Anda di halaman 1dari 23

DASAR DIAGNOSIS PENYAKIT VIRUS

OLEH :
Drh. Ida Bagus Kade Suardana, M.Si

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2009

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………... i


1. Pengumpulan, Pengemasan dan Pengiriman Sediaan ………………………… 1

2. Metode Diagnosis Virus ..................................................................................... 2

3. Isolasi Virus . ................................................................................................... 4

4. Inaktivasi Virus .................................................................................................. 14

5. Cara Mengawetkan Virus ................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………… 23

2
DASAR-DASAR DIAGNOSIS PENYAKIT VIRUS

Diagnosis penyakit virus sangat bermanfaat dalam penentuan :

 Penyakit eksotik

 Penyakit zoonosis

 Penyidikan kesehatan veteriner

 Manajemen klinis yang ditentukan dengan diagnosis yang tepat

 Inseminasi buatan, transfer embrio dan transfusi darah

 Surat keterangan bebas dari infeksi tertentu

 Program pengujian dan pengeluaran

1. PENGUMPULAN, PENGEMASAN DAN PENGIRIMAN SEDIAAN

Sebagai tindakan awal dari diagnosis diperlukan pengetahuan, perawatan dan

perhatian dari dokter hewan yang mengambil sediaan atau spesimen. Spesimen harus

diambil dari tempat dan waktu yang tepat. Waktu yang tepat adalah secepat mungkin

setelah mulainya gejala klinis karena virus biasanya terdapat dalam jumlah yang

banyak dan akan menurun pada hari-hari berikutnya.

Tempat pengambilan spesimen dipengaruhi oleh gejala klinis dan pemahaman

patogenesis dari penyakit yang dicurigai. Spesimen harus diberi tanda dan dikirim

kelaboratorium, dengan diberi keterangan dan diagnosis sementara. Apabila

pengiriman kurang dari satu hari maka spesimen dikirim dalm kotak berisolasi yang

diisi dengan bongkah es atau bungkus pendingin dengan temperatur 4oC. Pengiriman

yang memerlukan waktu lebih dari satu hari harus menggunakan es kering dengan

temperatur -70oC.

Spesimen yang tepat untuk diagnosis laboratorium dari berbagai gejala klinis

suatu hewan seperti tabel dibawah ini :

3
Gejala Spesimen

Pernapasan Usapan hidung, tenggorokan, sedotan nasofaring

Pencernaan Tinja

Kelamin Usapan kelamin

Mata Usapan konjungtiva

Kulit Usapan atau kerokan vesikel, biopsi lesi padat

Sistem saraf pusat Cairan serebrospinalis, tinja dan usapan hidung

Umum Usapan hidung, tinja, leukosit darah

___________________________________________________________________________

2. METODE DIAGNOSIS VIRUS

Diagnosis infeksi virus pada hewan meliputi :

1. Pengujian adanya virus menular, antigen virus atau urutan gen virus.

2. Pengujian adanya antibodi virus yang spesifik.

Untuk mendeteksi virus, antigen virus atau asam nukleat virus dapat dilakukan

dengan berbagai cara uji laboratorium. Uji laboratorium harus memenuhi lima kriteria

yaitu : cepat, sederhana, sensitif, spesifik dan murah. Beberapa cara deteksi virus

adalah:

a. Deteksi Virion dengan mikroskop elektron.

b. Deteksi Antigen Virus dengan :

 Uji Imunosorben terkait Enzim (ELISA)

 Radioimunoasai

 Imunofluoresensi

 Pewarnaan imunoperoksidase

4
 Presipitasi

 Fiksasi komplemen

c. Deteksi Asam Nukleat Virus dengan :

 Reaksi rantai polimerase (PCR)

Masing-masing uji laboratorim diatas mempunyai keuntungan dan kekurangan seperti

tertera dalam tabel dibawah ini :

Metode diagnostik Keuntungan Kerugian

Isolasi virus Memungkinkan kajian agen Lambat, makan waktu

Lebih jauh; biasanya sangat mungkin sulit; tidak

sensitif; gampang diperoleh berguna bagi virus yang

tidak berdaya hidup;

pemilihan tipe sel,dll,

mungkin sangat penting

artinya.

