Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM

RANSUM UNGGAS DAN NON RUMINANSIA

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK IV A

Safira Nikmatus Sa’diyah 23010116120006


Ani Wahyuningsih 23010116120024
Ilham Muhammad 23010116120028
Siti Yuliyanti 23010116120035
Ridwan Fickri Ardiansyah 23010116120040
Mei Dwi Krisyanti 23010116120052

LABORATORIUM ILMU NUTRISI DAN PAKAN


DEPARTEMEN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Laporan Praktikum Ransum Unggas dan Non Ruminansia


Kelompok : IV
Kelas :A
Tanggal Pengesahan : Mei 2018

Mengetahui,

Koordinator Praktikum Asisten Praktikum


Ransum Unggas dan Non Ruminansia

Lilik Krismiyanto Lanang Dhamar Djati

Menyetujui,

Dosen Mata Kuliah


Ransum Unggas dan Non Ruminansia

Prof. Dr. Ir. Bambang Sukamto, S.U.


MATERI DAN METODE

Praktikum Ransum Unggas dan Non Ruminansia materi pengukuran

kecernaan nutrien berupa protein kasar dan energi metabolis menggunakan

metode force feeding dilakukan pada tanggal 1 sampai 9 April 2018 di Kandang

Digesti dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Pakan, Fakultas Peternakan dan Pertanian,

Universitas Diponegoro, Semarang.

Materi

Materi yang digunakan dalam praktikum Ransum Unggas dan Non

Ruminansia yaitu ayam broiler sejumlah 2 ekor yang berumur dan bobot badan Commented [A1]: Umur dan bobot badan

ayam 1 (1,42 gram) dan ayam 2 (1,54 gram), pakan ayam S12, vitachick, air

minum, indikator Fe2O3 serta larutan HCl 0,2 N. Alat yang digunakan dalam

praktikum yaitu kandang baterai sebagai tempat berlindung ayam, tempat pakan

sebagai wadah pakan untuk ayam, tempat minum sebagai wadah air untuk minum,

timbangan analitik sebagai alat untuk menimbang pakan dan ekskreta, plastik

trashbag sebagai tempat untuk penampung eksketa yang jatuh, plastik klip, kardus

sebagai wadah penampung total koleksi, spet (suntikan) alat force feeding.

Metode

Metode yang digunakan dalam praktikum Ransum Unggas dan Non

Ruminansia yaitu persiapan kandang baterai yang akan digunakan selama masa

pemeliharaan ayam. Pertama Kandang dibersihkan untuk persiapan chick in.

Chick in dilakukan setelah kandang siap, setelah itu dilakukan penimbangan awal
menggunakan timbangan analitik. Setelah itu satu per satu ayam dimasukkan

dalam kandang baterai serta dilakukan fase adaptasi selama 3 hari. Selama

adaptasi diberikan pakan sebanyak 100 gram tiap ayam dan minum secara

continue. Pemberian pakan tiap ayam diberikan pada pagi hari 40 gram, siang hari

30 gram dan sore hari 30 gram.

Hari ke empat ayam dipuasakan makan selama 24 jam namun tetap

diberikan minum. Hari ke lima ayam dilakukan total koleksi dengan pemberian

pakan yang telah dicampur indikator Fe2O3 dan ditambahkan dengan

penampungan ekskreta. Kemudian tunggu sampai ekskreta keluar yang berwarna

merah dan catat waktu keluar eksreta tersebut. Hari ke enam ayam diberikan

pakan tanpa indikator dan catat waktu dimana ekskreta yang berwarna merah

berubah normal menjadi putih. Hari ke tujuh ayam dipuasakan makan kembali

selama 24 jam. Kemudian hari ke delapan ayam dilakukan pemberian pakan

secara normal. Hari ke sembilan ayam dilakukan pemberian pakan secara force

feeding atau secara paksa. Hari ke sepuluh ayam dilakukan penimbangan bobot

akhir dan ayam dapat dikeluarkan dari kandang. Kemudian kandang dibersihkan

kembali. Ekskreta yang tadinya ditampung dapat dijemur hingga kering lalu

ditimbang dan ditumbuk hingga menjadi tekstur lembut. Hari berikutnya

dilakukan analisis proksimat uji kadar air, protein kasar ekskreta serta uji gross

energi pada ekskreta untuk mengetahui kecernaan nutriennya. Rumus yang

digunakan dalam menghitung kecernaan protein dan ketersediaan energi

metabolis yaitu :

