Anda di halaman 1dari 55

Sari Pustaka

GANGGUAN MENSTRUASI

Oleh:

dr. Madona Utami Dewi

Pembimbing:

dr. Syahredi SA, Sp.OG(K)

Program Pendidikan Dokter Spesialis I (PPDS)


Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................i

DAFTAR TABEL................................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR..............................................................................................iii

BAB 1 : PENDAHULUAN ....................................................................................1

BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA...... .....................................................................3

2.1 Definisi Mesntruasi.................................................................................. 3

2.2 Anatomi yang Terlibat Dalam Regulasi Menstruasi................................4

2.3 HPA axis...................................................................................................8

2.4 Siklus menstruasi normal....................................................................... 12

2.5 Gangguan Mesntruasi.............................................................................20

2.5.1 Definisi gangguan menstruasi..............................................................20

2.5.2 Epidemiologi Gangguan Menstruasi...................................................20

2.5.3 Klasifikasi Gangguan Mesntruasi........................................................21

2.5.4 Faktor-Faktor yang mempengaruhi gangguan menstruasi..................32

DAFTAR PUSTAKA

i
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Batasan Parameter Menstruasi Normal pada Usia Reproduksi.............3


Tabel 2.2 Hormon yang dihasilkan Adenohipofisisi.............................................6
Tabel 2.3 Hormon yang disekresikan oleh Neurohipofisis...................................7
Tabel 2.4 Klasifikasi Perdarahan Uterus Abnormal (FIGO)...............................21
Tabel 2.5 Daftar Pertanyaan PSS-10...................................................................41
Tabel 2.6 Gangguan Menstruasi..........................................................................42
Tabel 2.7 Hubungan stres dengan gangguan menstruasi.....................................42

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Hipotalamus.........................................................................4

Gambar 2.2 Potongan Koronal Hipotalamus..........................................................5

Gambar 2.3 Ilustrasi Hypophyseal Portal System .................................................5

Gambar 2.4 Interaksi Axis Hipotalamus-Hipofisis-Ovarium.................................9

Gambar 2.5 Teori 2 Sel produksi Estrogen..........................................................11

Gambar 2.6 Perkembangan folikel di ovarium.....................................................11

Gambar 2.7 Perkembangan folikel di ovarium.....................................................13

Gambar 2.8 Siklus Reproduksi.............................................................................20

Gambar 2.9 Piktogram..........................................................................................22

Gambar 2.10 Klasifikasi PUA..............................................................................29

Gambar 2.11 Klasifikasi PUA berdasarkan etiologi............................................30


Gambar 2.12 MSSQ Manual................................................................................36
Gambar 2.13 Anatomi Sistem Limbik..................................................................39
Gambar 2.14 Pengaruh Emosi terhadap Amigdala..............................................39
Gambar 2.15 Produksi Kortisol............................................................................40
Gambar 2.16 Steroidogenesis...............................................................................44
Gambar 2.17 Steroidogenesis ..............................................................................45
Gambar 2.18 Indeks Masa Tubuh.........................................................................45

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

Menstruasi merupakan indikator kesehatan seorang wanita, dimana


menstruasi melambangkan fungsi integral dan biologis wanita sepanjang siklus
kehidupannya. Menstruasi didefinisikan sebagai proses alamiah yang dialami oleh
setiap wanita reproduktif dimana terjadi peluruhan endometrium secara periodik
di bawah pengaruh Hypothalamus Pituitary Adrenal axis (HPA-axis).1
Gangguan menstruasi merupakan masalah ginekologi utama pada wanita,
terutama remaja, dimana salah satu sumber kecemasan bagi wanita dan
keluarganya. Hampir 40 % wanita mengalami gangguan menstruasi. Gangguan
tersebut dismenorea, oligomenorea, polimenorea, metroragia, menoragia dan
gejala pre menstruasi atau Pre menstrual syndrome (PMS). Dismenorea
merupakan keluhan yang dialami oleh 75% wanita dan alasan utama remaja pergi
ke dokter. Dismenorea juga menyebabkan 69,78% bagi siswi perempuan dan
pekerja wanita. Gangguan lain berupa siklusnya, durasinya, jumlahnya,
frekuensinya, nyeri dan gejala premenstrual sindrom (PMS). Faktor- faktor yang
mempengaruhi menstruasi antara lain Body Mass Index (BMI), latihan fisik, dan
stres.1
Akhir abad ke 20 terjadi peningkatan drastis epidemiologi obesitas pada
wanita. Di amerika serikat tahun 1991 angka kejadian obesitas 12% meningkat
menjadi 17,9% di tahun 1998, angka kejadian overweigh terjadi >55% wanita
pada tahun 1994. Di indonesia sendiri angka kejadian obesitas sentral pada wanita
mencapai 26,6% pada tahun 2013 jauh meningkat dibandingkan dengan tahun
2007 dimana angka obesitas sentral hanya 18,8%. Obesitas pada wanita
berhubungan dengan beberapa gangguan haid. Berat badan atau perubahan berat
badan mempengaruhi fungsi menstruasi berhubungan dengan metabolisme lemak
di dalam tubuh. Penelitian yang dilakukan oleh Mustafa Rad, 2018 membuktikan
bahwa ada hubungan gangguan haid dengan berat badan wanita. (Depkes,2015)
Sementara aktivitas fisik yang berlebihan juga mememiliki risiko
mengalami amenorea, anovulasi dan defek pada fase luteal. Aktivitas yang berat
merangsang inhibisi gonadtropin releasing hormone (GnRH). Stres juga dapat

1
menyebabkan gangguan haid dimana kortisol akan menurunkan produksi
luteinising hormone (LH). 1
Gangguan-gangguan proses menstruasi dapat menimbulkan risiko
penyakit kronis, infertilitas, menurunkan konsentrasi belajar pada siswi,
meingkatkan tingkat absensi siswi, menurunkan kualitas reproduksi bagi wanita
yang sudah menikah sehingga mempengaruhi kualitas hidupnya. Oleh karena
pentingnya siklus haid normal untuk meningkatkan kualitas hidup wanita, peneliti
memilih gangguan menstruasi sebagai judul sari pustaka penulis. Sehingga
dengan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan menstruasi
pada wanita penulis dapat memberikan kontribusi ide atau pemikiran untuk
memperbaiki gangguan tersebut.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Menstruasi


Menstruasi adalah suatu peristiwa alamiah keluarnya darah dari uterus
melewati vagina terjadi secara teratur tiap bulan selama masa reproduksi seorang
wanita. Normalnya menstruasi pertama terjadi pada usia 11-14 tahun, dengan
lamanya ≤ 7 hari dan siklus normal 21-45 hari dengan rata- rata kehilangan darah
20-80 ml.2
Menurut Reed, menstruasi merupakan proses siklik perubahan
endometrium sebagai respon dari interaksi hormon yang dihasilkan hipotalamus,
hipofisis dan ovarium dimana rata-rata siklus menstruasi adalah 28 hari, durasi
normal 21-35 hari, dengan rata-rata perdarahan 30- 80 cc.3
Berdasarkan konsensus HIFERI 2013 menstruasi normal adalah suatu
proses fisiologis dimana terjadi pengeluaran darah, mukus (lendir) dan seluler
debris dari uterus secara periodik dengan interval waktu tertentu yang terjadi sejak
menars sampai menopause dengan pengecualian pada masa kehamilan dan
menyusui, yang merupakan hasil regulasi harmonik dari organ-organ hormonal.4
Batasan parameter menstruasi normal pada usia reproduksi dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 2.1 Batasan Parameter Menstruasi Normal pada Usia Reproduksi4

3
2.2 Anatomi yang Terlibat dalam Regulasi Siklus Menstruasi
2.2.1 Hipotalamus

Gambar 2.1 Anatomi Hipotalamus5


Hipotalamus merupakan area di otak yang terdiri dari beberapa nukleus
dengan fungsi yang berbeda- beda. Hipotalamus berada di atas otak tengah dan di
bawah talamus. Nukleus di hipotalamus dibedakan menjadi 3 bagian :
1. Anterior atau chiasmatic region, terdiri dari : 5
a. Nukleus preoptik medial menghasilkan Gonadotropin Releasing Hormone
(GnRH) yang berperan dalam siklus mestruasi
b. Nukleus supraoptik menghasilkan vasopresin atau hormon anti diuretik dan
oksitosin
c. Nukleus paraventrikular menghasilkan corticotropin releasing hormone
(CRH), tyrotropin releasing hormone (TRH), GnRH, growth hormone-
Releasing Hormone (GHRH) dan somatostatin
d. Nukleus hipotalamik anterior berperan dalan termoregulasi dan irama
sirkardian
e. Nukleus suprakiasmatik mengatur irama sirkardian
f. Nukleus preoptik lateral berperan sebagai regulator rasa lapar
2. Median atau tuberal region, terdiri dari :
a. Nukleus ventromedial dan dorsomedial mempunyai peran sebagai regulasi
rasa lapar dan rasa takut
b. Nukleus arkuata memproduksi GHRH dan dopamin

3. Posterior atau mammillary region


a. Nuklues Mamilari berperan sebagai termoregulasi dan pengaturan pusat
kontrol emosi.

4
Gambar 2.2 Potongan Koronal Hipotalamus5
Hormon yang dihasilkan oleh hipotalamus akan memasuki Hypophyseal Portal
System seperti ilustrasi gambar berikut ini.

Gambar 2.3 Ilustrasi Hypophyseal Portal System5


2.2.2 Kelenjar Hipofisis atau Kelenjar Pituitari 6
Kelenjar hipofisis adalah kelenjar endokrin yang berlokasi di dasar otak ,
disebut juga sebagai master gland karena kelenjar ini menghasilkan hormon yang

5
mengatur kegiatan kelenjar lainnya. Kelenjar hipofisis beratnya sekitar 500-900
mg dan dimensi normalnya pada manusia sekitar 15 x10 x 6 mm.6
Kelenjar hipofise terdiri atas :
1. Anterior atau adenohypophysis
Berasal dari Rathke’s pouch, invaginasi dari ektoderm oral. 80% kelenjar
hipofisis merupakan adenohypophysis menghasilkan hormon peptida.
Adenohipofisis mendapat aliran darah dari arteri hypophyseal arteries yang
berasal dari arteri karotis interna.
Tabel 2.2 Hormon yang dihasilkan Adenohipofisis6

2. Posterior atau neurohypohysis


Berasal dari infundibulum perpanjangan dari neural ektoderm. Tidak
seperti adenohipofisis, neurohipofisis bukan kelenjar sehingga tidak mensintesis
hormon. Hormon yang dihasilkan hipotalamus diteruskan ke neurohipofisis
kemudian disimpan dan dilepaskan secara langsung ke sistem peredaran darah.
Neurohipofisis mendapat aliran darah dari arteri hypophyseal inferior.