Observasi langsung dengan Cepat; mendeteksi virus biayanya mahal, karena

mikroskop elektron yang tidak mampu itu mungkin tidak tersedia;

termasuk mikroskop diisolasi; mendeteksi virus relatif tidak sensiif,

imunoelektron yang tidak berdaya hidup terbatas pada beberapa

infeksi virus

Indentifikasi serologi dari Cepat dan sensitif; Tidak dapat diterapkan

Virus atau antigen memberikan informasi pada semua virus; penaf-

Misalnya, ELISA tentang serotipe; gampang sirannya mungkin sulit

diperoleh, seringkali

5
berupa kit diagnostik

Pelacak (probe) asam Cepat; sangat sensitif, Mungkin tidak gampang

nukleat (dengan atau khususnya setelah PCR; diperoleh; risiko terce-

tanpa pengadaan gen dapat diterapkan pada marnya DNA pada PCR

dengan PCR) semua virus

Pengenalan patalogi sel Cepat, gampang diperoleh Terbatas pada beberapa

dengan mikroskop biasa infeksi virus

Perimbangan antibodi Berguna dalam mengaitkan Lambat, penafsiran

(serum akut dan kasus dengan wabah terlambat (retrospektif)

kesembuhan) penyakit mungkin sulit

3. ISOLASI VIRUS

Isolasi virus masih merupakan ”standar emas” sebagai pembanding bagi

metode diagnosis yang baru. Isolasi virus merupakan satu-satunya metode yang dapat

mendeteksi, mengidentifikasi virus yang tidak diketahui sebelumnya, bahkan

menemukan agen yang sepenuhnya baru. Pada laboratorium dengan peralatan

canggih, kadang-kadang juga dilakukan inokulasi biakan sel dalam upaya mengisolasi

virus walaupun diperlukan waktu berminggu-minggu dengan biaya yang cukup

mahal. Pada labratorium penelitian dan rujukan, isolasi virus sangat diperlukan untuk

menyediakan materi bagi kajian lebih mendalam.

Spesimen untuk inokulasi makin cepat dikerjakan akan makin baik hasilnya.

Apabila spesimen tertunda lebih dari satu hari hendaknya disimpan pada suhu -700C.

Spesimen usapan diolah dengan mengaduknya dalam medium pengangkut, tinja

6
dengan diaduk berputar dan spesimen organ/jaringan dicincang halus dan

dihomogenkan pada centrifuge. Sebelum diinokulasikan, untuk menghilangkan

bakteri dan jamur pencemar disaring dengan membran dengan diameter pori 0,45

mikron atau dengan dengan penembahan antibiotika. Inokulum hendaknya

dipertahankan pada suhu 4oC sampai isolasi siap dilakukan.

Pertumbuhan Virus pada Biakan Sel

Setelah dilakukan inokulasi/penanaman virus pada biakan sel, diinkubasikan

pada suhu 35o-37oC dan diamati pengaruh merusak sel nya (sitopati) setiap hari.

Kecepatan sitopati tidak sama untuk setiap virus. Bila sitopati diragukan dilakukan

penyepihan ke dua atau bahkan ketiga. Sitopati selalu dibandingkan dengan kontrol.

Kecepatan dan penampakan dari sitopati, digabungkan dengan keterangan kasusnya

maka dapat ditegakan diagnosisnya.

Pertumbuhan Virus pada Hewan Laboratorium

Isolasi virus banyak dilakukan pada telur ayam bertunas dan jarang dilakukan

pada anak mencit. Inokulsi intra amnion pada embrio ayam merupakan metode yang

paling sensitif untuk mengisolasi virus influenza dan beberapa virus unggas lainnya.

