Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mata adalah panca indera yang perlu pemeriksaan dan perawatan secara teratur.
Pemeriksaan rutin pada mata sebaiknya dimulai pada usia dini. Pada anak 2,5 - 5 tahun,
skrining mata perlu dilakukan untuk mendeteksi apakah menderita gangguan tajam penglihatan
atau penyakit mata lainya yang nantinya akan mengganggu aktivitas di sehari-hari.
World Health Organization (WHO, 2010) menyatakan terdapat 285 juta jiwa
penduduk di dunia mengalami kelainan tajam penglihatan dan 39 juta penduduk mengalami
kebutaan (Nowak dan Smigielski, 2015). Kelainan tajam penglihatan merupakan masalah
kesehatan yang dialami setiap negara di dunia. Salah satu risiko yang meningkatkan angka
kejadian kelainan tajam penglihatan dan kebutaan pada mata adalah tumor mata.
Tumor/kanker merupakan penyakit tidak menular yang ditandai dengan pertumbuhan
sel tidak normal atau terus-menerus dan tidak terkendali yang dapat merusak jaringan
sekitarnya serta dapat menjalar ke tempat yang jauh dari asalnya yang disebut metastasis.
Menurut data WHO tahun 2013, insiden kanker meningkat dari 12,7 juta kasus tahun 2008
menjadi 14,1 juta kasus tahun 2012 dengan jumlah kematian meningkat dari 7,6 juta orang
tahun 2008 menjadi 8,2 juta pada tahun 2012 (Kemenkes RI,2014).
Mata sebagai indera yang menyebabkan manusia untuk melihat juga tidak terlepas
dari penyakit neoplasma (tumor) baik jinak maupun ganas. Walaupun frekuensinya kecil hanya
1% di antara penyakit keganasan lainnya,neoplasma pada mata merupakan masalah besar.
Tumor mata adalah tumor yang menyerang rongga orbita, sebagian merusak jaringan lunak
mata, saraf mata dan kelenjar air mata. Tumor mata jarang ditemukan dan dapat berasal dari
dinding orbita, isi orbita, sinus paranasalis, dan sekelilingnya. Tumor mata dapat menjadi
penyebab utama kehilangan ketajaman penglihatan dibanding penyakit mata lainnya serta
mengakibatkan cacat kosmetik dan kematian. (Rahmadani dan Ovy, 2012).
Mata terdiri dari tiga bagian utama yaitu bola mata,orbita (rongga mata,otot, dn saraf
yang mengelilingi bola mata) dan struktur adneksa (struktur aksesori seperti kelopak mata dan
saluran air mata). Tumor mata bisa terjadi dalam salah satu dari tiga bagian tersebut. Salah satu
jenis tumor/kanker mata yang paling umum terjadi adalah retinoblastoma yang menempati 11%
dari semua kanker dalam 1 tahun kehidupan. Di Amerika penderita retinoblastoma 1 per 15.000
kelahiran hidup, di Eropa antara 44,2–67,9 per juta kelahiran dan di negara berkembang Afrika
dan Asia dilaporkan terjadi pada 1 per 18.000–34.000 kelahiran hidup (James SH; Halliday
1
WC; Branson HM, 2010). Di United States, diestimasikan bahwa terdapat 250-300 kasus baru
terjadi setiap tahunnya dan sekitar 90% kasus didiagnosa pada pasien yang berusia kurang dari
tiga tahun. (American Academy of Ophthalmology,2011). Provinsi Sumatra Utara mempunyai
jumlah penduduk 11.476.272 jiwa memiliki 46 rumah sakit dan 402 puskesmas, diperkirakan
memiliki angka prevalensi tumor orbita yang lebih kecil dari prevalensi tumor orbita secara
nasional.
Tumor orbita atau keganasan lainnya pada rongga orbita memerlukan pemeriksaan-
pemeriksaan khusus untuk mendeteksi dan mendiagnosa keganasan tersebut sehingga dapat di
terapi dengan tepat dan memperkecil metastse ke organ lain. Oleh karena hal tersebut, maka
penyusun memilih judul “Pemeriksaan Fisik Pada Keganasan Mata” sebagai judul paper ini.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
2.1 ORBITA

Orbita adalah suatu rongga yang berisikan bola mata dengan jaringan lunak sebagai
bantalan bola mata. Rongga tersebut berbentuk piramid, yang memiliki dasar berbentuk
kuardrangular terbuka disebelah anterior, berukuran 4 cm horizontal dan 3,5 cm vertikal. Atap
orbita memiliki bentuk triangular. Dinding medial orbita berjarak 2,5 cm satu sama lainnya,
dan dinding lateralnya saling membentuk sudut dengan fossa lakrimal yang terletak pada
kedalaman 2 cm. dinding orbita terdiri 7 macam tulang, yaitu tulang etmoid, frontal, lakrimal,
maksila, palatum, sphenoid dan zigomatik. Para ahli membagi rongga orbita menjadi 4 bagian,
yaitu atap orbita, dinding lateral, dinding medial dan dasar orbita.