Tabel 2.3 Hormon yang disekresikan oleh Neurohipofisis6

6
Secara histokimia kelenjar hipofisis terdiri atas :6
1. Sel asidofil mengandung hormon polipetida mensekresikan growth hormone
(GH) dan prolaktin (PRL)
2. Sel basofil mengandung hormon glikoprotein
a. Corticotropes : Adenocorticotropic hormone (ACTH)
b. Thyrotropes : Thyroid stimulating hormone (TSH)
c. Gonadotropes : Follicle stimulating hormone (FSH) dan Luteinizing hormone
(LH)
3. Sel kromofob minimal atau tidak mengandung hormon

2.2.3 Ovarium
Ovarium terletak di fossa ovarii waldeyer, ukuran 2,5-5 cm x 1,5-3 cm x
0,6-1,5 cm. Terdiri dari 2 bagian korteks dan medula. Korteks berisi oosit dan
folikel yang berkembang sedangkan medula terdiri dari jaringan ikat, arteri, vena
dan serat otot polos. Ovarium diperdarahi oleh arteri dan vena ovarika. Vena
ovarika kanan bermuara ke vena cava dan vena ovarika kiri bermuara ke vena
renalis sinistra. 7
2.2.4 Endometrium
Endometrium adalah lapisan epitel yang melapisi rongga rahim.
Permukaannya terdiri atas selapis sel kolumnar yang bersilia dengan kelejar
sekresi mukosa rahim yang berbentuk invaginasi ke dalam stroma seluler.
Kelenjar dan stroma mengalami perubahan yang siklik, bergantian antara
pengelupasan dan pertumbuhan baru setiap 28 hari.8
Endometrium terdiri atas 2 lapisan yaitu lapisan fungsional dan lapisan
basalis. Lapisan fungsional terdiri dari stratum compactum dan stratum
spongiosum. Lapisan fungsional yang akan mengelupas setiap bulan dan lapisan
basal yang tidak ikut mengelupas. Epitel lapisan fungsional menunjukkan
perubahan proliferasi yang aktif setelah periode haid sampai terjadi ovulasi,
kemudian kelenjar endometrium mengalami fase sekresi. Kerusakan yang
permanen lapisan basal akan menyebabkan amenore.9
Perubahan normal dalam histologi endometrium selama siklus haid
ditandai dengan perubahan sekresi dari hormon steroid ovarium. Jika

7
endometrium terus terpapar oleh stimulasi estrogen endogen atau eksogen akan
menyebabkan hiperplasia.9

2.3 Hypothalamic-Pituitary-Gonadal Axis


2.3.1 Sekresi Hormon GnRH
Siklus menstruasi diatur oleh interaksi antara hypothalamic-pituitary-
ovarian (HPO) axis dan uterus. Hipotalamus mensekresikan gonadotropin-
releasing hormone (GnRH) secara pulsatil dengan waktu paruh 2-4 menit
sehingga kadar GnRH tidak bisa diperiksa. GnRH mencapai kelenjar pituitary
melalui sistem vaskular portal hipotalamus-pituitari, yang merangsang kelenjar
hipofisis untuk melepaskan secara pulsatil FSH dan LH. Koordinasi pelepasan
GnRH distimulasi oleh berbagai neurotransmiter dan katekolamin serta umpan
balik dari hormon estrogen dan progesteron. 10
Gambar 2.4 Interaksi Axis Hipotalamus-Hipofisis-Ovarium10

2.3.2 Sekresi Gonadotropin Hipofisis


FSH dan LH merupakan hormon yang diproduksi oleh kelenjar hipofisis
anterior. FSH dan LH disekresikan secara pulsatil sebagai respon sekresi pulsatil

8
dari GnRH. Kadar FSH dan LH tergantung pada kadar hormon estrogen,
progesteron dan faktor ovarium yang lain seperti inhibin, activin, dan follistatin.
Inhibin adalah10
Defisiensi estrogen pada masa folikuler awal akan merangsang sekresi
FSH untuk produksi estrogen di ovarium. Setelah estrogen cukup maka akan
diberikan umpan balik negatif kepada hipofisis anterior untuk menghambat
produksi FSH dan umpan balik positif kepada hipofisis untuk sekresi LH.10
2.3.3 Sekresi Hormon Steroid Ovarium
Pada saat lahir, ovarium manusia mengandung 1-2 juta folikel primordial.
Masing-masing folikel primordial berisi satu oosit. Sebagian besar folikel
primordial akan mengalami proses degenerasi yang disebut dengan atresi selama
masa anak, sehingga pada saat menarche hanya 300.000- 500.000 oosit yang
tersisa.11
Oosit imatur dikelilingi oleh lapisan tunggal sel granulosa, diliputi oleh
selapis membran tipis yang memisahkan folikel dengan stroma ovarium. Maturasi
folikel dipengeruhi oleh homon gonadotropin, proliferasi sel granulosa menjadi
beberapa lapisan. FSH akan berikatan dengan reseptor FSH di sel granulosa untuk
merangsang produksi estrogen. Estrogen akan merangsang proliferasi reseptor LH
di sel teka dan sel granulosa untuk memproduksi androgen. Androgen akan
berdifusi ke dalam sel teka interna untuk dirubah menjadi estrogen. Estrogen akan
memberi umpan balik negatif kepada hipofisis anterior untuk menekan produksi
FSH. Pada petengahan siklus menstruasi, estrogen akan memberi umpan balik
positif kepada hipofisis anterior untuk menghasilkan LH surge, sehingga terjadi
ovulasi. Ovulasi terjadi dalam 30-36 jam peningkatan LH. Setelah folikel matur
dilepaskan, sel teka dan sel granulosa menjadi korpus luteum yang bertransisi
untuk menghasilkan dominan progesteron dan sebagian kecil estrogen.
Progesteron yang tinggi memberikan umpan balik negatif ke hipofisis untuk
menekan produksi FSH dan LH.11

9
Gambar 2.5. Teori 2 Sel produksi Estrogen11

Gambar 2.6 Perkembangan Folikel di Ovarium11


2.4 Siklus Menstruasi Normal

10
Siklus menstruasi dibagi menjadi 3 fase :
Fase I : Fase folikuler (10-14 hari)
Hari pertama keluarnya darah menstruasi merupakan hari pertama siklus
menstruasi. Jika tidak terjadi konsepsi, terjadi involusi korpus luteum sehingga
terjadi penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron. Menstruasi normal
lamanya 3-7 hari, dengan kehilangan darah 20-60 ml, tidak berbongkah.
Prostaglandin di dalam sekresi endometium dan darah haid menyebabkan
terjadinya kontraksi uterus yang mengakibatkan iskemia endometrium dan keram
perut. Peningkatan kadar estrogen pada awal fase folikuler menyebabkan
endometrial healing.11
Selama fase folikuler terjadi rangkaian kegiatan yang teratur yang
memastikan adanya folikel dalam jumlah yang tepat yang siap mengalami ovulasi.
Dalam ovarium manuasihasil akhir dari perkembangan folikel ini (biasanya)
adalah satu folikel matur. Proses yang terjadi selama 10 - 14 hari ini menunjukkan
gambaran serangkaian kerja hormon dan peptida autokrinparakrin pada folikel,
menyebabkan folikel yang akan mengalami ovulasi mengalami masa
pertumbuhan awal dari suatu folikel primordial melalui berbagai tahap folikel
preantral, antral, dan preovulatorik.12

Folikel Primordial
Sel - sel germ primordial berasal dari dalam endodermis yolk sac, alantois,
dan hindgut embrio, dan pada masa gestasi 5-6 minggu, sel – sel tersebut telah
bermigrasi ke rigi genitalia. Pada kehamilan 16 – 20 minggu, tercapai jumlah
oosit yang maksimal 67 juta pada kedua ovarium. Pembentukan folikel primordial
dimulai pada pertengahan masa kehamilan dan selesai segera setelah melahirkan.
Folikel primordial tidak bertumbuh dan terdiri dari sebuah oosit, yang berhenti
pada tahap diploten dari profase miotik, dikelilingi oleh sebuah lapisan sel - sel
granulosa berbentuk batang. Jumlah folikel primordial saat lahir 12 juta menjadi
300.000 sampai 500.000 pada masa pubertas. Dari reservoir besar ini, sekitar 400
sampai 500 folikel akan mengalami ovulasi selama masa reproduktif seorang
wanita. 12
Folikel yang akan mengalami ovulasi ditarik pada beberapa hari pertama
siklus. Perkembangan dini folikel terjadi selama beberapa siklus menstruasi, tetapi
folikel ovulatorik adalah salah satu kohort yang ditarik pada saat transisi fase

11
luteal-fase folikuler. Total lamanya waktu untuk mencapai status praovulatorik
kurang lebih 85 hari. Sebagian besar waktu ini (sampai tahap lanjut) melibatkan
respon - respon yang bebas dari regulasi hormonal. Akhirnya, kohort folikel ini
mencapai tahap dimana, kecuali jika ditarik (diselamatkan) oleh follicle-
stimulating hormone (FSH), langkah berikutnya adalah atresia. Karena itu, folikel
– folikel terus tersedia (berukuran 25 mm) untuk respon terhadap FSH.
Peningkatan FSH merupakan hal penting dalam menyelamatkan sebuah kohort
folikel dari atresia, hal yang biasanya dialami kebanyakan folikel, dan akhirnya
memungkinkan sebuah folikel dominan untuk tampil dan masuk kedalam jalur
untuk mengalami ovulasi. Disamping itu, dipertahankannya peningkatan FSH ini
untuk waktu yang tertentu adalah penting. Tanpa ada dan persistensi peningkatan
kadar FSH dalam sirkulasi, kohort akan mengalami proses apoptosis, kematian sel
fisiologis terprogram untuk mengeliminasi kelebihan sel. “Apoptosis” berasal dari
bahasa Yunani dan berarti jatuh, seperti daun gugur dari pohon.
Tanda – tanda nyata pertama perkembangan folikuler adalah peningkatan
ukuran oosit, dan sel - sel granulosa menjadi berbentuk lebih kuboid dan bukan
skuamous. Perubahan – perubahan ini mungkin lebih baik dipandang sebagai
suatu proses maturasi dan bukan pertumbuhan.

Gambar 2.7 Perkembangan Folikel12


Dengan multiplikasi sel – sel granulosa kuboidal (sampai kurang lebih 15
sel), folikel primordial menjadi folikel primer. Lapisan granulosa dipisahkan dari
sel – sel stroma oleh suatu membran basement yang disebut lamina basalis. Sel –
sel stroma disekitarnya akan berdiferensiasi menjadi lapisan- lapisan konsentrik

12
yang disebut teka interna (paling dekat dengan lamina basalis) dan teka eksterna
(bagian luar). Lapisan teka tampak jika proliferasi granulosa memproduksi 3 – 6
lapisan se- lsel granulosa.12

Folikel Preantral
Setelah pertumbuhan mengalami percepatan, folikel akan masuk kedalam
tahap preantral bersamaan dengan membesarnya oosit dan akan dikelilingi oleh
sebuah membran, yaitu zona pelusida. Sel – sel granulosa akan mengalami
proliferasi multilapis bersama dengan organisasi lapisan teka dari stroma
disekitarnya. Pertumbuhan ini bergantung pada gonadotropin dan berkorelasi
dengan peningkatan produksi estrogen. 12
Sel – sel granulosa dari folikel preantral memiliki kemampuan mensintesis
ke 3 kelas steroid; namun, diproduksi jauh lebih banyak estrogen daripada
andogren ataupun progestin. Suatu sistem enzim aromatase bekerja mengubah
androgen menjadi estrogen dan merupakan sebuah faktor yang membatasi
produksi estrogen oleh ovarium. Aromatisasi diinduksi atau diaktivasi melalui
kerja FSH. Pengikatan FSH pada reseptornya dan aktivasi sinyal yang dimediasi
oleh adenilat siklase diikuti oleh ekspresi mRNA multipel yang mengkode protein
yang bertanggungjawab untuk proliferasi, diferensiasi, dan fungsi sel. Karena itu,
FSH menginisiasi steroidogenesis (produksi estrogen) dalam sel – sel granulosa
dan merangsang pertumbuhan dan proliferasi sel granulosa.12
Reseptor – reseptor spesifik untuk FSH tidak terdeteksi dalam sel
granulosa sampai mencapai tahap preantral, dan folikel preantral memerlukan
adanya FSH untuk melakukan aromatisasi androgen dan memproduksi lingkungan
mikronya sendiri yang bersifat estrogenik. Karena itu, produksi estrogen dibatasi
oleh kandungan reseptor FSH. Pemberian FSH akan meningkatkan dan
menurunkan konsentrasi reseptornya sendiri yang terdapat pada sel – sel
granulosa (up- dan down-regulasi) baik in vivo maupun in vitro. Kerja FSH ini
dimodulasi oleh growth factor. Reseptor – reseptor FSH segera mencapai
konsentrasi sekitar 1500 reseptor dalam tiap sel granulosa. 12
Peranan androgen dalam perkembangan folikuler dini merupakan sesuatu
yang kompleks. Reseptor – reseptor androgen spesifik terdapat dalam sel - sel

