Anda di halaman 1dari 12

VARIASI (DINAMIKA) GEN DALAM POPULASI DAN HUKUM HARDY

WEINBERG DALAM EVOLUSI

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
EVOLUSI
yang dibina oleh Prof. Dr. agr. Mohamad Amin, S.Pd, M.Si dan
Bagus Priambodo, S.Si., M.Si., M.Sc.

Oleh :
Kelompok 7
Pratiwi Kartika Sari (160342606267)
Septianti Amalia (160342606226)
Sulistya Ika Ramadhani (160342606299)
Offering HP

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
Februari 2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Genetika populasi adalah bidang biologi yang mempelajari komposisi genetic
populasi biologi, dan perubahan dalam komposisi genetik yang dihasilkan dari
pengaruh berbagai faktor termasuk seleksi alam. Genetika populasi mengejar
tujuan mereka dengan mengembangkan model matematis abstrak dinamika
frekuensi gen, mencoba untuk mengambil kesimpulan dari model-model tentang
pola-pola kemungkinan variasi genetik dalam populasi yang sebenarnya,dan
menguji kesimpulan terhadap data empiris. Genetika populasi terikat erat dengan
studitentang evolusi dan seleksi alam, dan sering dianggap sebagai landasan teori
Darwinisme modern. Ini karena seleksi alam merupakan salah satu faktor yang
paling penting yang dapat mempengaruhi komposisi genetik populasi.
Dengan mempelajari model formal perubahan frekuensi gen dalam genetika
populasi diharapkan dapat menjelaskan proses evolusi, dan untuk memungkinkan
konsekuensi dari hipotesis evolusi yang berbeda yang dapat dieksplorasi dengan
cara yang tepat secara kuantitatif. Seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi di
bidang biologi molekuler, aspek-aspek ilmu genetika juga mengalami
perkembangan yang sangat pesat.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam makalah
ini, antara lain:
1.2.1 Bagaimana variasi (dinamika) gen dalam populasi?
1.2.2 Bagaiman Hukum Hardy Weinberg dalam evolusi?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan makalah ini,
antara lain:
1.3.1 Untuk mengetahui variasi (dinamika) gen dalam populasi.
1.3.2 Untuk mengetahui Hukum Hardy Weinberg dalam evolusi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Variasi (dinamika) gen dalam populasi
Variasi genetik dalam populasi yang merupakan gambar dari adanya
perbedaan respon individu-individu terhadap lingkungan adalah bahan dasar dari
perubahan adaptif. Suatu populasi terdiri dari suatu sejumlah individu. Populasi
adalah suatu kelompok individu sejenis yang hidup pada suatu daerah tertentu.
Genetika populasi adalah cabang dari ilmu genetika yang mempelajari gen-gen dalam
populasi dan menguraikannya secara sistematik akibat dari keturunan pada tingkat
populasi. Suatu populasi dikatakan seimbang apabila frekuensi gen dan frekuensi
genetik berada dalam keadaan tetap dari setiap generasi. Populasi bersifat dinamis,
artinya dapat bertambah (dengan kelahiran), berkurang (dengan kematian), dan
meluas (migrasi), sehingga konsekuensinya suatu saat keadaan tersebut akan
mempengaruhi struktur genetik suatu populasi (Suryo, 1994).
Variasi genetik setiap individu dalam suatu populasi dipelajari dalam ilmu
genetika populasi. Genetika populasi secara harfiah adalah suatu ilmu yang
mempelajari komposisi dan variasi genetik individu-individu dalam suatu populasi
dan faktor-faktor yang dapat mengubah komposisi genetik tersebut. Jadi genetika
populasi adalah Ilmu yang mempelajari tentang Komposisi Genetik dalam suatu
populasi (Suryo 1994).
Genetika populasi ini tidak dapat dipisahkan dengan teori evolusi yang
dicetuskan oleh Charles Darwin (1809-1882) yang secara garis besar terdiri dari 3
prinsip, yaitu (Nurmasita. 2013):
1. Prinsip variasi yang artinya bahwa individu-individu dalam suatu populasi akan
memiliki variasi morfologi, fisiologi dan perilaku. Dalam hal ini, Darwin
memandang bahwa variasi tersebut dapat diwariskan dari satu generasi ke
generasi berikutnya.
