Anda di halaman 1dari 18

A.

TUGAS

RESUME PERPAJAKAN

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

DISUSUN OLEH KELOMPOK 4 :


Chindy Annisa Violeta
Ellis Al Shadeni
Husnaini Dwi Wandri
Rafiko Rhamadan
Iffah Humaira
Vivi Aulia Najwa

PRODI AKUNTANSI (NK)

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

PADANG

2017
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ( PPN )

A. PENGERTIAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ( PPN )


Pajak Pertambahan Nilai merupakan pengganti dari Pajak Penjualan. Hal ini disebabkan karena
Pajak Penjualan dirasa sudah tidak lagi memadai untuk menampung kegiatan masyarakat dan
belum mencapai sasaran kebutuhan pembangunan, antara lain untuk meningkatkan penerimaan
negara, mendorong ekspor, dan pemerataan pembebanan pajak.
Pengertian pajak pertambahan nilai ( PPN ) menurut para ahli :
Menurut Waluyo (2011: 9) menyatakan bahwa pajak pertambahan nilai (PPN)
merupakan pajak yang dikenakan atas konsumsi di dalam negeri (di dalam Daerah
Pabean), baik konsumsi barang maupun konsumsi jasa.

Mardiasmo (2009: 269) menyatakan bahwa apabila dilihat dari sejarahnya, pajak
pertambahan nilai merupakan pengganti dari Pajak Penjualan. Alasan pengertian ini
karena Pajak Penjualan dirasa sudah tidak lagi memadai untuk menampung kegiatan
masyarakat dan belum mencapai sasaran kebutuhanpembangunan, antara lain untuk
meningkatkan penerimaan Negara, mendorong ekspor, dan pemerataan pembebanan
pajak.
Mardiasmo (2009: 269) pajak penjualan mempunyai kelemahan yaitu :
a. Adanya pajak ganda.
b. Macam-macam tarif, sehingga menimbulkan kesulitan.
c. Tidak mendorong ekspor.
d. Belum dapat mengatasi penyeludupan.
Sedangkan pajak pertambahan nilai (PPN) mempunyai kelebihan yaitu :
a. Menghilangkan pajak ganda.
b. Mengunakan tarif tungggal sehingga mudah pelaksanaannya.
c. Netral dalam pesaingan dalam negeri, perdagangan nasional. Netral pola konsumsi dan
mendorong ekspor.
B. DASAR HUKUM PAJAK PERTAMBAHAN NIALAI ( PPN )
Berlakunya UU No. 42 Tahun 2009 tentang perubahan ketiga atas UU No. 8 Tahun 1983
kemudian diubah menjadi UU No. 11 Tahun 1994, dan yang terakhir diubah lagi dengan UU No.
18 Tahun 2000 tentang pajak pertambahan nilai (PPN) barang dan jasa dan pajak penjualan atas
barang mewah. Aturan pelaksanaan terakhir diatur pada UU No. 42 Tahun 2009.
Dengan UU No. 8 Tahun 1983 dipungut pajak pertambahan nilai dan penjualan atas barang
mewah. Perbedaan utama pajak pertambahan nilai dari peredaran dan pajak penjualan 1951
adalah tidak adanya unsur pajak berganda. Undang-undang yang mengatur pengenaan pajak
pertambahan nilai (PPN) barang dan jasa serta pajak penjualan atas barang mewah adalah
undangundang No. 8 Tahun 1983 kedua pajak ini merupakan sebagai pajak yang dipungut atas
konsumsi dalam negeri. khususnya terhadap penjualan atau penyerahan barang mewah selain
dikenakan pajak pertambahan nilai juga dikenalkan pajak penjualan atas barang mewah.
Dalam undang-undang ditemukan bahwa UU PPN diberlakukan 1 juli tahun 1984, dengan
praturan pemerintah penganti UU (PERPEU) No. 1 Tahun 1984. Mulainya berlaku UU PPN
ditangguhkan sampai tanggal 1 juli 1986, dan ditetapkan peraturan pemerintah.