Konsumsi protein - Jumlah protein ekskreta


Kecernaan Protein = × 100%
Konsumsi protein
Keterangan :

Konsumsi protein (gr) = Kadar Protein Ransum (%) × Konsumsi Ransum (gr)

Jumlah Protein Ekskreta (gr) = Kadar Protein Ekskreta (%)× Jumlah Ekskreta (gr)

Jumlah GE Konsumsi - Jumlah GE Ekskreta


Kecernaan EM = × 1 kkal/kg
Konsumsi Ransum

Keterangan :

Jumlah EM Konsumsi = Konsumsi Ransum× Kadar GE ransum

Jumlah EM Ekskreta = Jumlah Ekskreta × Kadar Ekskreta

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa

kandang Closed house B Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas

Diponegoro memiliki ukuran panjang 120 m dan lebar 12,33 m. Menurut

Sudarmono (2003) menjelaskan bahwa ukuran yang baik untuk kandang memiliki

panjang lebih dari 7 m dan ukuran lebarnya mencapai 6-7 m. Kandang closed

house menghadap ke arah barat dan timur. Hal ini sesuai dengan pendapat

Ustomo (2016) yang menyatakan bahwa kandang yang menghadap timur dan

barat dapat memanfaatkan cahaya matahari secara optimal di pagi hari maupun

sore hari. Hal ini didukung oleh pendapat Nadzir dkk. (2015) menyatakan bahwa

arah yang baik untuk perkandangan yaitu menghadap ke arah timur dan barat agar

ternak mendapatkan sinar matahari yang cukup untuk pertumbuhannya.

Atap kandang closed house terbuat dari seng dan mempunyai tipe gable,

bahan atap yang digunakan sedikit menyerap panas dengan baik, ini menunjukkan
atap kandang sudah ideal. Hal ini sesuai dengan pendapat Tamalludin (2012) yang

menyatakan bahwa atap dengan tipe gable sudah memenuhi standar kandang yang

baik. Dinding closed house terbuat dari semen beton dan memiliki tipe dinding

tertutup, lantai kandang memiliki tipe litter dengan alas menggunakan sekam dan

memiliki ventilasi sistem satu arah, ventilasi digunakan untuk menghilangkan

panas dan kelembaban yang berlebih. Hal ini sesuai dengan pendapat

Sudarmono (2003) yang menyatakan bahwa ventilasi dapat digunakan untuk

sirkulasi udara dan menghilangkan panas. Kandang closed house terdiri dari

beberapa peralatan kandang yaitu panel kontrol, cooling pad , tirai dan exhaust

fan. cooling pad terbuat dari bahan selulosa dan bentuk berkelok-kelok yang

disebut cell pad. Panjang cooling pad disesuaikan dengan panjang kandang. Hal

ini sesuai dengan pendapat Dahlan dan Hudi (2011) yang menyatakan bahwa

panjang cooling pad disesuaikan dengan panjang kandang yaitu setengah dari

panjang kandang.

Closed house juga memiliki biosecurity, biosecurity merupakan upaya

pencegahan pertama yang dilakukan untuk mencegah masuknya agen penyebaran

penyakit pada ternak. Biosecurity ada 3 tahapan yaitu tahap sebelum pemeliharaan

seperti sanitasi kandang, pencucian lantai, tempat pakan dan minum serta

pembersihan sekam. Tahap kedua yaitu saat pemeliharaan seperti penggunaan

pakaian dan booth yang bersih, selanjutnya tahap setelah pemeliharaan meliputi

pemisahan ayam yang mati dan hidup. Menurut Muharsani (2012) menyatakan

bahwa terdapat 3 perlakuan utama dalam biosecurity yaitu isolasi, sanitasi dan

kontrol lalu lintas. Closed house memiliki kapasitas ternak ayam pembibitan
untuk tiap m2 yaitu sekitar 8-10 ekor ayam dengan kapasitas sebanyak 13.284

ekor/m2. Menurut Cahya dan Suprijatna (2017) yang menyatakan bahwa kapasitas

yang baik untuk ayam pembibit tiap m2 berisi 9-10 ekor.

2.1. Kecernaan Protein Kasar Ayam Broiler

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai

berikut :

Tabel 1. Perbandingan Kecernaan Ayam Broiler


Perlakuan
Parameter
Kelompok 4 Kelompok 8
Kecernaan Protein
Kasar (%) 89,10 92,29
Sumber : Data Primer Praktikum Ransum Unggas dan Non Ruminansia, 2018.

