Anda di halaman 1dari 22

RESPONSI KASUS

ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

RUMAH SAKIT HAJI SURABAYA

KELOID

Pembimbing:
dr. Hasrulliana , Sp.KK

Penyusun:
Fais Zatun Indana A.
2017.04.2.00244

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA
2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena dengan rahmat

dan hidayah-Nyalah tugas responsi kasus yang berjudul KELOID ini dapat

diselesaikan dengan baik. Tugas ini merupakan salah satu tugas yang saya

laksanakan selama mengikuti kepaniteraan di SMF Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin di RSU HAJI Surabaya.

Saya menyadari bahwa penyusunan tugas kasus ini masih jauh dari

kesempurnaan, dengan demikian kritik dan saran selalu saya harapkan. Besar

harapan saya semoga tugas kasus ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada

umumnya serta penyusun pada khususnya.

Surabaya, 19 Juli 2018

Penulis

2
LEMBAR PENGESAHAN

RESPONSI KASUS

KELOID

Respnsi kasus dengan judul “ KELOID” telah diperiksa dan disetujui sebagai
salah satu tugas pada stase Ilmu Kulit dan Kelamin.

Nama : Fais Zatun Indana Akbar

NIM : 2017.04.20.0244

Surabaya, 19 Juli 2018


Pembimbing

dr. Firdausi N, SpKK

3
DAFTAR ISI

BAB I .............................................................................................................................. 5

PENDAHULUAN............................................................................................................. 5

1.1 Pendahuluan.......................................................................................................... 5

1.2 Definisi ................................................................................................................... 6

1.3 Epidemiologi .......................................................................................................... 6

1.4 Etiologi ................................................................................................................... 6

1.5 Patogenesis ........................................................................................................... 7

1.6 Diagnosis ............................................................................................................... 8

1.7 Diagnosis banding ................................................................................................. 9

1.8 Penatalaksanaan ................................................................................................. 10

1.9 Pencegahan......................................................................................................... 14

BAB II ........................................................................................................................... 17

LAPORAN KASUS ....................................................................................................... 17

2.1 Identitas Penderita ........................................................................................... 17

BAB III .......................................................................................................................... 22

FOTO KASUS ............................................................................................................... 22

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan

Keloid adalah parut abnormal yang timbul sebagai akibat dari


proses penyembuhan luka. Keloid terjadi karena sintesis dan
penumpukan kolagen yang berlebihan dan tidak terkontrol pada kulit yang
sebelumnya terjadi trauma dan mengalami penyembuhan luka. Jaringan
ikat kolagen dihasilkan oleh sel fibroblas. Trauma, ketegangan kulit,
hormon, dan genetik merupakan faktor penyebab terbentuknya keloid.
Keloid merupakan permasalahan yang sangat mengganggu jika timbul
pada bagian wajah dan telinga. Hal tersebut dapat menimbulkan turunnya
kepercayaan diri. Sifat keloid yang rekuren setelah pengobatan dan juga
dapat menyebabkan masalah bagi penderita.(1)
Bekas luka keloid adalah tumor jinak pada fibroblast dermal
terbentuk karena trauma kulit atau peradangan sekunder seperti cacar air
/ jerawat, penindikan kulit yang disengaja atau operasi. Bekas keloid akan
berproliferasi pada daerah yang terkena injuri.(2)
Keloid berbentuk tegas, tidak beraturan, berserat,
hiperpigmentasi,merah muda atau merah. Pertumbuhan biasanya muncul
sebagai hasil potongan, laserasi, atau luka bakar atau lebih jarang jerawat
di dada atau punggung bagian atas. Bagian epidermis kulit
halus,mengkilap, dan menipis karena tekanan . Lesi awal yang tumbuh
berwarna merah dan memiliki konsistensi seperti karet.(3)

5
1.2 Definisi
Keloid adalah parut abnormal yang timbul sebagai akibat dari
proses penyembuhan luka. Keloid terjadi karena sintesis dan
penumpukan kolagen yang berlebihan dan tidak terkontrol pada kulit
yang sebelumnya terjadi trauma dan mengalami penyembuhan luka.
Jaringan ikat kolagen dihasilkan oleh sel fibroblas.(1)

