Diktat Penyakit Viral
Diktat Penyakit Viral
PARAMYXOVIRIDAE
Epizotiologi
Newcastle Disease (ND) dilaporkan pertama kali di Jawa oleh Kraneveld pada
tahun 1926. Doyle pada tahun 1927 berhasil mengisolasi virusnya pada suatu wabah yang
Wabah ND umumnya terjadi pada saat peralihan musim yaitu pada musim panas
ke musim penghujan atau sebaliknya. Perubahan musim yang tajam sering terjadi di
negara subtropis
pada bulan Mei-Juni yaitu pada pertengahan musim kering tercatat paling rendah (10,6 %)
kemudian naik sampai 24,2 % pada bulan November-Desember atau permulaan musim
hujan.
velogenik, namun beberapa peternakan ayam di Australia di infeksi oleh virus ND tipe
lentogenik. Kematian akibat virus ND tipe velogenik atau tipe Asia paling tinggi,
sedangkan akibat velogenik tipe Amerika kematiannya 60-80% dan akibat serangan tipe
Newcastle Disease menyerang unggas semua umur baik yang dipelihara maupun
yang hidup secara liar termasuk berbagai jenis burung. ND juga menyerang manusia
1
ditandai dengan konjungtivitas yang berlangsung satu hari dan limfadenitas tetapi segera
terjadi penyembuhan.
Penularan ND dapat terjadi dari satu hewan ke hewan lain melalui kontak dengan
hewan yang sakit dan bangkai penderita. Penularan dari satu tempat ketempat lain dapat
terjadi melalui pengangkutan, pekerja kandang, debu, angin, serangga dan makanan yang
tercemar.
Di Indonesia peranan ayam buras masih menonjol dalam penyebaran ND. Hal ini
disebabkan karena sistem pemeliharaan yang kurang intensif, sehingga sulit untuk di
kontrol.
Etilogi
myxovirus dan satu genus dengan virus sendai, parainfluensa-1, 2 dan 3 serta mumps.
Pada dekade terakhir ini telah berhasil diungkapakn 9 serotipe paramyxovirus dan virus
Bentuk virus bervariasi dari bulat dan oval dengan diameter 70-80 nm (nanometer)
sampai bentuk filamen dengan panjang 124-200nm. Sedangkan partikel virus yang
lengkap (virion) berukuran 120 sampai 300 nm, tetapi lazimnya berukuran 180 nm.
Virus ND tersusun atas asam inti ribo beruntai tunggal (ss-RNA) dengan struktur
helikal. Disebelah luar dari asam inti terdapat lapisan yang disebut capsid. Kedua struktur
ini disebut nucleocapsid dan dibungkus oleh amplop. Amplop tersusun atas lipid, protein
dan karbohidrat. Membran proteinnya terdiri dari glikoprotein dan matriks protein yang
berhubungan dengan aktivitas hemaglutinin dan neuraminidase yang terletak pada satu
2
peplomer. Glikoprotein memiliki ujung glikosilat hidrofilik pada lapisan lemak. Lapisan
lemak dapat dirusak oleh pelarut lemak sehingga dapat mengganggu virion.
Resistensi virus ND terhadap agen kimia dan fisik ditentukan oleh perubahan yang
terjadi atas kemampuan virus mengaglutinasi eritrosit, menginfeksi sel hospes dan
dipengaruhi bahkan dirusak oleh berbagai tingkat perlakuan fisik maupun kimia, seperti
Virus ND secara cepat diinaktifkan oleh formalin, alkohol, pelarut lemak dan lysol.
Virus juga menjadi inaktif oleh potassium permanganat, kresol, lisol, asam karbol, ether,
metil dan etil alkohol, Natrium Hidroksida. Pengaruh inaktivasi zat-zat kimia bergantung
pada zat yang terlarut dalam medium. Jumlah protein dalam medium akan dapat
mengurangi efek dari zat-zat kimia, sehingga dapat menghambat inaktivasi virus ND.
Virus ND sangat peka terhadap panas. Virus segera rusak bila dipanaskan pada
suhu 1000C selama 1 menit dan inaktif pada suhu 560C. galur virus ND velogenik, pada
suhu 560C stabil selama 30-120 menit sedangkan galur lentogenik dapat bervariasi dari 0-
120 menit. Pada suhu 600C hemaglutinin stabil selama 5-30 menit, suhu 200C stabil
selama beberapa minggu dan pada suhu 4-80C galur virus termostabilitasnya telah
diketahui seperti galur B1, La Sota dan F adalah 5 menit, sedangkan V4 selama 2 jam.
3
Sifat Biologis Virus ND
Virus ND memiliki beberapa sifat biologis yang dapat dibedakan dengan virus lain
Mean Death Time dinyatakan dalam jam yaitu rata-rata waktu yang diperlukan
oleh virus pada satu dosis letal minimum untuk dapat membunuh embrio ayam umur 9
sampai 11 hari. MDT untuk virus ND dan galur V 4 membutuhkan waktu yang tidak
terhingga atau jarang sekali, bahkan sama sekali tidak terjadi kematian pada embrio ayam,
sedangkan untuk virus ND galur F, B1, La Sota dan Komarov berturut-turut adalah 119
atau menunjukkan gejala penyakit pada anak-anak ayam umur sehari setelah dilakukan
inokulasi virus melalui intracerebral. Hasilnya dinyatakan dengan sistem skor dengan
harga nilai maksimal adalah 3 yang berarti mortalitas sebesar 100% dalam waktu 1 hari
dan nilai minimum 0 yang berarti tidak tampak gejala klinis setelah 8 hari. ICPI untuk
virus ND tipe velogenik, mesogenik dan lentogenik adalah 2, 0-3,0;0,4-1,9 dan 0,0-0,4.
ICPI untuk virus ND galur V4, F,B1, La Sota (lentogenik) dan komarov (mesogenik)
4
3. Intravenous Pathogenecity Index
Intravenous Pathogenecity Index dapat ditentukan seperti halnya pada ICVI, akan
tetapi digunakan anak ayam umur 6 minggu. IVPI untuk virus ND tipe velogenik,
adsorpsi antara hemaglutinin dan reseptor yang terdapat pada permukaan eritrosit.
Pada proses hemaglutinasi pertama akan terjadi penempelan virus pada subsatnsi
reseptor eritrosit, kemudian diikuti perusakan substansi reseptor tersebut oleh enzim
neuraminidase, peristiwa ini disebut dengan elusi. Kecepatan elusi antara galur virus
sangat bervariasi. Galur B1dan F mempunyai tingkat elusi cepat yaitu 2 jam dan 20 jam,
sedangkan untuk galur virus V4 dan La Sota mempunyai tingkat elusi lambat, yaitu 120
jam.