Tulang tengkorak membentuk dinding orbita, selain itu didalamnya juga terdapat
apertura seperti foramina etmoidal, fisura orbita superior, fisura orbita interior, kanal optik, dan
tempat- tempat tersebut dilalui oleh saraf –saraf kranial arteri dan vena.

Jaringan lunak yang terdapat dirongga orbita adalah :

1. Periorbita, jaringan perios yang meliputi tulang orbita. Periorbita pada kanla optik
bersatu dengan durameter yang meliputi saraf optik di anterior bersatu dengan
septum orbita.

2. Saraf optik, atau saraf ke II kranial yang diselubungi oleh piamater, araknoid,
durameter seperti selubung otak.

3. Otot ekstra okular. Setiap bola mata mempunyai enam buah otot ekstra okular yang
juga diselubungi oleh fasia. Ligamen dan jaringan ikat.

4. Jaringan lemak. Hampir sebagian besar rongga orbita berisi jaringan lemak.

5. Kelenjar lakrimal berfungsi mengeluarkan air mata dan sebagian terletak dirongga
orbita.

Jelas terlihat bahwa rongga orbita berisi berbagai macam jaringan sehingga masing-masing
jaringan mempunyai kemungkinan untuk tumbuh menjadi berbagai jenis tumor

3
4
2.2 JENIS TUMOR MATA

Tumor mata bisa terjadi di semua bagian mata yang mengalami pembelahan sel
abnormal dan kematian sel yang menurun. Berdasarkan posisinya, tumor mata dikelompokkan
sebagai berikut:

1. Tumor eksternal, yaitu tumor yang tumbuh di bagian luar mata seperti tumor palpebra dan
tumor konjungtiva

2. Tumor intraokuler, yaitu tumor yang tumbuh di dalam bola mata

3. Tumor retrobulbar, yaitu tumor yang tumbuh di belakang bola mata

5
1. Tumor Eksternal

1.1 Tumor Palpebra

Tumor palpebra adalah benjolan massa abnormal pada daerah sekitar mata dan kelopak
mata. Tumor palpebra bisa berasal dari kulit, jaringan ikat, jaringan kelenjar, pembuluh darah,
saraf, maupun dari otot sekitar palpebra. Tumor palpebra dapat dikelompokkan menjadi tumor
jinak dan tumor ganas. Tumor jinak palpebra sangat umum dan bertambah banyak dengan
meningkatnya usia. Kebanyakan mudah dikenali secara klinis. Tumor ganas palpebra dibagi
menjadi dua, yaitu tumor primer dan tumor metastatik (jarang).

Tumor ganas yang paling sering mengenai palpebra adalah karsinoma sel basal,
karsinoma sel squamous, karsinoma sel sebasea, melanoma, dan sarkoma kaposi. Sedangkan
tumor jinak palpebra seperti hemangioma dan xanthalesma.

1.2 Tumor Konjungtiva

karsinoma konjungtiva yang paling sering adalah di limbus di daerah fisura palpebra
dan yang lebih jarang adalah di konjungtiva yang tidak terpajan. Gejala yang bisa didapatkan
berupa permukaannya menyerupai agar-agar, kadang-kadang keratinisasi epitel yang abnormal
menyebabkan leukoplakia, pertumbuhannya lamban dan dapat terjadi penyebaran serta
metastasis ke bagian yang dalam.

2. Tumor Intraokular

2.1 Retinoblastoma

Retinoblastoma adalah tumor ganas pada retina yang sering terjadi pada anak-anak.
Tanda dan gejalanya adalah leukokoria (reflek putih pada pupil atu disebut reflek mata kucing)
adalah tanda yang sering terlihat pada retinoblastoma, yaitu 56,1% dari seluruh kasus yang ada.
Kemudian gejala yang lain adalah strabismus yang terjadi karena gangguan visus, nistagmus
(pergerakan bola mata yang abnormal), heterekromia (perubahan warna iris), dan proptosis
(penonjolan bola mata) sering terjadi pada negara tidak berkembang. Retinoblastoma juga bisa
menyebabkan perubahan sekunder pada mata, seperti glaukoma, ablasio retina, dan inflamasi
pada mata.

