Oleh:
Pembimbing:
LEMBARAN PENGESAHAN
Pembimbing
Mengetahui
PENDAHULUAN
Pemeriksaan analisa gas darah perlu dilakukan pada pasien dengan kondisi tertentu.
Tindakan yang dilakukan selama anestesi seperti perubahan ventilasi, perfusi dan pemberian
cairan elektrolit dapat menyebabkan perubahan keseimbangan asam basa. Pemahaman yang baik
dari gangguan asam basa, efek fisiologis, dan penangan secara tepat merupakan hal penting dalam
manajemen anestesi. Keseimbangan asam basa bergantung dari konsentrasi ion hidrogen (H+)
dengan nilai normal sebesar 40 nmol/L di dalam arteri. Konsentrasi ion H+ sangat rendah di dalam
cairan tubuh sehingga digunakan pH untuk menilai konsentrasi nya. pH merupakan logaritme
negatif dari ion H+.1
Fungsi sel akan bekerja secara optimal pada nilai ion H+ sebesar 10-7 atau pada pH 7.4.
Perubahan pH ekstraselular dari nilai 7.4 berhubungan dengan penyakit akut dan kritis. Sebagai
contoh, perubahan pH 7.0 sampai dengan 7.7 menyebabkan lima kali lipat perubahan konsentrasi
ion H+ sebesar 100 nMol/L sampai 20 nmol/L. Hampir seluruh reaksi biokimia di dalam tubuh
bergantung dari ion H+. Perubahan konsentrasi dari nilai normal menyebabkan perubahan struktur
dan fungsi protein, aktivitas enzim dan fungsi selular. Pertukaran ion H+ di dalam tubuh mencapai
150 mmol, sebagian besar dalam jalur metabolik terutama hidrolisis ATP. Asam yang dihasilkan
antara lain asam volatil (dari produksi CO2 metabolik) dan non-volatil (dari metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein).2,3
HA ↔ H+ + A-
Menurut Bronsted dan Lowry, asam dan basa terbagi lagi berdasarkan kemampuan
melepaskan ion H+, antara lain:5
a. Asam kuat merupakan substansi memberikan ion H+ secara irreversibel dan berdisosiasi
sempurna di dalam larutan
b. Asam lemah merupakan substansi yang memberikan ion H+ secara reversibel dan
berdisosiasi sebagian ke dalam larutan
c. Basa kuat merupakan substansi yang berikatan kuat dengan ion H+ secara irreversibel
d. Basa lemah merupakan substansi yang berikatan secara reversibel dengan ion H+
Larutan dengan pH dibawah 7 disebut asam karena memiliki konsentrasi ion H+ lebih
banyak dibandingkan dengan konsentrasi ion hidroksida (OH-). Nilai pH normal berkisar antara
7.35 – 7.45 pada dewasa, apabila pH < 7.34 disebut sebagai asidemia, sedangkan pH > 7.45 disebut
dengan alkalemia. Pada kondisi asidosis maupun alkalosis, tubuh akan melakukan proses
kompensasi untuk mengembalikan pH arteri ke nilai normal. Salah satu caranya dengan larutan
penyangga yang dapat mengikat ion H+ bila terjadi peningkatan pH dan melepaskan ion H+ bila
terjadi penurunan pH. Keseimbangan asam basa terjadi saat konsentrasi ion H+ yang diproduksi
setara dengan konsentrasi ion H+ yang dikeluarkan oleh sel.5
2.2. Konsentrasi Ion Hidrogen dan pH
Jumlah ion H+ di dalam cairan tubuh dinyatakan dalam bentuk pH yang merupakan
logaritme negatif dari konsentrasi ion H+. pH berhubungan dengan konsentrasi aktual dari ion H+
dengan formula pH = - log [H+]. Dari persamaan ini dapat dilihat bahwa pH berbanding terbalik
dengan konsentrasi ion H+, maka itu pH yang rendah menggambarkan konsentrasi ion H+ yang
tinggi sedangkan pH yang tinggi menggambarkan konsentrasi ion H+ yang rendah.1,4
Konsentrasi normal ion H+ dalam arteri adalah 40 mEq/L atau 40 x 10-9 mol/L, maka nilai
normal pH arteri yaitu - log (40 x 10-9) = 7.40. Dalam darah vena dan cairan interstitial nilai normal