Eritrosit hewan yang dapat diaglutinasi oleh virus ND adalah: sel darah merah
kambing, kerbau, kelinci, marmut, mencit, ayam, angsa, entok, itik, kalkun, merpati,
kakatua dan manusai golongan darah O. Namun saat ini sel darah merah ayam digunakan
Gejala Klinis ND
anorexia, tagih minum, ngorok, leleran hidung dari serus sampai purulen, gejala syaraf
ditandai dengan kelemahan anggota gerak, tortikolis, tremor, opistotonus dan melanjut
terjadi kelumpuhan. Ayam mengalami diare putih kehijauan dan dehidrasi. Dalam keadaan
5
Masa inkubasi penyakit pada kasus alami bervariasi dari 12-15 hari atau dapat
berlangsung lebih lama bergantung dari galur virus, kepekaan unggas, status kekebalan
1. Bentuk Doyle
Bentuk penyakit ini bersifat akut dan mematikan ayam semua umur dengan tingkat
velogenik atau disebut juga tipe Asia dan lebih dikenal dengan virus ND tipe
napas (dypsnoe), kebengkakan disekitar mata, leher, muka atau kepala, serta diare
putih kehijauan dan kadang-kadang terjadi dehidrasi. Suhu tubuh biasanya tinggi
pada awal infeksi dan turun menjelang kematian. Selain itu dapat pula diamati
gejala syaraf seperti tremor, tortikolis, opistotonus sampai paralisa anggota gerak.
2. Bentuk Beach
oleh Beach tahun 1994. penyakit bersifat akut dan sering mengakibatkan kematian
pada ayam semua umur. Bentuk penyakit ini ditandai dengan gejala sesak napas,
bahkan berhenti sama sekali. Gejala syaraf terlihat setelah 1-2 hari atau lebih,
lumpuh.
6
3. Bentuk Beaudett
Bentuk penyakit ini disebabkan oleh virus ND tipe mesogenik. Dilaporkan oleh
Beaudett tahun 1946. penyakit ditandai dengan gangguan pernapasan dan kadang-
kadang infeksi syaraf. Penyakit ini mengakibatkan kematian pada ayam umur
4. Bentuk Hitchner
Bentuk penyakit ini disebabkan oleh virus ND tipe lentogenik. Dilaporkan oleh
Hitchner tahun 1948 dan 1950. penyakit ditandai dengan infeksi ringan atau
Diagnosa ND
Kejadian ND pada umumnya bersifat endemik dengan gejala klinis dan perubahan
patologis sangat bervariasi. Kehebatan penyakit bergantung dari galur virus, jenis dan
Nilai diagnosa secara serologis sangat bergantung dari pada status vaksinasi atau
infeksi alam. Adanya antibodi dalam serum atau tanpa diikuti gejala klinis merupakan
indikasi adanya infeksi ND. Secara umum uji serologis yang lazim digunakan untuk
deteksi ND dan sebagai indikator derajat kekebalan kelompok ayam dalam suatu
peternakan adalah uji hambatan hemaglutinasi (HI) secara beta prosedur yaitu prosedur
7
Peranan uji HI sebagai salah satu uji serologis cukup penting, karena cukup
sederhana, murah dan efiksien. Hasil uji ini mempunyai korelasi positip dengan hasil uji
virus. Telah diketahui pula bahwa immunoglobulin (Ig) yang memegang peran utama
Pada uji HI titer HI didapatkan dari antibodi yang mengikat secara langsung
hemaglutinin virus. Pada uji HI secara efektif yang berpengaruh adalah fragmen antibodi
Init pengujian ini terletak pada kemampuan antibodi setelah diencerkan untuk
menghalangi penggumpalan sel-sel darah merah dengan antigen. Bila terdapat antibodi
yang cukup maka akan menetralkan antigen sehingga terjadi sedikit atau sama sekali tidak
menghambat hemaglutinasi 100%. Pada pengenceran serum kelipatan dua titer HI pada
umumnya dinyatakan sebagai logaritma berbaris dua dan pada uji HI yang diulang
beberapa kali untuk mendapatkan suatu nilai yang lebih mendekati ketepatan, digunakan
rata-rata titer geometrik atau Geometgric Mean Titer (GMT) yaitu rata-rata logaritma
8
Sistem Kekebalan Pada Ayam
terbentuk dari rantai ikatan zat yang menyerupai protein disebut immunoglobulin (Ig).
jenis yaitu :
2. Ig G, yaitu suatu molekul kecil yang ditemukan dalam aliran darah. Ig G kurang efisien
menangkap virus, namun antibodi ini dapat bertahan dalam waktu yang lebih lama dari
Ig M.
darah maupun dalam sekresi cairan tubuh, namun Ig A ini sulit ditunjukkan dengan uji
Sistem kekebalan pada ayam dibagi dalam dua bagian yaitu T limfosit yang
dihasilkan oleh thymus berperan dalam kekebalan celluler (Cell Mediated Immunity) dan
B limfosit yang dihasilkan oleh bursa yang berperan dalam penghasil sel dari pembentuk
antibodi sel plasma. Sistem kekebalan ini sedikit berbeda dengan sistem kekebalan pada
hewan mamalia. Perbedaan tersebut terletak pada kelengkapan alat tubuhnya yang
9
Respon kekebalan sebenarnya tidak hanya berarti pembentukan antibodi yang
bersikulasi didalam darah, namun antibodi yang terbentuk itu ditemukan juga didalam
cairan-cairan sekresi tubuh seperti cairan lendir mulut dan saluran pernapasan serta reaksi
sel terhadap suatu penyakit yang umumnya dikenal dengan kekebalan jaringan. Kekebalan
ini memang tidak dapat diukur dengan uji darah. Antibodi yang ditemukan di dalam
sekresi tubuh adalah bagian cairan pelindung tubuh yang sangat penting terhadap
Dalam banyak kasus antibodi lokal merupakan garis pertahanan tubuh yang utama
terhadap serangan bakteri atau virus patogen dengan menghentikan infeksi dalam lapisan
sel saluran pernapasan dan saluran pencernaan. Respon immunologik terjadi bila tubuh
mendapat tantangan antigen. Reaksi yang terjadi dapat bersifat humoral atau celluler.
Kekebalan ini dapat diperoleh dari vaksinasi dimana derajatnya begantung dari tipe virus
yang menginfeksinya, macam vaksin, aplikasi vaksinasi serta kekebalan pre vaksinasi.
Kekebalan juga dimiliki oleh anak ayam yang baru menetas yang didapatkan dari
induknya, disebut kekebalan bawaan (maternal antibodi) yang bersifat siap pakai.
Kekebalan ini bersifat sementara, yaitu kira-kira sampai berumur 4-6 minggu. Kekebalan
bawaan dapat pula diperoleh dari induk yang sudah sembuh dari serangan virus ND.
yang berspektrum luas tidak efektif terhadap virus ND. Penggunaan antiserum kurang
praktis dan harganya relatif sangat mahal. Maka tindakan yang paling baik adalah
pencegahan ayam dari serangan ND. Penularan ND dapat dicegah dengan menjaga
10
sanitasi dan menjadikan ayam kebal terhadap ND. Pada ayam yang kebal jika terjadi
infeksi virus virulen, maka ayam tersebut tidak akan sakit dan virus tidak akan
diekskresikan keluar tubuh, karena secara tuntas telah dinetralisir dalam tubuh.
