesaran dan
kejaran, gangguan bicara dan hilangnya asosiasi dengan realita dan
lingkungan sekitarnya. Pemberian Klorpromazine 12,5 mg atau haloperidol
0,5 mg pada pasien dengan skizofrenia tidak berpengaruh terhadap janin tetapi
pada dosis anti psikotik (klorpromazine 125-250 mg atau haloperidol 2 mg)
dengan pemberian multi dosis, dapat mempengaruhi kesehatan janin. Obat ini
diekskresi melalui ASI sehingga tidak dianjurkan untuk menyusui bayinya.

18
Bila psikofarmaka tidak dapat digunakan, dapat digunakan terapi kejutan
listrik (ECT).
8. Rasa kehilangan
Dengan dukungan teknologi canggih sekalipun, abortus, cacat kongenital,
janin mati dalam rahim dan mortalitas neonatal, masih akan tetap terjadi. Rasa
kehilangan merupakan adaptasi dari kemarahan, kekecewaan dan keaedihan
yang harus dihadapi dan diatasi. Lakukan konseling dan minta pasangan
tersebut untuk memutuskan apa yang bagi mereka (menyimpan hasil
konsepsi, menyaksikan cacat yang terjadi, mendekap janin yang telah
dilahirkan, meminta otopsi) agar proses adaptasi terhadap kehilangan dapat
berjalan dengan baik. Perhatikan: kemarahan terhadap situasi yang terjadi,
dapat dilampiaskan kepada staf klinik dan terutama terhadap tenaga medik
atau penolong. Beri kesempatan (paling tidak 6 bulan) untuk resolusi, sebelum
memulai kehamilan berikutnya.

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kehamilan merupakan waktu transisi, yakni suatu masa antara kehidupan
sebelum memiliki anak yang sekarang berada dalam kandungan dan kehidupan
nanti setelah anak tersebut lahir. Selama kehamilan berlangsung, terdapat
rangkaian proses psikologis khusus yang jelas, yang terkadang tampak berkaitan
erat dengan perubahan biologis yang sedang terjadi. Peristiwa dan proses
psikologis ini dapat diidentifikasi berdasarkan pembagian trimester. Respons
psikologis terhadap kehamilan terulang lagi pada kehamilan berikutnya pada
setiap wanita.
Dalam menghadapi perubahan psikologis dukungan sangat dibutuhkan bagi
seorang wanita yang sedang hamil, terutama dari orang terdekat. Seorang wanita
hamil akan merasa tenang dan nyaman dengan adanya dukungan dan perhatian
dari orang – orang terdekat, sehingga reaksi psikologis seperti reaksi emosional
ringan hingga tingkat gangguan jiwa yang berat dapat dihindari dan diatasi.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini, diharapkan Bidan sebagai pendamping wanita
mulai dari awal kehamilan sampai berakhirnya kehamilan dapat mengenali
perubahan-perubahan psikologis ibu hamil sehingga adaptasi psikologis yang ibu
hamil lalui dapat berjalan dengan semestinya.

20

Anda mungkin juga menyukai