2. Prinsip Hereditas yang artinya bahwa setiap individu dalam suatu populasi
memiliki kesempatan yang sama untuk menghasilkan keturunan. Namun, ada
individu-individu yang berhasil menghasilkan keturunan dan ada yang tidak
berhasil, sehingga densitas suatu populasi umumnya konstan setiap saat. Selain
itu individu-individu keturunan (filial) akan lebih menyerupai induk atau
parentalnya bila dibandingkan dengan individu-individu lain yang tidak
sekerabat.
3. Prinsip Seleksi yang artinya bahwa beberapa individu dalam suatu populasi lebih
mampu beradaptasi, bertahan hidup, dan bereproduksi bila dibandingkan dengan
individu-individu lainnya. Pada tahapan ini, gen-gen yang menentukan karakter-
karakter yang baik pada individu-individu tersebut akan dipertahankan
keberadaannya dan selanjutnya diharapkan dapat diwariskan kegenerasi
berikutnya.
Teori modern tentang evolusi didasarkan pada Charles Darwin (1809 - 1882)
dan teori klasiknya, On The Virgin of Spesies dipublikasikan pada tahun 1859.
Kehadiran dari variasi hereditas pada populas alami merupakan titik awaldari
pendapat Darwin tentang evolusi melalui suatu proses seleksi alam. Darwin
berpendapat bahwa beberapa variasi hereditas alami mungkin dapat lebih
menguntungkan daripada yang lainnya dalam hal bertahan hidup dan reproduksi
dalam masa hidupnya (Futuyma, 2005).
Korelasi langsung diantara sejumlah variasi genetik dalam populasi dan rata-
rata perubahan evolusioner oleh seleksi alam telah didemonstrasikan secara
matematis dengan baik oleh Sir Ronald A. Fisher dalam Teori Fundamental Seleksi
Alam (1930) : rata-rata peningkatan kemapuan populasi pada setiap waktu adalah
sebanding dengan kemampuan variasi genetik pada waktu tersebut. Teori
Fundamental mengaplikasikan variasi alela pada lokus gen tunggal, dan hanya
dibawah kondisi lingkungan tertentu. Akan tetapi korelasi diantara variasi genetik dan
kesempatan evolusi secara intuisis telah jelas. Dengan sejumlah besar lokus variabel
(berubah-ubah) dan lebih banyak alela yang ada pada masing-masing lokus variabel.
Maka semakin besar kemungkinan perubahan frekuensi beberapa alela kepada
lainnya. Hal ini tentu saja dibutuhkan, karena akan ada seleksi untuk merubah
beberapa sifat dan variasi tersebut akan sesuai dengan perubahan sifat yang terseleksi
tersebut (Campbell, 1999).
2.1.1 Frekuensi Genotip Dan Frekuensi Gen
Variasi dalam kelompok gen adalah ekspresi dalam tiap hubungan frekuensi
genotip atau frekuensi fenotip. Sesuai dengan beberapa tujuan untuk menjelaskan
variasi pada sebuah lokus yag tidak menggunakan frekuensi genotip tetapi frekuensi
alela. Frekuensi alela dapat dihitung dari tiap angka genotip yang telah diteliti atau
dari frekuensi genotip. Untuk menghitung frekuensi alel secara langsung dari jumlah
genotip, kita hitung secara sederhana jumlah waktu setiap alel yang ditemukan dan
membaginya dengan jumlah total gen pada sampel. Frekuensi alel dapat juga dihitung
dari frekuensi genotip dengan mengamati sebelum dua gen homozigot diberikan,
sebaliknya hanya setengah gen hetrozigot yang diberikan (Suryo, 1994).
Penghitungan frekuensi gen ketika jumlah alela pada lokus lebih besar
daripada dua yang didasarkan pada aturan sama yang digunakan untuk dua alel:
homozygot membawa dua kopi dari satu alel, heterozigot membawa satu dari setiap
dua alel. Contohnya, pada populasi asli D. milistoni, enam perbedaan genotip
ditemukan pada lokus lap-5 (gen lap-5 mengkode untuk sebuah enzim leucine
aminopeptidase; setiap alel diidentifikasi oleh jumlah pergerakan hubungan
polipeptida dibawah elektrophoresis). Frekuensi genotip diperoleh dengan
memisahkan/memutuskan beberapa kali masing-masing genotip yang diamati dengan
jumlah total genotip. Frekuensi pembagian alel dapat diperoleh dari frekuensi genotip
ditambah frekuensi dari homozigot pada alel dan sebagian dari masing-masing.
Frekuensi alel juga dapat dihitung dengan menambahkan beberapa kali masing-
masing alel yang muncul dan memisahkannya dengan jumlah total gen pada sampel
(BSCS, 2006).