pH berkisar 7.35 disebabkan adanya ekstra karbon dioksida (CO2) yang dilepaskan dari jaringan
dan membentuk H2CO3.1,4 Setiap penurunan pH dibawah 0.01, nilai ion H+ akan meningkat
sebanyak 1.25 nEg/l, sedangkan pada kondisi pH diatas 7.4 setiap peningkatan nilai pH sebesar
0.01 ion H+ akan menurun sebanyak 0,8 nEq/l. Perubahan konsentrasi ion H+ akan mengubah
derajat ionisasi protein sehingga terjadi denaturisasi protein, yang menyebabkan protein tersebut
tidak dapat berfungsi lagi. Sebagian besar enzim berfungsi optimal pada konsentrasi ion H+ yang
rendah (pH 7.35-7.45), kecuali pepsin yang bekerja optimal pada konsentrasi ion H+ yang lebih
tinggi (pH 1.5-3).1,5
2.3. Pengaturan Keseimbangan Asam Basa
Keseimbangan asam basa adalah keadaan saat konsentrasi ion H+ yang diproduksi setara
dengan konsentrasi ion H+ yang dikeluarkan oleh sel. Respon fisiologis terhadap perubahan
konsentrasi ion H+ dalam tubuh terdiri dari tiga fase antara lain penyangga kimia, kompensasi
respiratorik, dan kompensasi ginjal.1
a. Penyangga Kimia
Penyangga kimia adalah larutan yang mengandung asam lemah dan basa terkonjugasi atau
basa lemah dan asam terkonjugasi. Penyangga kimia akan mengurangi perubahan konsentrasi ion
H+ dengan menerima atau melepaskan ion H+. Sistem penyangga tidak dapat mengeliminasi atau
menambah ion H+ dalam tubuh, tetapi hanya meminimalkan efek yang merugikan sampai
keseimbangan tercapai kembali. Sistem penyangga kimia memiliki keterbatasan yaitu tidak dapat
mencegah perubahan pH di cairan ekstraseluler yang disebabkan peningkatan karbon dioksida.
Dalam tubuh manusia, sistem penyangga kimia utama adalah bikarbonat, fosfat dan protein.1,4
Hemoglobin memiliki nilai pKa 6.8 dan kapasitasnya bervariasi bergantung pada
oksigenasi. Hemoglobin mengandung residu histidine yaitu asam amino basa yang dapat
berikatan secara reversibel dengan ion H+ menghasilkan Hb berproton dan tidak berproton.
Hemoglobin yang tereduksi merupakan asam yang lemah dibandingkan oksihemoglobin.
Sebagai akibatnya, disosiasi dari oksihemoglobin pada kapiler menjadi lebih bersifat basa
(mempunyai afinitas yang tinggi) dan dapat berikatan dengan ion H+ sehingga tidak lagi
menciptakan suasana asam dalam cairan tubuh.1,7
Sistem penyangga protein merupakan sistem penyangga yang kuat di dalam sel karena
konsentrasinya yang tinggi. Diperkirakan sebanyak 75% dari semua penyangga cairan
tubuh yang terjadi secara intraselular, sebagian besar berasal dari protein. Protein
merupakan penyangga yang sangat baik karena pK penyangga protein hampir mendekati
7.4 serta memiliki sifat asam dan basa sehingga dapat memberikan maupun menerima ion
H+.5,8
Sistem penyangga fosfat penting pada hampir semua kompartemen cairan, terutama pada
tubulus ginjal dimana terdapat banyak kandungan fosfat. Cairan pada tubulus ginjal lebih
bersifat asam dibandingkan cairan ekstraselular sehingga membuat pKa cairan tubulus
mendekati pKa sistem penyangga fosfat yaitu 6.8.8
b. Kompensasi paru
Sistem respirasi merupakan mekanisme pembuangan asam yang paling penting mengingat
produksi harian asam volatil sangat besar dibandingkan dengan asam non volatil. Ventilasi paru
bekerja dengan cara meningkatkan atau menurunkan ventilasi alveolar sehingga konsentrasi
karbondioksida dalam darah dan jaringan dapat diatur. Sistem respirasi mengatur kadar CO2 yaitu
pCO2 arteri berkisar pada angka 40 mmHg. Kompensasi paru terhadap penurunan PaCO2