1.3 Epidemiologi
Keloid sering terjadi pada usia antara 10-30 tahun. Setiap tahunnya
di negara berkembang, terdapat 100 juta pasien dengan keluhan timbul
jaringan parut di mana 55 juta diantaranya merupakan dampak dari
pembedahan elektif dan 25 juta kasus lainnya merupakan hasil
pembedahan dari kasus trauma. Angka kejadian keloid dilaporkan terjadi
antara 4,5-16% di mana 16% diantaranya terjadi pada ras kulit hitam
Afrika. Insiden tertinggi keloid terjadi pada ras kulit hitam dan Hispanik.
Angka kejadian keloid di Hawai, ditemukan 5 kali lebih banyak pada
orang keturunan Jepang dan 3 kali lebih banyak pada orang keturunan
Cina dari orang kulit putih (Polinesia). Di Indonesia, berdasarkan hasil
penelitian observasional yang dilakukan di RS dr. Soetomo Surabaya,
pada 30 kasus keloid, diperoleh data bahwa 76,7% penderita keloid
terbanyak ialah perempuan pada umur 10-30 tahun.(1)

1.4 Etiologi
Faktor lokal, misalnya benda asing dalam kulit, luka bakar, dan
infeksi. Faktor lainya, misalnya ras, familial, dan hormonal. Pada keloid
yang matang, miofibroblas yang terlihat dalam jaringan granulasi sudah
tidak ada dan kadang-kadang berkas miofilamen terlihat dalam
fibroblas.(5)

6
1.5 Patogenesis
Ada 3 fase penyembuhan luka, yaitu fase inflamasi, fase proliferasi,
dan fase remodelling.

 Fase Inflamasi

Fase ini dimulai saat terjadi luka dan berlangsung selama 2


hingga 3 hari. Diawali dengan vasokonstriksi untuk mencapai
hemostasis. Pada fase ini keping darah melepaskan growth factor
seperti platelet derived growth factor (PDGF) dan transforming
growth factor β (TGF-β). Neutrofil mencapai area luka dan
memenuhi rongga perlukaan. Neutrofil akan memfagosit jaringan
mati dan mencegah infeksi. Selanjutnya monosit akan memasuki
area luka. Makrofag memfagosit debris dan bakteri serta berperan
pada produksi growth factor yang dibutuhkan untuk pembuatan
matriks ekstraseluler oleh fibroblas dan pembuluh darah baru untuk
penyembuhan luka. Oleh karena itu, tidak adanya monosit atau
makrofag akan menghambat fase penyembuhan luka. Terakhir, sel
limfosit dan sel mast akan berdatangan ke area luka, tetapi
peranannya masih belum diketahui pasti.
 Fase Proliferasi
Fase ini dimulai pada hari ke-4 hingga minggu ke-3 setelah
luka. Makrofag terus memproduksi growth factor seperti PDGF dan
TNF-β1 yang membuat fibroblas dapat terus berproliferasi dan
migrasi membentuk jaringan matriks ekstraseluler. Selain itu, juga
menstimulasi sel endotel untuk membentuk pembuluh darah baru.
Kolagen tipe III juga mulai terbentuk yang nantinya akan digantikan
oleh kolagen tipe I pada fase remodelling. Yang penting pada fase
ini adalah saat mulai terjadi pengisian rongga luka dengan kolagen
maka fibroblas harus sudah berkurang dan proses angiogenesis
juga harus mulai melambat agar didapatkan scar normal. (UI)

7
 Fase Remodelling
Fase terpanjang dalam fase penyembuhan luka,
berlangsung mulai minggu ke-3 hingga 1 tahun. Fase ini ditandai
dengan kontraksi luka dan remodelling kolagen. Kolagen tipe I
mulai menggantikan kolagen tipe III. Kekuatan luka terus
meningkat sejalan dengan reorganisasi kolagen.(4)