13
granulosa. Androgen tidak hanya bekerja sebagai substrat untuk aromatisasi yang
diinduksi oleh FSH, tetapi dalam konsentrasi rendah, dapat semakin memperbaiki
aktivitas aromatase. Jika terpapar pada lingkungan yang kaya androgen, sel – sel
granulosa preantral akan mendukung konversi androgen menjadi androgen
terreduksi-5α yang lebih poten dan bukan menjadi estrogen. Andorgen – androgen
ini tidak dapat diubah menjadi estrogen dan, sebenarnya, menghambat aktivitas
aromatase. Androgen – androgen ini juga menghambat induksi pembentukan
reseptor LH oleh FSH, suatu langkah penting lain dalam perkembangan
folikuler.12

Folikel Antral
Dibawah pengaruh sinergistik estrogen dan FSH terjadilah peningkatan
produksi cairan folikuler yang terakumulasi dalam ruang antarsel granulosa, dan
akhirnya berkoalesensi membentuk suatu kavitas, bersamaan dengan transisi
folikel kedalam tahap antral. Akumulasi cairan folikuler memberi cara dengan
mana oosit dan sel – sel granulosa disekitarnya dapat diperlihara dalam suatu
lingkungan endokrin spesifik. Sel – sel granulosa yang mengelilingi oosit saat ini
disebut sebagai kumulus ooforus. Diferensiasi sel – sel kumulus diyakini
merupakan respon terhadap sinyal – sinyal yang berasal dari dalam oosit. Steroid
yang terdapat dalam cairan folikuler dapat ditemukan dalam konsentrasi beberapa
kali lipat lebih tinggi daripada steroid dalam sirkulasi dan mencerminkan
kapasitas fungsional sel – sel granulosa dan sel – sel teka disekitarnya.12
Kejadian – kejadian Kunci dalam Folikel Antral:12

1. Produksi estrogen fase folikuler dijelaskan oleh mekanisme duasel,


duagonadotropin, memungkinkan pembentukan penting lingkungan mikro
yang didominasi oleh estrogen.
2. Seleksi folikel dominan terjadi selama hari 57, dan akibatnya, kadar
estradiol perifer mulai menunjukkan peningkatan bermakna pada hari 7
siklus.
3. Kadar estradiol, derivat dari folikel dominan, meningkat tetap dan, melalui
efek umpan balik negatif, memberikan pengaruh supresif yang semakin
besar pada pelepasan FSH.

14
4. Bersamaan dengan menyebabkan penurunan kadar FSH, peningkatan
estradiol pada fase midfolikuler memberi pengaruh umpan balik positif
pada sekresi LH.
5. Kerja positif estrogen juga meliputi modifikasi molekul gonadotropin,
menyebabkan peningkatan kualitas (bioaktivitas) maupun kuantitas FSH
dan LH pada pertengahan siklus.
6. Kadar LH meningkat tetap selama fase folikuler lanjut, sehingga
merangsang produksi androgen dalam teka dan mengoptimalisasi maturasi
akhir dan fungsi folikel yang dominan.
7. Suatu responsivitas unik terhadap FSH memungkinkan folikel dominan
untuk mempergunakan androgen sebagai substrat dan lebih lanjut
mempercepat produksi estrogen.
8. FSH menginduksi tampilnya reseptor – reseptor LH pada sel – sel
granulosa.
9. Respon folikuler terhadap gonadotropin dimodulasi oleh berbagai growth
factor dan peptida autokrin - parakrin.
10. Inhibin-B, yang disekresi oleh sel – sel granulosa sebagai respon terhadap
FSH, secara langsung menekan sekresi FSH pituitari.
11. Aktivin, yang berasal dari pituitari maupun granuloa, memperbaiki sekresi
dan kerja FSH.
12. IGF mendorong semua kerja FSH dan LH.

Folikel Preovulatorik
Sel- sel granulosa dalam folikel praovulatorik membesar dan memperoleh
inklusi lipid sedangkan teka mengalami vakuolisasi dan sangat granuler, sehingga
folikel praovulatorik tampak hiperemik. Oosit melanjut mengalami miosis,
mendekati akhir pembelahan reduksinya.12
Selama fase folikuler lanjut, pertama – tama estrogen meningkat secara
perlahan, dan kemudian dengan cepat, mencapai puncak sekitar 24 - 36 jam
sebelum ovulasi. Onset peningkatan tajam LH terjadi saat kadar puncak estradiol
tercapai. 12
Kejadian – kejadian Kunci dalam Folikel Praovulatorik:12

15
1. Produksi estrogen menjadi cukup untuk mencapai dan mempertahankan
konsentrasi ambang batas perifer estradiol yang diperlukan untuk
menginduksi peningkatan tajam LH.
2. Dengan bekerja melalui reseptornya, LH menginisiasi luteinisasi dan
produksi progesteron dalam lapisan granulosa.
3. Peningkatan progesteron praovulatorik memfasilitasi kerja umpan balik
positif estrogen dan mungkin diperlukan untuk menginduksi pemuncakan
FSH pada pertengahan siklus.
4. Terjadi peningkatan androgen lokal dan perifer pada pertengahan siklus,
derivat dari jaringan teka dari folikel – folikel yang gagal dan kurang
berkembang.

Fase II : Fase Ovulasi (Hari ke -14)


Folikel praovulatorik, melalui kerjasama estradiol, menyediakan stimulus
ovulatoriknya sendiri. Terdapat variasi yang cukup besar dalam penentuan waktu
dari siklus ke siklus, bahkan pada wanita yang sama. Perkiraan yang masuk akal
dan akurat menempatkan ovulasi kurang lebih 10 – 12 jam setelah LH mencapai
puncak dan 24 – 36 jam setelah kadar puncak estradiol tercapai. Onset
peningkatan tajam LH merupakan indikator yang paling dapat diandalkan sebagai
tanda adanya ovulasi yang akan segera terjadi, yang terjadi 34 – 36 jam sebelum
rupturnya folikel. Sebuah ambang batas konsentrasi LH harus dipertahankan
selama setidaknya 14 – 27 jam agar maturasi penuh oosit dapat terjadi. Biasanya
peningkatan tajam LH berlangsung 48 -50 jam.12

Kejadian – kejadian Ovulatori: 12

1. Peningkatan tajam LH menginisiasi berlanjutnya miosis dalam oosit,


luteinisasi granulosa, dan sintesis progesteron dan prostaglandin dalam
folikel.
2. Progesteron memperbaiki aktivitas enzim – enzim proteolitik yang,
bersama dengan prostaglandin, bertanggungjawab untuk digesti dan ruptur
dinding folikuler.

16
3. Peningkatan FSH pada pertengahan siklus yang dipengaruhi oleh
progesteron bertindak membebaskan oosit dari perlekatan folikuler, untuk
mengubah plasminogen menjadi enzim proteolitik, plasmin, dan untuk
memastikan adanya cukup reseptor LH untuk memungkinkan terjadinya
fase luteal normal yang adekuat.

Fase III : Fase Luteal (Hari ke 14-28)


Sebelum terjadinya ruptur folikel dan pelepasan ovum, sel – sel granulosa
mulai bertambah besar dan memiliki gambaran bervakuolisasi yang dikaitkan
dengan akumulasi pigmen kuning, lutein, yang mendapatkan namanya dari proses
luteinisasi dan subunit anatomis, korpus luteum. Selama 3 hari pertama setelah
ovulasi, sel- sel granulosa terus membesar. Disamping itu, sel – sel teka lutein
dapat berdiferensiasi dari teka dan stroma disekitarnya untuk menjadi bagian dari
korpus luteum. Disolusi lamina basalis dan vaskularisasi dan luteinisasi cepat
menyebabkan sulitnya membedakan asal sel – sel spesifik.12,13
Kejadian - kejadian pada Fase Luteal:12

1. Fungsi luteal normal memerlukan perkembangan folikuler praovulatorik


yang optimal (terutama stimulasi FSH yang adekuat) dan adanya
dukungan FSH tonik secara kontinyu.
2. Fase luteal dini ditandai oleh angiogenesis aktif yang dimediasi oleh
VEGF. Pertumbuhan pembuluh darah baru diatur oleh angiopoietin-1 yang
bekerja melalui reseptornya yaitu Tie-2 pada sel – sel endotel. Regresi
korpus luteum dikaitkan dengan penurunan ekspresi VEGF dan
angiopoietin-1 dan peningkatan aktivitas angiopoietin-2.
3. Progesteron, estradiol, dan inhibin-A bekerja secara sentral untuk menekan
gonadotropin dan pertumbuhan folikuler baru.
4. Regresi korpus luteum dapat melibatkan kerja luteolitik dari produksi
estrogennya sendiri, dimediasi oleh perubahan dalam konsentrasi
prostaglandin lokal dan melibatkan nitrit oksida, endotelin, dan faktor –
faktor lain.
5. Pada masa – masa awal kehamilan, hCG menyelamatkan korpus luteum,
mempertahankan fungsi luteal sampai steroidogenesis plasenta telah
terjadi.

17
Kejadian – kejadian pada Transisi Luteal-Folikuler:12

1. Kerusakan korpus luteum menyebabkan terjadinya kadar nadir estradiol,


progesteron dan inhibin dalam sirkulasi.
2. Penurunan inhibin-A menghilangkan suatu pengaruh supresif pada sekresi
FSH dalam pituitari.
3. Penurunan estradiol dan progesteron memungkinkan peningkatan
progresif dan cepat frekuensi sekresi GnRH pulsatil dan penyingkiran
pituitari dari supresi umpan balik negatif.
4. Pembuangan inhibin-A dan estradiol dan peningkatan pulsasi GnRH
bekerja sama memungkinkan sekresi FSH yang lebih besar dibandingkan
dengan LH, disertai dengan peningkatan frekuensi sekresi episodik.
5. Peningkatan FSH bersifat instrumental dalam menyelamatkan kurang
lebih satu kelompok folikel yang sudah siap yang berumur 70 hari dari
atresia, sehingga memungkinkan sebuah folikel yang dominan memulai
kemunculannya.
Gambar 2.8 Siklus Reproduksi 11

18
2.5 Gangguan Menstruasi
2.5.1 Definisi Gangguan Menstruasi
Perdarahan uterus abnormal (PUA) adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan semua kelainan haid baik dalam jumlah maupun lamanya.
Manifetasi klinisnya dapat berupa perdarahan dalam jumlah yang banyak dan
sedikit dan haid yang memanjang atau tidak beraturan.14

2.5.2 Epidemiologi
Gangguan haid dialami oleh hampir 40% wanita. Terutama dialami oleh
wanita usia muda sehingga mempengaruhi kualitas hidupnya. Dari data
didapatkan bahwa gangguan haid meningkatkan angka absensi pelajar dan
mengganggu konsentrasi belajar siswa tersebut.1
2.5.3 Klasifikasi Gangguan Haid
2.5.2.1 Klasifikasi Gangguan Haid berdasarkan FIGO
Tabel 2.4 Klasifikasi Perdarahan Uterus Abnormal (FIGO)13

a. Gangguan volume
1. Hipermenorea (Menoragia atau Heavy Menstrual Bleeding)
Heavy menstrual bleeding sebelumnya disebut dengan menoragia,
didefinisikan sebagai inteval siklus haid normal tapi terjadi kehilangan darah
berlebihan saat menstruasi, >80 ml (>7 pad/hari) atau interval siklus menstruasi
normal tapi prolong duration (>8 hari) yang dipengaruhi oleh faktor fisik,
psikis/emosional, sosial, materi, kualitas hidup yang terjadi dengan keluhan
tunggal atau kombinasi dengan gejala lain.2,13
Perkiraan kehilangan darah selama menstruasi :4
 Perkiraan dari pasien sendiri terhadap perkiraan darah yang hilang
 Menghitung jumlah hari menstruasi

19
 Menghitung jumlah produk sanitari yang digunakan
 Mengukur kadar hemoglobin
 Tabel penilai kehilangan darah Pictorial (PBACS)