C. OBJEK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ( PPN )


Objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) selalu mengalami perubahan seiring dengan
diberlakukannya UU baru. UU No. 42 Tahun 2009 yang berlaku mulai 1 April 2010. PPN
dikenakan atas :
1 Penyerahan BKP di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
2 Impor BKP
3 Penyerahan JKT dalam daerah pabean yang di lakukan oleh pengusaha
4 Pemamfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
5 Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
6 Ekspor BKP Berwujud oleh PKP.
7 Ekspor BKP Tidak Berwujud oleh PKP.
8 Ekspor JKP oleh PKP.
Pada dasarnya semua barang dan jasa adalah objek PPN. Tetapi oleh karena adanya
pertimbangan ekonomi, sosial dan budaya, maka diatur sendiri oleh Undang-undang PPN bahwa
ada barang dan jasa tertentu yang tidak dipungut serta dikecualikan dari pengenaan PPN dan
dibebaskan dari pungutan PPN.
Objek PPN dapat dikelompokan ke dalam 2 (dua) jenis, yaitu:
1 Barang Kena Pajak yaitu barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat
berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud yang
dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
2 Jasa Kena Pajak yaitu setiap kegiatan pelayanan yang berdasarkan suatu perikatan atau
perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak
tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena
pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan, yang dikenakan
Pajak Pertambahan Nilai.

BUKAN OBJEK PPN


1. Jenis Barang yang Tidak Dikenai PPN:
Adapun barang yang tidak dikenai PPN adalah
a) Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya.
b) Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak.
c) Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan
sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun
tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau
catering.
d) Uang, emas batangan, dan surat berharga.

2. Jenis Jasa yang tidak dikenai PPN


Adapun jenis jasa yang tidak dikenai PPN adalah:
Jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa pengiriman surat dengan
perangko, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa keagamaan, jasa pendidikan, jasa kesenian dan
hiburan, jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan, jasa angkutan umum di darat dan di air serta
jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa
angkutan udara luar negeri, jasa tenaga kerja, jasa perhotelan, jasa yang disediakan oleh
pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, jasa penyediaan tempat
parker, jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam, jasa pengiriman uang dengan
wesel pos dan jasa boga atau katering.

D. SUBJEK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ( PPN )


Menurut Resmi (2011: 5) pajak pertambahan nilai (PPN) merupakan pajak tidak
langsung, artinya pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dialihkan kepada orang lain
atau pihak ketiga. pihak-pihak yang mempunyai kewajiban memungut, menyetor, dan
melaporkan PPN terdiri atas:
1. Pengusaha kena pajak (PKP) yang melakukan penyerahan barang kena pajak/jasa kena
pajak didalam daerah pabean dan melakukan ekspor barang kena pajak berwujud/barang
kena pajak tidak berwujud/jasa kena pajak.
2. Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai pengusa kena
pajak (PKP).
PPN akan tetap terutang walaupun yang melakukan kegiatan yang merupakan objek PPN
adalah bukan PKP, yaitu dalam hal:

a. impor BKP
b. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean
c. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
d. Melakukan kegiatan membangun sendiri (Pasal 16C UU PPN)

E. PAJAK PERTAMBAHAN NILAI YANG TIDAK DIPUNGUT

Pajak pertambahan nilai (PPN) yang tidak dipungut atas impor barang kena pajak (BKP)
tertentu yang dibebaskan Bea masuk. Keputusan menteri keuangan No.231/PMK.03/2001
tanggal 30 april 2001 sebagaimana telah diubah dengan peraturan menteri keuangan
No.616/PMK.03/2004 tanggal 30 desember 2004, yaitu :
1 Atas impor barang kena pajak yang dibebaskan dari pungutan bea masuk tetap dipungut.
2 Menyimpang dari ketentuan diatas sehingga barang kena pajak yang dibebaskan dari
pungutan bea masuk, tidak dipungut bea masuk.
F. PENGUSAHA KENA PAJAK
PKP atau Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha / bisnis / perusahaan yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenai
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai (UU
PPN) 1984 dan perubahannya.