Antibodi dapat terjadi secara aktif ataupun pasif. Antibodi pasif terjadi karena
pemindahan serum dari ayam yang kebal kepada ayam yang lain atau dapat pula terjadi
karena pemindahan dari induk pada waktu pembentukan kuning telur, yang disebut
dengan antibodi maternal. Antibodi aktif terjadi karena vaksinasi atau infeksi alam yang
subklinis. Antibodi aktif dapat mencapai titer yang tinggi dan bertahan lebih lama.
Tindakan yang paling baik dan lazim digunakan untuk mencegah ayam dari
serangan ND adalah kombinasi antara kesehatan sistem pengelolaan dan vaksinasi yang
teratur.
Pencegahan ayam dari serangan ND dengan cara vaksinasi dapat dilakukan dengan
menggunakan vaksin aktif maupun kombinasi vaksin aktif dan inaktif, sehingga diperoleh
kekebalan yang cukup untuk menahan serangan ND. Vaksin adalah sediaan yang
mengandung antigen baik merupakan kuman mati ataupun hidup yang dilumpuhkan
Ada dua jenis vaksin yang dikenal yaitu vaksin vaksin aktif dan vaksin inaktif.
Vaksin aktif yaitu vaksin yang mengandung virus hidup atau virus yang telah dilemahkan.
Vaksin inaktif yaitu vaksin yang virusnya telah dimatikan. Jenis vaksin aktif yang dipakai
dan V4), sedangkan virus galur velogenik (virus lapangan) dipakai sebagai virus tantangan.
Bila ada antigen masuk ke dalam tubuh, maka dapat menimbulkan dua jenis reaksi
immunologik, yaitu berupa : sintesis dan pelepasan antibodi bebas ke dalam darah dan
11
cairan tubuh lainnya (antibodi humoral) dan permukaan limfosit yang peka dengan
Mekanisme reaksi tersebut dapat dijelaskan bahwa apabila ada antigen yang masuk
ke dalam tubuh, maka antigen tersebut akan ditangkap oleh sel-sel makrofag ini akan
memberi isyarat pada sel-sel limfosit –B yang dihasilkan oleh bursa fabricius yang
selanjutnya berubah menjadi sel blast kemudian menjadi sel blast kecil yang akan berubah
menjadi plasma blast yang akan memproduksi antibodi. Selain merangsang sel limfosit-B,
sel-sel makrofag juga memberi isyarat pada sel limfosit-T yang dihasilkan timus, limfosit-
T ini tidak mengeluarkan antibodi seperti halnya limfosit-B, akan tetapi limfosit-T ini
membantu agar rangsangan antigenik limfosit-B lebih efektif. Limfosit-T yang dirangsang
oleh makrofag tadi akan berubah menjadi sel blast lalu menjadi sel blast kecil yang
Titer antibodi akibat vaksinasi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : respon
ayam, mutu vaksin, cara vaksinasi, lingkungan dan tatalaksana pemeliharaan. Untuk ND
kekebalan (titer antibodi ) terendah yang harus dimiliki ayam adalah delapan, agar ayam-
ayam tersebut tahan terhadap penularan ND. Gangguan organ pembentuk antibodi, seperti
penyakit yang menyerang bursa fabricius, jenis ayam dan lingkungan terlalu panas atau
12
testis dan ovarium selain berfungsi menghasilkan spermatozoa atau ovum juga
kelamin jantan utama adalah testosteron, disintesis oleh sel-sel interstisial testes.
ductus deferens, prostat, vesicule seminalis dan penis juga berfungsi dalam memperlancar
meningkatkan sel-sel asal sumsum tulang termasuk sintesis sel-sel limfosit. Sel-sel
limfosit sangat penting untuk respon primer terhadap antigen. Limfosit dapat menjadi sel-
sel pembentuk antibodi (sel-sel plasma). Limfosit juga membawa ingatan (memory cell)
daging, menggantikan jaringan yang rusak, untuk hidup pokok dan berproduksi juga
berfungsi sebagai penyusun dasar antibodi. Sehingga peningkatan sintesis protein akan
Hormon betina utama adalah estrogen, disintesis oleh sel-sel folikel graff yang
13
Vaksinasi ND melalui pakan merupakan suatu terobosan bioteknologi untuk
diatasi dan sekaligus dapat meningkatkan pendapatan peternak dan sumber protein
hewaninya.
vaksin harus prima dan tidak berubah bila dicampur pakan ; 2) tahan terhadap keadaan
seperti lemari es atau termos es; 4) mudah dicampur dengan pakan ayam dan 5 ) murah
diberi kode (PR) V4. hasil penelitian tentang virus ND V 4 menunjukkan bahwa virus ini
tahan terhadap suhu kamar (280C) lebih dari satu bulan tanpa mengalami penurunan
potensi. Penelitian lebih lanjut dengan suhu 370C dan 560C, virus masih tahan selama 28
Vaksin V4 yang diberikan melalui pakan dapat merangsang unggas terbukti dengan
adanya titer antibodi HI, ekskresi virus seminggu pasca vaksinasi dan tahan terhadap virus
Vaksin V4 mampu melekat erat pada dinding tembolok 50 jam pasca vaksinasi dan
virus dapat mencapai rectum dari tembolok dalam waktu 3,5 jam. Virus banyak ditemukan
pada tembolok, proventiculus, ventriculus dan sedikit pada usus halus karena pengaruh
enzim-enzim pencernaan. Lebih jauh dikatakan bahwa virus dalam saluran pencernaan
sirkulasi darah maupun dalam sekresi cairan tubuh. Pesan dari sel-sel T atau jaringan
14
Dilaboratorium telah dicoba memakai gabah, beras dan dedak sebagai pencampur
vaksin V4. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ayam pasca vaksinasi yang mati
setelah ditantang dengan virus ND ganas berturut-turut 10%, 50% dan 80%. Dengan
demikian pemakaian gabah adalah yang terbaik, sedangkan dedak kurang baik. Karena
dedak biasanya tidak habis dimakan ayam, sedangkan gabah mempunyai daya serap yang
lebih besar dibandingkan dengan beras, sehingga jumlh vaksin yang menempel pada
gabah lebih banyak dibandingkan pada beras karena itu proteksi ayam terhadap ND
melalui vaksin yang dicampur dengan gabah lebih baik dibandingkan vaksin dicampur
beras. Hasil uji coba dilapangan menggunakan 3000 ekor ayam buras menunjukkan titer
antibodi HI yang baik dan proteksi ayam mencapai 60-70% tehadap virus tantangan yang
ganas.
Epizootiologi
Penyakit distemper terdapat diseluruh dunia, dan menyerang semua jenis anjing
dari segal umur, tetapi anjing muda yang berumur 3-6 bulan lebih peka terserang penyakit
ini dan sebagian besar mati karena penyakit ini. Anjing yang sudah terinfeksi akan
menyebarkan virus melalui cairan dan kotoran tubuh, terutama melalui saluran pernafasan,
Etiologi
15
Distemper atau canin distemper merupakan suatu penyakit viral yang sangat
menular dan bersifat multi sistemik pada anjing. Distemper disebabkan oleh virus
beramplop dengan RNA rantai tunggal dari genus Morbillivirus yang merupakan famili
Paramyxcoviridae. Sealin menyerang anjing virus ini juga dapat menyerang anggota
Patogenesis
Virus distemper menyebar secara aerogen, virus akan menyerang organ limfatik,
dalam waktu 2-3 hari jaringan limfatik akan terinfeksi. Selanjutnya, hari ke 6 virus akan
memasuki darah dan akan menyebar ke paru-paru, usus, urgenital, hati serta system saraf.