berlangsung cepat namun tidak akan mencapai nilai yang tetap sampai kurun waktu 12-24 jam.9
c. Kompensasi Ginjal
Proses kompensasi ginjal dalam mengatur keseimbangan asam basa berlangsung lambat
(dalam hitungan jam) namun terus berlangsung sampai pH kembali pada nilai 7,4. Efeknya dapat
terlihat dalam waktu 12-24 jam dan maksimal dalam waktu lima hari. Meskipun berespon lebih
lambat, ginjal merupakan regulator keseimbangan asam basa yang paling dominan. Ginjal
mempunyai kemampuan mengatur konsentrasi ion H+ cairan ekstrasel dengan cara mengatur
jumlah reabsorbsi HCO3- yang terfiltrasi dari cairan tubulus, membentuk HCO3- yang baru,
mengeliminasi H+ dalam bentuk asam yang dapat dititrasi dan ion amonia. Ion H+, CO2, dan NH3
diekskresi ke dalam lumen tubulus dan disaat yang sama asam karbonat dan Na+ dilepas kembali
ke sirkulasi untuk dapar berfungsi kembali. Tubulus proksimal dapat mereabsorbsi 80-90%
bikarbonat yang terfiltrasi bersamaan dengan Na+.1
Pada umumnya ginjal menetralisir 500 mM asam atau basa setiap harinya. Jika jumlah
yang lebih besar dari ini masuk ke dalam tubuh, ginjal tidak dapat mempertahankan keseimbangan
asam basa dan terjadilah gangguan asam basa. Pada nilai pH 7,40 pun masih ada sedikit asam yang
dikeluarkan setiap menitnya. Hal ini mencerminkan produksi harian asam lebih banyak 50-80 mM
dari pada basa. Jadi pH urin yang asam (sekitar 6,40) adalah akibat adanya kelebihan asam di
dalam urin.9
Keterangan:
6.1 adalah nilai pK dari asam karbonat
0.03 adalah koefisien kelarutan dari CO2
Nilai pH adalah variabel dependen dan nilai [HCO3-] serta PCO2 adalah variabel
independen. Dengan persamaan ini, nilai pH dapat dihitung bila [HCO3-] dan PCO2 diketahui.
Peningkatan atau penurunan nilai [HCO3-] menyebabkan terjadi asidosis atau alkalosis metabolik.
Peningkatan atau penurunan nilai PCO2 menyebabkan terjadi asidosis atau alkalosis respiratorik.
pH merupakan logaritma negatif dari konsentrasi ion hidrogen (H+). Nilai pH menentukan asam
basa suatu larutan. Dari persamaan diatas bisa dilihat bahwa nilai pH atau [H+] hanya tergantung
-
pada ion bikarbonat (HCO3 ). Selain itu persamaan Henderson-Hasselbalch hanya
mendeskripsikan reaksi hidrasi CO2 pada kondisi PCO2 40mmHg (normal), sehingga jika PCO2 di
luar normal, persamaan tersebut menjadi tidak relevan. Namun permasalahan utamanya adalah
-
persamaan tersebut tidak dapat menemukan penyangga lain di dalam plasma selain HCO3 .1,3
2. Variabel dependen
Variabel dependen dipengaruhi oleh perubahan variabel independen, namun sebaliknya
variabel independen tidak dipengaruhi oleh perubahan variabel dependen. Variabel ini terdiri
dari ion-ion lemah seperti H+, HCO3-, OH-. Variabel ini dipengaruhi oleh variabel independen,
variabel dependen hanya berubah dalam merespons perubahan-perubahan satu atau lebih
variabel independen, sehingga untuk menjelaskan variasi [H+] atau pH hanya dibutuhkan
pertimbangan dari variabel independen.5
Konsep dependen dan independen ini sangat penting, menurut Stewart semua variabel
dependen hanya dapat dihitung jika variabel independen diketahui. Stewart menegaskan bahwa
ada enam persamaan yang diperlukan untuk menemukan H+:5
Handerson-Hasselbalch hanya menggunakan persamaan kelima saja sebagai dasar dan tidak
memperhitungkan persamaan yang lain.5
BAB 3
Gangguan asam basa terdiri dari asidosis respiratorik atau metabolik (pH kurang dari 7,35)