Spesies inang alami, khususnya hewan muda yang rentan dan bebas antibodi

(misalnya : pedet, anak babi dan anak ayam), dapat digunakan untuk isolasi virus

yang belum dapat dibiakkan secara in vitro, tetapi terbatas pada studi patogenesis atau

pengujian vaksin, mengingat terjadinya infeksi yang serius bila diagnosisnya meleset.

Identifikasi Isolat Virus

7
Virus yang baru diisolasi dikelompokan kedalam keluarga tertentu dan

kadang-kadang kedalam suatu genus atau spesies, berdasarkan pada temuan klinis,

tipe sel yang menghasilkan isolat virus dan hasil dari pertumbuhan virus. Tetapi

identifikasi yang pasti, tergantung kepada penentuan sifat antigen dengan antiserum

yang telah diketahui, dengan menggunakan teknik yang mirip dengan identifikasi

langsung dari virus pada bahan pemeriksaan klinis. Setelah digolongkan kedalam

keluarga tertentu (misalnya Adenoviridae), misalnya dengan teknik ELISA,

selanjutnya ditentukanspesies atau serotipenya (misalnya Adenovirus anjing).

Teknik identifikasi saat ini sangat beragam. Tiap laboratorium dapat memilih

prosedur yang disukai berdasarkan pertimbangan kesensitifan, kespesifikan,

kecepatan, kenyamanan dan kemampuan biaya.

Prosedur virologi utama yang digunakan dalam virologi

Teknik Prinsip

_____________________________________________________________________

Imunoasai enzim Antibodi berikatan pada antigen; anti Ig-

G berlabel-enzim berikatan dengan

antibodi; substrat berubah warna.

Radioimunoasai Antibodi berikatan dengan antigen;anti-

lgG berlabel-radioaktif berkaitan dengan

antibodi dan dapat dihitung.

Western blot Virus dihancurkan; protein dipisahkan

dengan elektroforesis gel poliakrilamid,

8
dipindahkan (blotted) ke dalam membran

nilon; antiserum berikatan dengan protein

virus; anti-lgG berlabel berkaitan pada pita

tertentu; ditunjukan oleh ELIZA atau

autoradiografi.

Panetralan virus Antibodi menetralkan kemenularan

virion; menghabat sitopalogi, mengurangi

plak, atau melindungi hewan.

Hambatan hemaglutinasi Antibodi menghambat hemaglutinasi

virus.

Imunofluoresensi Antibodi berkaitan dengan antigen pada

sel yang difiksasi; berkaitan dengan anti-

lgG berlabel –fluorensein; berpendar fluor

dengan mikroskop uv.

Imunodifusi Antibodi dan antigen terlarut

menghasilkan garis presipital yang dapat

dilihat pada gel.

_____________________________________________________________________

Antibodi monoklonal dengan spesifisitas yang telah diketahui, memungkinkan

diagnosis dilakukan secara cepat, spesifik, bahkan sampai tingkat sub tipe, galur atau

9
varian. AbMo merupakan antibodi yang hanya berikatan dengan satu jenis epitop

dalam suatu struktur antigen. Karena itu, AbMo mampu berikatan secara khas hanya

dengan antigen yang dikenalinya sehingga sangat berpotensi untuk dipakai dalam

pengembangan metode diagnosis yang murah, cepat dan akurat. Keakuratan AbMo

sebagai reagen imunodiagnosis yang akurat dan sensitif telah dibuktikan pada

beberapa penyakit virus . Misalnya, antibodi monoklonal terhadap protein H virus

influenza manusia mempunyai tingkat sensitivitas sebesar 99,1% dan spesifisitas

sebesar 100% dalam mengidentifikasi subtipe virus influenza manusia sehingga telah

dipakai oleh WHO untuk membuat kit diagnosis infeksi virus influenza pada manusia

(Vareckova et al, 2002). Pada virus lainnya, AbMo juga sudah banyak dipakai untuk

melacak infeksi virus dan sekaligus dapat menentukan serotipenya secara akurat.

