APPENDISITIS AKUT
Oleh
dr. Rika Fitria
Pembimbing
dr. Winda Nurhamda
DPJP
dr. Nanang, Sp. B
Penulis
PORTOFOLIO
1. Subjektif
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 22 September
2018 jam 15.05 WITA di IGD RSI Siti Hajar Mataram.
Autoanamnesis
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah secara tiba-
tiba sejak 1 hari yang lalu yang dirasakan memberat beberapa jam
sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan
memberat apabila perut ditekan atau saat pasien bergerak. Awalnya
nyeri dirasakan di ulu hati yang disertai mual, muntah sebanyak 5 kali,
BAB cair sebanyak 1 kali, demam dan nafsu makan menurun. BAK
tidak ada keluhan. Pasien tidak ada menderita penyakit kronis, alergi
obat dan makanan disangkal. Pasien tidak ada menderita penyakit
kronis, penyakit jantung disangkal, gangguan darah disangkal, alergi
obat dan makanan disangkal.
c. Lifestyle
Pasien makan 3 kali sehari secara teratur, minum air putih cukup,
namun kurang mengkonsumsi sayuran. Aktivitas sehari-hari dirasakan
tidak terlalu berat. Olahraga dan aktivitas fisik jarang. Kondisi ekonomi
cukup. Pasien tidak merokok dan tidak mengonsumsi alkohol. Tidak
ada hewan peliharaan di rumah.
2. Objektif
Kepala : normocephal
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak cowong
Hidung : simetris, krepitasi (-), sekret (-)
Telinga : sekret (-)
Mulut : lesi (-), membran mukosa kemerahan, bibir kering (+), lidah
kotor (-)
Tenggorok : dinding faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 hiperemis (-)
Leher : limfonodi tidak teraba, JVP 5 - 2 cmH2O
Thorax:
Inspeksi: Dinding thoraks kanan dan kiri simetris, deformitas dinding
thoraks (-), deviasi tulang belakang (-), retraksi dinding dada (-),
ketinggalan gerak (-), lesi kulit (-), dinding dada lebih tinggi dibanding
dinding abdomen, iktus kordis tidak terlihat
Palpasi: nyeri (-), masa (-), krepitasi (-), pergerakan dinding dada
simetris, fremitus taktil simetris
Perkusi: Anterior: batas paru hepar di SIC V, batas jantung kesan dbn
Auskultasi: SDV +/+, BJ I-II reg, ST (-), Rh -/-, Wh -/-
Abdomen
Inspeksi : tampak sedikit distensi, bekas luka operasi (-)
Auskultasi : Bising usus (-) menurun , aorta abdominalis (+)
Perkusi : Timpani pada 13 titik
Palpasi : nyeri pada titik mc. Burney’s (+), nyeri lepas
tekan/blumberg sign (+), psoas sign (+), hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas: akral hangat (+),nadi kuat, edema (-) pada seluruh
ekstremitas, WPK <2 detik
Tatalaksana
Non Medikamentosa
Bed rest dan pasien dipuasakan.
Medikamentosa
IVFD RL 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr
Inj. Metronidazole 3 x 50 mg
Inj. Ranitidin 3 x 50 mg
Inj. Ketorolac 3 x 30 mg
Operatif
Dilakukan operasi appendectomy
6. Prognosis
Dubia et bonam dengan pengobatan yang cepat dan tepat.
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
LAPORAN KASUS
2.3 Anamnesis
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah secara tiba-tiba sejak
1 hari yang lalu yang dirasakan memberat beberapa jam sebelum masuk
rumah sakit. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan memberat apabila
perut ditekan atau saat pasien bergerak. Awalnya nyeri dirasakan di ulu hati
yang disertai mual, muntah sebanyak 5 kali, BAB cair sebanyak 1 kali,
demam dan nafsu makan menurun. BAK tidak ada keluhan. Pasien tidak ada
menderita penyakit kronis, alergi obat dan makanan disangkal. Pasien tidak
ada menderita penyakit kronis, penyakit jantung disangkal, gangguan darah
disangkal, alergi obat dan makanan disangkal. Riwayat kencing berpasir/batu
disangkal.
2
c. Lifestyle
Pasien makan 3 kali sehari secara teratur, minum air putih cukup, namun
kurang mengkonsumsi sayuran. Aktivitas sehari-hari dirasakan tidak terlalu
berat. Olahraga dan aktivitas fisik jarang. Kondisi ekonomi cukup. Pasien
tidak merokok dan tidak mengonsumsi alkohol. Tidak ada hewan peliharaan
di rumah.
c. Tanda-Tanda Vital
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Frekuensi Nadi : 100 x/menit, reguler, teraba kuat angkat,
Frekuensi Napas : 20 x/menit, teratur
Suhu tubuh : 37,5 C
VAS score : 4-5
d. Abdomen
Inspeksi : tampak sedikit distensi, bekas luka operasi (-)
Auskultasi : Bising usus (-) menurun, aorta abdominalis (+)
Perkusi : Timpani pada 13 titik
Palpasi : nyeri pada titik mc. Burney’s (+), nyeri lepas
tekan/blumberg sign (+), psoas sign (+), hepar dan lien tidak teraba
e. Kepala – Leher
Bentuk kepala normocephal, conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
mata cowong (-), hidung tidak tampak kelainan, lidah kotor (-), faring
hiperemis (-), limfonodi tidak teraba, JVP 5 - 2 cmH2O
f. Thorax
Cor : Ictus cordis terlihat, ictus cordis teraba, batas jantung tidak melebar
suara jantung S1-S2 reguler, bising (-), gallop (-)
3
Pulmo : Penggunaan otot bantu napas (-), fremitus taktil tidak meningkat,
simetris, perkusi sonor pada seluruh lapang, suara napas vesikuler (+/+),
wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
g. Ekstremitas
Akral hangat, nadi kuat, edema (-) pada seluruh ekstremitas, WPK <2 detik.
h. Rectal Touche
Nyeri tekan di anterior arah jam 9 & 12 (-).