Syarat Pengajuan PKP


Untuk mendapat pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dari Direktorat Jenderal Pajak, seorang
pengusaha / bisnis / perusahaan harus memenuhi syarat:
1 Memiliki pendapatan bruto (omzet) dalam 1 tahun buku mencapai Rp 4,8 miliar. Tidak
termasuk pengusaha / bisnis / perusahaan dengan pendapatan bruto kurang dari Rp 4,8
miliar, kecuali pengusaha tersebut memilih dikukuhkan jadi Pengusaha Kena Pajak.
2 Melewati proses survey yang dilakukan KPP atau KP2KP tempat pendaftaran
3 Melengkapi dokumen dan syarat pengajuan PKP atau pengukuhan PKP.
Permohonan menjadi Pengusaha Kena Pajak tersebut diajukan ke KPP atau KP2KP yang
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal, tempat kedudukan, atau tempat kegiatan usaha wajib
pajak.

Pengusaha yang wajib mendapatkan pengukuhan PKP


Selain harus memiliki omzet mencapai Rp 4,8 miliar dalam 1 tahun, pengusaha yang wajib
mendapatkan pengukuhan PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak di dalam daerah Pabean dan/atau melakukan ekspor Barang
Kena Pajak Berwujud, ekspor Jasa Kena Pajak dan/atau Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
diwajibkan:
1 melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
2 memungut pajak yang terutang
3 menyetorkan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) yang masih harus dibayar dalam hal Pajak
Keluaran lebih besar dari pada Pajak Masukan yang dapat dikreditkan serta menyetorkan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang
4 melaporkan pemungutan, penyetoran, dan penghitungan pajaknya paling lambat akhir
bulan berikutnya (SPT Masa PPN)
Dokumen atau formulir pendaftaran PKP yang harus disiapkan
dokumen-dokumen yang harus diajukan ke KPP untuk memenuhi syarat pengajuan PKP dan
mendapat pengukuhan PKP:
I. Wajib Pajak Orang Pribadi
 Fotokopi KTP bagi WNI atau fotokopi KITAS/KITAP bagi WNA
 Dokumen izin kegiatan usaha yang diterbitkan oleh instansi berwenang
 Surat keterangan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari pejabat Pemerintah
Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa.
II. Wajib Pajak Badan
 Fotokopi akta pendirian atau dokumen pendirian atau perubahan bagi Wajib Pajak
Badan dalam negeri atau surat keterangan penunjukan dari kantor pusat bagi
Bentuk Usaha Tetap (BUT), yang dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang.
 Fotokopi Kartu NPWP salah satu pengurus atau fotokopi paspor dan surat
keterangan tempat tinggal dari pejabat pemerintah daerah sekurang-kurangnya
lurah atau kepala desa jika penanggung jawab perusahaan adalah WNA.
 Dokumen izin usaha dan/atau kegiatan yang diterbitkan oleh instansi berwenang.
 Surat keterangan tempat kegiatan usaha yang diterbitkan dari Pejabat Pemerintah
Daerah sekurang-kurangnya Lurah atau Kepala Desa.
III. Wajib Pajak Badan Bentuk Kerja Sama Operasi (Joint Operation)
 Fotokopi Perjanjian Kerjasama / Akta Pendirian sebagai bentuk kerja sama
operasi (Joint Operation) yang dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang.
 Fotokopi kartu NPWP masing-masing anggota bentuk kerja sama operasi (joint
operation) yang diwajibkan untuk memiliki NPWP.
 Fotokopi kartu NPWP orang pribadi salah satu pengurus perusahaan anggota
bentuk kerja sama operasi (joint operation) atau fotokopi paspor dalam hal
penanggung jawab adalah WNA.
 Dokumen izin kegiatan usaha yang diterbitkan oleh instansi berwenang
 urat Keterangan tempat kegiatan usaha dari Pejabat Pemerintah Daerah sekurang-
kurangnya Lurah atau Kepala Desa bagi Wajib Pajak Badan dalam negeri maupun
Wajib Pajak Badan asing.
Dokumen-dokumen lain yang biasanya disertakan adalah:
 Bukti sewa / kepemilikan tempat usaha
 Foto ruangan / tempat usaha
 Peta lokasi
 Spesimen penanda tangan faktur (form disediakan KPP) & fotokopi penanda tangan
faktur
 Daftar harta / invetaris kantor
 Laporan keuangan (neraca laba / rugi)
 SPT Tahunan terakhir

