DISUSUN OLEH :
KELOMPOK IV A
Mengetahui,
Menyetujui,
metode force feeding dilakukan pada tanggal 1 sampai 9 April 2018 di Kandang
Digesti dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Pakan, Fakultas Peternakan dan Pertanian,
Materi
Ruminansia yaitu ayam broiler sejumlah 2 ekor yang berumur dan bobot badan Commented [A1]: Umur dan bobot badan
ayam 1 (1,42 gram) dan ayam 2 (1,54 gram), pakan ayam S12, vitachick, air
minum, indikator Fe2O3 serta larutan HCl 0,2 N. Alat yang digunakan dalam
praktikum yaitu kandang baterai sebagai tempat berlindung ayam, tempat pakan
sebagai wadah pakan untuk ayam, tempat minum sebagai wadah air untuk minum,
timbangan analitik sebagai alat untuk menimbang pakan dan ekskreta, plastik
trashbag sebagai tempat untuk penampung eksketa yang jatuh, plastik klip, kardus
sebagai wadah penampung total koleksi, spet (suntikan) alat force feeding.
Metode
Ruminansia yaitu persiapan kandang baterai yang akan digunakan selama masa
Chick in dilakukan setelah kandang siap, setelah itu dilakukan penimbangan awal
menggunakan timbangan analitik. Setelah itu satu per satu ayam dimasukkan
dalam kandang baterai serta dilakukan fase adaptasi selama 3 hari. Selama
adaptasi diberikan pakan sebanyak 100 gram tiap ayam dan minum secara
continue. Pemberian pakan tiap ayam diberikan pada pagi hari 40 gram, siang hari
diberikan minum. Hari ke lima ayam dilakukan total koleksi dengan pemberian
merah dan catat waktu keluar eksreta tersebut. Hari ke enam ayam diberikan
pakan tanpa indikator dan catat waktu dimana ekskreta yang berwarna merah
berubah normal menjadi putih. Hari ke tujuh ayam dipuasakan makan kembali
secara normal. Hari ke sembilan ayam dilakukan pemberian pakan secara force
feeding atau secara paksa. Hari ke sepuluh ayam dilakukan penimbangan bobot
akhir dan ayam dapat dikeluarkan dari kandang. Kemudian kandang dibersihkan
kembali. Ekskreta yang tadinya ditampung dapat dijemur hingga kering lalu
dilakukan analisis proksimat uji kadar air, protein kasar ekskreta serta uji gross
metabolis yaitu :
Konsumsi protein (gr) = Kadar Protein Ransum (%) × Konsumsi Ransum (gr)
Jumlah Protein Ekskreta (gr) = Kadar Protein Ekskreta (%)× Jumlah Ekskreta (gr)
Keterangan :
Sudarmono (2003) menjelaskan bahwa ukuran yang baik untuk kandang memiliki
panjang lebih dari 7 m dan ukuran lebarnya mencapai 6-7 m. Kandang closed
house menghadap ke arah barat dan timur. Hal ini sesuai dengan pendapat
Ustomo (2016) yang menyatakan bahwa kandang yang menghadap timur dan
barat dapat memanfaatkan cahaya matahari secara optimal di pagi hari maupun
sore hari. Hal ini didukung oleh pendapat Nadzir dkk. (2015) menyatakan bahwa
arah yang baik untuk perkandangan yaitu menghadap ke arah timur dan barat agar
Atap kandang closed house terbuat dari seng dan mempunyai tipe gable,
bahan atap yang digunakan sedikit menyerap panas dengan baik, ini menunjukkan
atap kandang sudah ideal. Hal ini sesuai dengan pendapat Tamalludin (2012) yang
menyatakan bahwa atap dengan tipe gable sudah memenuhi standar kandang yang
baik. Dinding closed house terbuat dari semen beton dan memiliki tipe dinding
tertutup, lantai kandang memiliki tipe litter dengan alas menggunakan sekam dan
panas dan kelembaban yang berlebih. Hal ini sesuai dengan pendapat
sirkulasi udara dan menghilangkan panas. Kandang closed house terdiri dari
beberapa peralatan kandang yaitu panel kontrol, cooling pad , tirai dan exhaust
fan. cooling pad terbuat dari bahan selulosa dan bentuk berkelok-kelok yang
disebut cell pad. Panjang cooling pad disesuaikan dengan panjang kandang. Hal
ini sesuai dengan pendapat Dahlan dan Hudi (2011) yang menyatakan bahwa
panjang cooling pad disesuaikan dengan panjang kandang yaitu setengah dari
panjang kandang.