4
PDW 10.7 15.5 – 17.1 [fL] (-)
P-LRC 19.7 13.0 – 43.0 [%] dbn
LED 58 (P 0 – 15) (L 0 – 10) mm/jam (+)
Kimia Darah dan Elektrolit
GDS 90 <170 mg/dl dbn
5
Tak tampak massa dalam rongga intra abdomen
Kesan: Appendisitis akut
2.6 Diagnosis
Appendisitis akut
2.7 Diagnosis Banding
Batu ureter kanan
Salpingitis
2.8 Manajemen
a. Promotif :
Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit ini dapat terjadi karena
adanya sumbatan lumen usus yang disebabkan oleh beberapa faktor
(fecalith dan infeksi adalah faktor yang paling sering ditemukan)
Menjelaskan komplikasi penyakit ini apabila tidak dilakukan pengobatan,
yaitu timbulnya perforasi yang menyebabkan infeksi dapat meluas ke
seluruh dinding abdomen.
b. Preventif :
Primer : sering makan makan makanan berserat sehingga dapat defekasi
yang teratur, menjaga kebersihan dan rutin berolah raga.
c. Kuratif :
Non Medikamentosa
Bed rest dan pasien dipuasakan
Medikamentosa
IVFD RL 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr
Inj. Metronidazole 3 x 500 mg
Inj. Ranitidin 3 x 50 mg
Inj. Ketorolac 3 x 30 mg
d. Operatif
Dilakukan operasi appendectomy.
6
CONTOH PENULISAN BLANKO RESEP
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Apendiks merupakan derivat bagian dari midgut yang terdapat di antara Ileum
dan Kolon asendens. Caecum terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan apendiks
terlihat pada minggu ke-8 kehamilan sebagai suatu tonjolan pada Caecum. Awalnya
apendiks berada pada apeks Caecum, tetapi kemudian berotasi dan terletak lebih
medial dekat dengan Plica ileocaecalis. Dalam proses perkembangannya, usus
mengalami rotasi. Caecum berakhir pada kuadran kanan bawah perut. Apendiks
selalu berhubungan dengan Taenia caecalis. Oleh karena itu, lokasi akhir Apendiks
ditentukan oleh lokasi Caecum.1,2,3
8
Gambar 2. Potongan transversa apendiks5
Panjang apendiks pada orang dewasa bervariasi antara 2-22 cm, dengan rata-
rata panjang 6-9 cm. Meskipun dasar apendiksberhubungan dengan Taenia caecalis
pada dasar Caecum, ujung apendiks memiliki variasi lokasi seperti yang terlihat pada
gambar di bawah ini. Variasi lokasi ini yang akan mempengaruhi lokasi nyeri perut
yang terjadi apabila apendiks mengalami peradangan.1,2
9
Awalnya, apendiks dianggap tidak memiliki fungsi. Namun akhir-akhir ini,
apendiks dikatakan sebagai organ imunologi yang secara aktif mensekresikan
Imunoglobulin terutama Imunoglobulin A (IgA). Walaupun apendiks merupakan
komponen integral dari sistem Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT), fungsinya
tidak penting dan apendiktomi tidak akan menjadi suatu predisposisi sepsis atau
penyakit imunodefisiensi lainnya.2
INSIDENSI
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur. Namun jarang pada anak
kurang dari satu tahun. Rasio pria : wanita = 1,2-1,3 : 1. 2
10
kasus apendisitis gangrenosa tanpa perforasi, dan 90% pada kasus apendisitisakut
gangrenosa dengan perforasi.1,2,6,7)
Obstruksi lumen akibat adanya sumbatan pada bagian proksimal dan sekresi
normal mukosa apendiks segera menyebabkan distensi. Kapasitas lumen pada
apendiks normal adalah 0,1 mL. Sekresi sekitar 0,5 mL pada distal sumbatan
meningkatkan tekanan intraluminal sekitar 60cmH2O. Distensi merangsang akhiran
serabut saraf aferen nyeri viseral yang mengakibatkan nyeri yang samar-samar, nyeri
difus pada perut tengah atau di bawah epigastrium. 2
Distensi berlanjut tidak hanya dari sekresi mukosa, tetapi juga dari
pertumbuhan bakteri yang cepat di apendiks. Sejalan dengan peningkatan tekanan
organ melebihi tekanan vena, aliran kapiler dan vena terhambat menyebabkan
kongesti vaskular. Akan tetapi aliran arteriol tidak terhambat. Distensi biasanya
menimbulkan refleks mual, muntah, dan nyeri yang lebih nyata. Proses inflamasi
segera melibatkan serosa apendiks dan peritoneum parietal pada regio ini,
mengakibatkan perpindahan nyeri yang khas ke abdomen kanan bawah. 2,6,7
Mukosa gastrointestinal termasuk apendiks, sangat rentan terhadap
kekurangan suplai darah. Dengan bertambahnya distensi yang melampaui tekanan
arteriol, daerah dengan suplai darah yang paling sedikit akan mengalami kerusakan
paling parah. Dengan adanya distensi, invasi bakteri, gangguan vaskuler, infark
11
jaringan, terjadi perforasi biasanya pada salah satu daerah infark di batas
antemesenterik. 1,2,6,7
Di awal proses peradangan apendiks, pasien akan mengalami gejala gangguan
gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu makan, perubahan kebiasaan BAB,
dan kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting pada diagnosis apendisitis
khususnya pada anak-anak.6
Distensi apendiks menyebabkan perangsangan serabut saraf viseral yang
dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilikalis. Nyeri awal ini bersifat nyeri
tumpul di dermatom Th 10. Distensi yang semakin bertambah menyebabkan mual
dan muntah dalam beberapa jam setelah timbul nyeri perut. Jika mual muntah timbul
mendahului nyeri perut, dapat dipikirkan diagnosis lain.6
Apendiks yang mengalami obstruksi merupakan tempat yang baik bagi
perkembangbiakan bakteri. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi
gangguan aliran limfatik sehingga terjadi edema yang lebih hebat. Hal-hal tersebut
semakin meningkatan tekanan intraluminal apendiks. Peningkatan tekanan ini
menyebabkan gangguan aliran sistem vaskularisasi apendiks yang menyebabkan
iskemia jaringan intraluminal apendiks, infark, dan gangren. Setelah itu, bakteri
melakukan invasi ke dinding apendiks; diikuti demam, takikardia, dan leukositosis
akibat pelepasan mediator inflamasi karena iskemia jaringan. Ketika eksudat
inflamasi yang berasal dari dinding apendiks berhubungan dengan peritoneum
parietale, serabut saraf somatik akan teraktivasi dan nyeri akan dirasakan lokal pada
lokasi apendiks, khususnya di titik Mc Burney’s. Jarang terjadi nyeri somatik pada
kuadran kanan bawah tanpa didahului nyeri viseral sebelumnya. Pada apendiks yang
berlokasi di retrocaecal atau di pelvis, nyeri somatik biasanya tertunda karena eksudat
inflamasi tidak mengenai peritoneum parietale sebelum terjadi perforasi apendiks dan
penyebaran infeksi. Nyeri pada apendiks yang berlokasi di retrocaecal dapat timbul di
punggung atau pinggang.