Penyebab syarat pengajuan PKP ditolak


Dalam jangka waktu 3-5 hari setelah semua persyaratan dilengkapi dan diajukan, petugas
verifikasi akan melakukan survey atau verifikasi. Bila disetujui, maka sekitar 1-2 hari sejak
survey, maka surat pengukuhan PKP dapat diambil di KPP tempat syarat pengajuan PKP
diberikan. Keputusan Permohonan Pengajuan PKP diterbitkan paling lambat 5 hingga 10 hari
kerja setelah Bukti Penerimaan Surat diterbitkan.
Tetapi ada kalanya, pengajuan PKP ditolak karena:
1 Tidak memenuhi semua syarat pengajuan PKP
2 Keraguan petugas atas keabsahan dan kelayakan perusahaan
3 Pengusaha melakukan penyerahan BKP/JKP yang dikecualikan/bukan objek PPN

Kewajiban pengusaha kena pajak


1 Menerbitkan Faktur Pajak untuk setiap Penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa
Kena Pajak
2 Menyetorkan PPN yang kurang bayar dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP)
ke Kantor Pos atau Bank Persepsi paling lambat pada akhir bulan berikut sebelum
melaporkan SPT Masa PPN
3 Melaporkan Transaksi Penyerahan Barang Kena Pajak, Barang Tidak Kena Pajak, Jasa
Kena Pajak dan Jasa Tidak Kena Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak dengan menggunakan
SPT Masa PPN paling lambat pada akhir bulan berikut.
Hak Pengusaha Kena Pajak
1 melakukan pengkreditan Pajak Masukan (Pembelian) atas perolehan BKP/JKP
2 meminta restitusi apabila Pajak Masukan lebih besar daripada Pajak Keluaran dan berhak
atas kompensasi kelebihan pajak

keuntungan apabila wajib pajak memilih menjadi PKP di antaranya adalah:


1 Pengusaha dianggap memiliki sistem yang sudah baik dianggap legal secara hukum
karena sudah menjadi PKP dan tertib membayar pajak,
2 Menjadi PKP berarti perusahaan dianggap besar dan tentunya akan berpengaruh saat
menjalin kerja sama dengan perusahaan lain yang tergolong besar,
3 Dapat melakukan transaksi penjualan kepada Bendaharawan Pemerintah,
4 Pola produksi dan investasi yang baik karena penyerahan BKP/JKP menjadi beban
sipenikmat (konsumen).
mendaftarkan diri menjadi PKP juga memiliki beberapa kerugian di antaranya adalah:
1 Pembayaran pajak semakin besar, karena bagi wajib pajak Non PKP, perlakuan pajak
masukan akan merugikan apabila dibandingkan sebagai biaya,
2 Mengurangi daya saing karena harga jual lebih tinggi, hal ini karena harus memungut
PPN , dari lawan transaksi, apabila wajib pajak dikukuhkan sebagai PKP maka setiap
penyerahan BKP/JKP harus ditambah dengan PPN
3 Menambah kerumitan dan pengenaan sanksi yang lebih besar, kerumitan di sini terkait
dengan aturan pelaporan PPN serta sanksi-sanksi di depan terkait keterlambatan maupun
kesalahan faktur.