Gejala-gejala akan mulai muncul pada anjing yang tidak mempunyai antibody untuk
Gejala Klinis
Masa inkubasi distemper 6-8 hari, dengan gejala yang kurang begitu jelas, dan
baru terlihat jelas setelah 2-3 minggu. Kenaikan suhu tubuh terjadi pada 1-3 diikuti
penurunan selama beberapa hari, dan kemudian naik lagi selama 1 minggu atau lebih. Saat
awal kejadian segera diikuti dengan lekopenia dan limfopenia. Selanjutnya terjadi
respirasi diikuti dengan pengeluaran leleran dari hidung yang bersifat mukopurelen dan
leleran air mata yang lama kelamaan bersifat mukopurulen . anjing juga akan terlihat lesu,
depresi dan nafsu makan akan menurun bahkan mungkin juga disertai diare dengan tinja
yang berbau busuk. telapak kaki menjadi keras karena kurangnya cairan. gejala saraf
16
berupa tick atau chorea, kejang klonik teratur dari sekelompok kaki, muka, dada, atau
bagian tubuh lainnya. Gejala saraf berlangsung beberapa minggu atau bulan. Penderitaan
tidak mampu mengontrol mikturisi. Pada stadium terminal, terlihat adanya kejang atau
Pada kasus distemper, infeksi sekunder hampir tidak bisa dihindari, mulai dari
agen lain, misalnya parvovirus, adenovirus, dan lain-lain. Vaksinasi sebaiknya dilakukan
BAB II
17
ORTHOMYXOVIRIDAE
Avian influenza (AI) yang saat ini populer disebut influenza unggas atau penyakit
flu burung, adalah penyakit infeksius pada unggas yang disebabkan oleh virus influenza
tipe A dari familia Orthomyxoviridae. Virus avian influenza dapat menimbulkan sindrom
penyakit pernafasan pada unggas, mulai ringan (low pathogenic) sampai dengan yang
bersifat fatal (highly pathogenic). Ciri dari AI ganas ini adalah unggas yang terserang tiba-
tiba sakit dan tiba-tiba mati dengan tingkat morbiditas dan mortalitas 90-100 %..
ETIOLOGI
Penyakit avian influenza disebabkan oleh virus influenza tipe A dari familia
Orthomyxoviridae. Orthomyxoviridae, berasal dari kata yunani yaitu orthos berarti benar-
benar atau sangat dan myxa berarti lendir. Orthomyxoviridae mempunyai tiga genus (klas)
Matriks (M1).
MORFOLOGI
Virion Virus AI (VAI) berbentuk bulat dan pleomorfik, tetapi bisa juga bebentuk
filamen. Setiap virion berdiameter 80-120 nm, tetapi yang berbentuk filamen dapat
mempunyai panjang 400 – 800nm. Permukaan VAI dilapisi oleh dua lapisan lipid dengan
18
Genom virus influenza adalah RNA serat tunggal (single Stranded / ss) polaritas negatif
PROTEIN VIRUS
VAI mempunyai sembilan protein yang merupakan bagian dari virus. Protein-
protein itu adalah H, N, NP, M1, M2, PB1, PB2, PA dan NS2 serta mempunyai satu
protein non-struktural (NS1) yang terdapat pada sitoplasma sel induk semang. Dua
protein yang penting dalam proses infeksi sel dan menentukan subtipe serta dapat
reseptor siagloglikosakarida. Selain itu, protein H juga berfungsi dalam fusi amplop
Protein N juga merupakan glikoprotein yang berfungsi sebagai enzim penghancur reseptor
sel yang menyebabkan pelepasan virus. Protein ini juga berfungsi menstimulasi antibodi
virus RNA. Fungsi utamanya sebagai transport RNA ke inti dan sebagai target antigen
untuk sel limfosit T sitotoksik Protein PBI, PB2, dan PA adalah enzin RNA polimerase
dan vital dalam sintesis dan replikasi RNA. Protein Non-Stuktural 1 (NS-1) juga penting
dalam amplop virus, berfungsi sebagai protein yang paling banyak berperan dalam
replikasi virus. Sedangkan Matriks 2 (M2) sebagai membran glikoprotein yang berfungsi
19
SIFAT FISIKO-KIMIA
Virus avian influenza sensitif terhadap sinar ultra violet, desinfektan dan antiseptik.
Virus ini dapat diinaktivasi dengan pemanasan 560C selama 30 menit (Fenner dkk., 1993),
pemanasan 550C selama 1 jam atau 600C selama 10menit. Detergen seperti sodium
desoksikolat dan sodium dodesilsilfat dapat juga digunakan untuk inaktifasi virus
mengingat amplopnya yangtersusun atas lemak. Selain detergen dan pemanasan, inaktifasi
dapat juga dilakukan dengan memanfaatkan bahan kimia seperti formaldehida, beta
propilakton, binari etilenimin, fenol, ion amonium, sodium hipoklorat, asam encer dan
hidroksilamin.
Meskipun termasuk virus yang mudah rusak pada lingkungan luar, VAI tetap
infeksius pada maternal organik. Misalnya dalam debu kering, virus ini dapat bertahan
selama 14 hari, kotoran (manure) cair selama 105 hari, pada musim dingin dan dalam
feses selama 30 – 35 hari pada suhu 4oC, serta 7 hari pada suhu 20oC.
Genom virus influenza adalah RNA serat tunggal (single stranded/ss) polaritas
negatif dalam 8 segmen terpisah. Srtuktur antigen virus influenza dapat berubah
(lompatan antigenik).
sebagai akibat dari kesalahan pemasangan asam basa pada RNA saat replikasi.
20
memperbaiki kesalahan (proof-reading) sehingga dapat menyebabkan terjadinya
mutasi. Rekombinasi dapat terjadi bila RNA virus influenza terpotong dan disisipi
potongan RNA asing yang berasal dari sel. Meskipun peristiwa ini relatif jarang
Lompatan antigenik berasal dari penyusunan ulang genetik antara segmen gen
dari dua virus influenza yang menginfeksi sel yang sama. Penyusunan ulang genetik
mengakibatkan pertukaran segmen gen virus dari kedua virus asal. Lompatan
reassortment genetik dari dua virus influenza yang berbeda setelah menginfeksi satu
sel yang sama. Kombinasi mutasi, reassortment, dan rekombinasi genetik tersebut
species.
