Anda di halaman 1dari 28

Refrat

KESEIMBANGAN ASAM BASA

Oleh:

dr. Yussya Aulia Malik

Pembimbing:

dr. Liliriawati Ananta Kahar, Sp.An,KIC

Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS)


Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
2018
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FK. UNAND / RSUP.DR.M.DJAMIL PADANG

LEMBARAN PENGESAHAN

Nama : dr.Yussya Aulia Malik

Semester : VI (enam) PPDS OBGYN

Telah menyelesaikan presentasi Kasus ICU

Judul :Keseimbangan Asam - Basa

Padang, 20 Desember 2018

Mengetahui / menyetujui Peserta PPDS

Pembimbing

dr.Liliriawati Ananta Kahar ,SpAn,KIC dr. Yussya Aulia Malik

Mengetahui

KPS PPDS OBGIN

FK UNAND RS. Dr. M. DJAMIL PADANG

dr. H. Syahredi S.A, SpOG(K)


DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .. Error! Bookmark not defined.


HALAMAN PENGESAHAN ............................... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR ISI............................................................................................................ 3
DAFTAR TABEL ....................................................................................................4
BAB 1 ...................................................................................................................... 5
PENDAHULUAN ...................................................................................................5
BAB 2 ...................................................................................................................... 7
FISIOLOGI KESEIMBANGAN ASAM BASA ..................................................... 7
2.1. Terminologi Asam Basa ................................................................................ 7
2.2. Konsentrasi Ion Hidrogen dan pH .................................................................8
2.3. Pengaturan Keseimbangan Asam Basa ......................................................... 9
2.4. Keseimbangan Asam Basa Menurut Henderson-Hasselbalch .................... 11
2.5. Keseimbangan Asam Basa Menurut Pendekatan Stewart........................... 12
BAB 3 .................................................................................................................... 16
GANGGUAN KESEIMBANGAN ASAM BASA ............................................... 16
3.1. Asidosis respiratorik ................................................................................ 16
3.2. Alkalosis respiratorik .............................................................................. 18
3.3. Asidosis Metabolik.................................................................................. 18
3.4. Alkalosis Metabolik ................................................................................ 19
3.5. Diagnosa Gangguan Asam Basa ............................................................. 20
3.6. Contoh Kasus Pemeriksaan Analisa Gas Darah ...................................... 23
BAB IV .................................................................................................................. 27
KESIMPULAN ...................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 28
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Penyebab Asidosis Respiratorik 12

Tabel 3.2. Penyebab Alkalosis Respiratorik 13

Tabel 3.3. Penyebab Asidosis Metabolik 14

Tabel 3.4. Penyebab Alkalosis Metabolik 15

Tabel 3.5. Respon Kompensasi Normal Pada Gangguan Asam Basa 16

Tabel 3.6. Klasifikasi Gangguan Asam Basa Menurut Fencl 18


BAB 1

PENDAHULUAN

Pemeriksaan analisa gas darah perlu dilakukan pada pasien dengan kondisi tertentu.
Tindakan yang dilakukan selama anestesi seperti perubahan ventilasi, perfusi dan pemberian
cairan elektrolit dapat menyebabkan perubahan keseimbangan asam basa. Pemahaman yang baik
dari gangguan asam basa, efek fisiologis, dan penangan secara tepat merupakan hal penting dalam
manajemen anestesi. Keseimbangan asam basa bergantung dari konsentrasi ion hidrogen (H+)
dengan nilai normal sebesar 40 nmol/L di dalam arteri. Konsentrasi ion H+ sangat rendah di dalam
cairan tubuh sehingga digunakan pH untuk menilai konsentrasi nya. pH merupakan logaritme
negatif dari ion H+.1

Fungsi sel akan bekerja secara optimal pada nilai ion H+ sebesar 10-7 atau pada pH 7.4.
Perubahan pH ekstraselular dari nilai 7.4 berhubungan dengan penyakit akut dan kritis. Sebagai
contoh, perubahan pH 7.0 sampai dengan 7.7 menyebabkan lima kali lipat perubahan konsentrasi
ion H+ sebesar 100 nMol/L sampai 20 nmol/L. Hampir seluruh reaksi biokimia di dalam tubuh
bergantung dari ion H+. Perubahan konsentrasi dari nilai normal menyebabkan perubahan struktur
dan fungsi protein, aktivitas enzim dan fungsi selular. Pertukaran ion H+ di dalam tubuh mencapai
150 mmol, sebagian besar dalam jalur metabolik terutama hidrolisis ATP. Asam yang dihasilkan
antara lain asam volatil (dari produksi CO2 metabolik) dan non-volatil (dari metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein).2,3

Untuk mempertahankan hemostasis harus terjadi keseimbangan antara produksi dan


jumlah ion H+ yang dikeluarkan dari tubuh. Homeostasis ion H+ dipertahankan dengan repon
fisiologis melalui tiga fase yaitu sistem penyangga kimia, kompensasi respiratorik dan kompensasi
ginjal. Sistem penyangga kimia bekerja cepat dan secara lokal sedangkan kompensasi respiratorik
bekerja lambat, namun keduanya tidak dapat mengatasi perubahan pH secara sempurna.
Kompensasi ginjal merupakan kompensasi utama dalam pengeluran ion H+ karena dapat
mengembalikan pH arteri dalam keadaan mendekati normal, namun bekerja lebih lambat dari
penyangga kimia dan kompensasi respiratorik.3,4
Pemahaman mengenai asam basa saat ini semakin berkembang. Selama ini, sebagian besar
klinisi mengenal persamaan Handerson-Hasselbalch untuk menilai status asam basa. Persamaan
ini berfokus pada korelasi pH dan PCO2 dan konsentrasi ion bikarbonat (HCO3-). Metode
Handelson-Hasselbach memiliki beberapa kelemahan yaitu tidak mengenal buffer lain dalam
plasma selain HCO3-. Akhirnya pada tahun 1981, Peter Stewart berhasil menemukan suatu metode
baru dalam menilai status asam basa tubuh. Metode inilebih akurat serta mampu menjelaskan
secara rinci mekanisme patofisiologi yang terjadi pada gangguan keseimbangan asam basa.1
BAB 2