Pengecualian Kewajiban Pengusaha Kena Pajak


Pengusaha yang dikecualikan dari kewajiban sebagai Pengusaha Kena Pajak adalah :
a) Pengusaha Kecil

b) Pengusaha yang semata – mata menyerahkan barang dan atau jasa yang tidak

dikenakan PPN
G. FAKTUR PAJAK
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak Pengusaha Kena Pajak (PKP), yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP). Artinya, ketika
PKP menjual suatu barang atau jasa kena pajak, ia harus menerbitkan Faktur Pajak sebagai tanda
bukti dirinya telah memungut pajak dari orang yang telah membeli barang/jasa kena pajak
tersebut. Perlu diingat bahwa barang/jasa kena pajak yang diperjualbelikan, telah dikenai biaya
pajak selain harga pokoknya. Perlu diingat, Faktur Pajak harus dibuat oleh PKP untuk setiap
penyerahan BKP dan/atau JKP, ekspor BKP tidak berwujud, dan ekspor JKP.
Ada beberapa Faktur Pajak yang harus di buat :
1. Saat penyerahan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak
2. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelumnya
penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan penyerahan /atau sebelum penyerahan Jasa Kena
Pajak (JKP).
3. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagai tahap perkerjaan.
4. Saat Pengusaha Kena Pajak (JKP) rekanan penyampaikan Tagihan kepada bendahara
pemerintah sebagai pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

JENIS JENIS FAKTUR PAJAK


1 Faktur Pajak Keluaran adalah faktur pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak
saat melakukan penjualan terhadap barang kena pajak, jasa kena pajak, dan atau barang
kena pajak yang tergolong dalam barang mewah.
2 Faktur Pajak Masukan adalah faktur pajak yang didapatkan oleh PKP ketika
melakukan pembelian terhadap barang kena pajak atau jasa kena pajak dari PKP lainnya
3 Faktur Pajak Pengganti adalah penggantian atas faktur pajak yang telah terbit
sebelumnya dikarenakan ada kesalahan pengisian, kecuali kesalahan pengisian NPWP.
Sehingga, harus dilakukan pembetulan agar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya
4 Faktur Pajak Gabungan adalah faktur pajak yang dibuat oleh PKP yang meliputi
seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli barang kena pajak atau jasa kena
pajak yang sama selama satu bulan kalender
5 Faktur Pajak Digunggung adalah faktur pajak yang tidak diisi dengan identitas
pembeli, nama, dan tandatangan penjual yang hanya boleh dibuat oleh PKP Pedagang
Eceran
6 Faktur Pajak Cacat adalah faktur pajak yang tidak diisi secara lengkap, jelas, benar,
dan/atau tidak ditandatangani termasuk juga kesalahan dalam pengisian kode dan nomor
seri. Faktur pajak cacat dapat dibetulkan dengan membuat faktur pjak pengganti
7 Faktur Pajak Batal adalah faktur pajak yang dibatalkan dikarenakan adanya pembatalan
transaksi. Pembatalan faktur pajak juga harus dilakukan ketika ada kesalahan pengisian
NPWP dalam faktur pajak.

FUNGI FAKTUR PAJAK

Peran penting Faktur Pajak sangat berguna bagi PKP. Dengan adanya faktur pajak maka
PKP memiliki bukti bahwa PKP telah melakukan penyetoran, pemungutan hingga pelaporan
SPT Masa PPN sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Jika tejadi kesalahan dalam mengisi faktur pajak, PKP dapat melakukan pembetulan
faktur pajak tersebut. Jika tidak dilakukan pembetulan sama sekali, maka hal ini akan merugikan
PKP yakni pada saat auditor memeriksa pajak PKP.

PETUNJUK PENGISIAN FAKTUR PAJAK


a) Tahap I

1 Masukkan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang telah didapat dari DJP.
2 Masukkan nama, alamat, dan NPWP Perusahaan yang menyerahkan Barang/Jasa
Kena Pajak pada kolom Pengusaha Kena Pajak
3 Masukkan nama, alamat, dan NPWP Perusahaan yang membeli atau menerima
Barang/Jasa Kena Pajak pada kolom Pembeli Barang Kena Pajak/Penerima Jasa
Kena Pajak

b) Tahap II
1 Masukkan nomor urut sesuai dengan urutan jumlah barang atau jasa kena pajak
yang diserahkan (1, 2, 3,...)
2 Masukkan nama barang/jasa kena pajak yang diserahkan
3 Masukkan nominal harga pada kolom Harga Jual/Penggantian/Uang
Muka/Termin (jika nominal bukan dalam satuan rupiah, maka Anda harus
memiliki Faktur Pajak khusus untuk nominal selain rupiah, yakni Faktur Pajak
Valas)