Gambar 2.9 Piktogram 4


Prediksi kehilangan darah juga bisa digunakan patokan berikut : 2

20
Insiden volume haid berlebihan dialami oleh hampir 1/3 wanita, walaupun
sebagian besar tidak mencari pengobatan.4
Keluhan keluar darah menstruasi yang banyak. Pemeriksaan yang
dilakukan antara lain periksa hemoglobin, pemeriksaan tiroid dan koagulopati jika
ada indikasi, dan pemeriksaan ultrasonografi transvagina untuk menilai ketebalan
endometrium, menyingkirkan adanya kelainan anatomis. Ketebalan endometrium
pada premenopause berbeda-beda, tergantung fase pada siklus menstruasi. Pada
fase folikuler tebal endometrium adalah 4 mm, sementara pada fase luteal tebal
endometrium 16 mm. Pemeriksaan salin USG dengan memasukkan 5-15 ml salin
ke dalam rongga uterus melalui serviks meningkatkan diagnosis, terutama untuk
polip dan mioma submukosa.13
Biopsi endometrium dipertimbangkan pada wanita usia di atas 40 tahun
dengan perdarahan yang banyak dari kemaluan, atau dengan perdarahan yang
tidak respon dengan medikamentosa, usia lebih muda dengan faktor risiko
karsinoma ovarium. Faktor risiko kanker ovarium pada usia yang lebih muda
adalah obesitas, DM, nulipara, riwayat PCOS dan riwayat keluarga dengan kanker
kolorektal poliposis.13
Terapi lini pertama untuk mengatasi perdarahan adalah progestogen intra
uterin device (LNG-IUS) bagi wanita yang tidak ingin hamil lagi. Bagi wanita
yang ingin hamil maka dipilih terapi lini ke dua yaitu antifibrinolitik seperti asam
tranexamat dan obat anti inflamasi non steroid (OAINS) seperti asam mefenamat.
Pilihan lain adalah pil kontrasepsi kombinasi. Terapi lini ke tiga adalah
progestogens oral dosis tinggi atau injeksi intramuskuler dan gonadotropin
releasing hormone agonist.13
Jika terapi medikamentosa gagal maka dilakukan operatif histeroskopi
untuk polip removal, ablasi endometrium, transcervical resection of fibroid
(TCRE), miomektomi, histerektomi, atau embolisasi arteri.13
2. Hipomenorea
Merupakan perdarahan haid yang lebih pendek (≤ 2 hari)dan atau
volumenya lebih sedikit dari normal(1-49 ml atau <5 pad/hari). Penyebabnya bisa

21
disebabkan oleh konstitusi penderita, kondisi uterus, gangguan endokrin, dan lain-
lain. Terapi hipomenorea adalah bersifat psikologis untuk menenangkan pasien,
kecuali bila sudah didapatkan penyebab nyata lainnya. Kondisi ini tidak
mempengaruhi fertilitas.13

b. Gangguan Regularitas Siklus Haid


1. Irreguler Menstrual Bleeding (Siklus haid tidak teratur)
Siklus haid tidak teratur adalah Variasi siklus ke siklus lebih 8-20 hari
diklasifikasikan sebagai ireguler sedang, variasi ≥21 hari diklasifikasikan sebagai
sangat ireguler.2
Etiologi Siklus haid tidak teratur antara lain siklus anovulasi umumnya
terjadi pada usia awal atau atau usia akhir reproduksi (menarche atau sebelum
menopause). Penyebab non malignancy : mioma, polip, adenomiosis, kista
ovarium, infeksi pelvis kronis.2
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan hemoglobin, PAP smear, ultrasonografi,
dan biopsi endomerium.2
Medikamentosa merupakan pilihan untuk kasus yang tidak ditemukan
kelainan secara anatomi. IUS atau pil kontrasepsi kombinasi merupakan pilihan
terapi lini pertama. Pil kontrasepsi biasanya menyebabkan perdarahan reguler dan
sedikit. Pil ini dibatasi penggunaannya karena komplikasinya lebih banyak pada
pasien yang lebih tua walaupun dapat digunakan sampai menopause. Jika ada
kelainan anatomi atau terapi medikamentosa gagal maka operatif menjadi pilihan
berikutnya.13

2. Amenore
a. Definisi
Amenore adalah tidak adanya menstruasi. Amenore di bagi menjadi : 1)
Amenore primer yaitu ketika menstruasi tidak terjadi sampai usia 16 tahun. Ini
merupakan salah satu manifestasi dari pubertas terlambat dimana tidak ditemui
tanda sex sekunder pada wanita usia 14 tahun. Amenore juga bisa terjadi pada
wanita yang tanda sex sekundernya normal tapi mempunyai masalah dalam aliran
keluar darah menstruasi akibat anomali genitalia seperti himen imperforata,
septum vagina transversal. 2) Amenore sekunder adalah ketika menstruasi
sebelumnya normal tapi tidak datang haid lagi selama 3 bulan berturut-turut untuk

22
siklus hadi normal atau dalam 3 siklus berturut-turut untuk siklus haid yang tidak
normal.10,13
Faktor penyebab amenorea antara lain :11
 Psikologis
Amenorea psikologis biasa terjadi selama kehamilan, setelah menopause, dan
selama menyusui
 Obat-obatan : antipsikotik, marijuana, progestogen, GnRH analog
 Prematur menopause, PCOS, dan hiperprolactinemia
 Masalah pada hipotalamus : faktor psikologis, berat badan kurang, anorexia,
latihan fisik yang berlebihan, tumor di hipotalamus
 Maslah pada kelenjar hipofisis : tumor di hipofisis yang menyebabkan
hiperprolaktinemia, Sheehan’s syndrom akibat perdarahan post partum yang
menyebabkan nekrosis kelenjar hipofisis sehingga menyebabkan
hipopituitarism.
 Masalah pada kelenjar adrenal atau kelenjar tiroid : hipo atau hiper aktivitas
dari kelenjar tiroid menyebabkan amaenorea, dan hiperrolaktinemia.
 Masalah pada ovarium : PCOS yang menyebabkan amenore dan
oligomenore, bisa menyebabkan menopause dini. Penyebab lain adalah
kelainan kongenital seperti Turner sindrom dan gonadal disgenesis
 Masalah pada aliran keluar menstruasi : himen imperforata, septum vagina
transversal dan atresi vagina, masalah didapat seperti stenosis servikal dan
Asherman sindrom.
Etiologi amenorea berdasarkan American Society Reproductive
Medicine:11
1. Defek antomi aliran keluar : MRKH sindrom, resistensi androgen komplit, himen
imperforata, septum vagina transversal, Asherman syndrom, servical
agenesis/disgenesis
2. Primary hipogonadism: gonadal disgenesis, premature ovarian failure
3. Hypothalamic causes : amenorea hipotalamus fungsional, Kallman
sindrom
4. Pituitary
causes

23
6.
7.
8.

5. Gangguan kelenjar endokrin

6. Penyebab
multifaktorial
Penatalaksanaan
tergantung etiologi
yang mendasarinya.12

c. Gangguan haid terkait Frekuensi


1. Infrequent menstrual bleeding (Oligomenore)
Oligomenore adalah interval siklus menstruasi lebih dari 38 hari
(FIGO,2017). Definisi lain oligomenore adalah interval siklus menstruasi >35
hari.2,4

2.Frequent bleeding (Polimenorea)


Polimenore adalah interval siklus menstruasi kurang dari 24 hari
(FIGO,2017). Definisi lain polimenore adalah volume haid normal tapi interval
<21 hari.2,4

d. Gangguan Haid terkaid Durasi


1. Prolong menstrual bleeding
Prolong menstrual bleeding adalah durasi menstruasi > 8 hari.13
2.Shortened menstrual bleeding
Shortened menstrual bleeding adalah durasi menstruasi <3 hari.13

e.Gangguan terkait Haid


1. Dismenore
Dismenorea adalah nyeri haid yang disebabkan oleh tingginya kadar
prostaglandin di endometrium sehingga menimbulkan kontraksi dan iskemia
uterus. Dismenorea merupakan masalah menstruasi terbanyak wanita usia muda.

24
20-90% wanita muda mengalami dismenorea, 15% mengalami dismeorea
berat.2,13
Dismenore dibagi menjadi dismenore primer dan sekunder. Dismenore
primer adalah ketika tidak ditemukan penyebab organik, dirasakan oleh 50%
wanita, 10% diantaranya merasakan nyeri hebat. Nyeri biasanya respon dengan
OAINS atau obat untuk supresi ovulasi seperti kontrasepsi oral kombinasi.
Dismenore sekunder adalah nyeri haid yang disebabkan oleh patologi pelvis
seperti mioma uteri, adenomiosis, endometriosis, tumor ovarium, pelvic
inflamatory disease.13
2.Pra Menstrual Sindrom (PMS)
PMS adalah gejala perilaku, sikap, dan psikologi yang dialami pada fase
luteal siklus menstruasi yang biasanya berakhir setelah menstruasi selesai. PMS
dialami hampir 90% wanita, 5% mengalami gejala yang berat. Penyebab PMS
belum diketahui, tapi berhubungan dengan fungsi ovarium dan hormon
progesteron. Progestogen eksogen dikenal sebagai penyebab sindrom PMS.13
Gejala PMS antara lain mudah marah, tegang, mudah tersinggung, agresif,
depresi, kehilangan kontrol, mudah lelah. Gejala fisik biasanya masalah pada
gastrointestinal dan nyeri payudara, nyeri otot dan tulang, nyeri perut, udem dan
berat badan meningkat. Tidak ada marker untuk PMS, wanita dianjurkan untuk
mengisi menstrual diari untuk menuliskan suasana hatinya selama minimal 2
siklus haid.15
Premenstrual sindrom disebabkan oleh fungsi abnormal HPA axis,
ketidakseimbangan hormon, nutrisi, dan faktor lingkungan yang mengakibatkan
penurunan fungsi serotonin sehingga terjadi mood swing.2
Selective seretonin reuptake (SSRIs) efektif diberikan secara berkelanjutan
atau intermiten pada 14 hari ke dua siklus haid. Karena PMS disebabkan oleh
fluktuasi hormon, pemberian pil kontrasepsi oral dapat digunakan, 100 mikrogram
estrogen HRT patches dapat diberikan. Jika tidak berhasil dan gejala makin parah
GnRH agonis dan tambahan estrogen untuk menginduksi pseudomenopause dapat
menjadi alternatif. Jika berhasil maka pemberian GnRH agonis dengan tambahan
estrogen HRT dapat dilanjutkan. Oovorektomi bilateral merupakan pilihan
terakhir (walaupun HRT atau pil kontrasepsi akan dibutuhkan untuk
mempertahankan tulang dan melindungi endometrium. Peran progesteron masih
belum diketahui.13

25
2.5.2.2 Klasifikasi Gangguan Haid Berdasarkan Jenis Perdarahan 4

Gambar 2.10 Klasifikasi PUA4


a. Perdarahan Uterus Abnormal Akut
Didefinisikan sebagai perdarahan haid yang banyak sehingga perlu dilakukan
penanganan segera untuk mencegah kehilangan darah
b. Perdarahan Uterus Abnormal kronik
Didefinisikan sebagai perdarahan uterus abnormal yang terjadi lebih dari 3
bulan. Perdarahan ini tidak memerlukan penanganan yang segera seperti PUA
akut.
c. Perdarahan tengah (intermenstrual bleeding)
Didefinisikan sebagai perdarahan haid yang terjadi diantara 2 siklus haid
yang teratur. Istilah ini dulu disebut dengan metroragia.