Berdasarkan Praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa

kecernaan protein kasar pada ayam broiler dengan pakan S11 sebesar 89,10%

sedangkan pakan S12 sebesar 92,29%. Hasil kecernaan protein bahan pakan S11

lebih rendah jika dibandingkan dengan bahan pakan S12. Perbedaan kecernaan

protein kasar ini diakibatkan karena adanya perbedaan bentuk pakan dan kondisi

kesehatan ternak. Kandungan protein kasar dalam pakan dan banyaknya protein

yang masuk dalam tubuh ayam akan mempengaruhi tinggi rendahnya kecernaan

protein pada unggas. Hal ini sesuai dengan pendapat Saputra dkk. (2013) bahwa

rendah dan tingginya kecernaan protein kasar pada ternak tergantung pada

banyaknya protein kasar yang masuk dalam pencernaan dan kandungan potein

kasar dalam pakan. Hasil dari nilai kecernaan suatu bahan pakan dapat

dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya yaitu Persentase protein, komposisi


dan bentuk fisik pakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Utama (2007) yang

menyatakan bahwa kecernaan protein dipengaruhi persentase protein pakan,

komposisi pakan dan bentuk fisik pakan.

2.2. Ketersediaan Energi Metabolis Ayam Broiler

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai

berikut :

Tabel 2. Perbandingan Ketersediaan EM Ayam Broiler


Perlakuan
Parameter
Kelompok 4 Kelompok 8
Ketersediaan Energi Metabolis 3297,36 3045,65
(kkal/kg)
Sumber : Data Primer Praktikum Ransum Unggas Non Ruminansia, 2018.

Bedasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa

ketersediaan energi metabolis bahan pakan S11 sebesar 3297,36 kkal/kg,

sedangkan bahan pakan S12 sebesar 3045,65 kkal/kg. Hasil ketersediaan energi

metabolis pada bahan pakan S11 lebih tinggi jika dibandingkan dengan bahan

pakan S12. Perbedaan ketersediaan energi metabolis dapat disebabkan oleh

adanya konsumsi karbohidrat, lemak dan protein. Kandungan tersebut mampu

mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat ketersediaan energi metabolis. Hal ini

sesuai dengan pendapat Rasyaf (1994) yang menyatakan bahwa ketersediaan nilai

energi metabolis suatu bahan pakan dapat bersumber dari banyaknya jumlah

karbohidrat, lemak dan protein yang masuk dalam tubuh dan dikonsumsi oleh

ternak. Hasil dari nilai ketersediaan energi metabolis pada yang berbeda antar

bahan pakan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya yaitu adanya
rantai protein yang mengalami proses deaminasi. Hal ini sesuai dengan pendapat

Kaha dkk. (2012) yang menyatakan bahwa protein yang berkualitas rendah akan

mengekskresikan nitrogen yang lebih banyak dibandingkan dengan protein yang

berkualitas tinggi sehingga sebagian besar asam amino dari protein dengan

kualitas rendah akan mengalami deaminasi, sedangkan rantai karbonnya diubah

menjadi asam lemak, karbohidrat atau langsung digunakan guna mencukupi

kebutuhan energi yang dapat menjadi salah satu penyebab tingginya ketersediaan

energi metabolis yaitu karena banyaknya rantai karbon hasil deaminasi yang

digunakan guna mencukupi ketersediaan energi metabolis.


SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan hasil praktikum Ransum Unggas dan Non Ruminansia bahwa

ayam broiler menghasilkan kecernaan protein pada pakan S11 sebesar yang lebih

rendah jika dibandingkan dengan pakan S1 karena dipengeruhi adanya perbedaan

bentuk pakan, kondisi kesehatan ternak dan kandungan protein kasar serta

banyaknya protein yang masuk dalam tubuh ayam. Selain itu, dalam ketersediaan

energi metabolis ternak pada pakan S11 lebih tinggi jika dibandingkan dengan

pakan S12 karena adanya pengaruh dalam konsumsi karbohidrat, lemak dan

protein.

Saran dalam kegiatan praktikum Ransum Unggas dan Non Ruminansia

yaitu dari materi yang di gunakan mungkin kurang adanya perawatan sebelumnya,

sehingga sebelum diadakan praktikum alat-alat yang di butuhkan dapat disimpan

dan dapat di pisahkan antara yang layak dan kurang layak. Selanjutnya dalam

metode praktikum bisa dilakukan pendalaman materi H-1 sebelum praktikum agar

besoknya masih paham dan ketepatan waktu bisa yang tidak bisa memenuhi dapat

di berikan konsekuensi serta pengawasan oleh asisten.