Misalnya, pada infeksi avian reovirus, penggunaan AbMo dalam uji serologi, mampu

membedakan serotipe virus yang berbeda secara akurat. AbMo juga telah dibuat

terhadap virus penyakit Jembrana dan telah digunakan dalam uji serologi untuk

melacak virus ini dalam plasma, limfosi, dan jaringan sapi Bali yang terserang

penyakit Jembrana. AbMo juga telah dipakai untuk melacak virus avian influenza

pada unggas (Astawa et al, 2007).

10
Skema Pembentukkan Antibodi Monoklonal.

Li mfos i t menc i t
kebal t erha dap Mi el oma m enci t
vi rus ra bi es
Fus i den gan P EG

Hibridom a

Klo ning se l hib rido ma

Skrining , iso la s i da n pro pa g a si hibr ido ma


peng ha sil A bMo a nti-ra bies

Pem buatan AbMo

In v ivo pa da mencit In Vitro da la m f la sk

Peng g una a n A bMo untuk dia g no sis


rsbies

Hemaglutinasi dan Penghambatan Hemaglutinasi.

Virion dari beberapa virus dapat berikatan dengan sel darah merah dan

menyebabkan hemaglutinasi. Bila antibodi spesifik dan virus dicampur sebelum

ditambahi sel darah merah, hemaglutnasi dapat dihambat. Uji penghambatan

hemaglutinasi ternyata sensitif (kecuali untuk toga virus) dan sangat spesifik karena

dapat mengukur antibodi yang berikatan dengan protein permukaan yang paling

gampang mengalami perubahan antigenik. Disamping itu uji ini sederhana, murah,

11
dan cepat sehingga menjadi pilihan untuk mengidentifikasi isolat dari virus yang

menyebabkan hemaglutinasi.

Uji hemaglutinasi cepat

Uji ini dilakukan untuk mengetahui adanya antigen dengan cepat. Caranya adalah

0,025 ml PBS dan suspensi cairan alantois diteteskan pada plat mikro yang bersih. Sel

darah merah ditambahkan 0,05 ml pada lubang yang sama, lalu diamati. Reaksi positif

ditandai dengan terbentuknya kristal seperti pasir pada campuran tersebut. Spesimen

yang bereaksi positif diambil dilanjutkan untuk uji HA teknik mikrotiter agar

mengetahui titer antigen yang terkandung pada cairan alantois tersebut.

Uji hemaglutinasi/Tehnik mikrotiter

Setiap lubang pada plat mikro diisi masing-masing dengan 0,025 ml PBS dengan

menggunakan penetes mikro kecuali pada lubang pertama. Pada lubang pertama dan

kedua ditambahkan cairan alantois yang akan diuji. Selanjutnya dibuat pengenceran

seri kelipatan dua mulai dari lubang kedua sampai sebelas dengan menggunakan

pengencer mikro. Selanjutnya pada tiap lubang (1-12), ditambahkan 0,025 ml PBS.

Selanjutnya ditambahkan SDM 0,5% sebanyak 0,05 ml ditambahkan ke setiap lubang

dan diayak selama 30 detik. Reaksi positif ditandai dengan adanya bentukan kristal

seperti pasir pada campuran tersebut. Pengenceran tertinggi dari cairan alantois adalah

titer dari virus AI.

Uji Hambatan Hemaglutinasi

Penapisan (screening) serum untuk deteksi antibodi dilakukan dengan uji hambatan

hemaglutinasi (HI) cepat. Kedalam plat mikro, diteteskan sebanyak 0,025 ml serum

yang telah diperlakukan awal dan 0,025 ml antigen avian influenza 4 unit HA.

