Anda di halaman 1dari 6

IKAN KECIL DAN AIR

Suatu hari seorang anak dan ayahnya sedang duduk berbincang-bincang ditepi sungai. Kata
ayah kepada anaknya, “Lihatlah anakku, air begitu penting dalam kehidupan ini, tanpa air kita
semua akan mati.”

Pada saat yang bersamaan seekor ikan kecil mendengarkan percakapan itu dari bawah
permukaan air, ia mendadak menjadi gelisah dan ingin tahu apakah air itu, yang katanya begitu
penting dalam kehidupan ini. Ikan kecil ini berenang dari hulu sampai ke hilir sungai sambil
bertanya kepada setiap ikan yang ditemuinya. “ Hai, tahukah kamu dimana air itu? Aku telah
mendengar percakapan manusia bahwa tanpa air kehidupan akan mati.”

Ternyata semua ikan tidak ada yang mengetahui dimana air itu, si ikan kecil mulai gelisah, lalu
ia berenang menuju mata air untuk bertemu dengan ikan sepuh yang sudah berpengalaman,
kepada ikan sepuh itu, ikan kecil ini menanyakan hal yang serupa, Dimanakah air itu?”

Jawaban ikan sepuh adalah, “Tak usah gelisah anakku, air itu telah mengelilingimu, sehingga
bahkan kamu tidak menyadari kehadirannya. Memang benar, tanpa air kita akan mati.”

Apa arti cerita tersebut diatas? Manusia kadang-kadang mengalami situasi seperti si ikan kecil,
mencari kesana kemari tentang kehidupan dan kebahagiaan, padahal ia sedang menjalaninya,
kebahagiaan sedang melingkupinya sampai-sampai tidak menyadarinya.

HARGAI HIDUPMU, KAWAN


Alkisah, ada seorang pemuda yang hidup sebatang kara. Pendidikan rendah, hidup dari bekerja
sebagai buruh tani milik tuan tanah yang kaya raya. Walaupun hidupnya sederhana tetapi
sesungguhnya dia bisa melewati kesehariannya dengan baik.

Pada suatu ketika, si pemuda merasa jenuh dengan kehidupannya. Dia tidak mengerti, untuk
apa sebenarnya hidup di dunia ini. Setiap hari bekerja di ladang orang demi sesuap nasi. Hanya
sekadar melewati hari untuk menunggu kapan akan mati. Pemuda itu merasa hampa, putus
asa, dan tidak memiliki arti.

"Daripada tidak tahu hidup untuk apa dan hanya menunggu mati, lebih baik aku mengakhiri saja
kehidupan ini," katanya dalam hati. Disiapkannya seutas tali dan dia berniat menggantung diri di
sebatang pohon.

Pohon yang dituju, saat melihat gelagat seperti itu, tiba-tiba menyela lembut. "Anak muda yang
tampan dan baik hati, tolong jangan menggantung diri di dahanku yang telah berumur ini.
Sayang, bila dia patah. Padahal setiap pagi ada banyak burung yang hinggap di situ, bernyanyi
riang untuk menghibur siapapun yang berada di sekitar sini."

Dengan bersungut-sungut, si pemuda pergi melanjutkan memilih pohon yang lain, tidak jauh
dari situ. Saat bersiap-siap, kembali terdengar suara lirih si pohon, "Hai anak muda. Kamu lihat
di atas sini, ada sarang tawon yang sedang dikerjakan oleh begitu banyak lebah dengan tekun
dan rajin. Jika kamu mau bunuh diri, silakan pindah ke tempat lain. Kasihanilah lebah dan
manusia yang telah bekerja keras tetapi tidak dapat menikmati hasilnya."

Sekali lagi, tanpa menjawab sepatah kata pun, si pemuda berjalan mencari pohon yang lain.
Kata yang didengarpun tidak jauh berbeda, "Anak muda, karena rindangnya daunku, banyak
dimanfaatkan oleh manusia dan hewan untuk sekadar beristirahat atau berteduh di bawah
dedaunanku. Tolong jangan mati di sini."

Setelah pohon yang ketiga kalinya, si pemuda termenung dan berpikir, "Bahkan sebatang
pohonpun begitu menghargai kehidupan ini. Mereka menyayangi dirinya sendiri agar tidak
patah, tidak terusik, dan tetap rindang untuk bisa melindungi alam dan bermanfaat bagi
makhluk lain".