c) Tahap III

1 Total keseluruhan harga ditulis pada kolom Harga Jual/Penggantian/Uang


Muka/Termin
2 Total nilai potongan harga Barang atau Jasa Kena Pajak ditulis (jika ada
potongan) ditulis pada kolom Dikurangi Potongan Harga
3 Jika Anda sudah menerima uang muka seusai penyerahan Barang atau Jasa Kena
Pajak, maka nominal uang tersebut dapat ditulis pada kolom Nilai Uang Muka
yang telah diterima.
4 Jumlah Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin dikurangi dengan Potongan
Harga dan Uang muka yang telah diterima, kemudian ditulis pada kolom Dasar
Pengenaan Pajak
5 Jumlah PPN yang terutang sebesar 10% dari Dasar Pengenaan Pajak ditulis pada
kolom PPN = 10% x Dasar Pengenaan Pajak
6 Pada kolom Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), hanya diisi apabila
terjadi penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah. Dapat diisi
dengan cara, besar tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah dikalikan dengan
Dasar Pengenaan Pajak

H. DASAR PENGENAAN PAJAK

Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah jumlah harga jual atau penggantian atau nilai impor atau
nilai ekspor atau nilai lain yang ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan yang dipakai
sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
Dasar Pengenaan Pajak adalah dasar yang dipakai untuk menghitung pajak yang terutang yaitu:
1 Harga Jual (DPP untuk BKP) adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang
diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak,
tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut UU PPN dan PPnBM
dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
2 Penggantian (DPP untuk penyerahan (JKP) adalah nilia berupa uang termasuk semua
biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa
Kena Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut UU dan potongan harga yang
dicantumkan dalam Faktur Pajak.
3 Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan bea masuk
ditambah pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan Pabean untuk impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai yang dipungut menurut UU PPN dan PPnBM. Nilai Impor yang
menjadi dasar DPP adalah harga patokan impor atau Cost Insurance and Freight (CIF)
sebagai dasar perhitungan bea masuk ditambah dengan semua biaya dan pungutan lain
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan Pabean.
4 Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau yang
seharusnya diminta oleh eksportir.
5 Nilai lain sebagai DPP adalah nilai yang diterapkan oleh keputusan Menteri Keuangan ,
yang digunakan sebagai dasar perhitungan pajak yang terutang, seperti pemakaian sendiri
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.

I. SAAT TERUTANG PPN


Menurut Pasal 11 UU No. 42 Tahun 2009, terutangnya Pajak (PPN) terjadi pada saat :
1 Penyerahan Barang Kena Pajak
Terutangnya PPN atas penyerahan BKP dapat terjadi sebagai berikut :
a) Pada saat dilakukan penyerahan Barang Kena Pajak
PPN terutang pada saat barang diserahkan oleh penjualan kepada pembeli, meskipun
pembayaran atas penyerahan barang tersebut belum diterima atau belum sepenuhnya
diterima, sehingga saat pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak atas
Penjualan Barang Mewah menganut prinsi akrual
2 Impor Barang Kena Pajak
Terutangnya impor BKP adalah saat impor BKP dilakukan, yaitu saat pemberitahuan
impor Barang ditandatangani, sehingga saat pemungutan PPN dan PPn BM dilakukan
oleh Direktorat Bea dab Cukai sesuai saat Pemberitahuan Impor Barang ditandatangani.
3 Penyerahan Jasa Kena Pajak
Terutangnya PPN atas JKP adalah saat penyerahan JKP dilakukan, meskipun
pembayaran atas penyerahan tersebut belum diterima atau belum sepenuhnya diterima,
sehingga saat pemungutan PPN dan PPn BM menganut prinsip akrual.
4 Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean Terutang PPN
atas BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabeandi dalam Daerah Pabean adalah pada
saat BKP tidak berwujud tersebut dimanfaatkan oleh PKP, yaitu pada saat terjadinya
penyerahan BKP tidak berwujud tersebut.
5 Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean
Terutangnya PPN atas JKP dari luar Daerah Pabean didalam Daerah Pabean adalah pada
saat pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean, yaitu pada saat terjadinya penyerahan
JKP dari luar Daerah Pabean.
6 Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan
Ekspor Jasa Kena Pajak. Terutangnya PPN pada ekspor adalah pada saat ekspor
dilakukan, yaitu pada saat dokumen pemberitahuan ekspor barang ditandatangani.