12
Selanjutnya plat mikro beserta isinya diayak selama 30 detik, kemudian dieramkan

selama 30 menit. Sebanyak 0,05 ml suspensi sel darah merah ditambahkan kembali

kedalam lubang tersebut lalu diayak selama 30 detik. Hasil dapat diamati setiap 15

menit setelah perlakuan terakhir. Kontrol virus dibuat bersama-sama dengan saat

melakukan uji HI diatas dengan materi berupa 0,025ml PBS, 0,025ml antigen avian

influenza 4 unit HA, dan 0,05ml suspensi sel darah merah 0,5%. Kontrol darah dibuat

dengan mengikuti langkah yang sama dengan materi berupa 0,05 ml PBS dan 0,05 ml

suspensi sel darah merah. Serum akan diperiksa lebih lanjut dengan uji HI titrasi

apabila bila terbentuk endapan nyata di dasar tabung.

Untuk mengetahui titer antibodi, maka dilakukan uji HI titrasi dengan 2X ulangan

berdasarkan prosedur baku (WHO 2002). PBS sebanyak 0,025 ml, dimasukkan

kedalam lubang ke-2 sampai ke-12. Lubang pertama dan kedua diisi dengan serum

dan kemudian diencerkan secara seri kelipatan dua dari lubang kedua sampai dengan

lubang ke-11 dengan pengencer mikro. Setelah melakukan pengenceran kemudian di

tambahkan masing-masing 0,025 ml suspensi antigen 4 unit HA kedalam lubang ke-1

sampai ke-11. Lubang ke-12 hanya diisi dengan PBS 0,025 ml. Setelah menyelesaikan

prosedur diatas lakukan pengayakan selama 30 detik dan selanjutnya dieramkan

dalam suhu kamar selama 30 menit. Setelah dieramkan, ditambahkan 0,05 ml

suspensi sel darah merah 0,5% kedalam lubang ke-1 sampai ke-12 dan diayak kembali

selama 30 detik. Setelah diayak plat mikro dieramkan pada suhu kamar selama 1 jam

dan diamati setiap 15 menit.

13
Uji ELISA

Dalam ELISA, microplate dilapisi dengan antigen dalam buffer karbonat pH 9,6 atau

antibodi monoklonal dalam buffer fosfat pH 6,8 selama satu malam. (Buffer karbonat:

1,59 gr Na2HCO3, 2,93 gr NaHCO3, 0,2 gr NaN3 dalam 1 liter; Bufer fosfat: 26,6 ml

0,1 M Na2HPO4 dan 23,4 ml 0,1 M NaH2PO4). Setelah diblok dengan BSA, sumur-

sumur dalam microplate ditambah dengan antibodi atau antigen dalam PBS/Tween

selama satu jam. Antibodi yang berikatan dengan antigen divisualisasikan dengan

penambahan anti-spesies antibodi yang dimarker dengan HRPO dan subsrtat yang

sesuai (25 ml 0,1 M asam sitrat monohidrat, 15 ml aquabidest, 10 ml 0,5 M

Na2HPO4, 20 mg 1,2-fenilendiamin, 20 ul H202 30%).

Reverse Trancriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)

Genomik RNA VAI diisolasi dari sampel dengan digesti proteinase K, yang diikuti

dengan ekstraksi menggunakan Trizol (Invitrogen). Dalam metode ini, 0,25 ml sampel

ditambahkan dengan 0,75 ml Trizol LS Reagent dalam tabung eppendorf. Campuran

tersebut diinkubasikan pada suhu kamar selama 5 menit, kloroform ditambahkan

kedalamnya sebanyak 0,2 ml. Suspensi specimen, trizol, dan kloroform dikocok

kembali sampai homogen dan inkubasikan pada suhu kamar (15-30 o C) selama 15

menit. Tabung selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 RCF selama 15

menit. Bagian aquaeus diambil dan masukkan ke dalam tabung steril. Kedalamnya

ditambahkan isopropil alkohol sebanyak 0,5 ml dan diinkubasikan selama 10 menit

pada suhu kamar. Setelah disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 RCF selama 5

menit, supernatant dibuang, dan ditambahkan alkohol 70 % sebanyak 1 ml. Setelah

divorteks dan disentrifugasi kembali dengan kecepatan 7.500 RCF selama 5 menit,

14
supernatant dibuang, sedangkan peletnya dikeringkan, dan disuspensi kembali dengan

DEPC-treated water.