1.6 Diagnosis
Keloid dan parut hipertrofik berupa lesi padat kemerahan
dan menimbul dengan permukaan licin dan berkilat. Kelainan ini
dapat tumbuh terus, tetapi bila mengalami resolusi pertumbuhan
akan berkurang dan warna akan lebih pucat. Setelah 2-3 bulan,
bila pertumbuhan masih terjadi dan melebihi ukuran luka,
kemungkinan besar akan menjadi keloid. Keloid lebih banyak di
daerah predileksi dada, punggung dan deltoid.(5)

Benjolan yang halus dan berbatas tegas biasanya mudah


untuk diagnosis, khususnya jika ada lesi yang multipel. Adanya
riwayat trauma sebelum juga menunjang untuk diagnosis.
Kadang-kadang benjolan tersebut itu juga bisa dikatakan sebagai
neoplasma jinak dan ganas.(6)

8
Gambar 1 .1 nodul irregular, pada palpasi sangat keras yang terletak
pada aurikula dan pipi. Lesi pada lubang telinga setelah penindikan
telingan dan pada mandibula setelah insisi dari kista(7)

Gambar 1 .2 Keloid Scaring.(8)

9
1.7 Diagnosis banding

Tabel 1.1 Perbandingan epidemiologi, gambaran klinis, dan histologi


antara scar hipertrofik dan keloid.(4)

1.8 Penatalaksanaan

 Terapi Tekan
Efektivitasnya masih kontroversial. Mekanisme kerja yang
diharapkan adalah dengan pemberian tekanan, maka sintesis kolagen
menurun karena terbatasnya suplai darah dan oksigen, serta nutrisi ke
jaringan scar dan apoptosis diharapkan meningkat. Tekanan kontinu (15-
40 mmHg) diberikan minimal 23 jam dan/atau 1 hari selama minimal 6
bulan atau selama scar masih aktif. Terapi ini terbatas karena sering
menyebabkan maserasi,eksema, ataupun bau tidak sedap karena

10
penggunaan bahan kain. Terapi tekan biasanya berhasil lebih baik pada
anak-anak.
 Silicone Gel Sheeting
Bekerja dengan cara meningkatkan temperatur parut 1-2 derajat
dari suhu tubuh, keadaan ini akan meningkatkan aktivitas kolagenase.9
Penggunaan dianjurkan ≥12 jam dan/ atau 1 hari dimulai sejak 2 minggu
pascapenyembuhan luka. Penggunaan silicone sheet ini lebih disukai
pada area yang sering bergerak.
 Extractum Cepae
Extractum cepae dengan turunan spesifiknya adalah quercetin
memiliki efek anti-inflamasi, anti-bakterial, dan fibrinolitik, sehingga
mampu menghambat proliferasi fibroblas dan produksi kolagen pada
keloid dan scar hipertrofik.Zat ini banyak ditemukan di bawang, apel,
anggur merah, dan teh hitam. Quercetin mampu menghambat TGF-β1
dan TGF-β2.Penggunaan topikal diberikan pasca-tindakan laser untuk
menghilangkan tattoo dan sering digunakan sebagai terapi pencegahan
terutama pasca-tindakan bedah.
 Injeksi Kortikosteroid
Kortikosteroid bekerja mensupresi proses inflamasi luka. Selain itu,
kortikosteroid mampu mengurangi sintesis kolagen dan glikosaminoglikan,
menghambat pertumbuhan fibroblas, dan meningkatkan degradasi
kolagen dan fibroblas. Injeksi intralesi menggunakan triamcinolon
acetonide (TAC) 10-40 mg/mL diulang setiap 3-4 minggu dapat dilakukan
hingga 6 bulan memberikan hasil yang cukup baik, pada kasus tertentu
terkadang dibutuhkan tambahan sesi.Pada terapi tunggal, hasil maksimal
hingga rata sepenuhnya didapatkan pada scar yang masih baru. Untuk
scar lama, hasil yang dicapai hanya lesi menjadi lebih kecil dan
membantu mengurangi gejala.Efek samping yang sering muncul adalah
atrofi kulit, telangiektasis, dan rasa nyeri di area penyuntikan. Dosis

11
maksimumnya adalah 1 mg (=0,1 mL dari 10 mg/mL) setiap injeksi
dengan jarak antar injeksi 1 cm, dengan dosis maksimum total 30–40mg.