Segera timbul kesadaran baru. "Aku manusia; masih muda, kuat, dan sehat. Tidak pantas aku
melenyapkan kehidupanku sendiri. Mulai sekarang, aku harus punya cita-cita dan akan bekerja
dengan baik untuk bisa pula bermanfaat bagi makhluk lain".

Si pemuda pun pulang ke rumahnya dengan penuh semangat dan perasaan lega.

SEMANGKOK BAKSO
Dikisahkan, biasanya di hari ulang tahun Putri, ibu pasti sibuk di dapur memasak dan
menghidangkan makanan kesukaannya. Tepat saat yang ditunggu, betapa kecewa hati si Putri,
meja makan kosong, tidak tampak sedikit pun bayangan makanan kesukaannya tersedia di
sana. Putri kesal, marah, dan jengkel.

"Huh, ibu sudah tidak sayang lagi padaku. Sudah tidak ingat hari ulang tahun anaknya sendiri,
sungguh keterlaluan," gerutunya dalam hati. "Ini semua pasti gara-gara adinda sakit semalam
sehingga ibu lupa pada ulang tahun dan makanan kesukaanku. Dasar anak manja!"

Ditunggu sampai siang, tampaknya orang serumah tidak peduli lagi kepadanya. Tidak ada yang
memberi selamat, ciuman, atau mungkin memberi kado untuknya.

Dengan perasaan marah dan sedih, Putri pergi meninggalkan rumah begitu saja. Perut kosong
dan pikiran yang dipenuhi kejengkelan membuatnya berjalan sembarangan. Saat melewati
sebuah gerobak penjual bakso dan mencium aroma nikmat, tiba-tiba Putri sadar, betapa lapar
perutnya! Dia menatap nanar kepulan asap di atas semangkuk bakso.

"Mau beli bakso, neng? Duduk saja di dalam," sapa si tukang bakso.

"Mau, bang. Tapi saya tidak punya uang," jawabnya tersipu malu.

"Bagaimana kalau hari ini abang traktir kamu? Duduklah, abang siapin mi bakso yang super
enak."

Putri pun segera duduk di dalam.

Tiba-tiba, dia tidak kuasa menahan air matanya, "Lho, kenapa menangis, neng?" tanya si
abang.

"Saya jadi ingat ibu saya, bang. Sebenarnya... hari ini ulang tahun saya. Malah abang, yang
tidak saya kenal, yang memberi saya makan. Ibuku sendiri tidak ingat hari ulang tahunku
apalagi memberi makanan kesukaanku. Saya sedih dan kecewa, bang."

"Neng cantik, abang yang baru sekali aja memberi makanan bisa bikin neng terharu sampai
nangis. Lha, padahal ibu dan bapak neng, yang ngasih makan tiap hari, dari neng bayi sampai
segede ini, apa neng pernah terharu begini? Jangan ngeremehin orangtua sendiri neng, ntar
nyesel lho."

Putri seketika tersadar, "Kenapa aku tidak pernah berpikir seperti itu?"

Setelah menghabiskan makanan dan berucap banyak terima kasih, Putri bergegas pergi. Setiba
di rumah, ibunya menyambut dengan pelukan hangat, wajah cemas sekaligus lega,
"Putri, dari mana kamu seharian ini, ibu tidak tahu harus mencari kamu ke mana. Putri, selamat
ulang tahun ya. Ibu telah membuat semua makanan kesukaan Putri. Putri pasti lapar kan? Ayo
nikmati semua itu."

"Ibu, maafkan Putri, Bu," Putri pun menangis dan menyesal di pelukan ibunya. Dan yang
membuat Putri semakin menyesal, ternyata di dalam rumah hadir pula sahabat-sahabat baik
dan paman serta bibinya. Ternyata ibu Putri membuatkan pesta kejutan untuk putri
kesayangannya.

Guys,

Saat kita mendapat pertolongan atau menerima pemberian sekecil apapun dari orang lain,
sering kali kita begitu senang dan selalu berterima kasih. Sayangnya, kadang kasih dan
kepedulian tanpa syarat yang diberikan oleh orangtua dan saudara tidak tampak di mata kita.
Seolah menjadi kewajiban orangtua untuk selalu berada di posisi siap membantu, kapan pun.