2.5.2.3 Klasifikasi Gangguan haid berdasarkan penyebab perdarahan 4

26
Gambar 2.11 Klasifikasi PUA berdasarkan etiologi 4
a. Polip (PUA-P)

Polip adalah pertumbuhan endometrium berlebih yang bersifat lokal


mungkin tunggal atau ganda, berukuran mulai dari beberapa milimeter sampai
sentimeter. Polip endometrium terdiri dari kelenjar, stroma, dan pembuluh darah
endometrium.4

b. Adenomiosis (PUA-A)
Merupakan invasi endometrium ke dalam lapisan miometrium,
menyebabkan uterus membesar, difus, dan secara mikroskopik tampak sebagai
endometrium ektopik, non neoplastik, kelenjar endometrium, dan stroma yang
dikelilingi oleh jaringan miometrium yang mengalami hipertrofi dan hiperplasia.4

c. Leiomioma uteri (PUA-L)


Leiomioma adalah tumor jinak fibromuscular pada permukaan
myometrium.Berdasarkan lokasinya, leiomioma dibagi menjadi: submukosum,
intramural, subserosum. 4

27
d. Malignancy and hyperplasia (PUA-M)
Hiperplasia endometrium adalah pertumbuhan abnormal berlebihan dari
kelenjar endometrium. Gambaran dari hiperplasi endometrium dapat
dikategorikan sebagai: hiperplasi endometrium simpleks non atipik dan atipik, dan
hiperplasia endometrium kompleks non atipik dan atipik. 4

e. Coagulopathy (PUA-C)
Terminologi koagulopati digunakan untuk merujuk kelainan hemostasis
sistemik yang mengakibatkan PUA. 4

f. Ovulatory dysfunction (PUA-O)


Kegagalan terjadinya ovulasi yang menyebabkan ketidakseimbangan
hormonal yang dapat menyebabkan terjadinya pendarahan uterus abnormal. 4

g. Endometrial (PUA-E)
Pendarahan uterus abnormal yang terjadi pada perempuan dengan siklus
haid teratur akibat gangguan hemostasis lokal endometrium.4

h. Iatrogenik (PUA-I)
Pendarahan uterus abnormal yang berhubungan dengan penggunaan obat-
obatan hormonal (estrogen, progestin) ataupun non hormonal (obat-obat
antikoagulan) atau AKDR.4

i. Not yet classified (PUA-N)


Kategori ini dibuat untuk penyebab lain yang jarang atau sulit dimasukkan
dalam klasifikasi (misalnya adalah endometritis kronik atau malformasi arteri-
vena).4

2.5.4 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Gangguan Menstruasi


2.5.4.1 Stres
a. Pengertian Stres
Stres didefinisikan sebagai respon nonspesifik tubuh atau reaksi terhadap
rangsangan, atau terhadap kejadian yang menganggu dalam lingkungan. Ini tidak
hanya suatu stimulus atau respon tapi ini merupakan suatu proses bagaimana kita

28
meanggapi suatu ancaman dan tantangan. Stress juga didefinisikan sebagai
gangguan emosi atau perubahan yang disebabkan oleh stresor.16
b. Macam-Macam Stresor
Berdasarkan Job-Strain model, diperkenalkan oleh Karasek & Theorell
tahun 1990, ada 2 faktor yang mempengaruhi stres; kemandirian dan piskologi.
Seseorang yang mempunyai kontrol terhadap pekerjaannya lebih sedikit stres.
Orang ini menganggap perubahan dan masalah sebagai tantangan bukan
ancaman. Stres paling berat akan dirasakan pada pekerjaan atau situasi yang
memerlukan kebutuhan psikologis yang tinggi dan kemandirian mengambil
keputusan yang rendah, contohnya jurusan kedokteran. Dalam model ini, stres
lebih dilihat sebagai suatu fungsi pekerjaan daripada personal. 16
Van Harrison menyatakan bahwa stres muncul dari konflik yang dirasakan
antara apa yang diharapkan dengan kemampuan individu untuk memenuhi
kebutuhan tersebut. Stresor mahasiswa kedokteran dibagi menjadi 6 kategori :16
1. Academic related Stressor (ARS)
ARS mengacu pada segala kejadian yang berhubungan dengan universitas,
pendidikan yang menyebabkan stres pada mahasiswa, termasuk sistem ujian,
metode penilaian, metode tingkatan, jadwal akademik, ekspektasi individu yang
tinggi, isi matapelajaran yang padat, sulit memahami isi pelajaran, kurangnya
waktu untuk revisi, kompetisi, tidak bisa menjawab pertanyaan dari dosen. Skor
yang tinggi pada domain ini mengindikasikan masalah akademik sebagai sumber
utama stres pada mahasiswa kedokteran.

2. Intrapersonal and Interpersonal Related Stressor (IRS)


IRS mengacu pada stres yang disebabkan oleh hubungan antar individu
dan di dalam individu itu sendiri. Stresor intrapersonal berhubungan dengan diri
sendiri termasuk motivasi pribadi yang kurang dan konflik internal. Sementara
stresor interpersonal berhubungan dengan verbal, fisikal dan kekerasan mental
yang disebabkan oleh orang lain seperti teman, guru dan karyawan lain di
lingkunan kampus. Skor yang tinggi pada domain ini mengindikasikan IRS
merupakan stresor utama mahasiswa.

3. Teaching and Learning Related Stressor (TLRS)


TLRS berhubungan dengan kesesuaian tugas yang diberikan oleh guru,
kompetensi guru dalam mengajar dan mensupervisi mahasiswanya, umpan balik

29
yang diberikan oleh guru kepada mahasiswanya, dukungan yang diberikan oleh
guru kepada mahasiswanya dan kejelasan tujuan pembelajaran yang diberikan
oleh guru kepada mahasiswanya. Skor yang tinggi pada domain ini
mengindikasikan TLRS sebagai sumber utama stres mahasiswa.

4. Social Related Stressor (SRS)


SRS mengacu pada hubungan komunitas dan sosial yang menyebabkan
stres. Umumnya berhubungan dengan waktu luang dengan keluarga dan teman,
waktu pribadi untuk diri sendiri , gangguan bekerja oleh orang lain dan masalah
keluarga. Skor yang tinggi pada domain ini mengindikasikan SRS merupakan
sumber utama stres mahasiswa.

5. Drive and desire Related Stressor (DRS)


DRS mengacu tekanan dari dalam ataupun dari luar yang menpengaruhi
sikap, emosi, pikiran, dan perilaku yang berdampak terhadap stres. Umumnya
berhubungan dengan masuk kedokteran karena terpaksa, salah memilih jurusan,
menjadi tidak termotivasi setelah mengetahui bagaimana sekolah kedokteran yang
sebenarnya, keinginan orangtua untuk masuk kedokteran, atau karena mengikuti
teman memilih jurusan kedokteran. Skor yang tinggi pada domain ini mengacu
pada DRS sebagai alasan utama stres.
6. Group activities Related Stressor (GARS)
GARS mengacu pada kejadian dan interaksi kelompok yang menyebabkan
stres. Skor yang tinggi pada domain ini GARS sebagai sumber utama stres.
The Medical Student Stressor Questionaire (MSSQ) dikembangkan untuk
mengidentifikasi stres pada mahasiswa kedokteran dan juga untuk mengukur
intensitas stres yang disebabkan oleh stresor.

30
31
Gambar 2.12 MSSQ Manual
Pendidikan kedokteran merupakan lingkungan dengan tingkat stres yang
tinggi bagi mahasiswanya. Dua penelitian di universitas malaysia melaporkan
41,9% mahasiswa kedokteran mempunyai gangguan emosi, penlitian ke dua di

32
universitas swasta di Malaysia melaporkan gangguan emosi 46,2% pada
mahasiswa kedokteran. Penelitian di Singapore melaporkan 57% gangguan emosi
pada mahasiswa kedokteran dibandingkan 37% pada mahasiswa jurusan hukum.
Penelitian lain di Turki melaoprkan gangguan emosi pada 47,9% mahasiswa
kedokteran berrbanding 29,2% pada mahasiswa jurusan ekonomi. Hal ini
memperlihatkan situasi tekanan piskologis pada mahasiswa kedokteran.16
Paparan stres jangka panjang mempunyai dampak negatif pada kesehatan
mental dan fisik mahasiswa kedokteran. Gangguan kesehatan fisik salah satunya
adalah gangguan menstruasi yang bisa mengakibatkan gangguan reproduksi.16

c. Mekanisme Stresor Mempengaruhi Menstruasi


Bagian sentral respon stres diperankan oleh corticotropin relesing
hormone (CRF). CRF merupakan regulator endokrin yang penting kelenjar
hipofisis dan kelenjar adrenal. Neurotransmiter terlibat dalam aktivitas sistem
syaraf otonom, metabolisme dan perilaku. Pada kasus stres akut berat
hipereksitabilitas dari Sympathetic Nervouse System (SNS) mempengaruhi
hypothalamic-pituitary adrenal axis dengan meghasilkan hormon glukokortikoid
dalam jumlah yang banyak, menyebabkan gangguan di dalam tubuh, efek jangka
pendek antara lain hipoglikemia, palpitasi, infark miokard, stroke sementara efek
jangka panjang antara lain disfungsi beberapa sistem (syok psikologis, post
traumatic Stress Disorder). Stres menyebabkan aktivasi SNS merangsang medula
kelenjar adrenal untuk menghasilkan epinefrin (adrenalin) yang akan
menghambarkan pengeluaran GnRH. 15
Limbik di otak akan merespon stresor dengan memberikan signal ke
paraventrikuler nucleus (PVN) hipotalamus, selanjutnya hipotalamus akan
mensekresikan Adenocorticotropin Homone (ACTH), ACTH akan merangsang
korteks adrenal untuk menghasilkan glucocorticoid (kortisol), glukokortikoid
mempunyai mekanisme aksi terhadap organ yang mempunyai reseptor
glukokortikoid (GR) yaitu pada hipotalamus, ovarium dan limbik. Di otak, area
yang paling banyak glucocorticoid receptor (GR) adalah di area limbik. Limbik
diketahui merupakan area untuk mengatur perilaku manusia. Ikatan
glukokortikoid dengan reeptornya di limbik akan mengaktifkan jalur hipothamus
pituitary adrenal axis sehingga menjadi siklus yang terus berulang. Di samping itu
limbik juga akan mempengaruhi syaraf simpatis dimana akan meningkatkan

33
denyut jantung (palpitasi), berkeringat, dan peristaltik usus meningkat. Sementara
ikatan glukokortikoid dengan reseptornya di hipotalamus akan menyebabkan
produksi Gonadotropin Releasing Hormone ditekan. sehingga hipofisis mendapat
pengaruh sekunder dengan ditekannya produksi GnRH, dimana produksi FSH dan
LH akan berkurang, sehingga produksi homon estrogen dan progesteron akan
menurun dan bisa mengakibatkan hypogonadotropic hypogonadism.17
Sistem limbik berhubungan erat dengan emosi, kegiatan motorik dan
sensorik bawah sadar serta perasaan intrinsik mengenai rasa nyeri dan
kesenangan. Bagian utama dari sistem limbik adalah hipotalamus. Selain berperan
mengatur perilaku, area ini juga mengatur banyak kondisi internal dari tubuh,
seperti pengaturan dorongan makan minum dan berfungsi sebagai pengatur berat
badan. Rangsangan pada hipotalamus menimbulkan berbagai sekresi
neurohormonal melalui HPA-axis. Pengaruh emosi sendiri diperoleh melalui
amigdala. Amigdala ini menerima signal neuronal dari semua bagian korteks
lobus temporal, parietal dan oksipital terutama dari area asosiasi auditorik dan
area asosiasi visual. Hubungan yang multipel ini dari amigdala disebut “ jendela”
yang dipakai oleh sistem limbik untuk melihat kedudukan seseorang di dunia. Dan
dalam gerakan sebaliknya ia menjalarkan sinyal kembali kepada area korteks yang
sama, hipokampus, septum, talamus dan secara khusus kepada hipotalamus.18
Perangsangan pada amigdala dapat menyebabkan efek yang hampir serupa
dengan efek akibat perangsangan hipotalamus. Efek yang dijalarkan melalui
hipotalamus meliputi peningkatan atau penurunan tekanan arteri, peningkatan
frekuensi jantung, defekasi dan miksi, dilatasi pupil, piloereksi, sekresi hormon
hipofisis anterior terutama hormon gonadotropin dan kortikotropik. Perangsangan
amigdala dapat meinumbulkan berbagai macam pergerakan involunter pergerakan
tonik, melingkar, marah, melarikan diri, rasa senang, ereksi, ejakulasi, ovulasi,
aktivitas uterus, persalinan prematur. Pengaruh emosi terhadap amigdala dan
sistem endokrin dapat digambarkan sebagai berikut :18