 Cryotherapy
Dapat digunakan sebagai terapi tunggal ataupun kombinasi dengan
terapi injeksi kortikosteroid untuk hasil lebih maksimal. Untuk kombinasi
terapi, disarankan cryotheraphy terlebih dahulu kemudian dilanjutkan
dengan injeksi triamcinolon acetonide. Cryotherapy menyebabkan
kerusakan vaskular, sehingga terjadi anoksia dan nekrosis jaringan.
 Revisi Scar
Sebelum tindakan bedah, harus dipastikan perbedaan antara scar
hipertrofi dan keloid. Pada penanganan scar hipertrofi, scar <1 tahun
masih dapat menunjukkan perbaikan tanpa manipulasi. Kemungkinan
rekuren setelah tindakan bedah lebih kecil pada scar hipertrofik. Keloid
memiliki angka rekuren 45-100% pasca tindakan bedah. Tindakan eksisi
sering menyebabkan scar yang lebih besar. Tindakan bedah sebaiknya
dikombinasi dengan injeksi triamcinolone acetonide dan terapi tekan di
area tindakan untuk hasil yang lebih baik.
 Radioterapi
Superficial x-rays, electron-beam therapy, dan brachytherapy dosis
rendah atau tinggi memberikan hasil yang cukup baik. Radioterapi
menghambat neovaskular dan proliferasi fibroblas, sehingga produksi
kolagen menurun. Terapi sebaiknya dimulai sejak 24-48 jam pasca-
tindakan eksisi dengan dosis total 40 Gy untuk mencegah efek samping
seperti hipo- atau hiperpigmentasi, eritema, telangiektasis, dan atrofi.

 Laser
Terapi 585-nm pulse dye laser (PDL) memberikan hasil yang cukup
baik. Tanpa overlap, dengan fluence 6,0-7,5 J/cm2 (7 mm spot) atau 4,5-
5,5 J/cm2 (10 mm spot) sangat dianjurkan untuk terapi scar hipertrofik

12
ataupun keloid. Untuk hasil maksimal, sebaiknya terapi diulang hingga 2-
6 kali. Dengan panas yang merusak kolagen, terapi 585 nm PDL
dipercaya dapat membentuk kolagenesis baru. Hati-hati dengan efek
samping hipo- atau hiperpigmentasi serta blister. Sering terjadi purpura
pasca-terapi yang bertahan hingga 7-10 hari.
Terapi 1064-nm Neodym: YAG Laser juga memberikan hasil yang
cukup baik. Mekanisme kerjanya serupa dengan PDL, tetapi Nd:YAG
mampu menembus jaringan lebih dalam, sehingga sangat baik untuk
terapi keloid yang tebal. Ditemukan perbaikan pigmentasi, vaskularisasi,
dan ukuran scar setelah 5-10 terapi dengan interval 1-2 minggu
menggunakan fluence rendah.
 Injeksi Interferon (IFN)
Merupakan terapi yang cukup potensial karena IFN mampu
mengurangi sintesis kolagen tipe I dan III. Secara spesifik INF-α2b
memiliki efek antagonis terhadap TGF-β dan histamin. INF-α2b
disuntikkan intralesi (1,5x106 IU, 2 kali sehari selama 4 hari) mampu
mereduksi ukuran scar hingga 50% di hari ke- 9. Efek samping yang
sering muncul adalah flu like symptoms dan nyeri di area penyuntikan.
 Injeksi Doxorubicin
Doxorubicin dapat menghambat sintesis kolagen melalui
mekanisme penghambatan enzim prolidase yang merupakan enzim kunci
dalam proses resintesis kolagen. Doxycycline, daunorubicin, gentamicin,
netilmicin, dan anthracycline juga memiliki kemampuan menghambat
enzim prolidase.
 Injeksi Verapamil
Verapamil termasuk dalam golongan calcium channel blocker yang
bekerja menghambat sintesis dari matriks ekstraseluler dan meningkatkan
proses fibrinase.