RT-PCR dilakukan dengan SuperScriptTM III One-Step RT-PCR System with

Platinum® Taq DNA Polymerase (Invitrogen). RT-PCR dilakukan dalam kondisi 0,2

mM dNTP, 1,6 mM MgSO4, dengan buffer yang disediakan oleh produsen. Kedalam

tabung PCR dengan volume 200uL dimasukkan 1-3 uL RNA yang telah diisolasi dan

ditambahkan dengan 10 uM dari masing-masing primer yang dipilih. Setelah

penambahan enzim, tabung PCR dimasukkan kedalam thermocycler. Mesin penyiklus

panas diprogram dengan kondisi 45oC selama 1 jam, 94oC selama 4 menit dan 40

siklus dengan kondisi 94oC selama 60 detik, 50 – 55 oC sesuai dengan primer yang

digunakan, selama 30 detik, dan elongasi pada suhu 68 – 72 oC selama 1 menit 30

detik. Pada bagian akhir diinkubasikan pada suhu 68 – 72oC untuk memperoleh

fragmen yang sempurna selama 5 menit. Tabung PCR dimasukkan setelah thermo-

cycler mencapai suhu 45oC. Setelah RT-PCR, 10-20% dari produk ditambahkan

dengan 1 – 2 uL loading dye (Bromphenol-blue dan Cyline Cyanol), dan selanjutnya

dielektroforesis pada gel agarose 1% yang telah diisi etidium bromide dengan

konsentrasi 25 uG/ml bersama dengan Marker 100 bp DNA Ladder (Invitrogen)

dengan tegangan 100V selama 30 menit. Visualisasi DNA dilakukan dengan UV dan

didokumentasikan dengan kamera dan film Polaroid.

15
4. INAKTIVASI VIRUS

Beberapa bahan antivirus dapat digolongkan menjadi :

1. Bahan Nukleotropik

2. Bahan Proteotropik

3. Bahan Lipotropik

4. Bahan tidak selektif (bersifat umum)

1. Bahan Nukleotropik antara lain :

- Sinar ultraviolet dengan panjang gelombang 2600A

- Formalin

- Asam nitrat

- Hidroksilamin

2. Bahan Proteotropik antara lain :

- Sinar ultraviolet dengan panjang gelombang 2350 A

- Suhu panas

- PH asam

- Enzim proteotropik seperti tripsin

3. Bahan Lipotropik antara lain :

- Berbagai bahan pelarut lemak (ether, alkohol, kloroform, garam

empedu dan lipase)

16
4. Bahan yang tidak selektif meliputi :

- Sinar X

- Bahan pengakil (etilen oksida, formalidehid dan glutaraldehid)

- Reaksi fotodinamik

Sifat-sifat dari bahan-bahan tersebut diatas dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Suhu dan Tempratur

Sebagian besar virus`sangat labil dan dapat hidup diluar tubuh induk semang

hanya beberapa jam. Di dalam laboraturium harus diusahakan agar suspensi

virus dan jaringan tubuh yang mengandung virus secepatnya disimpan pada

suhu -40oC atau akan lebih bagus pada suhu -70 oC. Beberapa virus ada yang

atabil pada tempratur kamar dapat hidup dalam waktu yang cukup lama.

Misalnya, virus Pox dan virus Entero.

pengawetan virus`yang terbaik adalah melalui proses pengeringan dalam

keadaan beku, yang disebut dengan freeze drying. Kebanyakan virus dapat

disimpan berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun pada ampul gelas hama udara

dalam nitrogen cair (-196oC), atau pada suhu -70o C sampai -90oC.

Material penyakit yang mengandung virus`harus ditempatkan dalam tabung

tertutup kedap udara bila didinginkan dengan CO2 padat (es kering) untuk

menghindari perusakan virus oleh gas CO2 . sejumlah virus dapat diinaktifkan

oleh proses pembekuan pencairan (feezing-thawing).