EPIDEMIOLOGI VAI
Reservoir VAI
sebagai reservoar asimptomatis untuk VAI, termasuk itik baik yang dipelihara
(piaraan) maupun itik liar. Semua subtipe (16 H dan 9 N) terdapat pada populasi
burung air, terutama itik, burung camar dan burung panatai lainnya. Pada burung-
burung tersebut, replikasi virus terjadi pada saluran pencernaan, sehingga virus
21
dengan titer tinggi dapat ditemukan dalam feces. Dengan demikian, transmisi fekal-
Penyebaran VAI, termasuk burung yang berimigrasi antara belahan bumi utara dan
selatan. Kajian terhadap semua segmen gen virus influenza asal burung atau unggas
menunjukkan bahwa semua VAI mempunyai dua garis keturunan terpisah, yaitu garis
Itik dan angsa liar dianggap tidak peka terhadap penyakit ini, tetapi itik
merupakan sumber virus influenza yang penting bersama unggas air liar. Virus
diekskresikan bersama sekreta saluran pernafasan dan konjungtiva, dan dalam tinja.
penularannya lewat udara tidak begitu penting. Sejalan dengan pernyataan itu, juga
menyatakan bahwa spesimen yang diambil lebih dari 45 meter searah angin dari
Itik mengekskresikan VAI dalam jumlah besar bersama tinja. Di dalam feses
tersebut, VAI yang sudah diekskresikan dapat bertahan lama. VAI dapat disebarkan
secara mekanis oleh sepatu, pakaian pekerja dan peralatan kerja lainnya yang
tercemar feces dan muntahan yang mengandung virus. Beberapa penelitian lainnya
menyebutkan burung liar juga dianggap sebagai salah satu sumber penyebar VAI
Secara horisontal penyebaran VAI sering terjadi, namun secara vertikal jarang
terjadi. Dilaporkan VAI pada induk ayam dideteksi terdapat virus pada permukaan
22
kulit telur yang terkontaminasi dari feces. Studi laboratorium di Penyslvania virus
species induk semang dengan sering dan mudahnya transmisi antar spesies. Namun
transmisi antar spesies dapat terjadi terutama antara spesies induk semang yang
berhubungan dekat dengan taksonomi famili yang sama seperti ayam, kalkun dan
puyuh dari ordo Galliformes, famili Phasinidae. Transmisi antar species dapat terjadi
sampai pada ordo yang berbeda dalam klas yang sama seperti itik (Anseriformes)
kepada kalkun (Ordo : Galliformes), tetapi hal ini jarang terjadi dari pada yang terjadi
bisa terjadi antar species dan tidak perlu melalui kerabat taksonomi terdekat. Bahkan,
virus HPAI-H5N1 dan H9N2 yang fatal pada unggas dan manusia tidak memerlukan
adaptasi pada mamalia. Studi laboratorium yang dilakukan oleh Shinya dkk., yang
telah mengisolasi VAI manusia ternyata juga fatal pada ayam dan itik. Sejalan
unggas dapat dibiakkan baik dalam epitel pernafasan manusia maupun dalam unggas.
Hal ini membuktikan bahwa untuk dapat menginfeksi manusia, VAI tidak perlu
23
Berbagai jenis hewan baik unggas maupun hewan lainnya dapat berperan
dalam penyebaran VAI. Itik secara jelas dianggap reservoir VAI, sebagai tempat
adaptasi dan evolusi virus sehingga dapat bereplikasi ifisien pada manusia, bahkan
vessel) dan adaptasi virus influenza unggas dengan virus mamalia atau manusia
sehingga dapat memicu timbulnya pandemi. Penularan virus influenza dari babi ke
manusia sudah banyak dilaporkan. Kepadatan poplasi babi bersama-sama unggas dan
reassortment dengan virus burung yang lain atau virus mamalia. Angsa telah
diketahui sebagai reservoir dan donor HA virus HPAI H5N1. VAI juga dengan mudah
dapat diisolasi dari kotoran angsa. Tingkat keberhasilan isolasi bahkan sampai 15 %,
alih atau mendukung peran babi. Kejadian reassortment pada burung puyuh bahkan
dapat berlangsung secara berseri. Untuk kejadian ini, pasar burung atau hewan hidup
puyuh.
24
Faktor predisposisi sangat berpengaruh dalam penyebaran VAI dari hewan
peka. Ketersediaan induk semang, campuran antar spesies peka, perbedaan umur dan
kerapatan ternak yang dipelihara dalam suatu tempat yang sama akan meningkatkan
laku penyebaran serta VAI akan bersikap lestari di tempat tersebut. Kondisi seperti
diulas di atas, diperburuk dengan banyak juga peternak yang masih menggunakan
sistem tumpang sari, pengembalaan yang bebas serta mengabaikan penerapan sistem
biosecurity.
hewan-hewan, baik yang sehat maupun sebagai pembawa VAI. Sehingga pada tempat
tersebut, dicurigai terjadinya kontak antar hewan sehat dan hewan pembawa VAI
Patogenesis
Perjalanan dimulai dari proses inhalasi dan menelan virion LPAI atau HPAI
infeksius. Karena enzim tripsin-like di dalam sel epitel pernafasan dan intestinal
virion infeksius. Pada unggas, rongga hidung berperan sebagai tempat pertama kali
dalam replikasi virus. Kemudian dengan virus HPAI, virion menyerang submukosa
dan memasuki kapiler. Virion kemudian melekat pada silia sel epitel hidung, trakea,
bronkus, atau dapat dimasukan secara langsung ke dalam alveoli. Sehingga dalam
waktu dua jam antigen virus dapat ditemukan dalam sel tersebut. Waktu yang
25
dibutuhkan dalam penyebaran keseluruh saluran pernafasan dibutuhkan waktu 1-3
hari.
vaskuler atau limfatik untuk menginfeksi dan bereplikasi di dalam berbagai tipe sel
pada organ visceral, otak dan kulit. Masa inkubasi VAI berlangsung beberapa jam
samapi 3 hari, tergantung dari dosis virus, rute kontak dan species unggas yang
terserang. Virus dapat berubah menjadi sistemik sebelum bereplikasi secara meluas di
Patogenitas
lapangan, VAI digolongkan menjadi empat kelompok klinis yaitu sangat virulen
berbagai jenis hewan. Misalnya pada babi dan kuda, patogenitas yang ditimbulkan
mirip dengan pada manusia. Sedangkan patogenitas pada itik lebih ringan dari pada
kalkun.
26
Gejala klinis infeksi VAI sangat bervariasi dan tergantung pada banyak faktor
seperti strain virus, spesies induk semang, umur, jenis kelamin, infeksi sekunder,
kekebalan dapatan (vaksinasi) dan faktor lingkungan. Gejala klinis yang ditimbulkan
VAI pada ayam secara umum dapat mengakibatkan depresi serta penurunan
aktifitas hewan, penurunan produksi telur bahkan penghentian total dalam produksi
telur bahkan penghentian total dalam produksi telur selama enam hari.
Pembengkakan dibagian kepala, muka leher atas dan kaki adalah umum
dan ecchymosis. VAI secara klinis juga dapat mengakibatkan foki nekrotik,
Infeksi VAI pada itik nampaknya tidak menimbulkan gejala klinis, namun
kerusakan dapat terjadi pada saluran pernafasan, menyerang otak dengan menunjukan
gejala syaraf, bahkan memperlihatkan titer yang tinggi serta jarang memproduksi
serum antibodi. Perkins melaporkan bahwa itik dan babi terbukti lebih tahan terhadap
infeksi VAI daripada angsa. Laudert menyebutkan bahwa gejala yang ditimbulkan
akibat infeksi VAI pada itik lebih ringan dari pada kalkun.
mekanisme yakni nekrosis dan apoptosis. Nekrosis dapat terjadi pada banyak tipe
sel termasuk sel tubulus, epitelium acinar pankreas, myosit jantung, sel kortiko
adrenal dan sel paru-paru pada ayam. Sedangkan apoptosis nampak nyata pada
neuron, epitel saluran pencernaan dan sel alveolar paru-paru mencit yang diinfeksi
VAI.