34
Gambar 2.13 Anatomi Sistem Limbik18

Gambar 2.14 Pengaruh Emosi terhadap Amigdala18


Korteks adrenal terdiri dari 3 zona yaitu glomerolusa (bagian luar),
fasciculata (bagian tengah) dan retikularis (penghasil kortisol dan androgen).
Antara hipotalamus dan korteks adrenal terdapat jalur efferen yang
memungkinkan stres dapat merangsang sekresi CRH oleh hipotalamus, CRH akan
merangsang sekresi ACTH oleh hipofisis anterior. ACTH akan merangsang
korteks adrenal untuk memproduksi kortisol. Kortisol yag tinggi akan masuk ke
sirkulasi menekan pertumbuhan sel imun tubuh dan mempengaruhi pengeluaran
neurotransmiter adrenalin yang mengakibatkan blokade sekresi GnRH sehingga
terjadi gangguan produksi FSH dan LH dan mengakibatkan gangguan
menstruasi.18

35
Gambar 2.15 Produksi Kortisol 18
Penelitian sebelumnya menunjukkan ada hubungan antara stres dengan
usia, lingkungan kerja dan lingkungan akademik. Penelitian observasional cross
sectional dilakukan di Romania tehadap 678 wanita usia antara 18-39 tahun
melalui quisioner yang pertanyaannya dibagi menjadi 4 bagian, bagian pertama
pertanyaan mengenai data demografi partisipan, bagian kedua mengenai tingkat
stres partisipan, bagian ketiga mengenai gangguan menstruasi yang dialami
partisipan, dan bagian keempat mengenai keluhan Premenstruation syndrom
(PMS). Hasil dari penelitian ini 91,9% partisipan mempunyai tingkat stres yang
tinggi, berdasarkan PSS-10 (Perceived Stress Scale), 5,8% mempunyai tingkat
stres medium, dan 1,8% mepunyai tingkat stres yang rendah. 59,9 % mempunyai
gangguan perdarahan uterus abnormal derajat sedang, 39,4% mempunyai keluhan
ringan. 64,2% mempunyai keluhan PMS, 3,5% gangguan disforik pramenstuasi.14
PSS merupakan instrumen penilaian stres klasik, dikembangkan tahun
1983, membantu untuk memahami bagaimana situasi berbeda mempengaruhi
perasaan seseorang. Pertanyaan pada skala ini menanyakan tentang perasaan dan
pikiran seseorang dalam bulan terakhir. Berikut daftar pertanyaan PSS-10:15
Tabel 2.5 Daftar Pertanyaan PSS-10

36
Keterangan :
Pertanyaan 4,5,7,8, ubah skor seperti berikut : 0=4, 1=3, 2=2, 3=1, 4=0
Kemudian jumlah total skor......
Skor 0-13 : tingkat stres rendah
Skor 14-26 : tingkat sres sedang
Skor 27-40 : tingkat stres tinggi
Penelitian cross sectional lainnya mengenai hubungan stres dengan
gangguan menstruasi dilakukan oleh Nazif bulan Februari 2015 sampai Februari
2016 yang melibatkan 1200 pelajar dari berbagai jurusan di Saudi Arabia. Kriteria
inklusi yang digunakan adalah pelajar usia 18 - 25 tahun sementara kriteria ekslusi
adalah wanita dengan masalah kesehatan kronis, masalah psikiatri, terdiagnosis
patologi pelvik (fibroid, penyakit inflamasi pelvik), tes kehamilan positif, dan ibu
menyusui. 738 pelajar yang memenuhi kriteria inklusi diberikan quisioner data
demografik, gangguan pola menstruasi (usia menarche, lama siklus haid, durasi
menstruasi, dan keteraturan siklus haid) dan PSS-10. Hasil dari penelitian ini
adalah 91% pelajar mengalami gangguan menstruasi seperti tabel berikut:2
Tabel 2.6 Gangguan Menstruasi2

37
Tabel 2.7 Hubungan stres dengan gangguan menstruasi2

Dari
tabel
di atas
tampak hubungan yang signifikan antara stres dengan iregular bleeding dan
amenore. Kemungkinan terjadi akibat prolong activation HPA axis oleh stresor
yang menyebabkan perubahan hormon sehingga menganggu ovulasi normal dan
siklus menstruasi.2
Patofisiologi yang menjelaskan hubungan dismenorea dan gangguan
menstruasi adalah stres menyebabkan aktivasi sirkuit stres di hipotalamus yang
menyebabkan hiperalgesia melalui aktivasi syaraf nyeri.2
Sementara hubungan stres dengan premenstrual sindrom dikarenakan
fungsi abnormal HPA axis, ketidakseimbangan hormon, nutrisi dan faktor
lingkungan menyebabkan penurunan serotonin mengakibatkan memburuknya
gangguan mood.2
Kelemahan dari penelitian yang dilakukan oleh Nazish ini adalah sampel
yang kurang dan adanya faktor lain yang mempengaruhi ganggun menstruasi
seperti indeks masa tubuh, penggunaan kontrasepsi oral, kurang tidur, status
ekonomi keluarga. Selain itu data diambil hanya berdasarkan quisioner tidak
disertai dengan pemeriksaan fisik. Rekomendasi dari penelitian ini adalah
dilakukan penelitian lain yang mengikutsertakan faktor penyerta seperti indeks

38
masa tubuh, penggunaan pil kontrasepsi, kurang tidur dan status sosial ekonomi
keluarga.2
Sementara dalam penelitian lainnya yang dilakukan oleh Sood dkk dan
Willey dkk pada mahasiswa kedokteran menunjukkan tidak ada hubungan antara
tingkat stres dengan gangguan menstruasi. Adanya kesenjangan hasil penelitian
ini memerlukan penelitian lain dengan sampel yang lebih banyak.2
2.5.4.2 Indeks Masa Tubuh
a. Metabolisme Lemak di dalam Tubuh (Stereogenesis)
Ada 3 sumber kolesterol untuk sintesis hormon steroid di dalam tubuh: 1)
denovo sintesis dari asetat 2) kolesterol ester di jaringan 3) diet atau makanan
(80%). Makanan yang berlemak di dalam usus akan di cerna dengan bantuan ezim
lipase menjadi asam lemak, kolesterol dan trigliserida. Kolesterol akan diikat
lipoprotein kilomikron di usus halus dan dibawa menuju ke hepar. Di hepar,
kolesterol akan di cerna kembali, sebagian akan di simpan di jaringan adiposa
(hati, RES, otot) dan sebagian lagi akan digunakan untuk pembentukan hormon
steroid di gonad, adrenal, plasenta dan syaraf. Oleh karena molekul kolesterol
besar dan tidak larut di air maka kolesterol harus diikat oleh lipoprotein Low
density Lipoprotein (LDL) untuk di transver ke organ targetnya.16
Hormon steroid berbeda dengan hormon lainnya dimana hormon ini tidak
dicadangkan, hormon ini diproduksi sesuai permintaan. Ketika ada permintaan
maka kolesterol yang disimpan di hati, RES, otot akan diubah menjadi asam
lemak dengan bantuan enzum acyl co-A dan Acyltransverase (ACAT). Asam
lemak akan dirubah menjadi kolesterol bebas oleh enzim cholesteryl esterase.
FSH, LH, dan ACTH juga akan memberikan rangsangan untuk aktivasi enzim ini
sehingga kolesterol bebas tinggi. Kolesterol bebas akan diikat oleh LDL dan
dibawa menuju ke organ sel teka dan sel granulosa ovarium dan kelenjar adrenal
melalui sirkulasi darah. Di organ target kolesterol akan dilepas oleh LDL dan
masuk secara endositosis ke dalam sel target. Di dalam sitoplasma sel, kolesterol
bebas akan diikat oleh sterol carrier protein (SCP-2) untuk dibawa ke outer
mitocondria membrane. Dengan bantuan enzim cytocrom P450 kolesterol dibawa
ke inner mitocondria membrane. Di sini kolesterol akan dioksidasi sehingga
membentuk pregnenolon. Hormon pregnenolon akan diikat oleh steroidogenic
acute regulator (StAR) menuju ke outer mitocondria membrane. Pregnenolon
keluar dari matrix mitokondria menuju sitoplasma, dimana 3-beta-hydroxysteroid

39
dehydrogenase (3β-HSD) mengkonversinya menjadi progesteron (P4). Oleh
karena sel granulosa kekurangan enzim 17-hydroxylase untuk memproduksi
androgen maka progesteron sel granulosa berdifusi ke dalam sel teka. Di sel teka
progesteron dikonversi menjadi androstenedion dengan bantuan enzim 17-
hydroxylase. Sel teka kekurangan enzim P450 untuk mengkonversi androgen
menjadi estrogen. Oleh sebab itu terjadi difusi androstenedion dari sel teka
menuju sel granulosa. Di dalam sel granulosa androstenedion dikonversi menjadi
estrogen dengan bantuan enzim P450(CYP19A1).17,19
Di tempat lain seperti di adrenal juga terjadi pembentukan hormon
estrogen dan progesteron dengan enzim yang berbeda namun mekanismenya
sama.
Kelenjar adrenal terdiri dari zona glomerulus untuk menghasilkan
mineralokortikoid, zona fasikulata untuk sintesis glukokortikoid, dan zona
retikularis untuk memproduksi hormon androgen. Namun jumlah hormon yang
dihasilkan lebih sedikit dibandingdan dengan ovarium.16,17,19

Gambar 2.16 Steroidogenesis20

40
Gambar 2.17 Steroidogenesis20

b. Obesitas dan Indeks Masa Tubuh


Obesitas adalah abnormalitas jumlah lemak di dalam tubuh. Jumlah lemak
tubuh berlebih biasanya namun tidak selalu berhubungan dengan penambahan
berat badan. Klasifikasi kriteria biasanya menggunakan Indeks Masa Tubuh
(IMT) didapatkan dengan membagi berat badan (dalam kilogram) dengan kuadrat
tinggi badan (dalam meter) atau dengan membagi berat badan (dalam pon) dengan
kuadrat tinggi badan (inchi) dikalikan dengan 703. Istilah “Morbid obesity”
didefinisikan sebagai resiko kesehatan akibat berat badan lebih dari 150 kg. 17,21

41
Gambar 2.18 Indeks Masa Tubuh21
Obesitas merupakan gangguan metabolik kompleks berhubungan dengan
gangguan reproduksi. Pengaruh obesitas terhadap gangguan reproduksi meliputi
polycystic Ovary Syndrome (PCOS), kualitas oosit yang jelek, infertilitas, siklus
menstruasi ireguler, anovulasi, abortus dan gangguan steroidogenesis. Obesitas
mengganggu sintesis hormon ovarium dengan mengganggu aktivitas enzim
steroidogenesis, seperti enzim P450 (CYP11A1), StAR, 17-HDS sehingga
produksi estrogen menurun. Karena estrogen yang menurun maka FSH dan LH
akan merangsang folikulogenesis sehingga banyak pertumbuhan folikel naman
tidak dihasilkan folikel matang. 19
Steroidogenesis di mediasi oleh FSH dan LH melalui aktivasi enzim
STAR, CYP11A1, 3β-HSD, dan CYP19A1. Pada wanita obes, kadar gula yang
meningkat menyebabkan insulin bekerja lebih aktif. Insulin menghambat cAMP
yang berfungsi untuk meningkatkan fungsi enzim P450 (CYP11A1), StAR, 17-
HDS yang berperan dalam steroidogenesis.19
Obesitas meningkatkan radikal bebas di dalam tubuh. Marker radikal
bebas di dalam tubuh ada nitric oxide (Nos2) dimana Nos2 akan mengaktivasi
faktor inflamasi di dalam tubuh, antara lain TNF-α dan IL-6. Dari penelitian yang
dilakukan oleh Jackson, 2010 terhadap mencit obes terjadi peningkatan kadar
TNF-α dan IL-6. Faktor inflamasi ini mempunyai kemampuan untuk memodulasi
cAMP sehingga dapat meregulasi produksi hormon steroid dan ovulasi. TNF-α
dan IL-6 dapat menstimulasi produksi progesteron, diferensiasi sel ovarium,
proliferasi, dan apoptosis. Contohnya peningkatan IL-6 dapat mengakibatkan
terjadi hiperstimulasi ovarium sindrom dan aktivasi sel tumor. Namun progesteron
yang dihasilkan tidak bisa dikonversi menjadi estogen karena gangguan aktivasi
enzim P450, STAR, CYP11A1, 3β-HSD, dan CYP19A1 akibat obesitas.19
Penelitian oleh Annie dkk terhadap Ossabaw mini-pig yang diberikan
makanan tinggi kalori dan kolesterol selama 6 bulan menunjukkan obesitas sentral
yang mengakibatkan sindroma metabolik seperti hipertensi, DM tipe 2 dan
dislipidemia. Disamping itu juga ditemukan gangguan reproduksi seperti
perpanjangan siklus estrus, hiperandrogenemia dengan penurunan LH,