17
Sebagian besar virus dapat diinaktifkan pada suhu 56oC selama 30 menit atau

100oC selam beberapa detik karena terjadi proses denaturasi proses virus.

Perbedaan ketahanan terhadap suhu panas dipakai sebagai patokan dalam

mengklasifikasikan virus.

Penambahan garam yang mengandung kation bivalen atau sedikit protein

dapat meningkatkan kestabilan virus terhadap tempratur yang tinggi

2. Perubahan pH

Secara umum sebagian besar virus tetap vidup pada pH 5-9. akan tetapi virus

akan cepat rusak atau inaktif pada pHyang terlalu asam atau terlalu basa.

Beberapa perkecualian sepertivirus Rhimo akan rusak pada pH 5,3 sedangkan

virus entero tetap aktif pada pH 2,2.

Asam kuat dan basa kuat menyebabkan denaturasi protein virus dank arena itu

sangat efektif untuk membasmi virus. Misalnya Natrium hidroksida 2%

(caustic soda) digunakan untuk disenfeksi virus Penyakit Mulut dan Kuku.

3. Radiasi Ultraviolet

Sinar matahairi langsung mematikan mikroorganisme karena mengandung

sinar ultraviolet. Berdasarkan panjang gelombangnya sinar ultraviolet dapat

dikelompokan menjadi : 3150-4000A, 2800-3150A dan kurang dari 2800A.

Sinar ultraviolet kurang dari 2800A, mempunyai efek fermisidal (merusak

mokroorganisme ) dan dapat menyebabkan peradangan kulit (erythema) dan

peradangan mata (conjuctivitis).

Sinar ultraviolet 2600A merusak asam inti, sedangkan yang paling panjang

gelombangnya 2350A merusak protein virus.

18
Sinar ultraviolet dengan gelombang pendek, dipakai untuk mensterilkan udara

dalam ruangan dan tidak dapat digunakan untuk membunuh mikroorganisme

dalam cairan kerena mudah diserap oleh bahan-bahan biologic lainnya.

4. Formaldehid

Larutan formaldehid, yaitu fermalin yang banyak digunakn untuk pembuatan

vaksin inaktif. Bahan ini bereaksi terutama dengan mengganti atom H pada

gugus amino dari asam inti dan protein. Akan tetapi karena asam inti serabut

ganda biasanya tidak memiliki gugus amino bebas untuk kontak dengan

formalin, maka hanya asam inti serabut tunggal (RNA) yang dapat

diinaktifkan dengan formalin.

Pada virus yang asam intinya DNA, inaktifasi oleh formalin terjadi melalui

reaksi dengan proteinnya.

5. Pelarut lemak

Virus-virus yang mengandung lemak pada amplopnya dapat diinaktifkan oleh :

ether, kloroform, natrium deoksikolat, fosfolifase dan bahan pelarut lemak

lainnya.

6. Desinfektan

Desinfektan adalah bahan kimia yang digunakan untuk mendesinfeksi

(mensicihamakan). Desinfektan dapat digolongkan menjadi :

19
a. Oxidizing agent

Yaitu bahan kimia mengosidasikan gugus sulfadril. Misalnya chlor

dalam hypochlorite, yodium tincture, hydrogen peroksida, kalium

permanganat, dan uap asam.

b. Alkylating agent

Bahan ini merusak asam inti dari protein dengan cara mengganti atom

H yang bebas pada gugus NH2 dan OH. Contohnya formalin

(formaldehid) dan glutaraldehid.

c. Protein denaturant

Bahan ini kurang baik sebagai desinfektan , karena hanya protein yang

berdenaturasi, sedangkan asam inti tetap infeksius. Misalnya alkohol

dan fenol. Derivat lipofilik, yaitu isopropil alkohol dan lisol, lebih baik

daya kerjanya tetapi kurang efektif dalam membunuh virus-virus yang

tidak memiliki amplop.