2.1.2 Menentukan Variasi Genetik
Sejak awal tahun 1950 ahli biokimia telah mengetahui bagaimana cara
memperoleh rantai asam amino dari protein. Satu cara yang memungkinkan
digunakan untuk mengukur variasi genetik dalam sebuah populasi alami memilih
sejumlah protein yang cocok, kira-kira dua puluh, tanpa melihat apakah diketahui
atau tidak variabelnya dalam populasi, jadi mereka akan mewakili sebuah sampel
yang tidak diketahui. Cara tersebut dianggap tidak efektif karena merupakan hal yang
sulit dalam memperoleh rantai asam amino dari single protein karena akan
membutuhkan waktu beberapa bulan bahkan beberapa tahun untuk mengerjakannya.
Oleh karena itu, butuh kerja keras untuk specimen 2000 rantai protein dalam
menaksirkan variasi genetik bagi masing-masing populasi yang masih dipelajari
(BSCS, 2006).
Sejak tahun 1960, diperoleh taksiran untuk variasi genetik pada suatu populasi
alami untuk bebarapa organisme dengan menggunakan gel elektroforesis. Teknik
elektroforesis menunjukkan genotip dari individu, misalnya berapa yang homozigot,
berapa yang heterozigot dan bagaimana untuk alelanya. Untuk memperoleh perkiraan
jumlah variasi dalam suatu populasi, kira-kira 20 lokus gen atau lebih biasanya
dipelajari. Hal ini diperlukan untuk meringkas informasi yang dibutuhkan untuk
semua lokus dengan cara yang simple yang akan mengekpresikan tingkat perbedaan
dari populasi dan akan dibandingkan dari satu populasi dengan populasi lainnya. Hal
ini dapat diselesaikan dengan berbagai cara tapi dua langkah dari variasi genetic yang
umum digunakan: polymorphisme dan heterozigosity (BSCS, 2006).
2.1.3 Polimorfisme Dan Heterozigositas
Polimorfisme populasi merupakan ketidaktepatan kadar variasi genetic yang
disebabkan sedikitnya jumlah lokus polimorfik yang tidak sebanyak pada lokus
lainnya. Pada lokus yang tepat ada 2 alel dengan frekuensi 0,95 dan 0,05, terhadap
variasi lokus lain dengan 20 alel masing-masing frekuensinya 0,05, ternyata lebih
banyak variasi genetic ada pada lokus yang kedua daripada yang pertama sebelum
dihitung di bawah kriteria polimorfisme 0,95 (Gardner & Snustad, 1984).
Heterozigositas populasi merupakan kadar variasi genetic yang lebih dominan
oleh sebagian besar populasi secara genetic. Suatu kadar variasi yang baik jika
diperkirakan dari dua alel diambil secara acak dari populasi yang berbeda. Masing-
masing gamet dari individu yang berbeda membawa alel dari tiap lokus yang dapat
dipertimbangkan sebagai sampel acak dari populasi. Heterozigositas tidak terwakili
dengan baik ketika jumlah variasi genetik dalam populasi suatu organisme
direproduksi melalui fertilisasi sendiri (tidak ada mating yang seperti biasa). Dalam
suatu populasi yang bereproduksi melalui fertilisasi sendiri kebanyakan individunya
homozigot, meskipun membawa alel yang berbeda jika lokus menjadi factor yang
berubah dalam populasi. Jika frekuensi alel pada dua populasi sama, maka akan lebih
banyak homozigot dalam populasi tersebut jika mating tidak terjadi (Gardner &
Snustad, 1984).
2.1.4 Masalah Pengukuran Variasi Genetik
Variasi individual adalah suatu fenomena konsep saat organism dari species
yang sama diteliti dengan baik. Populasi manusia contohnya, menunjukkan variasi
pada bentuk wajah, pigmen kulit, warna rambut, dan bentuk tubuh, tinggi dan berat
badan, golongan darah dan hal lainnya. variasi genetik dapat dilihat dari eksperimen
seleksi buatan. Pada seleksi buatan ini individu dipilih untuk dikawinkan dengan
individu dari generasi berikutnya yang menunjukkan ekspresi terbesar dari karakter
yang diinginkan. Misalnya , jika kita ingin meningkatkan hasil panen gandum, kita
harus memilih tanaman gandum yang dapat menghasilkan panen gandum terbanyak
pada setiap generasinya kemudian menggunakan biji tersebut untuk memproduksi
generasi berikutnya. Jika populasi yang diseleksi berubah maka jelas bahwa organism
asal telah mengandung variasi genetic yang menjadi ciri bawaan (Nurmasita, 2013).