TARIF PPN
Menurut Pasal 7 UU No. 42 Tahun 2009, tarif Pajak Pertambahan Nilai yaitu;
1) Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10 % (sepuluh persen)

2) Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas :

a) Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud

b) Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud

c) Ekspor Jasa Kena Pajak

3) Tarif Pajak Pertambahan Nilai tersebut dapat diubah menjadi paling rendah 5% (lima
persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen) yang perubaha tarifnya diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

J. CARA MENGHITUNG JUMLAH PAJAK TERUTANG


PPN yang terutang dihitung dengan cara mengalikan Tarif Pajak dengan Dasar
Pengenaan Pajak (DPP).
Contoh :
1 PKP “A” menjual tunai Barang Kena Pajak dengan Harga Jual Rp 25.000.000,00
Pajak Pertambahan Nilai yang terutang
= 10% x Rp25.000.000,00
= Rp2.500.000,00
PPN sebesar Rp2.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang
dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak “A”.
2 PKP “B” melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dengan memperoleh
Penggantian sebesar Rp20.000.000,00
PPN yang terutang yang dipungut oleh PKP “B”
= 10% x Rp20.000.000,00
= Rp 2.000.000,00
PPN sebesar Rp2.000.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang
dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak “B”.
3 Seseorang mengimpor Barang Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dengan
Nilai Impor sebesar Rp15.000.000,00. PPN yang dipungut melalui Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai
= 10% x Rp15.000.000,00
= Rp 1.500.000,00
PPN sebesar Rp 1.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang
dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Contoh Soal:
Perusahaan PT. Fuji Bijak Prestasi adalah sebagai perusahaan kena pajak melakukan penjualan
tunai produk nya kepada Perusahaan PT. Enkei Manufacturing yang juga perusahaan kena pajak
dengan harga jual sebesar Rp. 50.000.000,- maka PPN yang terutang adalah :

Tarif pajak X Harga jual = Pajak terutang

10% X Rp. 50.000.000 = Rp. 5.000.000

maka PPN sebesar Rp. 5.000.000 tersebut merupakan pajak keluaran yang dipungut oleh
Perusahaan PT. Fuji Bijak Prestasi dan merupakan pajak masukan oleh PT. Enkei
Manufacturing.

K. SPT MASA PPN

SPT Masa PPN merupakan sebuah form yang digunakan oleh Wajib Pajak Badan untuk
melaporkan penghitungan jumlah pajak baik untuk melapor Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
maupun Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) yang terhutang.

Fungsi dari SPT Masa PPN selain untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak, namun
juga dapat digunakan untuk melaporkan harta dan kewajiban serta penyetoran pajak dari
pemotong atau pemungut

Kewajiban melapor SPT Masa PPN

SPT Masa PPN harus dilapor setiap bulannya, walaupun tidak ada perubahan neraca, atau nilai
Rupiah pada masa pajak terkait nihil (0). Jatuh tempo pelaporan adalah pada hari terakhir
(tanggal 30 atau 31) bulan berikutnya setelah akhir masa pajak yang bersangkutan.

Kecuali di bawah kondisi tertentu seperti yang dijelaskan pada Peraturan Menteri Keuangan
PER-80/PMK.03/2010, maka tanggal jatuh tempo bukanlah pada akhir bulan berikut setelah
akhir masa pajak yang bersangkutan. Gagal melaporkan akan berakibat denda sebesar Rp
500.000,00 (UU KUP Pasal 7 ayat 1).

Anda mungkin juga menyukai