13
 Bleomycin Sulfate
Bleomycin sulfate bekerja menghambat langsung sintesis kolagen
melalui mekanisme penghambatan terhadap stimulasi TGF-β1.
Penyuntikan intralesi sebanyak 3-5 kali dalam 1 bulan telah terbukti
menurunkan 69,4% keloid. Efek samping hiperpigmentasi dan atrofi
dermal. Walaupun cukup menjanjikan tetapi masih dibutuhkan penelitian
lebih lanjut.
 5-Fluorouracil (5-FU)
Zat kemoterapi kanker ini bekerja dengan cara meningkatkan
apoptosis fibroblas. Injeksi 5-FU intralesi (50 mg/mL) setiap minggu
selama 12 minggu berhasil mengurangi ukuran scar hingga 50% pada
rata-rata pasien tanpa kegagalan dan rekuren dalam 24 bulan kemudian.
Injeksi fluorouracil (50 mg/mL) 2-3x per minggu, dapat dikombinasi
dengan injeksi kortikosteroid untuk mencegah hipopigmentasi.(9) Efek
samping yang mungkin muncul adalah nyeri, ulserasi, dan sensasi
terbakar. Pernah dilakukan terapi kombinasi TAC 10-40 mg/mL dengan 5-
FU 50 mg/mL (1:9).
 Botulinum Toxin A (BTA)
BTA mampu menghambat mobilisasi otot dan mengurangi
tegangan kulit, sehingga dapat mengurangi mikrotrauma dan inflamasi. Uji
coba injeksi 15 U BTA di sepanjang garis operasi dengan jarak setiap 2
cm pada 24 jam pasca-penutupan luka berhasil cukup baik.Posisi anatomi
harus menjadi perhatian karena risiko asimetri terutama pada injeksi otot
tertentu dengan jumlah besar hanya pada satu sisi, misalnya risiko
asimetri alis. Masih dibutuhkan penelitian lanjutan efektivitas BTA dan
pertimbangan lain termasuk biaya terapi.(4)

1.9 Pencegahan
Pasien dengan keloid sebelumnya atau riwayat keluarga keloid
mempunyai peningkatan risiko untuk mengembangkan bekas luka yang

14
abnormal. Pasien-pasien ini harus diberi konseling terhadap tindakan
menindik tubuh dan harus menghindari prosedur kosmetik elektif dengan
risiko untuk jaringan parut.

15
Daftar Pustaka

1. Andisi R, dkk. 2016. Profil Keloid di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP
Prof. Dr.R.D Kandou Manado periode Januari 2011- Desember 2015.
4(2):1-6
2. Jones R.M. Immunobullous and blistering disorders. ABC of
Dermatology 6nd edition. pp 170
3. Darling M.J et al. Dermal and Subcutaneous Tumors. In : Harry L.A et
al , editor, Andrews Disease of The Skin: Clinical Dermatology. 12th
edition. Philadelphia: W.B.Saunders Company. 2008. pp 597-598
4. Linda S. 2018. Scar Hipertrofik dan Keloid : Patofisiologi dan
Penatalaksanaan. 45(1):29-32
5. Wiryadi E benny, Keloid dan Parut Hipertofik, Dalam: Ilmu Penyakit
kulit dan Kelamin. Edisi tujuh. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2016. Hal 265-268
6. Epstein E, Common Skin Disorders. 2th edition. Hal 123-124
7. Wolff K, Johnson R A, Saavedra A P. Fitzpatricks Color Atlas and
Synopsis of Clinical Dermatology. 8th rev. ed. New York: McGraw-Hill
Education. 2012. Hal 186-190
8. Bolognia JL., Jorizzo JL., Rapini RP.,eds. Dermatology 2 nd edition.
British: Elsevier Mosby, 2008. Hal 1497-1551
9. Aurelia S. 2017. Keloid Daun Telinga ( Ear Lobe Keloid ).44(6):396-
399

16
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Penderita


Nama : Nn. A

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 18 Tahun

Alamat : Ploso I/31, Surabaya

Pendidikan : Mahasiswa

Pekerjaan : Mahasiswa

Agama : Islam

No RM : 814319

Tanggal Periksa : 05 Juli 2018

2.2 Anamnesis

2.2.1 Keluhan utama

Benjolan di bahu kiri

2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke Poli Kulit dan Kelamin RSU Haji Surabaya


dengan keluhan adanya benjolan di bahu kiri. Keluhan ini
dirasakan sudah bertahun-tahun. Dulu awalnya ada bekas luka
suntikan yang awalnya kecil dan semakin lama semakin besar,
dan jika ada luka sering berbekas .nyeri (-), gatal (-).