Bukti yang ditunjukkan dalam bagian sebelumnya mungkin menunjukkan
bahwa variasi genetik merupakan ada dan dapat terlihat pada populasi alami dan
lambat laun ada kemungkinan evolusi dapat berubah tetapi dalam kasus lain kita
dapat melihat ke depan dan menemukan beberapa banyak variasi yang ada, misalnya
berapakah proporsi dan lokus gen yang mengalami polymorf pada populasi tertentu
dan berapakan proporsi semua lokus gen yang heterozigot pada individu tertentu
dalam suatu populasi, dalam usaha untuk menyelesaikan masalah ini kita menemukan
bahwa metode tradisional dari analisis genetik impose handicap metodologi. Rentetan
protein dengan berbagai variasi mengambarkan sample netral dari semua struktur gen
dalam organisme. Jika sebuah protein ditemukan sama diantara individu, ini berarti
bahwa pengkodean gen untuk protein juga sama, jika proteinnnya berbeda kita
mengetahui bahwa gen ini berbeda dan kita dapat mengukur bagaimana
perbedaannya, berapa banyak bentuk protein yang ada dan dalam frekuensi apa.
Mempelajari langsung rangkaian nukleotida dari sample gen juga sebuah
kemungkinan untuk memecahkan masalah. Sebuah gen bisa dirangka sejumlah
individu tidak tergantung apakah rangkaian berbeda antar individu (Nurmasita, 2013).
2.2 Hukum Hardy Weinberg dalam Evolusi
Hukum ini digunakan sebagai parameter untuk mengetahui apakah dalam
suatu populasi sedang berlangsung evolusi ataukah tidak. Hukum Hardy-Weinberg
menyatakan,
“Di bawah suatu kondisi yang stabil, baik frekuensi gen maupun perbandingan
genotip akan tetap (konstan) dari generasi ke generasi pada populasi yang berbiak
secara seksual”.
Syarat berlakunya asas Hardy-Weinberg (Futuyma, 2005):
1. Setiap gen mempunyai viabilitas dan fertilitas yang sama
2. Perkawinan terjadi secara acak
3. Tidak terjadi mutasi gen atau frekuens iterjadinya mutasi, sama besar.
4. Tidak terjadi migrasi
5. Jumlah individu dari suatu populasi selalu besar
Jika lima syarat tersebut diajukan dalam kesetimbngan Hardy-Weinberg
banyak yang dilanggar, maka akan terjadi evolusi pada suatu populasi yang nantinya
akan terjadi perubahan perbandingan alel dalam populasi tersebut.
Penyebab Mikroevolusi :
1. Genetic drift
Perubahan dalam gen pool karena suatu kejadian yang menyebabkan
frekuensi alel dalam populasi tersebut mengalami perubahan.
a. Efek leher botol (bottleneck effect) adanya kebakaran hutan, banjir, gempa
bumi dsb, dapat mengakibatkan penurunan populasi secara drastis. Akibatnya
individu-individu yang selamat, tidak lagi dapat mewakili variasi genetik yang
pernah ada, bahkan mungkin alel dengan sifat tertentu yang khas hilang sama
sekali (Campbell, 1999)
b. Efek pendiri (founder effect) yaitu suatu kelompok kecil individu yang
menempati habitat baru yang terpencil yang tidak berpenghuni, tidak aka
nmewakili keanekaragaman genetic dari populasi asal yang ditinggalkan.
Keanekaragaman yang dibawa oleh kelompok kecil tersebut akan menentukan
komposisi genetic populasi yang terbentuk, sehingga sering dikatakan bahwa
pada daerah-daerah tersebut terdapat spesies yang endemik (hanya terdapat di
daerah tersebut).