Bahkan, jika hal itu tidak terpenuhi, segera kita memvonis, yang tidak sayanglah, yang tidak
mengerti anak sendirilah, atau dilanda perasaan sedih, marah, dan kecewa yang hanya
merugikan diri sendiri. Maka untuk itu, kita butuh untuk belajar dan belajar mengendalikan diri,
agar kita mampu hidup secara harmonis dengan keluarga, orangtua, saudara, dan dengan
masyarakat lainnya.

PESAN IBU
Suatu hari, tampak seorang pemuda tergesa-gesa memasuki sebuah restoran karena
kelaparan sejak pagi belum sarapan. Setelah memesan makanan, seorang anak penjaja kue
menghampirinya, "Kak, beli kue kak, masih hangat dan enak rasanya!"

"Tidak Dik, saya mau makan nasi saja," kata si pemuda menolak.

Sambil tersenyum si anak pun berlalu dan menunggu di luar restoran.

Melihat si pemuda telah selesai menyantap makanannya, si anak menghampiri lagi dan
menyodorkan kuenya. Si pemuda sambil beranjak ke kasir hendak membayar makanan
berkata, "Tidak Dik, saya sudah kenyang."

Sambil berkukuh mengikuti si pemuda, si anak berkata, "Kuenya bisa dibuat oleh-oleh pulang,
Kak."

Dompet yang belum sempat dimasukkan ke kantong pun dibukanya kembali. Dikeluarkannya
dua lembar ribuan dan ia mengangsurkan ke anak penjual kue. "Saya tidak mau kuenya. Uang
ini anggap saja sedekah dari saya."

Dengan senang hati diterimanya uang itu. Lalu, dia bergegas ke luar restoran, dan memberikan
uang pemberian tadi kepada pengemis yang berada di depan restoran.

Si pemuda memperhatikan dengan seksama. Dia merasa heran dan sedikit tersinggung. Ia
langsung menegur, "Hai adik kecil, kenapa uangnya kamu berikan kepada orang lain? Kamu
berjualan kan untuk mendapatkan uang. Kenapa setelah uang ada di tanganmu, malah kamu
berikan ke si pengemis itu?"

"Kak, saya mohon maaf. Jangan marah ya. Ibu saya mengajarkan kepada saya untuk
mendapatkan uang dari usaha berjualan atas jerih payah sendiri, bukan dari mengemis. Kue-
kue ini dibuat oleh ibu saya sendiri dan ibu pasti kecewa, marah, dan sedih, jika saya menerima
uang dari Kakak bukan hasil dari menjual kue. Tadi kakak bilang, uang sedekah, maka uangnya
saya berikan kepada pengemis itu."

Si pemuda merasa takjub dan menganggukkan kepala tanda mengerti. "Baiklah, berapa banyak
kue yang kamu bawa? Saya borong semua untuk oleh-oleh." Si anak pun segera menghitung
dengan gembira.

Sambil menyerahkan uang si pemuda berkata, "Terima kasih Dik, atas pelajaran hari ini.
Sampaikan salam saya kepada ibumu."

Walaupun tidak mengerti tentang pelajaran apa yang dikatakan si pemuda, dengan gembira
diterimanya uang itu sambil berucap, "Terima kasih, Kak. Ibu saya pasti akan gembira sekali,
hasil kerja kerasnya dihargai dan itu sangat berarti bagi kehidupan kami."

Guys,

Ini sebuah ilustrasi tentang sikap perjuangan hidup yang POSITIF dan TERHORMAT. Walaupun
mereka miskin harta, tetapi mereka kaya mental! Menyikapi kemiskinan bukan dengan
mengemis dan minta belas kasihan dari orang lain. Tapi dengan bekerja keras, jujur, dan
membanting tulang.
Jika setiap manusia mau melatih dan mengembangkan kekayaan mental di dalam menjalani
kehidupan ini, lambat atau cepat kekayaan mental yang telah kita miliki itu akan mengkristal
menjadi karakter, dan karakter itulah yang akan menjadi embrio dari kesuksesan sejati yang
mampu kita ukir dengan gemilang.

Anda mungkin juga menyukai