FISIOLOGI KESEIMBANGAN ASAM BASA

2.1. Terminologi Asam Basa


Berbagai definisi mengenai asam dan basa pernah dikemukakan, menurut Arrhenius asam
merupakan senyawa yang terdiri dari hidrogen dan bereaksi dengan air untuk menghasilkan ion
H+ sedangkan basa adalah komponen yang dapat menghasilkan ion hidroksida dari air. Pendekatan
paling umum dikemukakan oleh Bronsted and Lowry pada tahun 1923. Ion H+ merupakan proton
tunggal bebas yang dilepaskan dari atom hidrogen. Molekul atom hidrogen yang dapat melepaskan
ion H+ ke dalam larutan (donor proton) dikenal sebagai asam, sedangkan yang dapat menerima ion
H+ (akseptor proton) disebut dengan basa. Reaksi asam basa adalah suatu reaksi pelepasan dan
penerimaan ion H+, yaitu:1,4

HA ↔ H+ + A-

Menurut Bronsted dan Lowry, asam dan basa terbagi lagi berdasarkan kemampuan
melepaskan ion H+, antara lain:5

a. Asam kuat merupakan substansi memberikan ion H+ secara irreversibel dan berdisosiasi
sempurna di dalam larutan
b. Asam lemah merupakan substansi yang memberikan ion H+ secara reversibel dan
berdisosiasi sebagian ke dalam larutan
c. Basa kuat merupakan substansi yang berikatan kuat dengan ion H+ secara irreversibel
d. Basa lemah merupakan substansi yang berikatan secara reversibel dengan ion H+

Larutan dengan pH dibawah 7 disebut asam karena memiliki konsentrasi ion H+ lebih
banyak dibandingkan dengan konsentrasi ion hidroksida (OH-). Nilai pH normal berkisar antara
7.35 – 7.45 pada dewasa, apabila pH < 7.34 disebut sebagai asidemia, sedangkan pH > 7.45 disebut
dengan alkalemia. Pada kondisi asidosis maupun alkalosis, tubuh akan melakukan proses
kompensasi untuk mengembalikan pH arteri ke nilai normal. Salah satu caranya dengan larutan
penyangga yang dapat mengikat ion H+ bila terjadi peningkatan pH dan melepaskan ion H+ bila
terjadi penurunan pH. Keseimbangan asam basa terjadi saat konsentrasi ion H+ yang diproduksi
setara dengan konsentrasi ion H+ yang dikeluarkan oleh sel.5
2.2. Konsentrasi Ion Hidrogen dan pH
Jumlah ion H+ di dalam cairan tubuh dinyatakan dalam bentuk pH yang merupakan
logaritme negatif dari konsentrasi ion H+. pH berhubungan dengan konsentrasi aktual dari ion H+
dengan formula pH = - log [H+]. Dari persamaan ini dapat dilihat bahwa pH berbanding terbalik
dengan konsentrasi ion H+, maka itu pH yang rendah menggambarkan konsentrasi ion H+ yang
tinggi sedangkan pH yang tinggi menggambarkan konsentrasi ion H+ yang rendah.1,4

Gambar 2.1. Grafik Hubungan antara Ph dan [H+]

Konsentrasi normal ion H+ dalam arteri adalah 40 mEq/L atau 40 x 10-9 mol/L, maka nilai
normal pH arteri yaitu - log (40 x 10-9) = 7.40. Dalam darah vena dan cairan interstitial nilai normal
pH berkisar 7.35 disebabkan adanya ekstra karbon dioksida (CO2) yang dilepaskan dari jaringan
dan membentuk H2CO3.1,4 Setiap penurunan pH dibawah 0.01, nilai ion H+ akan meningkat
sebanyak 1.25 nEg/l, sedangkan pada kondisi pH diatas 7.4 setiap peningkatan nilai pH sebesar
0.01 ion H+ akan menurun sebanyak 0,8 nEq/l. Perubahan konsentrasi ion H+ akan mengubah
derajat ionisasi protein sehingga terjadi denaturisasi protein, yang menyebabkan protein tersebut
tidak dapat berfungsi lagi. Sebagian besar enzim berfungsi optimal pada konsentrasi ion H+ yang
rendah (pH 7.35-7.45), kecuali pepsin yang bekerja optimal pada konsentrasi ion H+ yang lebih
tinggi (pH 1.5-3).1,5
2.3. Pengaturan Keseimbangan Asam Basa
Keseimbangan asam basa adalah keadaan saat konsentrasi ion H+ yang diproduksi setara
dengan konsentrasi ion H+ yang dikeluarkan oleh sel. Respon fisiologis terhadap perubahan
konsentrasi ion H+ dalam tubuh terdiri dari tiga fase antara lain penyangga kimia, kompensasi
respiratorik, dan kompensasi ginjal.1

a. Penyangga Kimia

Penyangga kimia adalah larutan yang mengandung asam lemah dan basa terkonjugasi atau
basa lemah dan asam terkonjugasi. Penyangga kimia akan mengurangi perubahan konsentrasi ion
H+ dengan menerima atau melepaskan ion H+. Sistem penyangga tidak dapat mengeliminasi atau
menambah ion H+ dalam tubuh, tetapi hanya meminimalkan efek yang merugikan sampai
keseimbangan tercapai kembali. Sistem penyangga kimia memiliki keterbatasan yaitu tidak dapat
mencegah perubahan pH di cairan ekstraseluler yang disebabkan peningkatan karbon dioksida.
Dalam tubuh manusia, sistem penyangga kimia utama adalah bikarbonat, fosfat dan protein.1,4

 Sistem penyangga bikarbonat

Bikarbonat merupakan penyangga dalam kompartemen cairan ekstraseluler yang dapat


menurunkan kadar ion H+ bahkan pada saat konsentrasi ion H+ rendah. Secara fisiologis,
sistem penyangga akan bekerja sangat efektif apabila pK penyangga tersebut sama dengan
kadar normal pH. Sistem penyangga bikarbonat bukan penyangga yang kuat karena pKa
nya adalah 6.1 sangat jauh dari pH normal yaitu 7.4. Meskipun demikian, sistem penyangga
bikarbonat sangat penting karena konsentrasi ion bikarbonat (HCO3-) di dalam cairan
ekstraseluler sangat banyak sehingga dapat menurunkan konsentrasi ion H+ dalam jumlah
besar.1,6