Apendiks yang berlokasi di pelvis, yang terletak dekat ureter atau pembuluh
darah testis dapat menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau
12
keduanya. Inflamasi ureter atau vesika urinaria akibat penyebaran infeksi apendiks
dapat menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti terjadi retensi urin.
Perforasi apendiksakan menyebabkan terjadinya abses lokal atau peritonitis
difus. Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah perforasi dan
kemampuan tubuh pasien berespon terhadap perforasi tersebut. Tanda perforasi
apendiks mencakup peningkatan suhu melebihi 38.5oc, leukositosis >14.000, dan
gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik. Pasien dapat tidak bergejala sebelum terjadi
perforasi, dan gejala dapat menetap hingga > 48 jam tanpa perforasi. Peritonitis difus
lebih sering dijumpai pada bayi karena bayi tidak memiliki jaringan lemak omentum,
sehingga tidak ada jaringan yang melokalisir penyebaran infeksi akibat perforasi.
Perforasi yang terjadi pada anak yang lebih tua atau remaja, lebih memungkinkan
untuk terjadi abscess. Abscess tersebut dapat diketahui dari adanya massa pada
palpasi abdomen pada saat pemeriksaan fisik.6
Konstipasi jarang dijumpai. Tenesmus ad ani sering dijumpai. Diare sering
dijumpai pada anak-anak, yang terjadi dalam jangka waktu yang pendek, akibat iritasi
Ileum terminalis atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan adanya abscess
pelvis.6
b. Bakteriologi
Flora pada apendiks yang meradang berbeda dengan flora apendiks normal.
Sekitar 60% cairan aspirasi yang didapatkan dari apendisitis didapatkan bakteri jenis
anaerob, dibandingkan yang didapatkan dari 25% cairan aspirasi apendiks yang
normal. Diduga lumen merupakan sumber organisme yang menginvasi mukosa ketika
pertahanan mukosa terganggu oleh peningkatan tekanan lumen dan iskemik dinding
lumen. Flora normal kolon memainkan peranan penting pada perubahan apendisitis
akut ke apendisitis gangrenosa dan apendisitis perforata.1,2,7
Apendisitis merupakan infeksi polimikroba, dengan beberapa kasus
didapatkan lebih dari 14 jenis bakteri yang berbeda dikultur pada pasien yang
mengalami perforasi. 2Flora normal pada apendiks sama dengan bakteri pada kolon
normal. Flora pada apendiks akan tetap konstan seumur hidup kecuali Porphyomonas
gingivalis. Bakteri ini hanya terlihat pada orang dewasa.
13
Bakteri yang umumnya terdapat di apendiks, apendisitis akut dan apendisitis
perforasi adalah Eschericia coli dan Bacteriodes fragilis. Namun berbagai variasi dan
bakteri fakultatif dan anaerob dan Mycobacteria dapat ditemukan.1,2,7
14
kondisi tertentu pada pencernaan. Apendisitis, penyakit Divertikel, karsinoma
kolorektal lebih sering pada orang dengan diet seperti di atas dan lebih jarang diantara
orang yang memakan makanan dengan kandungan serta lebih tinggi. Burkitt
mengemukakan bahwa diet rendah serat berperan pada perubahan motilitas, flora
normal, dan keadaan lumen yang mempunyai kecenderungan untuk timbul fecalith.
KLASIFIKASI
Klasifikasi apendisitis menurut klinikopatologis:
Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah keadaan akut abdomen yang memerlukan
pembedahan segera untuk mencegah komplikasi yang lebih buruk jika telah terjadi
perforasi, maka komplikasi dapat terjadi seperti peritonitis umum, terjadinya abses,
dan komplikasi pasca operasi seperti fistula dan infeksi luka operasi (Jaffe & Berger,
2005).
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak
disertai rangsangan peritoneum lokal. Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-
samar dan tumpul yang merupakan nyeri visceral di daerah epigastrium di sekitar
umbilicus. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik
McBurney (Burkit et al, 1992). Di sini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas
letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri
epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita seperti memerlukan obat
pencahar.Bila dilakukan penekanan kemudian dilepaskan pada titik McBurney maka
pasien apendisitis akut akan merasa sangat nyeri. Penekanan juga dapat dilakukan di
abdomen kiri bawah, dikatakan apendisitis bila merasa nyeri pada abdomen kanan
bawah.
Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya nafsu
makan menurun. Klasifikasi apendisitis akut:
1) Apendisitis akut simple: peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa.
Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilicus, mual, muntah,
15
anoreksia, malaise, dan demam ringan. Apendisitis hiperemia dan tidak ada
eksudat serosa.
2) Apendisitis supuratif: Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti,
nyeri tekan tekan, nyeri lepas di titik MC Burney, defans muskuler, dan nyeri
pada gerak aktif dan pasif
3) Apendisitis akut gangrenosa: didapatkan tanda-tanda supuratif, apendiks
mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding apendiks berwarna ungu,
hijau keabuan atau merah kehitaman.
Apendisitis infiltrat
Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat
dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga
membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya
Apendisitis abses
Apendisitis abses terjadi bila massa local yang terbentuk berisi
nanah.Biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal, subcaecal,
dan pelvic.
Apendisitis perforasi
Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah gangren yang
menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis
umum. Pada dinding appendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan
nekrotik.
Apendisitis kronik
Apendisitis kronik adalah nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu atau
terjadi secara menahun. Apendisitis kroniksangat jarang terjadi. Prevalensi hanya
1-5%.
Diagnosis apendisitis kronik sulit ditegakkan. Terdapat riwayat nyeri perut
kanan bawah yang biasa terjadi secara berulang (Pieter, 2005). Pemeriksaan fisik
hampir sama dengan apendisitis akut. Walaupun ada beberapa kriteria yg berbeda.
Pada pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi terkadang
menggambarkan hasil yang normal. Setelah dilakukan apendektomi, gejala akan
menghilang pada 82-93% pasien.
Patologi anatomi digunakkan untuk menegakkan apendisitis kronik karena
diagnosis sebelum operasi sangat sulit ditetapkan. Ciri apendisitis kronikadalah
16
fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen
apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan infiltrasi sel
inflamasi kronik
GEJALA KLINIS
Gejala umumnya timbul kurang dari 36 jam, dimulai dengan nyeri perut yang
didahului anoreksia.12,13 Gejala utama apendisitisakutadalahnyeri perut. Awalnya,
nyeri dirasakan difus terpusat di epigastrium, lalu menetap, kadang disertai kram
yang hilang timbul. Durasi nyeri berkisar antara 1-12 jam, dengan rata-rata 4-6 jam.