27
Lesio pada organ visceral bervariasi tergantung strain virus, tetapi paling
sering terlihat adalah perdarahan pada permukaan serosa atau mukosa dan foki
ventrikulus. Nekrosis dan hemoragi terjadi pada kelenjar peyer’s usus halus umum
terjadi sebagaimana dilaporkan pada wabah plaque awal tahun 1900-an. Morbiditas
Pada burung unta, virus HPAI menimbulkan oedema pada kepala dan leher,
enteritis hemoragika yang parah, pembesaran dan pengerasan pankreas. Air sacculitis
ringan hingga parah, pembesaran dan pengerasan pankreas. Air sacculitis ringan
hingga parah, pembesaran ginjal dan limfa (renomegali dan splenomegali). Secara
mikroskopis nampak nekrosis koagulatif pada limfa, ginjal dan hati. Nekrosis
fibrinosa umum terjadi pada arterioles otak dan limfa. Pankreas mengalami nekrosis
sel acinar dengan peradangan sel mononuclear dan fibrosis. Malacia fokal dan
nerophagia terjadi di dalam otak, dan lesio nekrotik dan hemoragi terjadi di dalam
usus.
keragaman gejala klinis dan kemiripannya dengan penyakit unggas lain terutama
28
Diagnosa definitif dapat dilakukan secara in vitro dilaboratorium dengan beberapa
tehnik standar yang direkomendasikan Oleh WHO salah satumya melalaui isolasi
pada telur ayam berembrio umur 9-11 hari, identifikasi aktifitas HA dan serologis
dengan uji HI dan ELISA, atau deteksi genom virus dengan Reverse Transcriptase
DIAGNOSA DIFERENSIAL
VAI baik secara klinis maupun patologis dapat dikelirukan dengan beberapa
penyakit unggas lainnya terutama dilihat dari tingkat keganasan dan lesi yang
dengan infeksi VAI antara lain penyakit ND ganas (volgenic ND), kolera ayam
penyebabnya di laboratorium.
SURVAILLANS
beberapa aspek yang perlu diperhatikan, antara lain epidemiologi kasus, gejala klinis
dan patologis, serta konfirmasi laboratorium. Suatu daerah yang sudah terinfeksi VAI,
29
Selain itu, survaillans juga dianjurkan oleh WHO untuk dilaksanakan pada daerah
yang terancam maupun wabah VAI. Hal ini dimaksudkan sebagai sistem
infeksi VAI kepada masyarakat secara luas perlu segera dilaksanakan. Agar
masyarakat memahami secara utuh bagaimana cara menyikapi wabah tersebut. Hal
ini dimaksudkan agar masyarakat dapat berperan aktif dalam mengurangi resiko
yang cukup, para peternak dapat merubah pola hidup atau systim beternak yang
dapat memicu VAI lestari ditempat tersebut. Pola dan manajemen peternakan yang
dianjurkan misalnya harus hanya memelihara satu spesies unggas tertentu saja
dalam satu siklus produksi/masa ternak, kemudian menjalani sistem produksi all
menambah unggas baru hanya setelah pengujian dan karantina hewan serta
Karantina
Lalulintas ternak antar pulau sudah saatnya untuk diperhatikan secara serius
melalaui balai karantina. Diharapkan agar jangan sampai hewan yang memang
membawa VAI dapat masuk ke daerah bebas. Kemudian pencucian kulit telur dengan
desinfeksi perlu juga dilakukan untuk mencegah penyebaran VAI pada saat dibawa
30
kedaerah/pulau lain. Hal tersebut berkaitan dengan kemungknan terkontaminasinya
prinsip biosekuriti antara lain manajemen “all in – all out”, pencucian dan desinfeksi
alat, pembatasan keluar masuk manusia, penyediaan pakaian pekerja, kandang yang
yang memadai, peniadaan kontak dengan burung dan unggas liar, serta pemberlakuan
Pemusnahan unggas yang tertular secara serempak dan yang kontak dengan
unggas dalam radius tertentu (stamping out) merupakan strategi yang paling efektif
pembatasan lalu lintas unggas dan produk-produk serta manusia, repopulasi peternak
setelah tindakan pembersihan dan daerah yang bersangkutan memang bebas VAI
HPAI.
kompensasi dan kesadaran masyarakat yang relatif minim akan bahaya VAI. Langkah
lain yang dapat dipakai adalah menekan penyebaran sekunder, kuncinya adalah
berpola hygienis, meliputi pembersihan dan pencucihamaan dan selang waktu dari
31
Vaksin dapat digunakan sebagai salah satu pencegahan penyebaran VAI. Vaksin
yang banyak beredar dipasaran dan sering digunakan biasanya inaktif. Vaksin VAI
HPAI yang banyak tersedia adalah vaksin inaktif dalam adjuvant minyak yang
mengandung virus dengan sub type yang sama dengan yang sedang mengancam.
sama dengan penyebab wabah tetapi mempunyai NA yang berbeda, misalnya vaksin
BAB III
RABDOVIRIDAE
32
RABIES
Rabies merupakan penyakit zoonosis tertua didunia dan sampai sekarang belum
dapat diatasi secara tuntas. Menurut WHO lebih dari 3 juta orang di dunia beresiko tertular
negara yang masih endemik rabies. Berbagai upaya telah dilakukan untuk memberantas
penyakit rabies di Dunia, tetapi sampai sekarang penyakit ini belum dapat diberantas
secara tuntas. Upaya pemberantasan penyakit ini masih terus dilakukan seperti dengan
vaksinasi, pengendalian populasi hewan penular rabies, dan tindakan lainnya. Namun,
pada kenyataannya rabies masih tetap ada dan bahkan di beberapa Negara berkembang,
Belanda dan sampai sekarang belum juga dapat diatasi secara tuntas. Saat ini, rabies
masih bersifat endemik di beberapa daerah seperti di Flores Nusa Tenggara Timur,
Sulawesi, Kalimantan, Sumatera Barat dan Bali. Munculnya kasus rabies pada manusia
dan hewan di Bali pada Nopember 2008 membuktikan bahwa penyebaran rabies
cenderung meluas dan masih sulit diatasi di Indonesia. Keberadaan penyakit rabies selain
meresahkan juga akan berdampak negatif terhadap citra Bali yang sejak dulu dikenal
sebagai daerah bebas rabies. Di daerah lain yang tertular rabies, tindakan vaksinasi telah
dilakukan secara teratur, tetapi tampaknya belum dapat mengatasi kasus rabies secara
tuntas.
menyerang hewan berdarah panas. Virus ini berbentuk peluru dan mempunyai genom
RNA berserat tunggal. Di Indonesia, penyakit ini ditularkan melalui gigitan hewan tertular
seperti anjing, kucing, dan kera. Namun, anjing merupakan hewan penular rabies yang
33
paling penting karena lebih dari 90% kasus rabies pada manusia di Indonesia ditularkan
melalui gigitan anjing. Keberadaan anjing liar yang tidak ada pemiliknya merupakan
masalah besar dalam upaya pelacakan dan pemberantasan penyakit rabies di Indonesia.