 Sistem penyangga hemoglobin

Hemoglobin memiliki nilai pKa 6.8 dan kapasitasnya bervariasi bergantung pada
oksigenasi. Hemoglobin mengandung residu histidine yaitu asam amino basa yang dapat
berikatan secara reversibel dengan ion H+ menghasilkan Hb berproton dan tidak berproton.
Hemoglobin yang tereduksi merupakan asam yang lemah dibandingkan oksihemoglobin.
Sebagai akibatnya, disosiasi dari oksihemoglobin pada kapiler menjadi lebih bersifat basa
(mempunyai afinitas yang tinggi) dan dapat berikatan dengan ion H+ sehingga tidak lagi
menciptakan suasana asam dalam cairan tubuh.1,7

 Sistem penyangga protein

Sistem penyangga protein merupakan sistem penyangga yang kuat di dalam sel karena
konsentrasinya yang tinggi. Diperkirakan sebanyak 75% dari semua penyangga cairan
tubuh yang terjadi secara intraselular, sebagian besar berasal dari protein. Protein
merupakan penyangga yang sangat baik karena pK penyangga protein hampir mendekati
7.4 serta memiliki sifat asam dan basa sehingga dapat memberikan maupun menerima ion
H+.5,8

 Sistem Penyangga Fosfat

Sistem penyangga fosfat penting pada hampir semua kompartemen cairan, terutama pada
tubulus ginjal dimana terdapat banyak kandungan fosfat. Cairan pada tubulus ginjal lebih
bersifat asam dibandingkan cairan ekstraselular sehingga membuat pKa cairan tubulus
mendekati pKa sistem penyangga fosfat yaitu 6.8.8

b. Kompensasi paru

Sistem respirasi merupakan mekanisme pembuangan asam yang paling penting mengingat
produksi harian asam volatil sangat besar dibandingkan dengan asam non volatil. Ventilasi paru
bekerja dengan cara meningkatkan atau menurunkan ventilasi alveolar sehingga konsentrasi
karbondioksida dalam darah dan jaringan dapat diatur. Sistem respirasi mengatur kadar CO2 yaitu
pCO2 arteri berkisar pada angka 40 mmHg. Kompensasi paru terhadap penurunan PaCO2
berlangsung cepat namun tidak akan mencapai nilai yang tetap sampai kurun waktu 12-24 jam.9

c. Kompensasi Ginjal

Proses kompensasi ginjal dalam mengatur keseimbangan asam basa berlangsung lambat
(dalam hitungan jam) namun terus berlangsung sampai pH kembali pada nilai 7,4. Efeknya dapat
terlihat dalam waktu 12-24 jam dan maksimal dalam waktu lima hari. Meskipun berespon lebih
lambat, ginjal merupakan regulator keseimbangan asam basa yang paling dominan. Ginjal
mempunyai kemampuan mengatur konsentrasi ion H+ cairan ekstrasel dengan cara mengatur
jumlah reabsorbsi HCO3- yang terfiltrasi dari cairan tubulus, membentuk HCO3- yang baru,
mengeliminasi H+ dalam bentuk asam yang dapat dititrasi dan ion amonia. Ion H+, CO2, dan NH3
diekskresi ke dalam lumen tubulus dan disaat yang sama asam karbonat dan Na+ dilepas kembali
ke sirkulasi untuk dapar berfungsi kembali. Tubulus proksimal dapat mereabsorbsi 80-90%
bikarbonat yang terfiltrasi bersamaan dengan Na+.1

Pada umumnya ginjal menetralisir 500 mM asam atau basa setiap harinya. Jika jumlah
yang lebih besar dari ini masuk ke dalam tubuh, ginjal tidak dapat mempertahankan keseimbangan
asam basa dan terjadilah gangguan asam basa. Pada nilai pH 7,40 pun masih ada sedikit asam yang
dikeluarkan setiap menitnya. Hal ini mencerminkan produksi harian asam lebih banyak 50-80 mM
dari pada basa. Jadi pH urin yang asam (sekitar 6,40) adalah akibat adanya kelebihan asam di
dalam urin.9

2.4. Keseimbangan Asam Basa Menurut Henderson-Hasselbalch


Penilaian gangguan terhadap keseimbangan asam basa sejak lama menggunakan formula
Handerson-Hasselbalch. Secara konvensional, keseimbangan asam basa dideskripsikan dengan
menggunakan formula:1
-
pH = 6.1 + log [HCO3 ]
(0.03 x PCO2)

Keterangan:
6.1 adalah nilai pK dari asam karbonat
0.03 adalah koefisien kelarutan dari CO2
Nilai pH adalah variabel dependen dan nilai [HCO3-] serta PCO2 adalah variabel
independen. Dengan persamaan ini, nilai pH dapat dihitung bila [HCO3-] dan PCO2 diketahui.
Peningkatan atau penurunan nilai [HCO3-] menyebabkan terjadi asidosis atau alkalosis metabolik.
Peningkatan atau penurunan nilai PCO2 menyebabkan terjadi asidosis atau alkalosis respiratorik.
pH merupakan logaritma negatif dari konsentrasi ion hidrogen (H+). Nilai pH menentukan asam
basa suatu larutan. Dari persamaan diatas bisa dilihat bahwa nilai pH atau [H+] hanya tergantung
-
pada ion bikarbonat (HCO3 ). Selain itu persamaan Henderson-Hasselbalch hanya
mendeskripsikan reaksi hidrasi CO2 pada kondisi PCO2 40mmHg (normal), sehingga jika PCO2 di
luar normal, persamaan tersebut menjadi tidak relevan. Namun permasalahan utamanya adalah
-
persamaan tersebut tidak dapat menemukan penyangga lain di dalam plasma selain HCO3 .1,3