Nyeri yang menetap ini umumnya terlokalisasi di abdomen kuadran kanan bawah.
Variasi dari lokasi anatomi apendiks berpengaruh terhadap lokasi nyeri, sebagai
contoh; apendiks yang panjang dengan inflamasi di abdomen kuadran kiri bawah
menyebabkan nyeri di daerah tersebut, apendiks di daerah pelvis menyebabkan nyeri
suprapubis, retroileal apendiks dapat menyebabkan nyeri testikular.8
Umumnya, pasien mengalami demam saat terjadi inflamasi apendiks,
biasanya suhu naik hingga 38oC. Pada keadaan perforasi, suhu tubuh meningkat
hingga> 39oC. Anoreksia hampir selalu menyertai apendisitis. Pada 75% pasien
dijumpaimuntah yang umumnya hanya terjadi satu atau dua kali saja. Muntah
disebabkan oleh stimulasi saraf dan ileus. Umumnya, urutan munculnya gejala
apendisitis adalah anoreksia, diikuti nyeri perut dan muntah. Bila muntah mendahului
2,8
nyeri perut, maka diagnosis apendisitis diragukan. Muntah yang timbul sebelum
nyeri abdomen mengarah pada diagnosis gastroenteritis.
Sebagian besar pasien mengalami obstipasi pada awal nyeri perut dan banyak
pasien yang merasa nyeri berkurang setelah buang air besar. Diare timbul pada
2,3,8
beberapa pasien terutama anak-anak. Diare dapat timbul setelah terjadinya
perforasi apendiks.12,13
17
Mual 90
Muntah 75
Nyeri berpindah 50
Gejala sisa klasik (nyeri periumbilikal kemudian anorexia/ mual/
muntah kemudian nyeri berpindah ke abdomen kuadran kanan 50
bawah kemudian demam yang tidak terlalu tinggi)
*-- Onset gejala khas terdapat dalam 24 - 36 jam
Skor Alvarado
Semua penderita dengan suspek apendisitis akut dibuat skor Alvarado dan
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu; skor <6 dan skor >6. Selanjutnya
ditentukan apakah akan dilakukan apendiktomi. Setelah apendiktomi, dilakukan
pemeriksaan PA terhadap jaringan apendiks dan hasil PA diklasifikasikan menjadi 2
kelompok yaitu inflamasi akut dan noninflamasi akut.11)
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka
tindakan bedah sebaiknya dilakukan.2
18
Gejala apendisitis yang terjadi pada anak dapat bervariasi, mulai dari yang
menunjukkan kesan sakit ringan hingga anak yang tampak lesu, dehidrasi, nyeri lokal
pada perut kanan bawah, bayi yang tampak sepsis.Pasien dengan peritonitis difus
biasanya bernafas mengorok.Pada beberapa kasus yang meragukan, pasien dapat
diobservasi dulu selama 6 jam.Pada penderita apendisitis biasanya menunjukkan
peningkatan nyeri dan tanda inflamasi yang khas.12,13
Pada pemeriksaan fisik, perubahan suara bising usus berhubungan dengan
tingkat inflamasi pada apendiks. Hampir semua pasien merasa nyeri pada nyeri lokal
di titik Mc Burney’s. Tetapi pasien dengan apendiks retrocaecal menunjukkan gejala
lokal yang minimal. Adanya psoas sign, obturator sign, dan Rovsing’s sign bersifat
konfirmasi dibanding diagnostik. Pemeriksaan rectal toucher juga bersifat konfirmasi
dibanding diagnostik, khususnya pada pasien dengan pelvis abscess karena ruptur
apendiks.12
Diagnosis apendisitis sulit dilakukan pada pasien yang terlalu muda atau
terlalu tua. Pada kedua kelompok tersebut, diagnosis biasanya sering terlambat
sehingga apendisitis sudah mengalami perforasi. Pada awal perjalanan penyakit pada
bayi, hanya dijumpai gejala letargi, iritabilitas, dan anoreksia. Selanjutnya, muncul
gejala muntah, demam, dan nyeri.13
Anak-anak dengan apendisitis biasanya lebih tenang jika berbaring dengan
gerakan yang minimal. Anak yang menggeliat dan berteriak-teriak, pada akhirnya
jarang didiagnosis sebagai apendisitis, kecuali pada anak dengan apendisitis letak
retrocaecal. Pada apendisitis letak retrocaecal, terjadi perangsangan ureter sehingga
nyeri yang timbul menyerupai nyeri pada kolik renal.6
Penderita apendisitis umumnya lebih menyukai sikap jongkok pada paha
kanan, karena pada sikap itu Caecum tertekansehingga isi Caecum berkurang. Hal
tersebut akan mengurangi tekanan ke arah Appendix sehingga nyeri perut berkurang.
6
19
Gambar 1. Posisi yang dilakukan untuk mengurangi nyeri perut10
20
Gambar 2. Pemeriksaan Rovsing’s sign
Psoas sign
Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan kanan pemeriksa memegang lutut
pasien dan tangan kiri menstabilkan panggulnya. Kemudian tungkai kanan pasien
digerakkan dalam arah anteroposterior. Nyeri pada manuver ini menggambarkan
kekakuan musculus psoas kanan akibat refleks atau iritasi langsung yang berasal
dari peradangan apendiks. Manuver ini tidak bermanfaat bila telah terjadi rigiditas
abdomen.
Ada 2 cara memeriksa:
Aktif: pasien telentang, tungkai kanan lurus di tahan pemeriksa, pasien
memfleksikan articulatio coxae kanan maka akan terasa nyeri perut kanan bawah.
21
Pasif: pasien miring ke kiri, paha kanan di hiperekstensikan pemeriksa akan
terasa nyeri perut kanan bawah.
Obturator sign
Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak kaki
kanan pasien sedangkan tangan kiri di sendi lututnya.Kemudian pemeriksa
memposisikan sendi lutut pasien dalam posisi fleksi dan articulatio coxae dalam
posisi endorotasi kemudian eksorotasi.Tes ini positif jika pasien merasa nyeri di
hipogastrium saat eksorotasi.Nyeri pada manuver ini menunjukkan adanya
perforasi apendiks, abses lokal, iritasi M. Obturatorius oleh apendisitis letak
retrocaecal, atau adanya hernia obturatoria.