42
peningkatan FSH, fase luteal progesteron memanjang, meningkatnya jumlah
perkembangan folikel, anovulasi, oligomenore serta amenorea.22
Obesitas dibagi menjadi 2: 1) Obesitas sentral adalah lingkar pinggang
>102 cm (>40 inchi) pada laki-laki dan >88 cm (>35 inchi) pada wanita. Obesitas
sentral berisiko mengalami penyakit metabolik dan kardiovaskuler. 2) Obesitas
perifer atau obesitas gluteal-femoral.21
Peningkatan berat badan biasanya berhubungan dengan masalah
perdarahan uterus ireguler dengan tanpa siklus ovulatoar. Sebuah penelitian cross
sectional menemukan hubungan antara mentruasi ireguler dengan indeks masa
tubuh dan status nutrisi seorang perempuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
51,75% wanita yang mempunyai BMI 14-24,9 mempunyai siklus menstruasi
teratur, 60 wanita dengan BMI 25- 29,5 mempunyai masalah gangguan
menstruasi.1
Suatu penelitian observational cross sectional di Iran meneliti 200 pelajar
SMA mengenai hubungan gangguan menstruasi dengan antropometrik. Kriteria
inklusi yang digunakan pelajar SMA, lancar berbahasa Farsi, bersedia mengikuti
penelitian. Kriteria ekslusi yang digunakan sedang menjajalani diet penurunan
berat badan, sedang terapi hormon, mengalami stres atau depresi, menderita
penyakit tertentu, penyakit tiroid, gagal ginjal, diabetes, penyakit liver, tidak ada
laporan penyakit genital, nyeri selama siklus menstruasi atau selama perdarahan,
menggunakan obat kontrasepsi oral, riwayat operasi abdomen atau operasi pelvis.1
Quisioner yang digunakan menanyakan informasi personal dan faktor
seperti penyakit yang dialami (depresi, stres psikologi), tiroid, gagal ginjal,
diabetes,tumor uterus, , kista ovarium, penyakit liver, menggunakan kontrasepsi
oral, riwayat operasi abdomen atau operasi pelvik, diet penurunan berat badan,
sedang menggunakan terapi hormon. Indikator antropometri yang digunakan berat
badan, tinggi badan, indeks masa tubuh, lingkar pinggang, lingkar panggul,
lingkar lengan, lingkar paha.1
Hasil dari penelitian ini 15% mengalami oligohidramnion, 22,5%
hipermenorea, 19% hipomenorea, 14,5 % menoragia, 7% polimenore dan 13,5 %
metroragia. Tidak ada hubungan umur, usia menarche dengan gangguan
menstruasi. Ada hubungan yang signifikan antara oligomenore dengan berat
badan, lingkar lengan, indeks masa tubuh. Ada hubungan hipermenore dengan
lingkar perut, ada hubungan hipomenore dengan tinggi badan, menoragi dengan

43
linkar pinggang, polimenorea dengan berat badan, lingkar lengan, indeks masa
tubuh, dan metroragia dengan berat badan, lingkar panggul dan lingkar pinggang.1
Lemak tubuh mempertahankan siklus ovulasi normal namun kelebihan
atau kekurangan lemak dapat menimbulkan berbagai gangguan menstruasi. Ada
beberapa mekanisme yang menjelaskan pengaruh jaringan adiposa terhadap
ovulasi dan siklus menstruasi: 1) Jaringan lemak mengkonversi androgen menjadi
estrogen 2) berat badan mempengaruhi metabolisme estrogen, wanita yang lebih
ringan sedikit terpengaruh oleh metabolisme estrogen dibandingkan dengan
wanita obese. 3) Wanita obes mempunyai kemampuan yang rendah untuk
mengikat estrogen oleh globulin mengakibatkan estrogen menjadi inaktif dan
meningkatkan kadar estrogen bebas. Selain itu jaringan lemak menghasilkan
adipokin yang dapat secara langsung menekan fungsi ovarium dengan mengubah
signal hypothalamus-pituitary-ovarian axis yang mengakibatkan gangguan
menstruasi.1
Penelitian lain yang dilakukan oleh Kafael dkk (2012) mengenai hubungan
antara gangguan regularitas siklus menstruasi dengan obestitas berhubungan
dengan indikator antropometrik pelajar di Uviversitas Kashan. Hasilnya
menunjukkan hubungan yang positif antara BMI dengan iregularitas siklus
mentruasi.1
Namun penelitian yang dilakukan oleh Ganesh dkk (2013) menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan signifikan antara BMI dan gangguan menstruasi.
Sebagai tambahan penelitian lain yang dilakukan oleh Lee dkk (2006) pada
pelajar di Malaysia didapatkan tidak ada hubungan signifikan antara BMI dan
gangguan siklus menstruasi.1

2.5.4.3 Usia
Gangguan menstruasi lebih banyak terjadi pada remaja daripada usia yang
lebih tua karena siklus fisiologi hipotalamus, ovarium, dan uterus belum
berkembang dan berbagai faktor juga berkontribusi dalam perkembangan
gangguan ini. Remaja merupakan fase transisi perkembangan fisik dan mental
manusia, yang biasa terjadi selama masa pubertas sampai legal maturity. Pada
masa ini terjadi perubahan- perubahan di dalam tubuh dan perubahan biasanya
diikuti oleh gangguan. Masalah paling banyak pada remaja wanita berhubungan
dengan menstruasi.1

44
2.5.4.4 Latihan Fisik
a. Pengertian
Menurut Almatsier (2009), aktivitas fisik adalah gerakan fisik yang dilakukan
oleh tubuh dan sistem penunjangnya. Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh
yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas
fisik dalam kehidupan sehari-hari misalnya bekerja (occupational), olah raga,
merawat (conditioning), melakukan pekerjaan rumah, atau aktivitas lain. Aktivitas
fisik yang tidak ada (kurangnya aktivitas fisik) merupakan faktor risiko
independen untuk penyakit kronis, dan secara keseluruhan diperkirakan
menyebabkan kematian secara global.23
Dalam WHO (2010), aktivitas fisik dibagi atas tiga tingkatan yakni aktivitas
fisik ringan, sedang dan berat. Aktivitas fisik ringan adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan menggerakkan tubuh, misalnya berjalan kaki, tenis meja,
golf, mengetik, membersihkan kamar, dan berbelanja. Aktivitas fisik sedang
adalah pergerakan tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga yang cukup besar
sehingga menyebabkan nafas sedikit lebih cepat dari biasanya, misalnya
bersepeda, ski, menari, tenis, dan menaiki tangga. Sedangkan aktivitas fisik berat
adalah pergerakan tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga cukup banyak
(pembakaran kalori) sehingga nafas jauh lebih cepat dari biasanya, misalnya
basket, sepak bola, berenang, dan angkat besi.23

b. Manfaat Aktivitas Fisik


Aktivitas fisik merupakan kunci utama mengeluarkan energi, sehingga
merupakan dasar yang harus dilakukan untuk menjaga keseimbangan energi dan
mengontrol berat badan. Jika dilakukan secara teratur, aktivitas fisik sangat
bermanfaat untuk menghindari berbagai penyakit seperti menurunkan resiko
menderita penyakit jantung koroner dan stroke, diabetes, hipertensi, kanker kolon,
kanker payudara, depresi, serta menjaga kesehatan fungsional tubuh dan
mencegah jatuh pada lansia (WHO, 2010). Selain itu, kebugaran tubuh atau
kesanggupan dan kemampuan untuk melakukan kerja atau aktivitas fisik
meningkatkan daya kerja tanpa mengalami kelelahan yang berarti.23

45
Janssen dan Leblanc dalam Suprayoga (2013) menyebutkan bahwa untuk
mendapatkan hasil maksimal, aktivitas fisik harus dilakukan dalam porsi
intensitas yang tepat yang dapat diukur dengan menghitung denyut nadi saat
beraktivitas. Rumus yang digunakan ialah denyut nadi maksimum adalah 220 -
usia (dalam tahun). Setiap melakukan aktivitas fisik harus mencapai 72% - 87%
dari denyut nadi maksimum dan dipertahankan selama paling sedikit 25 menit.
Bila aktivitas fisik yang dilakukan kurang dari 70% denyut nadi maksimum, maka
manfaatnya akan kurang terasa maksimal. Namun bila melakukan aktivitas
dengan intensitas melebihi 85% maka dapat menimbulkan kerugian pada tubuh.
Untuk frekuensi yang dianjurkan adalah minimal tiga kali dalam seminggu atau
lebih bila memungkinkan. Memaksakan diri dalam melakukan aktivitas fisik
dapat menyebabkan kelelahan dan berdampak kurang baik bagi kesehatan.23

c. Tingkat Aktivitas Fisik


Terdapat empat dimensi utama yang menjadi fokus pengukuran aktivitas fisik,
yaitu tipe, frekuensi, durasi dan intensitas. Tipe adalah jenis aktivitas fisik yang
dilakukan seperti duduk, berdiri, berjalan, bersepeda, dan lain-lain; frekuensi
aktivitas fisik mengacu pada jumlah sesi aktivitas fisik per satuan waktu; durasi
aktivitas fisik merupakan lamanya waktu yang dihabiskan ketika melakukan
aktivitas fisik; dan intensitas aktivitas fisik sering dinyatakan dengan istilah
ringan, sedang (moderate), atau berat (vigorous).24
Dari keempat dimensi tersebut, menurut Gibney (2009) tingkatan aktivitas
fisik dapat dinilai dalam bentuk total volume aktivitas fisik. Total volume aktivitas
fisik dapat dinyatakan dengan satuan MET-menit per hari atau per minggu, yaitu
menghitung bobot masing-masing jenis kegiatan dengan kebutuhan energy yang
didefinisikan dalam Metabolic Equvalents (METs) dan dikalikan dengan jumlah
menit yang dilakukan saat aktivitas fisik (IPAQ, 2005). METs adalah pendekatan
pengukuran yang dihitung dengan koreksi berat badan. Satu METs sama dengan
perbandingan antara energi yang digunakan dalam kilojoule dengan energi yang
digunakan pada saat istirahat dalam kilojoule, dimana keduanya diperkirakan
dengan ukuran tubuh, yaitu 4,2 Kj/Kg BB atau 3,5ml /Kg per menit (Montoye dalam
Suprayoga, 2013). Cara ini sering dilakukan untuk m enyatakan total volume
aktivitas fisik ketika menggunakan metode kuisioner.24

46
Banyak cara untuk menghitung akumulasi total aktivitas fisik selama 150
menit per minggu. Yang terpenting dari konsep akumulasi ini adalah tercapainya
150 menit aktivitas fisik per minggunya dengan membagi total aktivitas fisik ini
menjadi sesi-sesi tiap harinya yang minimal dilakukan selama 10 menit tiap
sesinya. Kemudian total waktu yang dihabiskan untuk aktivitas fisik tersebut
dihitung dengan rentang waktu satu minggu, misalnya aktivitas fisik intensitas
sedang 30 menit selama 5 kali dalam satu minggu.25
Semakin tinggi tingkat aktivitas fisik (misalnya lebih dari 150 menit per
minggu) diperkirakan akan memberikan manfaat lebih untuk kesehatan. Akan
tetapi fakta menunjukan terdapat penurunan marginal manfaat tersebut jika
peningkatan aktivitas fisik tersebut melebihi jumlah kombinasi 300 menit per
minggunya dari aktivitas fisik intensitas sedang dan dapat meningkatkan resiko
cedera.25

d. Aktivitas Fisik pada Atlet


Olahraga memiliki banyak keuntungan, tetapi juga dapat menyebabkan
beberapa gangguan pada atlet wanita apabila dilakukan secara berlebihan.Seorang
atlet biasa mengalami berbagai gangguan fisik karena cedera. Gangguan fisik
dapat terjadi pada atlet pria dan wanita, namun pada atlet wanita seringkali
mengalami gangguan yang tidak akan dialami oleh para atlet pria (Handjaja,
2010). Menurut KBBI, olahraga adalah gerak badan untuk menguatkan dan
menyehatkan tubuh. Tetapi latihan, sendiri atau bersamaan dengan berat badan
menurun, dapat mengakibatkan gangguan menstruasi. 27
Beberapa studi telah mencatat terganggunya menstruasi terjadi selama
masa kejuaraan atau perlombaan saat beban latihan meningkat. Atlet yang
melakukan penurunan berat badan secara signifikan lebih berisiko tertunda
menstruasinya dibandingkan atlet yang mempertahankan berat badannya selama
periode pengujian. Meningkatkan latihan seperti itu mempengaruhi menstruasi
hanya ketika disertai dengan penurunan berat badan. Mekanisme hipotesis yang
mana latihan akan mempengaruhi siklus menstruasi dengan melibatkan
hipotalamus - hipofisis - aksis adrenal. 26
Female athlete triad (FAT) merupakan suatu sindrom yang sering terjadi
pada atlet wanita dengan aktivitas fisik intensitas tinggi. Menurut (Nattiv

47
dkk,2007) sindrom FAT meliputi gangguan makan, amenorea, osteoporosis.
Penyebab yang mendasari keseluruhan gejala tersebut adalah intensitas latihan
fisik yang terlalu tinggi dan yang tidak mampu dikompensasi fisiologis tubuh
serta tekanan mental yang berat akibat kompetisi olahraga yang mencetuskan
gangguan perilaku makan.27,28,29
Komponen pertama female athlete triad adalah ketersediaan energi
didefinisikan sebagai minus energi asupan makanan yang disebabkan oleh
kurangnya edukasi dan ketakutan untuk gemuk sehngga membatasi makanan,
menggunakan pil diet atau obat diuretik. Namun tidak disertai oleh kelainan
psikologi eating disorder. 27, 28,29
Komponen kedua adalah disfungsi menstruasi seperti supresi fase luteal,
onovulasi, oligomenorea dan amenorea primer maupaun sekunder. Supresi fase
luteal ditandai dengan memendeknya fase luteal dan memanjangnya fase folikuler
dimana kadar estrogen menurun. Disfungsi ovulasi terjadi karena kurangnya
ketersediaan energi mengakibatkan gangguan fungsi HPA-axis sehingga LH dan
FSH rendah mengakibatkan kadar hormon estrogen dan progesteron juga rendah.
27, 28,29

Komponen ketiga adalah berkurangnya masa tulang. Hal ini disebabkan


karena hormon estrogen yang rendah menyebabkan absorpsi calsium ke dalam
tulang menjadi menurun sehingga bisa mengakibatkan fraktur patologis dan gejala
menopause dini.27,28
Ketiga komponen tersebut menyebabkan gangguan sistem endokrin dalam
tubuh. Akibat pertama yang nyata dialami oleh atlet adalah hilangnya siklus
menstruasi (amenorea). Ketidakseimbangan hormon ini dapat mempengaruhi
metabolisme mineral dalam tubuh. Gangguan metabolisme kalsium yang erat
hubungannya dengan hormon estrogen juga mengalami gangguan sehingga
penurunan kepadatan tulang (osteoporosis). Lebih lanjut, kerapuhan tulang yang
terjadi secara laten dapat meningkatkan ketahanan tulang terhadap trauma fisik
atau dengan kata lain meningkatkan terjadinya fraktur patologis.26
Istilah amenorea atlet dimaksudkan untuk mendeskripsikan berhentinya
menstruasi yang dialami beberapa atlet selama masa latihan dan kompetisi berat.
Upaya untuk memahami karakteristik perubahan ini membawa pada kenyataan

48
bahwa arti perubahan menstruasi pada atlet merupakan akibat dari perubahan
kesuburan (fertilitas) dan integritas skelet. Perubahan menstruasi dapat berupa
berkurangnya jumlah menstruasi per tahun (oligomenrrhoea) atau sama sekali
tidak ada menstruasi (amenorrhoea). Amenorrhoea dapat bersifat primer yaitu
tertundanya awal menarche; atau sekunder yaitu setelah menstruasi pada waktu-
waktu sebelum berjalan normal.26
Sebagian besar atlet wanita sering mengalami gangguan makan yang
berakibat terjadinya ketidakseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran energi
yang berkepanjangan. Ketidakseimbangan energi berhubungan dengan
menurunnya kadar estrogen, gangguan metabolisme, dan terjadinya amenorea
atau oligomenorrea.26
Penelitian yang dilakukan oleh Laura dkk tahun 2018 menyatakan tidak
ada bukti korelasi antara BMI dengan gangguan menstruasi pada atlet wanita.25

2.5.3.5 Imatur HPA-Axis


Amenorea dan oligomenorea pada remaja wanita sering disebabkan oleh
HPA-axis yang belum matang, biasa terjadi pada 3 tahun pertama menstruasi.
Remaja didefinisikan sebagai periode antara 10-19 tahun. 55% terjadi siklus
anovulasi pada 1 tahun pertama menstruasi. Gangguan ini bersifat fungsional dan
reversibel.30

DAFTAR PUSTAKA

1. Mostafa Rad, Marzieh, Zahra. Association Between Menstrual Disorder and


Obesity- Related Anthropometric Indices in Female High School Students : A
Cross-Sectional Study. Int J School Health. 2018; 5(2) p.1-8
2. Nazish Rafique, Mona. Prevalence of menstrual problems and their
association with psychological stress in young female students studying
health sciences. Saudi Med J. 2018; Vol.39(1) p.67-73

49
3. Reed BG, Carr BG. The normal Menstrual cycle and the control of Ovulation.
Philadelpia. Publisher : Mc. Graw-Hills; 2018
4. HIFERI. Konsensus tatalaksana Perdarahan Uterus Abnormal Karena Efek
Samping Kontrasepsi. Jakarta : POGI; 2014
5. Hani Rimiawi. Hypothalamus Anatomy. 2017. Medscape
www.medscape.com/hypothalamus anatomy-diakses tanggal 12 Oktober
2018
6. Allen Foulad. Pituitary Gland Anatomy. 2015. Publisher : Medscape
www.medscape.com/Pituitary Gland Anatomy- diakses tanggal 12 Oktober
2018
7. Firman F Wirakusumah, Johannes C Morse, Sofie, et al. Anatomi Organ
Genitalia interna. Jakarta. Publisher : EGC; 2015 p.7-20
8. F. Gary Cunningham, Leveno, BloomHAuth, Rouse, Spong. Williams
Obstetrics. 25th edition. Philadelpia. McGraw Hill : 2018; Chap.3; p.37-7
9. Marc A. Fritz, Leon Spheroff. Regulation of Menstrual Cycle in text book
Clinical Gynaecology Endocrinology and Infertility. 8th edition. Philadelpia :
Lippincot Walters Kluwer; 2015. Chap.6 : p.200-30.
10. Backman & Lings (2014 a). Amenorrhea and Abnormal Uterine Bleeding. In
Obstetrics and Gynecology text book. 8th edition. Philadeplia : Walters
Kluwer; Chap.39 p-808-20
11. Backman & Lings(2014 b). Reproductive cycle in Reproductive
Endocrinology and Infertility. In Obstetrics and Gynecology text book. 8th
edition. Philadeplia : Walters Kluwer Chap.37 p-781-805
12. Leon Speroff. Menstrual Cycle Regulation. In Clinical Gynecologic
Endocrinology and Fertility. Eight edition. Philadelpia: Walters Kluwer; 2015
Chap. 6
13. Lawrence Impey. The menstrual cycle and its disorders. In Obstetrics &
Gynaecology Text book. 5th edition. 2017. UK: John Willey Chap.2 p-9-21
14. Monro MG, Fraser IS. The FIGO Classification of causes of abnormal uterine
bleeding in reproductive years. Fertility and sterility; 2011. (95)7
15. Bogdan F. Covaliu, Norina Predescu, Sebastian M. Armean, Costin minoiu.
Stress as a risk factor for menstrual disorders. HVM Bioflux. Romania :
HVM; 2017.Vol.9 p.6-10
16. Muhammad Saiful. The Medical Student Stressor Questionner (MSSQ)
Manual. 2014.
www.Researchgate/MSSQ-diakses tanggal 120 November 2018
17. Vishwanath. Hormone export not mediated by membrane vesicle. In Basic &
Clinical Endocrinology.7th editon. Philadelpia. Lippincot; 2014. p.53-8

50
18. S.Reichlin. Hypothalamus and Pituitary Neuroendocrine textbook. WB.
Sander Company; 2012. p.135-205
19. Jerome F.Strauss, Garret. Steroid Hormones and Other Lipid Molecules
Involved. In Human Reproduction in textbook Yen & Jafee’s Endocrinology
Reproduction. 8th edition. Philadelpia : Elsevier; 2019.Chap.4 P-75-93
20. Jackson Nteeba, Shanthi Ganesan, Aileen F Keating. Progressive obesity
alters ovarian folliculogenesis with impact on pro inflammatory and
stereogenic signaling. In Female mice. ISSN Society for Study of
Reproduction; 2014. article 86
21. Philip Bannet. Endocrinology In Basic science in Obstetrics & Gynaecology a
textbook for MRCOG part 1. 4th edition. Totonto: Elsevier;.2010 Chap.11 p-
232-45
22. Greenspan, Francis S, Gardner,David G. Basic clinical endocrine. 7 th edition.
San Fransisco : McGrow-Hill; 2014p-515-34
23. Annie E.Newell-Fugate, Jessica N.Taibl, Muhammad Allosh. Effects of
obesity and Metabolic Syndrome on stereogenesis and folliculogenesis in te
female ossabaw mini pig.PLOS ONE. Spain ; 2015. p.1-18
24. WHO. Physical Activity In Guide to Community Preventive Service World
Health Organization. 2014
www.WHO/Physical Activity In Guide to Community Preventive
Service.com- diakses tanggal 29 November 2018
25. Gibney, Michael J, Margetts, Barrie M, Kearney, John M, Arab, Lenore. Gizi
Kesehatan Masyarakat. Jakarta. EGC; 2014
26. Peterson DH, Jones GR, Rice CL. Aging and Physical Activity : Evidence to
Develop Exercise Recommendations for Older Adults. Applied Physiology,
Nutrition and Metabolism. 2015
27. Carbon RJ: The Female Athlete dalam Textbook of Science and Medicine in
Sport. Edited by : Bloomfield, J, Fricker, Fitch, Blackwell Scientific
Publication.2015.p-467-87
28. Laura Stefani, Giogia Galanti, Silvia Lorini, Giada Beni, Metella Dei, Nicola
Matfulli. Female athlete and menstrual disorder a pilot study. 2016.
Muscle,ligament and tendons Hournal : 6(2); p.183-87
29. Laura M Gottschlich. Craug C Young, dkk. Female Athlete Triad. 2017.
www.Medscape/Female Athlet Triad - diakses tanggal August 24
30. Efthimios Deligeoroglou, Nikolaos Athanasopoulos, Pandelis Tsimaris,
Konstantinos D Dimopoulos. Evaluation and Management of Adolescent
amenorrhea. Acad.Sc. NY; 2010

51

Anda mungkin juga menyukai