dan alkalosis respiratorik atau metabolik (pH lebih dari 7,45). Keadaan yang diakibatkan oleh
gangguan ventilasi alveolar disebut sebagai asidosis atau alkalosis respiratorik sedangkan yang
tidak berhubungan dengan ventilasi alveolar disebut asidosis atau alkalosis metabolik. Prinsip
utama asidosis respiratorik maupun metabolik adalah depresi susunan saraf pusat, contohnya pada
keadaan koma akibat asidosis diabetik yang berat atau gangguan ginjal yang mengakibatkan
uremia. Sedangkan prinsip utama dari alkalosis respiratorik atau metabolik adalah peningkatan
eksitasi dari susunan saraf perifer dan pusat. Hal ini mengakibatkan stimulasi berulang yang
menyebabkan kontraksi otot-otot rangka (tetani). Keadaan tetani dari otot-otot pernapasan akan
menyebabkan gangguan dari adekuasi pernapasan.9
Asidosis respiratorik ini akan dikompensasi dalam waktu 6-12 jam dengan peningkatan
sekresi ion H+ oleh ginjal yang akan meningkatkan konsentrasi ion HCO3-. Setelah beberapa hari
bila pH sudah kembali normal namun konsentrasi karbondioksida masih tinggi maka dapat
disimpulkan bahwa asidosis respiratorik ini terjadi secara kronik. Alkalosis metabolik yang
mengakibatkan asidosis respiratorik biasanya terjadi dalam keadaan hipokloremia atau
hipokalemia. Asidosis respiratorik dengan pH dibawah 7.1 merupakan indikasi dilakukannya
intubasi trakea.10
Tabel 3.1. Penyebab Asidosis Respiratorik1
3.3.Asidosis Metabolik
Asidosis metabolik terjadi akibat akumulasi dari asam dalam tubuh selain CO2. Adanya
peningkatan CO2 menunjukkan keadaan ini sudah terjadi kronik. Asidosis hiperkloremik (asidosis
dilusi) dapat terjadi jika konsentrasi HCO3- plasma menurun akibat pemberian cairan kristaloid
dalam jumlah besar yang tidak mengandung asam ataupun basa (NaCl 0,9% sebanyak 30
ml/kg/jam). Penyebab asidosis metabolik ini harus mempertimbangkan adanya kenaikan atau nilai
normal dari anion gap. Anion gap adalah selisih antara kation dengan anion dalam plasma. Nilai
normal untuk anion gap ini adalah 7-14 mEq/l. Rumusnya adalah:1,10
Terapi dari keadaan asidosis metabolik ini adalah mengatasi penyebab dari akumulasi asam dalam
tubuh. Biasanya diberikan penambahan penyangga eksogen secara intravena (natrium bikarbonat).
Natrium bikarbonat sebanyak 1 mEq/kg memproduksi kurang lebih 180 ml karbondioksida dan
penggandaan dari ventilasi alveolar untuk mencegah hiperkarbia.10
3.4.Alkalosis Metabolik
Alkalosis metabolik terjadi akibat kelebihan ion HCO3- dalam tubuh. Sebagai contoh
adalah konversi sitrat menjadi bikarbonat oleh hepar akibat transfusi darah dalam jumlah besar
yang mengandung antikoagulan sitrat, keadaan hipovolemia atau terapi diuretik yang
menyebabkan penurunan konsentrasi klorida dan kalium dalam tubuh. Perbaikan dari etiologi yang
menyebabkan alkalosis metabolik merupakan terapi terhadap kadaan ini. Pemberian infus kalium
klorida juga dapat membantu sehingga ginjal dapat mengekskresi kelebihan ion bikarbonat. Jika
pH melebihi nilai 7,60 maka terapi dengan asam hidroklorik atau ammonium klorida dapat
menjadi pertimbangan.10
Interpretasi status asam basa dari analisis gas darah membutuhkan pendekatan sistematis.
Langkahnya adalah sebagai berikut:1
1. Memeriksa pH arteri: apakah terdapat asidemia atau alkalemia?
2. Memeriksa PaCO2: apakah perubahan PaCO2 sesuai dengan komponen respiratorik?
3. Jika perubahan PaCO2 tidak menjelaskan perubahan pH arteri, apakah perubahan [HCO3-]
mengindikasikan komponen metabolik?