22
Gambar 6. Dasar anatomis terjadinya Obturator sign
Baldwin’s test
Manuver ini dikatakan positif bila pasien merasakan nyeri di flank saat tungkai
kanannya ditekuk.
Defans muskular
Defans muskular bersifat lokal sesuai letak apendiks.
Nyeri pada daerah cavum Douglasi
Nyeri pada daerah cavum Douglasi terjadi bila sudah ada abses di cavum
Douglasi atau apendisitis letak pelvis.
Nyeri pada pemeriksaan rectal toucher pada saat penekanan di sisi lateral
Dunphy’s sign (nyeri ketika batuk)
23
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium2,3,6,7
Leukositosis ringan berkisar antara 10.000-18.000/ mm 3, biasanya didapatkan
pada keadaan akut, apendisitis tanpa komplikasi dan sering disertai predominan PMN
sedang. Jika hitung jenis sel darah putih normal tidak ditemukan shift to the left
pergeseran ke kiri, diagnosis apendisitis akut harus dipertimbangkan. Jarang hitung jenis
sel darah putih lebih dari 18.000/ mm3 pada apendisitis tanpa komplikasi. Hitung jenis sel
darah putih di atas jumlah tersebut meningkatkan kemungkinan terjadinya perforasi
apendiks dengan atau tanpa abses.
CRP (C-Reactive Protein) adalah suatu reaktan fase akut yang disintesis oleh hati
sebagai respon terhadap infeksi bakteri. Jumlah dalam serum mulai meningkat antara 6-
12 jam inflamasi jaringan.
Kombinasi 3 tes yaitu adanya peningkatan CRP ≥ 8 mcg/mL, hitung leukosit ≥
11000, dan persentase neutrofil ≥ 75% memiliki sensitivitas 86%, dan spesifisitas 90%.
Pemeriksaan urin bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis infeksi dari saluran
kemih. Walaupun dapat ditemukan beberapa leukosit atau eritrosit dari iritasi uretra atau
vesika urinaria seperti yang diakibatkan oleh inflamasi apendiks, pada apendisitis akut
dalam sample urinkateter tidak akan ditemukan bakteriuria.
Ultrasonografi1,2,6,7
USG cukup bermanfaat dalam menegakkan diagnosis apendisitis. Apendiks
diidentifikasi/ dikenal sebagai suatu akhiran yang kabur, bagian usus yang nonperistaltik
yang berasal dari caecum. Dengan penekanan yang maksimal, apendiks diukur dalam
diameter anterior-posterior. Penilaian dikatakan positif bila tanpa kompresi ukuran
anterior-posterior apendiks 6 mm atau lebih. Ditemukannya appendicolith akan
mendukung diagnosis.
Gambaran USG dari apendiks normal, yang dengan tekanan ringan merupakan
struktur akhiran tubuler yang kabur berukuran 5 mm atau kurang, akan menyingkirkan
diagnosis apendisitis. Penilaian dikatakan negatif bila apendiks tidak terlihat dan tidak
24
tampak adanya cairan atau massa pericaecal. Sewaktu diagnosis apendisitis akuttersingkir
dengan USG, pengamatan singkat dari organ lain dalam rongga abdomen harus dilakukan
untuk mencari diagnosis lain. Pada wanita-wanita usia reproduktif, organ-organ panggul
harus dilihat baik dengan pemeriksaan transabdominal maupun endovagina agar dapat
menyingkirkan penyakit ginekologi yang mungkin menyebabkan nyeri akut abdomen.
Diagnosis apendisitis akut dengan USG telah dilaporkan sensitifitasnya sebesar 78%-
96% dan spesifitasnya sebesar 85%-98%. USG sama efektifnya pada anak-anak dan
wanita hamil, walaupun penerapannya terbatas pada kehamilan lanjut.
USG memiliki batasan-batasan tertentu dan hasilnya tergantung pada pemakai.
Penilaian positif palsu dapat terjadi dengan ditemukannya periappendicitis dari
peradangan sekitarnya, dilatasituba fallopi, benda asing (inspissated stool) yang dapat
menyerupai appendicolith, dan pasien obesitas apendiks mungkin tidak tertekan karena
proses inflamasi apendiks yang akut melainkan karena terlalu banyak lemak. USG negatif
palsu dapat terjadi bila apendisitis terbatas hanya pada ujung apendiks, letak retrocaecal,
apendiks dinilai membesar dan dikelirukan oleh usus kecil, atau bila apendiks mengalami
perforasi oleh karena tekanan.
25
yang tidak spesifik. Adanya fecalith jarang terlihat pada foto polos, tapi bila ditemukan
sangat mendukung diagnosis. Foto thorax kadang disarankan untuk menyingkirkan
adanya nyeri alih dari proses pneumoni lobus kanan bawah.
Teknik radiografi tambahan meliputi CT scan, barium enema, dan radioisotop
leukosit. Meskipun CT scan telah dilaporkan sama atau lebih akurat daripada USG, tapi
jauh lebih mahal. Karena alasan biaya dan efek radiasinya, CT scan diperiksa terutama
saat dicurigai adanya abses apendiks untuk melakukan percutaneousdrainage secara
tepat.
Diagnosis berdasarkan pemeriksaan barium enema (Apppendicogram) tergantung
pada penemuan yang tidak spesifik akibat dari masa ekstrinsik pada Caecum dan
apendiks yang kosong dan dihubungkan dengan ketepatan yang berkisar antara 50-48 %.
Pemeriksaan radiografi dari pasien suspek apendisitis harus dipersiapkan untuk pasien
yang diagnosisnya diragukan dan tidak boleh ditunda atau diganti, memerlukan operasi
segera saat ada indikasi klinis.
26
Tabel 4. Perbandingan USG dan CT Scan Appendix pada Appendicitis1
DIAGNOSIS
Riwayat klasik Appendicitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang
nyeri di region iliaka kanan dan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa
atau abscess apendikuler. Penegakan diagnosis didukung dengan pemeriksaan fisik
maupun penunjang. Kadang keadaan ini sulit dibedakan dengan karsinoma Caecum,
penyakit Crohn, amuboma dan Lymphoma maligna intra abdomen. Perlu juga
disingkirkan kemungkinan aktinomikosis intestinal, enteritis tuberkulosa, dan
kelainan ginekolog seperti Kehamilan Ektopik Terganggu (KET), Adnexitis dan Kista
Ovarium terpuntir . Kunci diagnosis biasanya terletak pada anamnesis yang khas.18
Tumor Caecum, biasanya terjadi pada orang tua dengan tanda keadaan umum
jelek, anemia dan turunnya berat badan. Hal ini perlu dipastikan dengan colon in loop
dan benzidin test. Pada anak-anak tumor Caecum yang sering adalah sarcoma dari
kelenjar mesenterium. Pada Appendicitis tuberkulosa, klinisnya antara lain keluhan
nyeri yang tidak begitu hebat disebelah kanan perut, dengan atau tanpa muntah dan
waktu serangan dapat timbul panas badan, leukositosis sedang, biasanya terdapat
27
nyeri tekan dan rigiditas pada kuadran lateral bawah kanan, kadang-kadang teraba
massa.17
Massa Appendix dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan:
1. keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi;
2. pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas
terdapat tanda-tanda peritonitis;
3. laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat
pergeseran ke kiri.