Epidemiologi Rabies
Rabies merupakan penyakit hewan yang dapat menyerang manusia dan sering
bersifat mematikan, bila penanganan tidak dilakukan secara cepat dan memadai. Rabies
umumnya ditularkan melalui gigitan hewan yang terinfeksi virus rabies. Namun, anjing
merupakan hewan penular rabies yang utama di banyak negara termasuk Indonesia. Virus
dengan konsentrasi yang tinggi umunya ditemukan dalam saliva hewan yang terinfeksi.
Virus rabies umumnya tidak dapat melewati kulit yang utuh tetapi dapat menginfeksi
tubuh melalui luka atau mukosa. Di tempat gigitan virus biasanya bereplikasi, kemudian
menginfeksi ujung saraf tepi. Penularan juga dapat terjadi melalui transplantasi organ.
Melalui axon saraf tepi, virus rabies kemudian menuju otak dan akhirnya memperbayak
diri dalam jumlah yang besar di dalam otak. Virus kemudian dikeluarkan melalui saliva,
sehingga hewan yang terinfeksi sangat berpotensi untuk menularkan virus rabies melalui
gigitan.
Pola Penyebaran
Penularan rabies di lapangan (rural rabies) berawal dari suatu kondisi anjing yang
tidak dipelihara dengan baik atau anjing liar yang merupakan ciri khas yang ada di
pedesaan yang berkembang sangat fluktuasi dan sulit dikendalikan. Suatu kondisi yang
sangat kondusif untuk menjadikan suatu daerah dapat bertahan menjadi daerah endemis.
34
Secara alami dan yang sering terjadi pola penyebaran rabies dapat dilihat pada figur di
bawah ini.
Pada umumnya manusia merupakan : ”Dead End” atau terminal akhir dari korban
gigitan, karena sampai saat ini belum ada kasus manusia menggigit anjing. Anjing liar,
anjing peliharaan yang menjadi liar maupun anjing peliharaan setiap saat dapat menggigit
manusia dan antar anjing dapat saling menggigit satu sama lainnya. Kalau salah satu
diantara anjing yang menggigit tersebut positif rabies, maka akan terjadi penularan rabies.
beberapa hari sampai beberapa bulan. Gejala klinis dikelompokkan menjadi tiga fase
yaitu: fase prodromal, fase eksitasi dan fase paralisa. Fase prodromal diawali dengan
berkurangnya napsu makan, perubahan temperamen suhu tubuh meningkat, dan air liur
keluar berlebihan. Fase eksitasi merupakan fase yang paling ditakuti, karena pada fase
inilah hewan cendrung menggigit apa saja yang ada disekitarnya termasuk pemilik anjing
itu sendiri. Fase paralisa ditandai dengan paralisa (kelumpuhan) lidah dan rahang bawah,
hipersalipasi dan lidah menjulur keluar. Biasanya 3-7 hari pasca paralisa anjing akan mati.
Hewan liar kelelawar, monyet, srigala dan foxes diduga sebagai hewan penular
rabies yang penting di Amerika dan Eropa. Namun, patogenesis rabies pada hewan liar
35
tersebut belum diketahui secara pasti tetapi gejala klinis yang tampak umumnya mirip
Pada manusia penyakit rabies biasanya bersifat “furius” atau “dumb”. Rabies
furius biasanya ditandai dengan marah dan gejala ensefalitis, sedangkan rabies dumb
biasanya ditandai dengan paralisis. Pada stadium lanjut, gejala yang tampak biasanya
berupa : air liur dan air mata keluar secara berlebihan, peka terhadap suara yang keras,
takut dengan angin (aerophobia) dan takut dengan air (hydrophobia), mudah marah,
kebingungan dan gejala disfungsi autonom serta koma. Sebelum koma, orang yang
terserang rabies biasanya menunjukkaa tanda-tanda paralisis dan sangat lemah. Setelah itu
pasien menderita koma dan kematian bisanya terjadi 6 jam setelah gejala koma.
Diagnosis
Uji cepat rabies biasanya dilakukan dengan membuat sediaan ulas otak dari hewan
tersangka di atas gelas obyek dan pewarnaan seller untuk menemukan negri bodies. Untuk
melacak antigen virus rabies dalam jaringan terinfeksi dapat dilakukan uji imunoflouresen
(FAT) pada sediaan sentuh otak hewan yang tersangka rabies. Uji ini merupakan uji klasik
yang telah dipakai sejak lama. Selain itu untuk lebih memastikan diagnosis, dapat
dilakukan isolasi virus, baik menggunakan kultur sel neuroblas maupun menggunakan
mencit baru lahir. Sementara itu, uji berbasis genetik molekuler seperti PCR dan uji
36
Kebijakan pemberantasan rabies dilaksanakan dengan alasan utama untuk
perlindungan kehidupan manusia dan mencegah penyebaran ke hewan lokal dan satwa
37
eliminasi (pemusnahan)
● Jika dalam masa observasi anjing mati, otak
anjing harus dikirim ke laboratorium untuk
peneguhan diagnosa rabies
- Tidak berpemilik ● Anjing dibunuh dan spesimen otak dikirim ke
laboratorium
Setiap penderita gigitan oleh anjing atau hewan pembawa rabies (HPR), harus
mendapat pengobatan pendahuluan sampai ada kepastian apakah HPR yang menggigitnya
positif atau negatif rabies. Apabila HPR yang menggigitnya dipastikan negatif rabies
(tetap hidup selama masa observasi) maka pengobatan dihentikan. Akan tetapi apabila
HPR yang menggigitnya positif rabies maka pengobatan dilanjutkan sampai tuntas.
Tindakan awal yang perlu dilakukan pada orang tergigit anjing adalah :
- Oleskan obat luka seperti yodium atau obat luka yang lain pada luka gigitan
BAB IV
PARVOVIRIDAE
38
PENYAKIT PARVOVIRUS ANJING
Epidemiologi
ketika penyakit parvovirus anjing untuk pertama kali dikenal pada tahun 1978,
populasi anjing diseluruh dunia sepenuhnya rentan. penyakit neonatal umum kemudian
hipoplasia serebelum pada kucing yang disebabkan oleh parvovirus kuncing, miokarditis
kini jarang terjadi, karena antibodi induk yang diperoleh secara pasif biasanya melindungi
anak anjing dibawah periode 2 minggu dan 8 minggu yang tampaknya merupakan batas
umur untuk perkembangn dari masing-masing penyakit nonmetal umum dan miokarditis.
Etiologi
Penyakit infeksi parvovirus yang sering disebut sebagai penyakit mutah berak pada
anjing, yang penyebabnya berbeda dari muntaber pada manusia, baru dikenal pada 1978.
Penyakit dengan cepat menyebar dan dilaporkan dari berbagai negara. Penyakit ini dapat
berlangsung akut bahkan sering sekali per akut. Penyakit ini disebabkan oleh Parvovirus
(CPV) tipe 1 dan 2. Keduanya memiliki marfologi sama, yaitu merupakan non-enveloped
single starned RNA virus, dan berukuran 18-22nm. Virus CPV-1 bersifat non patogenik
(relatif) dan sering kali diisolasi pada penyakit radang saluran pencernaan, radang paru-
paru, dan miokarditis pada anak anjing sangat muda. Virus CPV-2 merupakan penyebab
39
Masa inkubasi penyakit 5-12 hari. Semua bangsa anjing peka terhadap CPV.
Bangsa anjing Doberman Pincher, Rottweiler, Pit Bull, Labrador, Retriever tercatat lebih
banyak (peka) daripada bangsa anjing lainnya. Anjing pada semua umur peka terhadap
virus ini. Gambaran sakit yang paling parah, terutama miokarditis, paling sering terlihat
Gejala klinis
Gambaran klinis sangat berfariasi dan antara lain dipengaruhi oleh umur dan
kondisi anjing, keadaan dari luar dan ada tidaknya infeksi sekunder. Disangka bahwa
infeksi bersifat subklinis sering terjadi karena banyak hewan dewasa mempunyai antibodi
terhadap CPV tanpa pernah sakit atau vaksinasi. Gejala-gejala klinis pertama ialah
biasanya muntah-muntah yang sesudah sehari diikuti oleh diare yang bersifat hemoragis.
Biasanya anjing sakit parah. Anjing muda secara cepat kehilangan cairan (dehidrasi) dan
mati secara tiba-tiba. Selama 4-5 hari pertama ditemukan lekopenia dengan suhu badan
sedikit tinggi
Pada anjing muda (sampai umur kira-kira 7 bulan) infeksi CPV dapat
dapat secara akut kekurangan nafas dan muntah-muntah. Anak anjing itu sakit parah dan
dapat mati tiba-tiba. Bila anjing muda itu sembuh maka miokarditis dapat mengakibatkan
kelainan-kelainan jantung.
Patogenesis
40
Kebanyakan penularan terjadi karena ingesti tinja atau pertikel-partikelnya yang
mengandung virus. Penularan secara kontak dan inhalasi juga mungkin sepanjang material
yang diserap atau terendah memasuki saluran pencernaan. Virus yang menginvasi segera
menghancurkan sel epitel selaput lendir maupun sum-sum tulang yang sedang membelah.
Sel-sel yang terdapat dipangkali vuili inrtestinal, atau kripe, paling banyak menderita,
menyebabkan vili-vili usus mengalami kematian dan tercabik dari usus. Karena villi usus
Proses pencernaan makanan terhenti sama sekali karena peradangan berdarah yang
berlangsung cepat. kehilangan cairan darah mengakibatkan dehidrasi dan anemia. kejadian
paling berat dialami oleh anak anjing yang tidak memiliki antibodi maternal atau belum
pernah divaksin, pada umur 2 minggu sampai dengan3 bulan. Anjing tua, kecuali pada
penyakit yang berlangsung perakut, biasanya kurang begitu menderirta dan banyak yang
dan sel pembentuk kekebalan (limfosit) tidak terbentuk. Penderita tidak mampu
pemeriksaan darah jumlah netrofil juga sangat merosot, hingga penderita jadi peka
terhadap kuman penyebab infeksi sekunder. Penularan secara in-utero juga dapat terjadi,
hingga anak yang dilahirkan pada umur kurag dari 8 minggu sudah menderita miokarditis.
Diagnosis
anjing adalah hemagluntinasi dari sel darah merah babi atau kera rheus (ph 6,5C) melalui
ekstak tinja, yang secara dititrasi secara pararel bersama-sama dengan serum anjing yang
normal dan kebal. terok tinja dari anjing yang menderita enteritis akut dapat mengandung
41
sampai 20.000 uniy HA dari virus per milimeter, yang setara dengan sekitar 10 pangkat
sembilan virion per gram tinja. Prosedur mikroskop elektron, isolasi virus dan ELISA
Pengendalian
Masalah pengendalian utama terdapat pada pembibitan yang besar dan penuh
sesak, karena higiene sulit diterapkan dan dipertahankan. Infeksi subklinis biasa terjadi,
khususnya pada anak anjing yang dipelihara dengan baik dan menyendiri, yang
mnunjukan betapa pentingnya higiene dan kesehatan badan secara umum dalam
membatasi timbulya penyakit klinis. Sementara vaksinasi dengan virus hidup yang
teratenuasi atau vaksin tidak aktif adalah efektif, masalah utamanya adalah menentukan
jadwal vaksinasi yang efektif karena beragamnya tingkat pengalihan antibodi induk
DAFTAR PUSTAKA
42
Allan, W.H., J.E. Lancaster and B. Toth. 1978. New Caste Disease Vaccines. Their
Production and Use. FAO.
Anonim, Kesiagaan Darurat Veteriner Indonesia untuk Penyakit Rabies, Departemen
Pertanian, Direktorat Kesehatan Hewan. Jakarta.
Bean, W.J., V.S. Hinshaw, and R.G. Webster. 1981. Genetic characterization of an
influenza virus from seals. In D. H. L. Bishop and R.W. Compans (ed), The
replication of negatitive-strand viruses. Elsevier/North-Holland, New York.
Bosch, F, X., W. Garten, H. D. Klenk, and R. Rott. 1981. Proteolytic cleavage of influenza
virus hemaglutinin : primary structure of influenza virus hemagglutin: primary
structure of the connecting peptide between HA1 and HA2 determines proteolytic
cleavability and pathogenicity of avian influenza virus.
Baloul L, Lafon M. 2003. Apoptosis and rabies virus neuroinvasion. Biochem 85: 777-
788.
Bradame H., Tordo N. 2001. Host switching in Lyssavirus history from the chiroptera to
the carnivora orders. J. Virol. 75: 8096-8104.
Fenner FJ, Gibbs EPJ, Murphy FA, Root R, Studdert MJ and White DO, (1993).
Veterinary Virology. Academic Press. California.
Suarez, D. L., Spackman, E., and Senne, D. A. (2003). Update on Molecular
Epidemiology of H1, H5 and H7 Influenza Virus Infections in Poultry in North
America. Avian Dis.
Susetya H, Sugiyama M, Inagaki A, Ito N, Mudiarto, MinamotoN. 2008. Molecular
epidemiology of rabies in Indonesia. Virus Research 135:144-149
World Health Organization (WHO). 2002. Current WHO GUIDE for rabies pre and post-
exposure treatment in humans. WHO Department of Communicable Surveillance
and Response.
Word Organization for Animal Health. (2002). Highly Pathogenic Avian Influenza. In
Manual of Standards Diagnostic test and Vaccines. 2000. Affice International des
Epizootics. Paris.
World Health Organization (WHO), 2004 Expert Consultation on Rabies. 1. Report.
Geneva: WHO Tech. Rep. Series, 9.
43