17
2.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu

Tidak pernah mengalami sakit kulit, DM (-)

2.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini, DM (-), Hipertensi (-)

2.2.5 Riwayat Alergi

Alergi makanan dan obat disangkal.

2.2.6 Riwayat Sosial-Ekonomi

Pasien adalah seorang mahasiswa.

2.3 Pemeriksaan Fisik

2.3.1. Status Generalis

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan darah : Tidak dievaluasi

Nadi : Tidak dievaluasi

Suhu : Tidak dievaluasi

RR : Tidak di evaluasi

Kepala : Dalam batas normal

Leher : Dalam batas normal

Thorax : Dalam batas normal

Abdomen : Dalam batas normal

Ekstremitas : Lihat status dermatologis


18
2.3.2 Status Dermatologis

Pada regio deltoid didapatkan adanya nodular dengan batas tegas yang
berukuran sekitar 3x5 cm, vesikel (-), pustula (-) nyeri (-), gatal (-).

2.4 Pemeriksaan Penunjang

2.5 Resume

Pasien datang ke Poli Kulit dan Kelamin RSU Haji Surabaya


dengan keluhan dengan benjolan pada leher sejak beberapa tahun
yang lalu yang awalnya kecil dan semakin lama menjadi besar.
Benjolan berawal dari luka bekas suntikan . Nyeri (-) pruritus (-).
Benjolan bertambah luas melewati tepi luka.
Status dermatologis ditemukan lesi pada lengan kiri bagian
atas, Lesi tumor tunggal, berukuran plakat (3x5 cm), susunan
soliter, bentuk oval, batas sirkumskripta. Efloresensi nodular,
sikatrik hipertrofik (keloid).

19
2.6 Diagnosis

Keloid

2.7 Diagnosis Banding

Hypertrophic scarring, Dermatofibroma

Scar Hipertrofik Scar Keloid Dermatofibroma

Insiden Laki = Perempuan Laki = Perempuan Laki < Perempuan

Area predileksi Bahu, leher, sekitar Dada depan, Seluruh tubuh


sternum, lutut, pundak, telinga,
pergelangan lengan atas, dan

Kaki Pipi

Onset 4-8 minggu setelah Beberapa tahun Tidak karena luka


luka, pertumbuhan setelah terjadinya atau trauma
cepat luka atau

terjadi hingga 6 spontan tanpa


bulan kemudian didahului luka di
mengalami area dada tengah.

regresi Cenderung
menetap, jarang
regresi spontan.

Gambaran Klinis Jarang meluas Luas melebihi area Papul atau nodus
melebihi area luka luka dengan permukaan
keratotik, coklat.

20
Gambaran Terorganisir. Tidak terorganisir, Pada epidermis
luas, tebal. hiperplastik,
Histopatologis Kolagen tipe III
Kolagen tipe I&III dermis, dengan sel
yang paralel
spindel, histiosit.(5)
epidermis, terdapat tanpa nodul atau
miofibroblas.
nodul mengandung
Vaskularisasi
miofibroblas dan
banyak sangat buruk.
Ekspresi ATP
mengandung asam
tinggi.
mukopolisakarida.
Ekspresi

ATP rendah.

2.8 Planing

2.8.1. Terapi

Injeksi Triamcinolon Acetonide

2.8.2. Diagnosa

` - Biopsi untuk pemeriksaan Histopatologi

2.9 Prognosis

 Quo ad vitam: ad bonam

 Quo ad functionam: ad bonam

 Quo ad sanationam: ad bonam

21
BAB III
FOTO KASUS

22

Anda mungkin juga menyukai