Massa Appendix dengan proses radang yang telah mereda dengan ditandai
dengan:
1. keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak
tinggi lagi;
2. pemeriksaan lokal abdomen tenang, tidak terdapat tanda-tanda peritonitis dan
hanya teraba massa dengan batas jelas dengan nyeri tekan ringan
3. laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.1
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pasien apendisitis yaitu 1,2,3,6,7
1. Pemasangan infus dan pemberian kristaloid untuk pasien dengan gejala klinis
dehidrasi atau septikemia.
2. Puasakan pasien, jangan berikan apapun per oral
3. Pemberian obat-obatan analgetika harus dengan konsultasi ahli bedah.
4. Pemberian antibiotika i.v. pada pasien yang menjalani laparotomi.
5. Pertimbangkan kemungkinan kehamilan ektopik pada wanita usia subur dan
didapatkan beta-hCG positif secara kualitatif.
Bila dilakukan pembedahan, terapi pada pembedahan meliputi; antibiotika
profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai pada kasus akut, digunakan
single dose dipilih antibiotika yang bisa melawan bakteri anaerob.
Jika penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli bedah akan mengoperasi
untuk membuang apendiks yang mungkin gangren, dari dalam massa perlekatan
28
ringan yang longgar dan sangat berbahaya, dan karena massa ini telah menjadi lebih
terfiksasi, sehingga membuat operasi berbahaya maka harus menunggu pembentukan
abses yang dapat mudah didrainase.7
Massa apendiks terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi
ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus. Pada massa
periappendikular yang pendindingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran
pus keseluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta
generalisata. Pada anak, dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien
dewasa dengan massa periappendikular yang terpancang dengan pendindingan
sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil diawasi suhu
tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa
periapendikular hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan apendiktomi
elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan
dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses apendiks.
Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan
teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit. 7
Tatalaksana apendikular infiltrat pada anak-anak sampai sekarang masih
kontroversial. Dari hasil penelitian kasus terapi apendikular infiltrat pada anak-anak,
kebanyakan adalah konservatif yaitu dengan observasi ketat dan antibiotik, dengan
cairan intravena, dan pemasangan NGT bila diperlukan. Konservatif berlangsung
selama ± 6 hari di rumah sakit, lalu direncanakan untuk dilakukan apendiktomi elektif
setelah 4-6 minggu kemudian untuk mencegah kemungkinan risiko rekurensi dan
perforasi yang lebih luas. Dari hasil penelitian komplikasi setelah operasi dengan
penanganan konservatif terlebih dahulu lebih sedikit bila dibandingkan dengan terapi
pembedahan segera seperti cedera pada ileum (Ileal injury), abses intrabdominal,
infeksi karena luka saat operasi. Sehingga terapi non-operatif pada appendicular
infiltrat yang diikuti dengan apendiktomi elektif merupakan metode yang aman dan
efektif. Terapi tersebut sama dengan pada orang dewasa yaitu dengan konservatif
terlebih dahulu yang diikuti dengan apendiktomi elektif. Hal ini dikarenakan untuk
29
mencegah komplikasi post operasi dan risiko dari prosedur pembedahan yang besar
(extensive).20
Pada anak-anak, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang
menjadi abses, dianjurkan untuk operasi secepatnya. Pada penderita dewasa,
apendiktomidirencanakan pada apendikular infiltrat tanpa pus yang telah
ditenangkan. Sebelumnya pasien diberikan antibiotik kombinasi yang aktif terhadap
kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu
kemudian dilakukan apendiktomi.20
Akhir-akhir ini terdapat manajemen terapi yang terbaru yaitu dengan PLD
(Primary Laparoscopic Drainage) yang dapat diikuti dengan LA (Laparoscopic
Appendectomy). PLD ini rata-rata memakan waktu operasi sekitar 80-100 menit,
makanan oral dapat diberikan 2-3 hari setelah PLD, penurunan panas badan pasien
menjadi afebril pada 4-7 hari setelah PLD, antibiotik intravena dapat dilepas 4-5 hari
setelahnya, perawatan di rumah sakit antara 7-15 hari. PLD ini tidak terbukti terdapat
komplikasi selama intra maupun post operasi, sedangkan bila dilanjutkan dengan LA,
komplikasi yang dapat terjadi adalah adhesi obstruksi usus.20
Bila sudah terjadi abses, dianjurkan untuk drainase saja dan apendiktomi
dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak ditemukan keluhan atau
gejala apapun, dan pemeriksaan fisik dan laboratorium tidak menunjukkan tanda
radang atau abses, dapat dipertimbangkan membatalkan tindakan bedah.20
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari apendisitisakut pada dasarnya adalah diagnosis dari
akut abdomen. Hal ini karena manifestasi klinik yang tidak spesifik untuk suatu
penyakit tetapi spesifik untuk suatu gangguan fisiologi atau gangguan fungsi. Jadi
pada dasarnya gambaran klinis yang identik dapat diperoleh dari berbagai proses akut
di dalam atau di sekitar kavum peritoneum yang mengakibatkan perubahan yang
sama seperti apendisitisakut. 2,6)
Ada beberapa keadaan yang merupakan kontraindikasi operasi, namun pada
umumnya proses-proses penyakit yang diagnosisnya sering dikacaukan oleh
30
apendisitis sebagian besar juga merupakan masalah pembedahan atau tidak akan
menjadi lebih buruk dengan pembedahan. 2,6)
Diagnosis banding apendisitis tergantung dari 3 faktor utama: lokasi anatomi
dari inflamasi apendiks, tingkatan dari proses dari yang sederhana sampai yang
perforasi, serta usia dan jenis kelamin pasien. 2,6)
1. Adenitis Mesenterika Akut
Diagnosis penyakit ini seringkali dikacaukan oleh apendisitispada anak-anak.