d. Nucleiacid denaturant

Bahan ini tidak menyebabkan protein rusak, tetapi bereaksi dengan

asam inti. Oleh karena itu bahan-bahan tersebut sangat cocok untuk

pembuatan vaksin inaktif. Contoh bahan ini : Beta propiolakton (BPL),

Asetil etilenimin (AEI) dan Etil etilenimin (EEI). Hanya

kekurangannya, bahan tersebut mengeluarkan gas yang sangat beracun

dan menyebabkan kanker, kecuali pada konsentrasi rendah sekali

(working solution) misalnya 1:4000 untuk BPL dan 1:2000 untuk AEI

untuk menetralisir sisa EEI dalam vaksi dapat diinaktifkan dengan

pemanasan.

20
e. Deterjen

Terdapat dua macam deterjen yaitu ionik dan non-ionik.

Deterjen ionic bereaksi dengan lemak dan struktur polar. Deterjen lebih

berguna sebagai pembersih daripada sebagai dsinfektan, walaupun

dapat menginaktifkan virus-virus beramplop. Untuk meningkatkan

daya penetrasi deterjen dapat di campur dengan formalin atau

glutaraldehid.

5. CARA MENGAWETKAN VIRUS

Untuk tujuan penelitian, pembuatan vaksin, dan keperluan lainnya, maka virus

perlu diawetkan sehingga bisa disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama.

Beberapa cara yang dapat digunakan supaya kualitas partikel virus tidak berubah

adalah :

1. Temperatur

2. Bahan kimia

3. Proses kering beku

1. Temperatur

Kebanyakan virus tahan hidup selama beberapa hari dalam tempratur 4 oC.

Keuntungan penyimpanan virus dalam suhu ini ialah dapat menghindari proses

pembekuan dan pencairan(freeze-thawing) suspensi virus yang dapat merusak partikel

virus. Untuk penyimpanan virus dalam waktu lama (berbulan-bulan atau sampai

bertahun-tahun ) digunakan tempratur -70oC (dalam freezer) atau -196oC (dalam

tabung berisi nitrogen cair. Bagi virus-virus yang berada dalam sel (Cell associated)

21
perlu ditambahkan serum atau gliserol sampai 10% untuk mengawetkan sel-sel

tersebut sehingga virus tetap hidup.

2. Bahan Kimia

a. Jika virus disimpan pada tempratur -70oC, bahan kimia yang dapat

dipakai untuk mengurangi kerusakan virus adalah DMSO dengan

konsentrasi 10%

b. Bila virus tersebut Cell associated, disamping DMSO 10%, pada media

penyimpanan virus ditambahkan pula serum sampai 10%untuk menjaga

keutuhan sel.

c. Gliserol sebagai alcohol polihidrat dapat menstabilkan dinding sel dan

partikel virus. Pada konsentrasi 50%, gliserol digunakan untuk

mengawetkan virus pox dan sel epitel yang mengandung virus PMK.

3. Proses Kering Beku (Freeze-Drying).

Cara ini juga disebut liofilisasi dan merupakan yang terbaik dalam mengawetkan

virus, terutama bila sebelumnya suspensi virus tersebut mengandung 10% serum anak

sapi. Virus yang sudah kering beku dapat disimpan dalam tempratur 4oC selama

berbulan-bulan. Metode ini digunakan dalam penyimpanan vaksi aktif

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Butter M. (1987) Animal cell Tecnology : Principles and Products. Open


University Press, U.K.

2. Durham PJK (1988) Veterinary Serology – A Short Introductory Course.


Prepared for Canadian International Development Agency.

3. Hitchner SB, Domermuth, C.H, Purchase, H.G and Williams (1980) Isolation
and Identification of Avian Pathogens. The American Association of Avian
Pathologis.

4. Fenner FJ, Gibbs EPJ, Murphy FA, Root R, Studdert MJ and White DO,
(1993). Veterinary Virology. Academic Press. California.

23

Anda mungkin juga menyukai