4. Buatlah diagnosis sementara berdasarkan Tabel 3.5
5. Bandingkan perubahan [HCO3-] dengan perubahan PaCO2. Apakah terdapat kompensasi?
Karena pH arteri berhubungan dengan rasio PaCO2 dan [HCO3-], dimana kompensasi
pulmonal maupun renalis selalu terjadi pada perubahan PaCO2 dan [HCO3-] yang searah.
Perubahan yang berlawanan arah mengindikasikan gangguan asam basa campuran.
6. Jika mekanisme kompensasi yang terjadi lebih atau kurang dari yang diharapkan, maka
terjadi gangguan asam basa campuran.
7. Hitung gap anion plasma pada kasus asidosis metabolik.
8. Ukur konsentrasi klorida urin pada kasus alkalosis metabolik.
Asidosis respiratorik
Akut [HCO3–] Peningkatan PaCO2 sebanyak 1 mEq/L/10 mm Hg
Kronik [HCO3–] Peningkatan PaCO2 sebanyak 4 mEq/L/10 mm Hg
Alkalosis respiratorik
Akut [HCO3–] Penurunan PaCO2 sebanyak 2 mEq/L/10 mm Hg
Kronik [HCO3–] Penurunan PaCO2 sebanyak 4 mEq/L/10 mm Hg
Asidosis metabolik PaCO2 1.2 x Penurunan [HCO3–]
Alkalosis metabolik PaCO2 0.7 x Peningkatan [HCO3–]
Dibawah ini adalah bagan untuk mendiagnosis gangguan asam basa yang sederhana:1,9
pH
Meningkat Menurun
PaCO2 PaCO2
pH > 7.45
PaCO2 meningkat PaCO2 menurun
pH 7.35-7.45
Fencl membuat suatu klasifikasi gangguan asam basa berdasarkan metode Stewart.
Klasifikasi ini menunjukkan bahwa gangguan asam basa metabolik dapat disebabkan oleh dua
kondisi yang abnormal, yaitu SID yang abnormal atau konsentrasi ATot yang abnormal.
Sedangkan gangguan asam basa respiratorik hanya bergantung pada perubahan nilai pCO2.
Perubahan nilai SID dapat disebabkan oleh:8
Adanya kelebihan atau kekurangan air dalam plasma dimana baik kation maupun anion
kuat keduanya terdilusi atau terkonsentrasi dalam perbandingan nilai yang sama (asidosis
dilusi dan alkalosis konsentrasi)
Perubahan konsentrasi ion klorida
Perubahan konsentrasi anion kuat lain
Ureum 112 mg/dL, Kreatinin 5.8 mg/dL, SGOT 38 U/L, SGPT 14 U/L
Albumin 3.1 g/dL, globulin 5.4 g/dL, GDS 132 mg/dL. Na 124, K 3.5, Cl 105
Analisa gas darah Ph 7.156, PCO2 24.6, PO2 126.6, HCO3 8.7, Saturasi oksigen 98.2%
Pembahasan:
Na 138 mEq/L, K 4.6 mEq/L, Cl 104 mEq/L. Albumin 2.8 g/dL dam keton darah 4.1
Analisa gas darah pH 7.346, PCO2 18.9 mmHg, PO2 138.5 mmHg, HCO3 10.4 mEq/L, Saturasi
O2 99.1%
Pembahasan:
KESIMPULAN
Pemahaman yang baik mengenai keseimbangan asam basa merupakan suatu keharusan bagi
seorang anestesiologis. Keseimbangan asam basa adalah suatu keadaan dimana konsentrasi ion
hidrogen yang diproduksi setara dengan konsentrasi ion hidrogen yang dikeluarkan oleh sel.
Keseimbangan asam basa adalah keseimbangan ion hidrogen. Walaupun produksi asam akan terus
menghasilkan ion hidrogen dalam jumlah yang sangat banyak, ternyata konsentrasi ion hidrogen
tetap dipertahankan pada kadar rendah 40 ± 5 nm atau pH 7,4.