2.5. Keseimbangan Asam Basa Menurut Pendekatan Stewart


Menurut Peter Stewart, pendekatan keseimbangan asam basa menggunakan persamaan
Henderson-Hasselbalch gagal mempertimbangkan semua faktor yang mempengaruhi konsentrasi
ion H+. Peter Stewart berhasil menemukan metode baru dalam menilai status asam basa tubuh
yang disebut metode kuantitatif. Metode ini lebih akurat serta mampu mejelaskan secara rinci
mekanisme patofisiologi yang terjadi pada gangguan keseimbangan asam basa. Menurut Stewart
konsentrasi ion H+ di dalam suatu larutan biologis dapat ditentukan dengan menetapkan dua
variabel yang saling berinteraksi yaitu:8
1. Variabel Independen
Variabel independen diatur dari luar sistem dan secara langsung mempengaruhi sistem, namun
tidak dipengaruhi oleh sistem. Variabel independen terdiri dari:
a. pCO2 (Tekanan parsial CO2)
CO2 merupakan sisa metabolisme yang dapat melewati membran sel dengan mudah,
kemudian ke interstitial dan menembus membran kapiler masuk ke dalam darah.
Manipulasi PCO2 dengan menyesuaikan ventilasi alveolar menyebabkan perubahan cepat
[H+] dalam larutan karena terjadi disosiasi reversibel asam karbonat. Nilai pCO2 dalam
arteri dan cairan tubuh diatur oleh faktor eksternal yaitu ventilasi dan sirkulasi.5
b. SID (Perbedaan Ion Kuat)
SID adalah jumlah total konsentrasi kation kuat dalam larutan dikurangi jumlah total
konsentrasi anion kuat dalam larutan. Rumus unuk menghitung SID adalah:
(Na+ + K+ + Ca2+ + Mg2+) – (Cl- + laktat)
SID dianggap variabel independen sebab ion-ion kuat (Na+, Cl-) yang dipakai untuk
menghitung SID tidak dipengaruhi oleh sistem. Dalam larutan yang mengandung air, ion-
ion tersebut tidak dapat berkombinasi dengan ion lemah membentuk molekul baru,
melainkan berdiri sendiri sebagai bentuk ion bermuatan. Karena sifatnya demikian, maka
ion-ion ini sangat kuat mempengaruhi sistem dimana ion tersebut berada dan regulasinya
diatur oleh mekanisme dari luar sistem yaitu ginjal.9
Dalam plasma, secara normal kation lebih banyak dari anion sehingga perbedaaan
ion kuat bernilai positif 40 – 48 mEq/L, normalnya 42 mEg/L. Apabila perbedaaan ion kuat
meningkat (menjadi lebih positif) disosiasi air berkurang dan konsentrasi ion hidrogen
menurun (pH meningkat). Jika perbedaaan ion kuat menurun (menjadi kurang positif)
maka konsetrasi H+ meningkat (pH menurun). Misalnya peningkatan ion klorida yang
bermuatan negatif akan menyebabkan peningkatan [H+] untuk mempertahankan kenetralan
muatan listrik akibat dari perbedaaan ion kuat yang berkurang (karena Cl-/anion
meningkat).3,5
c. ATOT (Konsentrasi total asam lemah)
ATot menggambarkan jumlah total konsentrasi asam lemah non volatil dalam suatu sistem.
Asam lemah non volatile utama di dalam plasma adalah protein dan fosfat. Albumin
dianggap mewakili unsur protein sebagai ATot dibanding globulin karena tidak
berkontribusi secara berarti terhadap total muatan negatif dari protein plasma. Albumin
dapat mempengaruhi sistem, namun tidak diatur oleh sistem. Fosfat merepresentasikan 5%
jumlah ATot, sehingga kontribusinya kurang bermakna. Kontribusi akan bermakna bila
konsentrasinya meningkat.9

2. Variabel dependen
Variabel dependen dipengaruhi oleh perubahan variabel independen, namun sebaliknya
variabel independen tidak dipengaruhi oleh perubahan variabel dependen. Variabel ini terdiri
dari ion-ion lemah seperti H+, HCO3-, OH-. Variabel ini dipengaruhi oleh variabel independen,
variabel dependen hanya berubah dalam merespons perubahan-perubahan satu atau lebih
variabel independen, sehingga untuk menjelaskan variasi [H+] atau pH hanya dibutuhkan
pertimbangan dari variabel independen.5

Konsep dependen dan independen ini sangat penting, menurut Stewart semua variabel
dependen hanya dapat dihitung jika variabel independen diketahui. Stewart menegaskan bahwa
ada enam persamaan yang diperlukan untuk menemukan H+:5

1. Keseimbangan disosiasi air : Kw = H+ x OH-


2. Persamaan elektronetralitas : SID + H+ = HCO3- + A- + CO32- + OH-
3. Keseimbangan disosisasi asam lemah H+ x A- = KA x HA
4. Hukum kekekalan massa untuk A: ATot = HA + A-
5. Persamaan keseimbangan pembentukan ion bikarbonat H+ x HCO3- = Kc x pCO2
6. Keseimbangan pembentukan ion karbonat: H+ x CO32- = K3 x HCO3-

Handerson-Hasselbalch hanya menggunakan persamaan kelima saja sebagai dasar dan tidak
memperhitungkan persamaan yang lain.5
BAB 3

GANGGUAN KESEIMBANGAN ASAM BASA

Gangguan asam basa terdiri dari asidosis respiratorik atau metabolik (pH kurang dari 7,35)
dan alkalosis respiratorik atau metabolik (pH lebih dari 7,45). Keadaan yang diakibatkan oleh
gangguan ventilasi alveolar disebut sebagai asidosis atau alkalosis respiratorik sedangkan yang
tidak berhubungan dengan ventilasi alveolar disebut asidosis atau alkalosis metabolik. Prinsip
utama asidosis respiratorik maupun metabolik adalah depresi susunan saraf pusat, contohnya pada
keadaan koma akibat asidosis diabetik yang berat atau gangguan ginjal yang mengakibatkan
uremia. Sedangkan prinsip utama dari alkalosis respiratorik atau metabolik adalah peningkatan
eksitasi dari susunan saraf perifer dan pusat. Hal ini mengakibatkan stimulasi berulang yang
menyebabkan kontraksi otot-otot rangka (tetani). Keadaan tetani dari otot-otot pernapasan akan
menyebabkan gangguan dari adekuasi pernapasan.9

3.1. Asidosis respiratorik

Setiap keadaan yang menyebabkan penurunan ventilasi alveolar akan meningkatkan


konsentrasi CO2 dalam plasma yang kemudian menghasilkan asam karbonat dan ion H+.
Penurunan pH ini dapat terjadi dalam darah maupun dalam cairan serebrospinal karena CO2 dapat
melewati sawar darah otak yang bersifat lipid. Respon terhadap penurunan pH ini adalah stimulasi
dari ventilasi melalui badan karotis sedangkan penurunan pH pada cairan serebrospinal akan
merangsang kemoreseptor medular pada ventrikel keempat dari otak. Gas inhalasi anestesi dapat
menurunkan respon badan karotis terhadap asidemia.10

Asidosis respiratorik ini akan dikompensasi dalam waktu 6-12 jam dengan peningkatan
sekresi ion H+ oleh ginjal yang akan meningkatkan konsentrasi ion HCO3-. Setelah beberapa hari
bila pH sudah kembali normal namun konsentrasi karbondioksida masih tinggi maka dapat
disimpulkan bahwa asidosis respiratorik ini terjadi secara kronik. Alkalosis metabolik yang
mengakibatkan asidosis respiratorik biasanya terjadi dalam keadaan hipokloremia atau
hipokalemia. Asidosis respiratorik dengan pH dibawah 7.1 merupakan indikasi dilakukannya
intubasi trakea.10
Tabel 3.1. Penyebab Asidosis Respiratorik1

Hipoventilasi Alveolar Peningkatan Produksi CO2

Depresi sistem saraf pusat Konsumsi kalori yang besar


Drug-induced Hiperthermia maligna
Gangguan tidur Menggigil yang berlebihan
Sindrom Pickwickian (Hipoventilasi Kejang dalam durasi lama
pada obesitas) Krisis tiroid
Iskemik serebra Luka bakar yang ekstensif
Trauma serebral
Gangguan neuromuscular
Miopati
Neuropati
Abnormalitas dinding dada
Flail chest
Kyphoscoliosis
Abnormalitas pleura
Pneumotoraks
Efusi pleura
Obstruksi jalan napas
Jalan napas atas
Benda asing
Tumor
Laringospasme
Gangguan tidur
Hipoventilasi Alveolar

Jalan napas bawah


Asma derajat berat
Penyakit paru obstruktif kronik
Tumor
Penyakit parenkim paru
Edema paru
Kardiogenik
Nonkardiogenik
Emboli pulmonal
Pneumonia
Aspirasi
Penyakit parenkim paru
Malfungsi ventilator
3.2.Alkalosis respiratorik

Alkalosis respiratorik terjadi jika terdapat peningkatan ventilasi alveolar yang


mengeluarkan CO2 untuk menurunkan konsentrasi ion H+. Kedua hal ini menyebabkan penekanan
stimulus dari pernapasan. Transpor aktif ion HCO3- keluar dari cairan serebrospinal dapat
mempertahankan pH cairan serebrospinal pada keadaan normal. Selanjutnya aktivitas
kemoreseptor akan kembali normal dan ventilasi akan meningkat. Mekanisme kompensasi
keadaan ini adalah dengan penurunan reabsorpsi ion HCO3- dari tubulus ginjal. Ekskresi ion HCO3-
berhubungan dengan ion natrium dan kalium. Ion bikarbonat plasma akan turun 2 mEq/L untuk
setiap penurunan PaCO2 sebanyak 10 mmHg pada kadar dibawah 40 mmHg.Terapi dari alkalosis
respiratorik ini adalah dengan mengoreksi penyebab utamanya.1,10

Tabel 3.2. Penyebab Alkalosis Respiratorik1

Stimulasi Stimulasi Perifier Unknown Iatrogenic


sentral mechanism
Nyeri Hipoksemia Sepsis Ventilator-induced
Ansietas Ketinggian Metabolik
Iskemik Penyakit paru-paru Ensefalopati
Stroke Gagal jantung kongestif
Tumor Edema pulmonal
Infeksi Nonkardiogenik
Demam Asma
Drug induced Emboli paru
Infeksi Anemia berat
Demam
Drug-induced
Salisilat
Progesteron
(kehamilan)

3.3.Asidosis Metabolik

Asidosis metabolik terjadi akibat akumulasi dari asam dalam tubuh selain CO2. Adanya
peningkatan CO2 menunjukkan keadaan ini sudah terjadi kronik. Asidosis hiperkloremik (asidosis
dilusi) dapat terjadi jika konsentrasi HCO3- plasma menurun akibat pemberian cairan kristaloid
dalam jumlah besar yang tidak mengandung asam ataupun basa (NaCl 0,9% sebanyak 30
ml/kg/jam). Penyebab asidosis metabolik ini harus mempertimbangkan adanya kenaikan atau nilai
normal dari anion gap. Anion gap adalah selisih antara kation dengan anion dalam plasma. Nilai
normal untuk anion gap ini adalah 7-14 mEq/l. Rumusnya adalah:1,10

Anion gap = [Na+] - ([Cl-] + [HCO3-]

Terapi dari keadaan asidosis metabolik ini adalah mengatasi penyebab dari akumulasi asam dalam
tubuh. Biasanya diberikan penambahan penyangga eksogen secara intravena (natrium bikarbonat).
Natrium bikarbonat sebanyak 1 mEq/kg memproduksi kurang lebih 180 ml karbondioksida dan
penggandaan dari ventilasi alveolar untuk mencegah hiperkarbia.10

Tabel 3.3. Penyebab Asidosis Metabolik1

Peningkatan anion gap Normal anion gap (hiperkloremik)

Peningkatan produksi dari asam Peningkatan ekskresi ion HCO3– dari


nonvolatil endogen sistem gastrointestinal
Gagal ginjal Diare
Ketoasidosis Konsumsi CaCl2, MgCl2
Diabetes Fistula (pankreas, saluran empedu,
Kelaparan atau usus halus)
Asidosis laktat Ureterosigmoidostomi
Mixed Peningkatan ekskresi HCO3– dari ginjal
Koma hiperosmolar nonketotic Renal tubular acidosis (RTA)
Alcoholic Carbonic anhydrase inhibitors
Kelainan metabolisme dari dalam Hipoaldosteronisme
kandungan Dilusi
Konsumsi toxin Memasukkan cairan bebas bikabonat
Salisilat dalam jumlah besar
Metanol Nutrisi parenteral total (garam Cl– dari
Ethylene glycol asam amino)
Rhabdomiolisis

3.4.Alkalosis Metabolik

Alkalosis metabolik terjadi akibat kelebihan ion HCO3- dalam tubuh. Sebagai contoh
adalah konversi sitrat menjadi bikarbonat oleh hepar akibat transfusi darah dalam jumlah besar
yang mengandung antikoagulan sitrat, keadaan hipovolemia atau terapi diuretik yang
menyebabkan penurunan konsentrasi klorida dan kalium dalam tubuh. Perbaikan dari etiologi yang
menyebabkan alkalosis metabolik merupakan terapi terhadap kadaan ini. Pemberian infus kalium
klorida juga dapat membantu sehingga ginjal dapat mengekskresi kelebihan ion bikarbonat. Jika
pH melebihi nilai 7,60 maka terapi dengan asam hidroklorik atau ammonium klorida dapat
menjadi pertimbangan.10

Tabel 3.4. Penyebab Alkalosis Metabolik1

Chloride-sensitive Chloride-resistant Miscellaneous


Gastrointestinal Peningkatan aktivitas Transfusi darah dalam
Muntah mineralokortikoid jumlah besar
Gastric drainage Hiperaldosteronism Cairan koloid yang
Chloride diarrhea primer mengandung asetat
Villous adenoma Edematous disorders Alkaline administration
Ginjal (Hiperaldosteronisme with renal insufficiency
Diuretik sekunder ) Terapi alkali
Paska hiperkapnia Cushing's syndrome Combined antacid and
Konsumsi klorida rendah Licorice ingestion Cation-exchange resin
Keringat Bartter's syndrome therapy
Cystic fibrosis Hipokalemia berat Hiperkalsemia
Milk-alkali syndrome
Metastase tulang
Sodium penicillins
Glucose feeding after
Starvation

3.5.Diagnosa Gangguan Asam Basa

Interpretasi status asam basa dari analisis gas darah membutuhkan pendekatan sistematis.
Langkahnya adalah sebagai berikut:1
1. Memeriksa pH arteri: apakah terdapat asidemia atau alkalemia?
2. Memeriksa PaCO2: apakah perubahan PaCO2 sesuai dengan komponen respiratorik?
3. Jika perubahan PaCO2 tidak menjelaskan perubahan pH arteri, apakah perubahan [HCO3-]
mengindikasikan komponen metabolik?
4. Buatlah diagnosis sementara berdasarkan Tabel 3.5
5. Bandingkan perubahan [HCO3-] dengan perubahan PaCO2. Apakah terdapat kompensasi?
Karena pH arteri berhubungan dengan rasio PaCO2 dan [HCO3-], dimana kompensasi
pulmonal maupun renalis selalu terjadi pada perubahan PaCO2 dan [HCO3-] yang searah.
Perubahan yang berlawanan arah mengindikasikan gangguan asam basa campuran.
6. Jika mekanisme kompensasi yang terjadi lebih atau kurang dari yang diharapkan, maka
terjadi gangguan asam basa campuran.
7. Hitung gap anion plasma pada kasus asidosis metabolik.
8. Ukur konsentrasi klorida urin pada kasus alkalosis metabolik.

Tabel 3.5 Respon kompensasi normal pada gangguan asam basa1

Gangguan asam basa Respons Perubahan yang diharapkan

Asidosis respiratorik
Akut [HCO3–] Peningkatan PaCO2 sebanyak 1 mEq/L/10 mm Hg
Kronik [HCO3–] Peningkatan PaCO2 sebanyak 4 mEq/L/10 mm Hg
Alkalosis respiratorik
Akut [HCO3–] Penurunan PaCO2 sebanyak 2 mEq/L/10 mm Hg
Kronik [HCO3–] Penurunan PaCO2 sebanyak 4 mEq/L/10 mm Hg
Asidosis metabolik PaCO2 1.2 x Penurunan [HCO3–]
Alkalosis metabolik PaCO2 0.7 x Peningkatan [HCO3–]
Dibawah ini adalah bagan untuk mendiagnosis gangguan asam basa yang sederhana:1,9
pH

Meningkat Menurun

PaCO2 PaCO2

Menurun Meningkat Menurun Meningkat

Asidosis Asidosis Alkalosis Alkalosis


Metabolik Respiratorik Respiratorik Metabolik
pH < 7.35

PaCO2 meningkat PaCO2 normal PaCO2 menurun

HCO3 HCO3 HCO3 menurun HCO3 menurun


Meningkat menurun/tetap

Asidosis Asidosis Asidosis metabolik Asidosis


Respiratorik respiratorik & & asidosis respiratorik Metabolik
asidosis metabolik

pH > 7.45
PaCO2 meningkat PaCO2 menurun

HCO3 meningkat HCO3 menurun HCO3 meningkat

Alkalosis metabolik Alkalosis respiratorik Alkalosis respiratorik


& alkosis metabolik

pH 7.35-7.45

PaCO2 meningkat PaCO2 normal PaCO2 menurun

HCO3 meningkat HCO3 normal HCO3 menurun

Asidosis respiratorik Normal Asidosis Alkalosis


& alkalosis metabolik metabolik matabolik
Kronik (ginjal) kronik (paru)

Fencl membuat suatu klasifikasi gangguan asam basa berdasarkan metode Stewart.
Klasifikasi ini menunjukkan bahwa gangguan asam basa metabolik dapat disebabkan oleh dua
kondisi yang abnormal, yaitu SID yang abnormal atau konsentrasi ATot yang abnormal.
Sedangkan gangguan asam basa respiratorik hanya bergantung pada perubahan nilai pCO2.
Perubahan nilai SID dapat disebabkan oleh:8
 Adanya kelebihan atau kekurangan air dalam plasma dimana baik kation maupun anion
kuat keduanya terdilusi atau terkonsentrasi dalam perbandingan nilai yang sama (asidosis
dilusi dan alkalosis konsentrasi)
 Perubahan konsentrasi ion klorida
 Perubahan konsentrasi anion kuat lain

Tabel 3.6. Klasifikasi gangguan asam basa menurut Fencl:8

Abnormalitas Asidosis Alkalosis

1. Respiratorik ↑ pCO2 ↓ pCO2


2. Metabolik
a. SID abnormal
(1) Kelebihan atau kekurangan air ↓ SID, ↓ Na+ ↑ SID, ↑ NA+
(2) Kelebihan anion kuat
(a) Kelebihan atau kekurangan ion klorida ↓ SID, ↑ Cl- ↑ SID, ↓ Cl-
(b) Kelebihan anion lain ↓ SID, ↑ XA- -
b. ATot abnormal
(1) Serum albumin ↑ Alb ↓ Alb
(2) Fosfat organik ↑ Pi ↓ Pi

3.6. Contoh Kasus Pemeriksaan Analisa Gas Darah


a. Contoh kasus 1
Laki-laki 34 tahun dengan keluhan utama mual muntah yang semakin berat sejak lima hari
sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluh nyeri perut kanan atas yang terasa
berdenyut-denyut hilang timbul sejak dua minggu yang lalu. Riwayat penyakit terdahulu
diperoleh informasi mengenai penyakit TB paru enak tahun yang lalu dan mendapat obat anti
tuberculosis selama enam bulan, telah dinyatakan sembuh.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran kompos mentis, TD 100/60 mmHg, nadi 80
kali/menit, napas 18 kali/menit, suhu 37.8oC. Paru simetris, suara napas vesikuler, terdapat
ronkhi basah kasar +/+. Abdomen lemas, hepar teraba 3 jari di bawah arkus kostae, kenyal tepi
tumpul, permukaan licin. Tak ditemukan ascites.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan:

Hb 11.7, leukosit 8800 sel/mm3, trombosit 115.000 sel/mm3

Ureum 112 mg/dL, Kreatinin 5.8 mg/dL, SGOT 38 U/L, SGPT 14 U/L

Albumin 3.1 g/dL, globulin 5.4 g/dL, GDS 132 mg/dL. Na 124, K 3.5, Cl 105

Analisa gas darah Ph 7.156, PCO2 24.6, PO2 126.6, HCO3 8.7, Saturasi oksigen 98.2%
Pembahasan:

1. pH 7.156  asidemia 1. SID = (Na+ + K+ + Ca2+ + Mg2+) –


2. PCO2 24.6  menurun (Cl- + laktat). Sehubungan dengan
(ΔPCO2 40-24.6=15.4) kadar ion Ca, Mg dan laktat
3. HCO3 8.7  menurun kadarnya kecil dibandungkan kadar
(ΔHCO3 24-8.7=15.3) Na, K, dan Cl maka rumus
4. Diagnosis sementara  asidosis menentukan SID = (Na+ + K+) – Cl-
metabolik  (124+3.5)-105 = 22.5 
5. Pada asidosis metabolik, setiap asidosis metabolik dengan anion
penurunan HCO3 akan diikuti gap normal
penurunan PCO2 sebesar 1.2 kali.
Pada kasus ini HCO3 turun sebesar
15.3, jadi seharusnya PCO2 turun
sebesar 1.2x15.3 = 18.36. PCO2
diharapkan menjadi 40-18.36 =
21.64. Pada kasus ini adalah 24.6.
Kesimpulan: asidosis metabolik
dann asidosis respiratorik
6. Anion gap: [Na+] – [Cl-] + [HCO3-]
124 – (105+8.7) = 10.3 mEq/L 
non Anion gap.
7. Kesimpulan: gabungan asidosis
metabolik non anion gap dengan
asidosis respiratorik
b. Contoh kasus 2
Laki-laki 72 tahun dengan keluhan utama luka di kaki kanan yang semakin berat sejak
empat hari sebelum masuk rumah sakit. Riwayat penyakit sekarang, timbul luka dikaki kanan,
melenting sejak tiga minggu sebelum dirawat. Pasien sudah berobat dan luka digunting, namun
tidak menunjukkan perbaikan malahan setelah itu muncul tiga luka di punggung kaki yang
semakin membesar. Pasien juga mengeluh sesak, demam dengan suhu naik turun disertai mual
dan penurunan kesadaran. Riwayat penyakit dahulu, sepuluh tahun yang lalu dinyatakan
menderita diabete mellitus dan rutin minum glibenklamid 2 kali sehari. Tidak ada riwayat
hipertensi, penyakit jantung, asma, alergi, penyakit kuning dan penyakit ginjal.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran somnolen dan tampak sakit berat. TD 110/80
mmHg, nadi 96 kali/menit, napas 24 kali/menit, suhu 37.4oC. konjungtiva pucat. Pemeriksaan
paru gerakan napas simetris, dijumpai ronkhi basah kasar di kedua lapangan paru.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan:

Hb 8.9 g/dL, leukosit 23.200 sel/mm3, trombosit 356.000 sel/mm3

Ureum 308 mg/dL, kreatinin 7,7 mg/dL, GDS 548 g/dL

Na 138 mEq/L, K 4.6 mEq/L, Cl 104 mEq/L. Albumin 2.8 g/dL dam keton darah 4.1

Analisa gas darah pH 7.346, PCO2 18.9 mmHg, PO2 138.5 mmHg, HCO3 10.4 mEq/L, Saturasi
O2 99.1%
Pembahasan:

Metode Handerson Hasselbalch Metode Stewart


1. pH 7.346  asidemia 1. SID = (Na+ + K+ + Ca2+ + Mg2+) –
2. PCO2 18.9  menurun (Cl- + laktat). Sehubungan dengan
(ΔPCO2 40-18.9=21.1) kadar ion Ca, Mg dan laktat
3. HCO3 10.4  menurun kadarnya kecil dibandungkan kadar
(ΔHCO3 24-10.4=13.6) Na, K, dan Cl maka rumus
4. Diagnosis sementara  asidosis menentukan SID = (Na+ + K+) – Cl-
metabolik  (138+4.6)-104 = 38.6 
5. Pada asidosis metabolik, setiap asidosis metabolik dengan anion
penurunan HCO3 akan diikuti gap meningkat
penurunan PCO2 sebesar 1.2 kali.
Pada kasus ini HCO3 turun sebesar
13.6, jadi seharusnya PCO2 turun
sebesar 1.2x13.6 = 16.32. PCO2
diharapkan menjadi 40-16.32 =
23.68. Pada kasus ini adalah 18.9.
Kesimpulan: asidosis metabolik
dan alkalosis respiratorik
6. Anion gap: [Na+] – [Cl-] + [HCO3-]
138 – (104+10.4) = 23.6 mEq/L 
Anion gap tinggi
7. Kesimpulan: gabungan asidosis
metabolik dengan peningkatan
anion gap dengan alkalosis
respiratorik
BAB IV

KESIMPULAN

Pemahaman yang baik mengenai keseimbangan asam basa merupakan suatu keharusan bagi
seorang anestesiologis. Keseimbangan asam basa adalah suatu keadaan dimana konsentrasi ion
hidrogen yang diproduksi setara dengan konsentrasi ion hidrogen yang dikeluarkan oleh sel.
Keseimbangan asam basa adalah keseimbangan ion hidrogen. Walaupun produksi asam akan terus
menghasilkan ion hidrogen dalam jumlah yang sangat banyak, ternyata konsentrasi ion hidrogen
tetap dipertahankan pada kadar rendah 40 ± 5 nm atau pH 7,4.
Respon fisiologis terhadap perubahan [H+] di dalam tubuh untuk mempertahankan
keseimbangan asam basa terdiri dari tiga fase yaitu: (1) Penyangga kimia yang bereaksi segera
terdiri dari penyangga bikarbonat, haemoglobin, protein intraselular, fosfat dan ammonia, (2)
kompensasi respiratorik, (3) kompensasi yang lebih lambat, tetapi lebih efektif yaitu respon
kompensasi ginjal yang hasilnya dapat mendekati pH normal arteri meskipun proses patologis
masih berlangsung.
Keseimbangan asam basa secara konvensional dapat dideskripsikan dengan menggunakan
formula Henderson-Hasselbalch dimana pH adalah nilai pK dari asam karbonat (6.1) ditambah
-
dengan logaritma dari hasil pembagian konsentrasi [HCO3 ] dengan koefisien kelarutan dari CO2
dikali PCO2. Pendekatan lain untuk memahami mengenai keseimbangan asam basa adalah
menggunakan pendekatan stewart. Pendekatan stewart mengemukakan bahwa konsentrasi H+
dalam suatu larutan bergantung pada derajat disosiasi air menjadi H+ dan OH-. Terdapat tiga
variabel yang mempengaruhi disosiasi air yang disebut variabel independen yaitu PCO2, SID dan
total konsentrasi asam lemah (ATot). Terdapat beberapa variabel lain yang berhubungan dengan
disosiasi air dan konsentrasi ion Hidrogen namun tidak mempengaruhi secara langsung dan disebut
dengan variabel dependen yaitu konsentrasi [H+], [OH-], [HA], [A-], [HCO3-],dan [CO32-]
Gangguan keseimbangan asam basa disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi
mekanisme pengaturan keseimbangan antara lain sistem penyangga, sistem respirasi, fungsi ginjal,
gangguan sistem kardiovaskular maupun gangguan fungsi susunan saraf pusat. Gangguan asam
basa diklasifikasikan menjadi asidosis yang terdiri dari asidosis respiratorik dan asidosis
metabolik, serta alkalosis yang terdiri dari alkalosis respiratorik dan alkalosis metabolik
DAFTAR PUSTAKA

1. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Morgan & Mikhail’s Clinical anesthesiology. Acid-
base management. 5 ed. Stamford : McGraw-Hill Education; 2013. p. 1141-59.
2. Williams G. Fluid, electrolyte and acid-base balance. In: Aitkenhead AR, Moppett IK,
Thompson JP, editors. Smith and Aitkenhead's Textbook of anaesthesia. 6 ed. New York:
Churchill Livingstone-Elsevier; 2013. p. 119-215.
3. Prough DS, Funston JS, Svensen CH, Wolf SW. Fluids, electrolytes and acid - base
physiology. In: Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK, Cahalan MK, Stock MC, Ortega R,
editors. Clinical Anesthesia. 7th ed. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins; 2013. p. 327-
61.
4. Hall JE. Dalam: Widjajakusuma MD, Tanzil A, editors. Guyton dan Hall Buku ajar fisiologi
kedokteran. Pengaturan asam basa. Edisi 12. Singapura: Elsevier; 2011. p. 407-25.
5. Moenadjat Y, Madjid A, Siregar P, Lies K W, Loho T, editor. Gangguan keseimbangan air -
elektrolit dan asam basa. Edisi 3. Jakarta: Unit Pendidikan Kedokteran - Pengembangan
Keprofesian Berkelanjutan FKUI; 2012.
6. Kamel & Halperin. Fluid, Electrolyte, and Acid-Base Physiology – A Problem Based
Approach. 5 ed. Philadelpia: Elsevier; 2017. p. 7-26
7. Sherwood L. Fluid and Acid-Base Balance. In: Human Physiology From Cells to Systems
Third Edition. Belmont: Wadsworth Publishing Company, 1997: 531-4.
8. Mustafa I, George YWH. Keseimbangan Asam Basa: Bagian I, Fisiologi (Paradigma Baru).
Dalam: Anesthesiology & Critical Care, Vol.21, Januari 2003: 42-9.
9. Stoelting RK. Acid-Base Balance. In: Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice
Fifth Edition. Philadelphia: Lippincott-Raven, 2015 : 607-16.
10. Stoelting RK, Miller RD. Perioperative Acid-Base Balance. In: Basics of Anesthesia Eighth
Edition. Philadelphia: Churchill Livingstone, 2000: 1811-29.

Anda mungkin juga menyukai