Hampir selalu ditemukan infeksi saluran pernafasan atas, tetapi sekarang ini telah
menurun. Nyeri biasanya kurang atau bisa lebih difus dan rasa sakit tidak dapat
ditentukan lokasinya secara tepat seperti pada apendisitis. Observasi selama
beberapa jam bila ada kemungkinan diagnosis Adenitis mesenterica, karena
Adenitis mesenterica adalah penyakit yang self limited. Namun jika meragukan,
satu-satunya jalan adalah operasi segera.
2. Gastroenteritis akut
Penyakit ini sangat umum pada anak-anak tapi biasanya mudah dibedakan
dengan apendisitis. Gastroentritis karena virus merupakan salah satu infeksi akut
self limited dari berbagai macam sebab, yang ditandai dengan adanya diare, mual,
dan muntah. Nyeri hiperperistaltik abdomen mendahului terjadinya diare. Hasil
pemeriksaan laboratorium biasanya normal.
3. Penyakit urogenital pada laki-laki.
Penyakit urogenital pada laki-laki harus dipertimbangkan sebagai diagnosis
banding apendisitis, termasuk diantaranya torsio testis, epididimitis akut, karena
nyeri epigastrik dapat muncul sebagai gejala lokal pada awal penyakit ini,
Vesikulitis seminalis dapat juga menyerupai apendisitis namun dapat dibedakan
dengan adanya pembesaran dan nyeri vesikula seminalis pada waktu pemeriksaan
rectal toucher.
4. Diverticulitis Meckel
Penyakit ini menimbulkan gambaran klinis yang sangat mirip apendisitisakut.
Perbedaan preoperatif hanyalah secara teoritis dan tidak penting karena
31
diverticulitis meckel dihubungkan dengan komplikasi yang sama seperti
apendisitis dan memerlukan terapi yang sama yaitu operasi segera.
5. Intususepsi
Sangat penting untuk membedakanintususepsi dari apendisitis karena
terapinya sangat berbeda. Umur pasien sangat penting, apendisitis sangat jarang
dibawah umur 2 tahun, sedangkan intususepsi idiopatik hampir semuanya terjadi
di bawah umur 2 tahun. Pasien biasanya mengeluarkan tinja yang berdarah dan
berlendir. Massa berbentuk sosis dapat teraba di abdomen kanan bawah. Terapi
yang dipilih pada intususepsi bila tidak ada tanda-tanda peritonitis adalah barium
enema, sedangkan terapi pemberian barium enema pada pasien apendisitis acuta
sangat berbahaya.
6. Chron’s enteritis
Manifestasi enteritis regional berupa demam, nyeri abdomen kanan bawah,
perih, dan leukositosis sering dikelirukan sebagai apendisitis. Selain itu, terdapat
diare dan anorexia. Mual dan muntah yang jarang, dapat mengarahkan diagnosis
kepada enteritis namun tidak menyingkirkan diagnosis apendisitis.
7. Perforasi ulkus peptikum
Gejala perforasi ulkus peptikum menyerupai apendisitis jika cairan
gastroduodenal mengalir ke bawah di daerah caecal. Jika perforasi secara spontan
8. Infeksi saluran kencing
Pielonefritis akut, terutama yang terletak di sisi kanan dapat menyerupai
apendisitis letak retroileal. Rasa dingin, nyeri costovertebrae kanan, dan terutama
pemeriksaan urin biasanya cukup untuk membedakan keduanya.
9. Batu uretra
Bila calculus tersangkut dekat apendiks dapat dikelirukan dengan apendisitis
retrocaecal. Nyeri alih ke daerah labia, scrotum atau penis, hematuria, dan atau
tanpa demam atau leukositosis mendukung adanya batu. Pielografi dapat
memperkuat diagnosis.
32
10. Peritonitis Primer
Peritonitis primer jarang menyerupaiapendisitis akutsimpleks namun dapat
ditemukan gambaran yang sangat mirip dengan peritonitis difus sekunder yang
disebabkan oleh ruptur apendiks. Diagnosis ditegakkan dengan aspirasi
peritoneal. Bila ditemukan bakteri coccus pada pewarnaan Gram, peritonitis
tersebut adalah peritonitis primer dan terapinya adalah obat–obatan. Bila
ditemukan bermacam–macam bakteri,peritonitis tersebut adalah peritonitis
sekunder.
11. Yersiniosis
Infeksi Yersinia menyebabkan berbagai macam gejala klinik, termasuk
adenitis mesenterica, ileitis, colitis dan apendisitis. Umumnya infeksinya ringan
dan self limited, namun pada beberapa dapat terjadi sepsis sistemik yang
umumnnya sangat fatal bila tidak diobati. Kecurigaan pada diagnosis preoperatif
tidak boleh menunda operasi, karena secara klinis apendisitis yang disebabkan
oleh Yersinia tidak dapat dibedakan dengan apendisitis oleh sebab lainnya. Sekitar
5% dari kasus apendisitisakut disebabkan oleh infeksi Yersinia.
12. Kelainan–kelainan ginekologi
Umumnya kesalahan diagnosis apendisitisakut tertinggi pada wanita dewasa
muda disebabkan olehkelainan–kelainan ginekologi. Angka rata-rata apendiktomi
yang dilakukan pada apendiks normal yang pernah dilaporkan adalah 32%–45%
pada wanita usia 15–45 tahun. Penyakit–penyakit organ reproduksi pada wanita
sering dikelirukan sebagai apendisitis, dengan urutan yang tersering adalah PID,
ruptur folikel de Graaf, kista atau tumor ovarium, endometriosis dan ruptur
kehamilan ektopik. Laparoskopi mempunyai peranan penting dalam menentukan
diagnosis.
Pelvic Inflammatory Disease (PID)
Infeksi ini biasanya bilateral tapi bila yang terkena adalah tuba sebelah kanan
dapat menyerupai apendisitis. Mual dan muntah hampir selalu terjadi pada pasien
apendisitis. Pada pasien PID hanya sekitar separuhnya.
33
Ruptur Folikel de Graaf
Ovulasi sering mengakibatkan keluarnya darah dan cairan folikuler serta nyeri
yang ringan pada abdomen bagian bawah. Bila cairan sangat banyak dan berasal
dari ovarium kanan, dapat dikelirukan dengan apendisitis. Nyeri dan nyeri tekan
agak difus. Leukositosis dan demam minimal atau tidak ada.