2. Gen Flow
Di dalam suatu populasi mempunyai kemungkinan untuk kemasukkan
alel atau kehilangan alel karena gen flow atau aliran gen, pertukaran gametik,
karena migrasi dari individual yang fertile atau gamet antar populasi. Gen
flow seringkali mengeliminasi perbedaan yang ada antar populasi yang
berdekatan, yang seringkali dapat menjadi satu populasi yang mempunyai
kesamaan struktur genetik
3. Mutasi
Perubahan susunan DNA yang terjadi pada gamet akan merubah gen
pool populasi dengan menggantinya dengan alel yang telah mengalami
mutasi. Misal : mutasi yang disebabkan perubahan warna bunga putih yang
disebabkan oleh alel aa menjadi alel dominan A yang berwarna merah akan
menyebabkan penurunan frekuensi alel a menurun dan meningkatkan
frekuensi alel A. Perubahan ferekuensi alel karena mutasi seringkali baru
nampak setelah beberapa generasi atau bahkan ratusan generasi, terutama
kalau mutasi terjadi dari alel dominan menjadi resesif. Peningkatan frekuensi
alel karena mutasi itu baru nampak nyata, kalau individu dengan alel tersebut
mempunyai keturunan banyak, adanya seleksi alam atau karena genetik drift
(Suryo, 1984).
4. Perkawinantidakacak
Perkawinan acak sangat jarang terjadi dan banyak faktor yang menjadi
penyebabnya (Victoria, 2008) :
a. Inkompatibilitas : tidak dapat terjadi fertilisasi walau masing-masing
mempunyai alel yang sama
b. Umur organ reproduksi tidak sama
c. Adanya musim kawin yang menyebabkan persaingan untuk
memperoleh pasangan
d. Letak organ reproduksi yang menyebabkan kesulitan terjadinya
fertilisasi
e. Adanyanaluriuntukmemilihpasangansesuaidengankeinginannya
5. Seleksi Alam
Menurut Hukum H - W, seluruh individu di dalam populasi memiliki
kemampuan yang sama untuk hidup dan menghasilkan keturunan yang
mempunyai kemampuan hidup dan fertil. Tetapi kenyataannya di dalam
populas terdapa tkeanekaragaman dan diantara varian-varian tersebut ada
yang mempunyai keturunan lebih banyak daripada yang lain. Perbedaan ini
karena adanya seleksi alam, adanya sifat-sifat khusus yang menyebabkan
tidak mengalami seleksi alam(Suryo, 1984).
Dari kelima penyebab mikroevolusi yang berperan besar adalah
seleksi alam, Seleksi alam akan mempertahankan genotip yang baik di dalam
populasi. Apabila lingkungan berubah respons terhadap seleksi dapat
dilakukan oleh individu yang mempunyai genotip tertentu.
Rumus Hukum Hardy-Weinberg :
Analisis data genetika populasi dilakukan dengan menggunakan
formula Hukum Hardy-Weinberg (Arisuryanti & Daryono, 2007) sebagai
berikut:
1. Frekuensialel
p+q+r=1
2. Frekuensigenotip
p2 + 2pq + q2 + 2pr + 2qr + r2 = 1
Keterangan :
pp = alel yang homozigot dominan
2pq = alel yang heterozigot
qq = alel yang homozigot resesif
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.1.1 Variasi genetik dalam populasi yang merupakan gambar dari adanya
perbedaan respon individu-individu terhadap lingkungan adalah bahan
dasar dari perubahan adaptif. Variasi genetik setiap individu dalam suatu
populasi dipelajari dalam ilmu genetika populasi
3.1.2 Bunyi dari Hukum Hardy Weinberg “Di bawah suatu kondisi yang stabil,
baik frekuensi gen maupun perbandingan genotip akan tetap (konstan) dari
generasi ke generasi pada populasi yang berbiak secara seksual”.
3.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini sebaiknya menggunakan rujukan yang dapat
dipertanggung jawabkan kebenarannya dan menggunakan rujukan lebih
banyak untuk memperkaya penulisan isi makalah.
Daftar Rujukan

Arisuryanti T dan Daryono BS. 2007. Genetika Populasi. Yogyakarta: Fakultas


Biologi. Universitas Gadjah Mada.
BSCS, 2006, Biology, A Molecular Approach, ninth edition, Mc Graw Hill, Glencoe,
New York.
Campbell, N. A., J. B. Reece dan L.G. Mitchell, 1999, Biology, Fifth Edition,
Addison Wesley Longman, Inc. New York.
Futuyma, D. J., 2005, Evolution, Sinauer associates, Inc. Publishers Sunderland,
Massachusetts USA.
Gardner, E. J. and D. P. Snustad, 1984, Principle of Genetics, John Wiley and Sons,
New York.
Nurmasita. 2013. Genetika Populasi. Makasar: Universitas Hasanudin.
Suryo. 1996. Genetika. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi.
Suryo, 1984, Genetka, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Victoria H.2008.Genetika dan Evolusi.FMIPAUNY : Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai