Anda di halaman 1dari 3

EKSITENSI BAHASA INDONESIA DI ERA 4.

Oleh

Aryati Ningsih

aryatiningsih17@gmail.com

Program Studi Bahasa Indonesia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas tadulako

ABSTRACT

ABSTRAK

Artikel ini bertujuan mendeskripsikan (1) hakikat bahasa Indonesia; (2) cikal
bakal bahasa Indonesia; (3) alasan diangkatnya bahasa Melayu sebagai bahasa
Nusantara; (4) bahasa ibu sejak dulu hingga kini; (5) bahasa Indonesia masa kini; (6)
maju mundurnya bahasa Indonesia di era 4.0. Artikel mengenai bahasa Indonesia ini
bertujuan untuk memenuhi tugas dari dosen pengampu mata kuliah Bahasa Indonesia
untuk mendeskripsikan bagaimana keberadaan bahasa Indonesia di zaman sekarang
atau zaman 4.0.

Artikel ini menjelaskan penurunan kualitas berbahasa di Indonesia dalam hal


pengaplikasian bahasa Indonesia sebagai bahasa Nusantara, dimana masyarakat pada
umumnya masih mengedepankan bahasa ibu dan mulai memunculkan bahasa-bahasa
masa kini yang terkesan gaul dan merubah ciri khas bahasa Melayu.

Kata Kunci : Bahasa Melayu, Bahasa Indonesia, Bahasa Ibu, Bahasa Modern.

Bahasa memiliki arti yang disebut sebagai hakikat bahasa memiliki 8 prinsip dasar
antaralain sebagai berikut.

1. Merupakan alat komunikasi;


2. Bersifat kesemestaan;
3. Bersifat kemanusiaan;
4. Berkaitan dengan masyarakat dan budaya;
5. Memiliki makna konvensional;
6. Bersifat vocal;
7. Merupakan symbol arbitrer;
8. Merupakan sistem.

Bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan Negara Indonesia yang ditetapkan


atau diresmikan penggunaannya pada saat deklarasi Sumpah Pemuda pada 28
Oktober 1928 silam. Bahasa Indonesia pada awalnya adalah bahasa Melayu, sehingga
bahasa Melayu inilah yang merupakan cikal bakal lahirnya bahasa Indonesia (Chaer,
2006).

Terpilihnya bahasa Melayu sebagai bahasa rakyat yang pada akhirnya menjadi
bahasa Indonesia dikarekan oleh luasnya pemakaian bahasa Melayu dalam hal
sebagai penghubung. Dikatakan sebagai penghubung sebab bahasa Melayu mampu
menghubungkan masyarakat yang berasal dari suku dan daerah tertentu seperti suku
Bugis, Jawa, Luwu, Kaili, Toraja, dan lain-lain yang menggunakan bahasa ibu yang
merupakan budaya daerah mereka. Semua masyarakat dengan perbedaan bahasa ibu
tersebut berinteraksi dan berhubungan melalui bahasa melayu atau bahasa Indonesia
tersebut (Sakri, 1988:1).

Menurut Arifin dan Tasai (2002), bahasa melayu merupakan bahasa dengan
persebaran yang cukup luas bukan hanya di kawasan Nusantara, tetapi meluas pula di
sebagian besar kawasan Negara Asia Tenggara. Hal tersebut menjadi salah satu
penyebab diangkatnya bahasa Melayu sebagai bahasa Nusantara. Selain faktor
tersebut, dikemukakan pula 4 penyebab diangkatnya bahsa Melayu sebagai bahasa
Nusantara antara lain sebagai berikut.

1. Bahasa Melayu sudah merupakan lingua franca, bahasa perhubungan, dan


bahasa perdagangan;
2. Bahasa Melayu sederhana, mudah dipelajari karena dalam bahasa Melayu
tidak dikenal tingkatan bahasa;
3. Suku-suku yang ada di Nusantara dengan sukarela menerima bahasa Melayu
sebagai bahasa pemersatu bangsa;
4. Bahasa Melayu memiliki kesanggupan untuk digunakan sebagai bahasa
budaya dalam arti yang luas.

Pada hakikatnya, masyarakat, budaya, dan bahasa merupakan 3 hal yang sangat
berkaitan erat dan tidak dapat dipisahkan. Masyarakat dengan suku dan budaya
berbeda menggunakan bahasa ibu yang berbeda pula. Penggunaan bahasa ibu menjadi
salah satu kebiasaan yang menjadikan penggunaan bahasa Indonesia yang baku dan
benar menjadi kian lama kian tenggelam.

Di era sekarang, penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar semakin
merosot. Beberapa faktor melatarbelakangi hal tersebut salah satunya ialah
penggunaan bahasa ibu dikehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, seorang anak
keturunan suku Bugis, lahir didaerah Bugis, tumbuh dan berkembang dilingkungan
yang mayoritas orang-orang suku Bugis, dan menggunakan bahasa Bugis dalam
aktivitas sehari-hari. Ketika anak tersebut merantau diJakarta maka ia kesulitan
berinteraksi dengan masyarakat daerah Jakarta. Mengapa hal tersebut terjadi?. Tentu
saja karena hanya bahasa Bugis yang dapat ia ucapkan sebab anak tersebut terbiasa
dengan bahasa Bugis bukannya bahasa Indonesia atau bahasa Melayu sebagai bahasa
Nusantara.

Maka dari contoh tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa kurangnya sosialisasi
dengan masyarakat menggunakan bahasa Indonesia sejak dini menjadi faktor
dilupakannya bahasa baku Indonesia tersebut. Pada akhirnya,

Anda mungkin juga menyukai