Anda di halaman 1dari 3

Banyak faktor-faktor yang menyebabkan kualitas pendidikan di Indonesia semakin terpuruk.

Faktor-
faktor tersebut yaitu :

1. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik

2. Rendahnya Kualitas Guru

3. Rendahnya Kesejahteraan Guru

4. Rendahnya Prestasi Siswa

5. Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan

6. Rendahnya Relevansi Pendidikan dengan Kebutuhan

7. Mahalnya Biaya Pendidikan

C. Solusi Pendidikan di Indonesia

mengatasi masalah-masalah, seperti rendahnya kualitas sarana fisik, rendahnya kualitas guru,
dan lain-lain seperti yang telah dijelaskan diatas, secara garis besar ada dua solusi yaitu:

– Solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem
pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang
diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi
kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung
jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.

– Solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan.
Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa.

Solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk


meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi
peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru.
Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas materi
pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya.

Maka dengan adanya solusi-solusi tersebut diharapkan pendidikan di Indonesia dapat bangkit dari
keterpurukannya, sehingga dapat menciptakan generasi-generasi baru yang berSDM tinggi,
berkepribadian pancasila dan bermartabat.
A. Simpulan

Banyak sekali factor yang menjadikan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Factor-faktor
yang bersifat teknis diantaranya adalah rendahnya kualitas guru, rendahnya sarana fisik, mahalnya biaya
pendidikan, rendahnya prestasi siswa, rendahnya kesejahteraan guru, rendahnya relevansi pendidikan
dengan kebutuhan, kurangnya pemerataan kesempatan pendidikan. Namun sebenarnya yang menjadi
masalah mendasar dari pendidikan di Indonesia adalah sistem pendidikan di Indonesia itu sendiri yang
menjadikan siswa sebagai objek, sehingga manusia yang dihasilkan dari sistem ini adalah manusia yang
hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman dan bukannya bersikap kritis terhadap zamannya. Maka
disinilah dibutuhkan kerja sama antara pemerintah dan mesyarakat untuk mengatasi segala
permasalahan pendidikan di Indonesia.

Sistem pendidikan di Indonesia masih membutuhkan perbaikan. Kebolongan implementasi yang


belum tertambal sempurna menyebabkan keseluruhan sistem tidak totalitas. Analoginya seperti sistem
tubuh manusia. Sistem tubuh manusia memiliki tujuan pula dan setiap organ berperan penting dalam
melaksanakan sistem. Jika satu organ saja tidak befungsi dengan baik atau macet, maka keseluruhan
sistem akan menjadi kacau.

Menurut Guru Besar Ilmu Manajemen Universitas Indonesia, Rhenald Kasali. Beliau berujar
bahwa sistem pendidikan di Indonesia kurang memperhatikan motorik. Ilmuwan-ilmuwan di Indonesia
kurang membentuk konsep diri sehingga cenderung pintar namun sedikit bertindak. Hal ini juga ditandai
dengan maraknya plagiat yang turut diaksikan oleh para intelek.

Rhenald mengingatkan bahwa manusia tidak hanya memiliki brain memory (otak) saja,
melainkan juga myelin (memori otot). Sejauh ini, pendidikan di Indonesia terlalu mengedapankan
pengetahuan dan hanya dibangun melalui jalur otak.

Padahal, bangsa-bangsa besar melarang guru-guru taman kanak-kanak menggenjot memori otak
sebelum proses motorik (myelin) menemukan jalurnya. “Bahkan di Jepang, anak-anak dibiasakan melatih
myelin dengan merangkai origami sehingga begitu dewasa mereka mampu menjadi engineer yang
sangat detail dan sophisticated,” tuturnya.

Rhenald mengungkapkan pengetahuan didapat dengan belajar, sedangkan keterampilan dari


latihan. Memisahkan keduanya hanya akan menghasilkan manusia opini yang gemar berwacana, namun
tidak melakukan apa-apa.

Selain itu, kelemahan sistem pendidikan di Indonesia adalah bidang studi dan materi yang terlalu
luas. Sistem pendidikan di Indonesia seperti lingkaran seta. Kurang lebih 16 bidang studi pada satu tahun
ajaran telah membebat para siswa. Belum lagi, dari keenam belas bidang studi teresebut terdapat begitu
banyak materi bidang studi yang abstrak, dan sering tidak sesuai dengan kebutuhan siswa.Sistem
pendidikan Indonesia terlalu memaksa peserta didik untuk dapat menguasai sekian banyak bidang studi
dengan materi yang sedemikian abstrak, yang selanjutnya membuat anak merasa tertekan/stress yang
dampaknya membuat mereka suka bolos, bosan sekolah, tawuran, mencontek, dan lain-lain.
Pada akhirnya mereka tidak dapat mengerjakan ujian dengan baik, nilai mereka kurang padahal
sudah dilakukan remidi, dan supaya dianggap bisa mengajar atau karena tidak boleh ada nilai kurang
atau karena kasihan beban pelajaran siswa terlalu banyak, guru melakukan manipulasi nilai rapor. Nilai
rapor inilah yang kemudian dijadikan dasar untuk memperoleh beasiswa atau melanjutkan kuliah atau
ikut PMDK dan lain sebagainya. Bukan, karena UN tidak adil, bahwa kemampuan siswa tidak dapat
distandardisasi.

Alasan ketiga mengapa sistem pendidikan Indonesia perlu dibenahi adalah sistem pendidikan
nasional sekarang, masih mengedepankan pada pencapaian berbasis nilai bukan pada keterampilan dan
kompetensi sehingga kita tidak perlu bertanya dan bingung mengapa banyak sarjana yang menganggur,
peserta olimpiade fisika yang tidak lulus Ujian Nasional dan banyak lagi hal-hal yang menggelikan dari
system pendidikan ini.

Sistem pendidikan yang terlalu berorientasi pada nilai ternyata menghasilkan dua produk.
Pertama, pembunuhan kreatifitas berpikir dan berkarya serta hanya menciptakan pekerja. Kurikulum
dalam sistem pendidikan Indonesia sangat membuat pesera didik menjadi pintar namun tidak menjadi
cerdas. Sistem pendidikan nasional yang telah berlangsung hingga saat ini masih cenderung
mengeksploitasi pemikiran peserta didik. Hal ini menyesatkan paradigma pendidik yang menurut John
Dewey pendidikan adalah untuk hidup, bukan untuk bekerja dan menurut Ki Hajar Dewantara (filosofis
keteladanan-substansi pendidikan) bahwa pendidikan berfungsi untuk memanusiakan kembali manusia
yang mengalami dehumanisasi. Sementara peserta didik saat ini cenderung menjadi robot sistem
pendidikan dan dapat dianalogikan seperti safe deposit box (Paulo Freire).

Produk kedua dari reaktan sistem pendidikan yang terlalu berorientasi pada nilai ialah
pengesampingan aspek afektif (merasa) sehingga peserta didik hanya tercetak sebagai generasi-generasi
yang pintar tapi tidak memiliki karakter-karakter yang dibutuhkan oleh bangsa ini. Sudah 65 tahun
Indonesi merdeka dan setiap tahunnya keluar ribuan hingga jutaan kaum intelektual. Kenyataan
pahitnya, hal tersebut tak kuasa mengubah nasib bangsa ini

Anda mungkin juga menyukai