penyakit pada ternak. Biosecurity ada 3 tahapan yaitu tahap sebelum pemeliharaan
seperti sanitasi kandang, pencucian lantai, tempat pakan dan minum serta
pakaian dan booth yang bersih, selanjutnya tahap setelah pemeliharaan meliputi
pemisahan ayam yang mati dan hidup. Menurut Muharsani (2012) menyatakan
bahwa terdapat 3 perlakuan utama dalam biosecurity yaitu isolasi, sanitasi dan
kontrol lalu lintas. Closed house memiliki kapasitas ternak ayam pembibitan
untuk tiap m2 yaitu sekitar 8-10 ekor ayam dengan kapasitas sebanyak 13.284
ekor/m2. Menurut Cahya dan Suprijatna (2017) yang menyatakan bahwa kapasitas
berikut :
kecernaan protein kasar pada ayam broiler dengan pakan S11 sebesar 89,10%
sedangkan pakan S12 sebesar 92,29%. Hasil kecernaan protein bahan pakan S11
lebih rendah jika dibandingkan dengan bahan pakan S12. Perbedaan kecernaan
protein kasar ini diakibatkan karena adanya perbedaan bentuk pakan dan kondisi
kesehatan ternak. Kandungan protein kasar dalam pakan dan banyaknya protein
yang masuk dalam tubuh ayam akan mempengaruhi tinggi rendahnya kecernaan
protein pada unggas. Hal ini sesuai dengan pendapat Saputra dkk. (2013) bahwa
rendah dan tingginya kecernaan protein kasar pada ternak tergantung pada
banyaknya protein kasar yang masuk dalam pencernaan dan kandungan potein
kasar dalam pakan. Hasil dari nilai kecernaan suatu bahan pakan dapat
berikut :
sedangkan bahan pakan S12 sebesar 3045,65 kkal/kg. Hasil ketersediaan energi
metabolis pada bahan pakan S11 lebih tinggi jika dibandingkan dengan bahan
sesuai dengan pendapat Rasyaf (1994) yang menyatakan bahwa ketersediaan nilai
energi metabolis suatu bahan pakan dapat bersumber dari banyaknya jumlah
karbohidrat, lemak dan protein yang masuk dalam tubuh dan dikonsumsi oleh
ternak. Hasil dari nilai ketersediaan energi metabolis pada yang berbeda antar
bahan pakan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya yaitu adanya
rantai protein yang mengalami proses deaminasi. Hal ini sesuai dengan pendapat
Kaha dkk. (2012) yang menyatakan bahwa protein yang berkualitas rendah akan
berkualitas tinggi sehingga sebagian besar asam amino dari protein dengan
kebutuhan energi yang dapat menjadi salah satu penyebab tingginya ketersediaan
energi metabolis yaitu karena banyaknya rantai karbon hasil deaminasi yang
ayam broiler menghasilkan kecernaan protein pada pakan S11 sebesar yang lebih
bentuk pakan, kondisi kesehatan ternak dan kandungan protein kasar serta
banyaknya protein yang masuk dalam tubuh ayam. Selain itu, dalam ketersediaan
energi metabolis ternak pada pakan S11 lebih tinggi jika dibandingkan dengan
pakan S12 karena adanya pengaruh dalam konsumsi karbohidrat, lemak dan
protein.
yaitu dari materi yang di gunakan mungkin kurang adanya perawatan sebelumnya,
dan dapat di pisahkan antara yang layak dan kurang layak. Selanjutnya dalam
metode praktikum bisa dilakukan pendalaman materi H-1 sebelum praktikum agar
besoknya masih paham dan ketepatan waktu bisa yang tidak bisa memenuhi dapat
Nadzir, A., Tusi dan A. Haryanto. 2015. Evaluasi desaign kandang ayam broiler
di desa Rejobinangun, Kecamatan Raman Utara, Kabupaten Lampung
Timur. J. Teknik. Pertanian Lampung. 4 (4): 255 – 266.
Ustomo, E. 2016. 99% Gagal Beternak Ayam Petelur. Penebar Swadaya, Jakarta.
Perhitungan :
Kadar BK Ekskreta x Berat Kering Udara
Kadar BK Total U1 = x 100%
Berat Basah Udara
(87,69%) x 17
= x 100%
87
= 17,13%
Kadar BK T I + Kadar BK T II
Kadar BK Total = x 100%
2
Rata-rata
17,13 + 14,35
=
2
= 15,74%
Perhitungan :
Perhitungan :
Sampel I + Sampel II
Kecernaan protein rata-rata =
2
89,97 + 88,23
=
2
= 89,10%
Lampiran 4. Perhitungan Ketersediaan Energi Metabolis
Ayam Konsumsi Kadar GE Jumlah Jumlah GE Ketersediaan
Gross Energi Ekskreta Ekskreta Ekskreta Energi
(g) (kkal/kg) (g) (kkal) Metabolis
(kkal/kg)
I 338,77 3261,87 14,90 48,60 3352,68
II 340,25 3132,67 18,65 58,42 3242,03
Rata-rata 339,51 3197,27 16,775 53,51 3297,36
Perhitungan :
= 3352,68 kal/g
Jumlah konsumsi GE - Jumlah GE ekskreta
Ketersediaan GE U2 =
Konsumsi ransum
340,25 – 58,42
=
86,93
= 3242,03 kal/g
Sampel I + Sampel II
Ketersediaan EM rata-rata =
2
3352,68 + 3242,03
=
2
= 3297,355 kal/g