Respon fisiologis terhadap perubahan [H+] di dalam tubuh untuk mempertahankan
keseimbangan asam basa terdiri dari tiga fase yaitu: (1) Penyangga kimia yang bereaksi segera
terdiri dari penyangga bikarbonat, haemoglobin, protein intraselular, fosfat dan ammonia, (2)
kompensasi respiratorik, (3) kompensasi yang lebih lambat, tetapi lebih efektif yaitu respon
kompensasi ginjal yang hasilnya dapat mendekati pH normal arteri meskipun proses patologis
masih berlangsung.
Keseimbangan asam basa secara konvensional dapat dideskripsikan dengan menggunakan
formula Henderson-Hasselbalch dimana pH adalah nilai pK dari asam karbonat (6.1) ditambah
-
dengan logaritma dari hasil pembagian konsentrasi [HCO3 ] dengan koefisien kelarutan dari CO2
dikali PCO2. Pendekatan lain untuk memahami mengenai keseimbangan asam basa adalah
menggunakan pendekatan stewart. Pendekatan stewart mengemukakan bahwa konsentrasi H+
dalam suatu larutan bergantung pada derajat disosiasi air menjadi H+ dan OH-. Terdapat tiga
variabel yang mempengaruhi disosiasi air yang disebut variabel independen yaitu PCO2, SID dan
total konsentrasi asam lemah (ATot). Terdapat beberapa variabel lain yang berhubungan dengan
disosiasi air dan konsentrasi ion Hidrogen namun tidak mempengaruhi secara langsung dan disebut
dengan variabel dependen yaitu konsentrasi [H+], [OH-], [HA], [A-], [HCO3-],dan [CO32-]
Gangguan keseimbangan asam basa disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi
mekanisme pengaturan keseimbangan antara lain sistem penyangga, sistem respirasi, fungsi ginjal,
gangguan sistem kardiovaskular maupun gangguan fungsi susunan saraf pusat. Gangguan asam
basa diklasifikasikan menjadi asidosis yang terdiri dari asidosis respiratorik dan asidosis
metabolik, serta alkalosis yang terdiri dari alkalosis respiratorik dan alkalosis metabolik
DAFTAR PUSTAKA
1. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Morgan & Mikhail’s Clinical anesthesiology. Acid-
base management. 5 ed. Stamford : McGraw-Hill Education; 2013. p. 1141-59.
2. Williams G. Fluid, electrolyte and acid-base balance. In: Aitkenhead AR, Moppett IK,
Thompson JP, editors. Smith and Aitkenhead's Textbook of anaesthesia. 6 ed. New York:
Churchill Livingstone-Elsevier; 2013. p. 119-215.
3. Prough DS, Funston JS, Svensen CH, Wolf SW. Fluids, electrolytes and acid - base
physiology. In: Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK, Cahalan MK, Stock MC, Ortega R,
editors. Clinical Anesthesia. 7th ed. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins; 2013. p. 327-
61.
4. Hall JE. Dalam: Widjajakusuma MD, Tanzil A, editors. Guyton dan Hall Buku ajar fisiologi
kedokteran. Pengaturan asam basa. Edisi 12. Singapura: Elsevier; 2011. p. 407-25.
5. Moenadjat Y, Madjid A, Siregar P, Lies K W, Loho T, editor. Gangguan keseimbangan air -
elektrolit dan asam basa. Edisi 3. Jakarta: Unit Pendidikan Kedokteran - Pengembangan
Keprofesian Berkelanjutan FKUI; 2012.
6. Kamel & Halperin. Fluid, Electrolyte, and Acid-Base Physiology – A Problem Based
Approach. 5 ed. Philadelpia: Elsevier; 2017. p. 7-26
7. Sherwood L. Fluid and Acid-Base Balance. In: Human Physiology From Cells to Systems
Third Edition. Belmont: Wadsworth Publishing Company, 1997: 531-4.
8. Mustafa I, George YWH. Keseimbangan Asam Basa: Bagian I, Fisiologi (Paradigma Baru).
Dalam: Anesthesiology & Critical Care, Vol.21, Januari 2003: 42-9.
9. Stoelting RK. Acid-Base Balance. In: Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice
Fifth Edition. Philadelphia: Lippincott-Raven, 2015 : 607-16.
10. Stoelting RK, Miller RD. Perioperative Acid-Base Balance. In: Basics of Anesthesia Eighth
Edition. Philadelphia: Churchill Livingstone, 2000: 1811-29.