DAFTAR PUSTAKA

Cahya, H. A dan E. Suprijatna. 2017. Manajemen Usaha Peternakan Ayam


Broiler Pembibit di Farm Gelibrong Kabupaten Cianjur, Jawa Barat (kajian
Biosekuuritas). Jawa Barat. (Skripsi)

Dahlan, M. dan Hudi, N. 2011. Studi manajemen perkandangan ayam broilere di


dusun Wangket desa Kaliwates kecamatan Kembang Bahu Kabupaten
Lamongan. J. Ternak. 2 (1) : 24-29.

Kaha, A. F., W. Murningsih dan Tristiarti. 2012. Pengaruh Pemaran Ransun


dengan Sari Daun Pepaya Terhadap Kecernaan Lemak dan Energi
Metabolis Ayam Broiler. J. Animal Agricutural. 1(1) : 265 – 276.

Muharsani. 2012. Inovasi Ayam dan Olahan Tingkatan Lingkungan dan


Pendapatan Petani. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.

Nadzir, A., Tusi dan A. Haryanto. 2015. Evaluasi desaign kandang ayam broiler
di desa Rejobinangun, Kecamatan Raman Utara, Kabupaten Lampung
Timur. J. Teknik. Pertanian Lampung. 4 (4): 255 – 266.

Rasyaf, M. 1994. Makanan Ayam Broiler. Kanisius, Yogyakarta.

Saputra, H. P., O, Sjofjan dan I. H. Djunaidi. 2013. Pengaruh penambahan


fitobiotik meniran (Phyllanthus niruri, l.) dalam pakan terhadap kecernaan
protein kasardan energi metabolis ayam pedaging. J. Ilmu Interverier
Peternakan. 3 (2) : 2 – 9.

Sudarmono. A. S. 2003. Pedoman Pemeliharaan Ayam Ras Petelur. Kanisius.


Yogyakarta.
Tamalludin, F. 2012. Ayam Broiler 22 Hari Panen Lebih Untung. Penebar
Swadaya, Jakarta.

Ustomo, E. 2016. 99% Gagal Beternak Ayam Petelur. Penebar Swadaya, Jakarta.

Utama, C. S., I. Estiningdiarti., V. D. Yunianto dan W. Murningsih. 2007.


Pengaruh penambahan aras mineral pada fermentasi sorghum dengan ragi
tempe terhadap kecernaan nutrien pada ayam petelur. J. Anim Prod. 9(1): 14
– 17.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan BK Total dan Jumlah Ekskreta Commented [A2]: Lampiran 1.


Lampiran 1. (Lanjutan)
Lampiran 2 .
Kadar
Berat Berat Kering Kadar BK Jumlah Dan seterusnya
BK
Ayam Basah Udara Total Ekskreta
Ekskreta
(g) (g) (%) (g)
(%)
I 87 17 87,69 17,13 14,90
II 130 21 88,86 14,35 18,65
Rata-Rata 108,5 19 88,275 15,74 16,775

Perhitungan :
Kadar BK Ekskreta x Berat Kering Udara
Kadar BK Total U1 = x 100%
Berat Basah Udara
(87,69%) x 17
= x 100%
87
= 17,13%

Kadar BK Ekskreta x Berat Kering Udara


Kadar BK Total U1 = x 100%
Berat Basah Udara
(88,86%) x 21
= x 100%
130
= 14,35%

Kadar BK T I + Kadar BK T II
Kadar BK Total = x 100%
2
Rata-rata
17,13 + 14,35
=
2
= 15,74%

Jumlah Ekskreta = Kadar BK Total x Berat Basah


= 17,13% x 87
= 14,90 g
Lampiran 1. (Lanjutan)

Jumlah Ekskreta dalam = Kadar BK Total x Berat Basah


BK U2 =14,35% x 130
= 18,65 g

Jumlah (I) + Jumlah (II)


Jumlah Ekskreta dalam BK =
2
Rata-rata
14,90 + 18,65
=
2
= 16,775 g
Lampiran 2. Perhitungan Konsumsi Nutrien
Kadar
Kadar
Konsumsi GE Konsumsi Konsumsi
protein
Ayam ransum bahan Protein Energi
bahan pakan
(g) pakan (g) (kal)
(%)
(kal/g)
I 99,28 21,2 3914,12 18,35 338,77
II 99,71 21,2 3914,12 18,43 340,25
Rata-rata 99,495 21,2 3914,12 18,39 339,51