KOMPLIKASI
Apendikular infiltrat
Adalah infiltrat/massa yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari
apendiks yang meradang yang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus atau
usus besar.Umumnya massa apendiks terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan
mulai apabila tidak terjadi peritonitis umum. Massa apendiks lebih sering
dijumpai pada pasien berumur lima tahun atau lebih karena daya tahan tubuh
telah berkembang dengan baik dan omentum telah cukup panjang dan tebal untuk
membungkus proses radang.16
Appendisitis infiltrat didahului oleh keluhan apendisitis akut yang kemudian
disertai adanya massa periapendikular. Gejala klasik apendisitis akut biasanya
bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus yang berhubungan
dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri beralih kekuadran kanan, yang akan
menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia,
malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi
tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual dan muntah. Pada permulaan timbulnya
penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam
nyeri abdomen kanan bawah akan semakin progresif.17
Etiologi dan patofisiologi Appendicular infiltrat diawali oleh adanya
Appendicitisacuta. Dimulai dari acute focal Appendicitis acute suppurative
Appendicitis gangrenous Appendicitis (tahap pertama dari Appendicitis yang
mengalami komplikasi) dapat terjadi 3 kemungkinan:
o Perforated Appendicitis, terjadi penyebaran kontaminasi didalam
ruang atau rongga peritoneum akan menimbulkan peritonitis generalisata.
34
o Terjadi Appendicular infiltrat jika pertahanan tubuh baik (massa lama
kelamaan akan mengecil dan menghilang)
o Apendisitis kronis, merupakan serangan ulang Appendicitis yang telah
sembuh.
35
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis.Bila infeksi
tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis
umum.Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus
meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok,
gangguan sirkulasi, dan oligouria.Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin
hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis.
PROGNOSIS2
Mortalitas dari apendisitis di USA menurun terus dari 9,9% per 100.000 pada
tahun 1939 sampai 0,2% per 100.000 pada tahun 1986. Faktor- faktor yang
menyebabkan penurunan secara signifikan insidensi Appendicitis adalah sarana
diagnosis dan terapi, antibiotika, cairan i.v., yang semakin baik, ketersediaan darah
dan plasma, serta meningkatnya persentase pasien yang mendapat terapi tepat
sebelum terjadi perforasi.
PENCEGAHAN
36
waktu yang sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi
pada pemasukan makanan dan keteraturan pola aktivitas peristaltik di kolon.
Frekuensi defekasi yang jarang akan mempengaruhi konsistensi feces
yang lebih padat sehingga terjadi konstipasi. Konstipasi menaikkan tekanan
intracaecal sehingga terjadi sumbatan fungsional appendiks dan meningkatnya
pertumbuhan flora normal kolon. Pengerasan feces memungkinkan adanya bagian
yang terselip masuk ke saluran appendiks dan menjadi media kuman/bakteri
berkembang biak sebagai infeksi yang menimbulkan peradangan pada appendiks.
BAB IV
PEMBAHASAN
37
Pada pasien ini ditegakkan diagnosis apendisitis karena didapatkan dari
anamnesa: nyeri perut pada ulu hati yang beralih ke perut kanan bawah dan kemudian
menetap. Sakit/nyeri ini disebabkan terangsangnya serat nyeri visceral aferen yang
terdapat pada apendik yang masuk ke medulla spinalis setinggi vertebra thorakal X.
Karena yang terangsang serat nyeri visceral, maka karakteristik nyerinya adalah
tumpul dan tak dapat dilokalisasi dengan baik oleh pasien. Jika tekanan intralumen
terus meningkat, hal ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi vena, edema
bertambah, dan bakteri akan menembus dinding apendiks. Peradangan yang timbul
pun semakin meluas dan mengenai peritoneum setempat, sehingga menimbulkan
nyeri di daerah perut kanan bawah. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas
letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Nyeri tersebut semakin
bertambah dengan adanya pergerakan (berjalan, perubahan posisi dari berbaring ke
duduk). Gejala nyeri abdomen ini disertai demam, mual, dan BAB cair.
Nyeri pada abdomen kanan bawah pada pasien ini dapat juga disebabkan oleh
adanya batu ureter kanan, peradangan kolon, dan perforasi ulkus duodenum yang
mana hal ini telah disingkirkan dengan tidak adanya riwayat kencing keluar
batu/berpasir, nyeri timbul tiba-tiba, BAK normal.
Pada pasien ini jarang makan sayuran atau buah-buahan sehingga kebiasaan
tersebut dapat menyebabkan konstipasi. Adanya konstipasi menyebabkan obstruksi
fecalith pada appendix. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa penyebab
obstruksi yang terbanyak adalah fecalith.
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi :
distensi (+) yang menunjukkan adanya obstruksi dari gastrointestinal tract
scar (-) yang menyingkirkan adanya adhesive akibat tindakan operasi
Auskultasi:
bising usus menurun yang menunjukkan adanya obstruksi dari gastrointestinal tract
38
Palpasi :
Nyeri tekan di titik Mc. Burney’s (+), nyeri lepas (+) pada regio iliaka dextra di titik
Mc Burney, psoas sign (+). Semua hal ini merupakan tanda apendisitis.
Rectal Toucher: Nyeri tekan di anterior arah jam 9 & 12 tidak dilakukan karena tidak
menunjukkan tanda klinis yang spesifik.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan :
Leukosit : 12.330/uL merupakan suatu tanda proses infeksi yang terjadi.
Feature Points
Migration of pain from central area to RLQ 1
Anorexia or Acetonuria 1
Nausea with vomiting 1
Tenderness in RLQ 2
Rebound tenderness 1
Elevated temperature ≥ 37,3°C 1
Leukocytosis (>10.000/mm3) 2
Shifted WBC count (>75% neutrophils) -
Total possible points 9
39
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat, R dan de Jong, Wim. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
3. Hackam, David. 2008. Appendicitis. Retrieved May22, 2010, from Knol – A Unit
of Knowledge : http://knol.google.com/k/dr-david-
hackam/appendicitis/RNKGbbtd/Z1o0Yg
4. Craig, Sandy. 2008. Appendicitis, Acute. Retrieved May22, 2010, from eMedicine
: http://emedicine.medscape.com/article/773895-overview
40
6. Bedah Digestif. 2008. Apendicitis akut. Retrieved May22, 2010, from Ilmu Bedah
UGM: http://bedahugm.net/Bedah-Digesti/Apendicitis-akut.html
7. Hardin, Mike. 1999. Acute Appendicitis Review and Update. Retrieved May22,
2009, from American Academy of Family Physicians.:
http://www.aafp.org/afp/991101ap/2027.htm
9. Craig, Sandy. 2008. Appendicitis, Acut- Follow-up. Retrieved May22, 2010, from
eMedicine : http://emedicine.medscape.com/article/773895-followup
41