Perhitungan :

Konsumsi Protein Kasar U1 = Kadar PK Sampel x Konsumsi


= 21,2% x 86,55
= 18,35 g
Konsumsi Protein Kasar U2 = Kadar PK Sampel x Konsumsi
= 21,2% x 86,93
= 18,43 g
Konsumsi Energi U1 = Kadar GE Sampel x Konsumsi
= 3914,12 x 86,55
= 338,77 g
Konsumsi Energi U2 = Kadar GE Sampel x Konsumsi
= 3914,12 x 86,93
= 340,25 g
Lampiran 3. Perhitungan Kecernaan Protein
Ayam Konsumsi Kadar Jumlah Jumlah Kecernaan
Protein Protein Ekskreta Protein Protein
(g) Ekskreta (g) Ekskreta (%)
(%) (g)
I 18,35 12,33 14,90 1,84 89,97
II 18,43 11,62 18,65 2,17 88,23
Rata-rata 18,39 11,97 16,775 2,005 89,10

Perhitungan :

Konsumsi Protein U1 = Kadar PK × Konsumsi ransum


= 21,2% × 86,55 g
= 18,35 g
Konsumsi Protein U2 = Kadar PK × Konsumsi ransum
= 21,2% × 86,93 g
= 18,43 g
Jumlah ekskreta U1 = Kadar BK total × Berat basah ekskreta
= 17,13% × 87 g
= 14,90 g
Jumlah ekskreta U2 = Kadar BK total × Berat basah ekskreta
= 14,35% × 130 g
= 18,65 g
Jumlah protein ekskreta U1 = Kadar PK ekskreta × Jumlah ekskreta
= 12,33% × 14,90 g
= 1,84 g
Jumlah protein ekskreta U2 = Kadar PK ekskreta × Jumlah ekskreta
= 11,62% × 18,65 g
= 2,17 g
Konsumsi protein - Jumlah protein ekskreta
Kecernaan Protein U1 = × 100%
Konsumsi protein
18,35 - 1,84
= × 100%
18,35
= 89,97%
Lampiran 3. (Lanjutan)

Konsumsi protein - Jumlah protein ekskreta


Kecernaan Protein U2 = × 100%
Konsumsi protein
18,43 - 2,17
= × 100%
18,43
= 88,23%

Sampel I + Sampel II
Kecernaan protein rata-rata =
2
89,97 + 88,23
=
2
= 89,10%
Lampiran 4. Perhitungan Ketersediaan Energi Metabolis
Ayam Konsumsi Kadar GE Jumlah Jumlah GE Ketersediaan
Gross Energi Ekskreta Ekskreta Ekskreta Energi
(g) (kkal/kg) (g) (kkal) Metabolis
(kkal/kg)
I 338,77 3261,87 14,90 48,60 3352,68
II 340,25 3132,67 18,65 58,42 3242,03
Rata-rata 339,51 3197,27 16,775 53,51 3297,36

Perhitungan :

Konsumsi Gross Energi U1 = Kadar GE bahan pakan × Konsumsi


= 3914,12 × 86,55 g
= 338,77 g
Konsumsi Gross Energi U2 = Kadar GE bahan pakan × Konsumsi
= 3914,12 × 86,93 g
= 340,25 g
Jumlah ekskreta U1 = Kadar BK total × Berat basah ekskreta
= 17,13% × 87 g
= 14,90 g
Jumlah ekskreta U2 = Kadar BK total × Berat basah ekskreta
= 14,35% × 130 g
= 18,65 g
Jumlah GE ekskreta U1 = Kadar GE ekskreta × Jumlah ekskreta
= 3261,87 × 14,90 g
= 48,60 kkal
Jumlah GE ekskreta U2 = Kadar GE ekskreta × Jumlah ekskreta
= 3132,67 × 18,65 g
= 58,42 kkal
Lampiran 4. (Lanjutan)

Jumlah konsumsi GE - Jumlah GE ekskreta


Ketersediaan GE U1 =
Konsumsi ransum
338,77 - 48,60
=
86,55

= 3352,68 kal/g
Jumlah konsumsi GE - Jumlah GE ekskreta
Ketersediaan GE U2 =
Konsumsi ransum
340,25 – 58,42
=
86,93

= 3242,03 kal/g
Sampel I + Sampel II
Ketersediaan EM rata-rata =
2
3352,68 + 3242,03
=
2
= 3297,355 kal/g

Anda mungkin juga menyukai