6
3. Tumor Retrobulbar

Tumor retrobulbar merupakan salah satu tumor orbita yang berlokasi di belakang bola
mata. Tumor retrobulbar dapat dibagi menjadi intrakonal dan ekstrakonal tergantung letaknya
di dalam atau di luar konus otot. Intrakonal: glioma, meningioma, haemangioma cavernous dan
kapiler, haemangiopericytoma, lymphangioma and neurofibroma. Extraconal: tumour glandula
lacrimal (pleomorphic adenoma, adenoid cystic cancer), dermoid, lymphoma, pseudotumour,
rhabdomyosarkoma dan metastasis

1. Hemangioma cavernous, Merupakan tumor jinak intraorbita yang tersering pada


orang dewasa. Biasanya tumor terletak dalam konus otot-otot retrobulbar. Sehingga
bermanifestasi sebagai proptosis unilateral yang lambat pada dekade kedua sampai
keeempat. Kadangkala dapat menekan nervus optikus tanpa proptosis.

2. Glioma, merupakan tumor jinak yang berkembang dari astrosit. Biasanya muncul
pada dekade pertama kehidupan. Dapat hadir sebagai tumor yang soliter atau sebagai
bagian dari von recklinghausen’s neurofibromatosis. Gambaran klinis ditandai
dengan hilangnya penglihatan, ditandai dengan axial proptosis unilateral yang
bertahap dan tidak disertai nyeri. Pemeriksaan fundus dapat memperlihatkan adanya
atropi dan edema papil saraf optik dan pembesaran vena. Perluasan intracranial dari
glioma melalui canalis optik jarang terjadi.

3. Limphangioma adalah tumor yang jarang terjadi terlihat sebagai proptosis dengan
progresifitas yang lambat pada remaja muda. Terkadang membesar sebagai akibat
perdarahan spontan di dalam ruang vaskular, yang kemudian membentuk kista
coklat yang dapat sembuh spontan.

4. Meningioma adalah tumor invasif yang berasal dari villi arrachnoidal. Meningioma
menginvasi orbita terdapat dua tipe : primer dan sekunder

a. Meningioma intaorbital primer. Dikenal juga sebagai meningioma yang berasal dari
pembungkus nervus saraf optik. Mengakibatkan kehilangan penglihatan yang cepat
disertai keterbatasan pergerakan bola mata atropi atau edema diskus optikus dan
proptosis yang terjadi secara perlahan-lahan. Selama fase intadural, secara klinis
sulit dibedakan dari glioma nervus optik. Adanya opticocilliary shunt merupakan
tanda patognomonik dari meningioma pembungkus nervus saraf optik.

7
b. Meningioma sekunder. Meningioma intracranial yang secara sekunder menginvasi
orbita. Invasi orbita dapat timbul melalui dasar fossa cranii anterior

5. Rhabdomyosarcoma adalah Tumor ganas dari orbita yang berasal dari otot
extraokular. Merupakan tumor orbita tersering pada anak-anak, biasanya timbul
dibawah usia 15 tahun. Terdapat proptosis yang progresif dan tiba-tiba onsetnya.
Proptosis yang paling berat karena rhabdomyosarcoma yang terletak di kuadran
superonasal. Gambaran klinis mirip dengan proses inflamasi. Tumor biasanya
terdapat pada kuadran superionasal tetapi dapat juga menginvasi bagian-bagian lain
dari orbita. (comphrehensive opthm)

6. Tumor juga bisa berasal dari metastasis Ca. mammae, karsinoma bronkhial,
neuroblastoma pada anak-anak, sarkoma Ewing, leukemia, tumor testikuler.

Gejala klinis tumor retrobulbar adalah adanya penonjolan bola mata merupakan
manifestasi klinis yang paling penting dan paling awal muncul pada tumor retrobulbar.
Penonjolan bola mata ini dikenal dengan proptosis atau exopthalmus. Karena letak lesi di
dalam orbita, bola mata terdorong ke depan dan pergerakan bola mata terbatas pada arah yang
homolateral. Bola mata juga dapat terdorong ke arah superior, inferior, medial atau lateral
tergantung dari posisi lesi dalam orbita. Derajat exopthalmus bergantung dari derajat tumor.

2.3 PEMERIKSAAN TUMOR ORBITA


Oleh karena letaknya yang tertutup rapat, maka sulit menemukan tumor orbita pada
stadium dini. Gejala yang paling sering ditujukan oleh tumor dibelakang bola mata adalah
terdorongnya mata keluar sehingga tampak menonjol (proptosis). Proptosis tidak selalu
disebabkan oleh adanya tumor mata, tetapi dapat disebabkan oleh penyakit lain, misalnya
proses inflamasi atau kelainan pembuluh darah. Proptosis dapat mengindikasikan lokasi massa.
Axial displacement disebabkan oleh lesi-lesi retrobulbar seperti hemagioma, glioma,
menigioma, metastase, arterivena malformasi dan lesi lainnya di dalam muscle cone. Non axial
displacement disebabkan oleh lesi – lesi yang terletak di luar muscle cone. Superior
displacement disebabkan oleh tumor sinus maxillaris yang mendesak lantai orbita dan
mendorong bola mata keatas. Inferomedial displacement dapat dihasilkan dari kista dermoid
dan tumor – tumor kelenjar lakrimal. Nyeri juga dapat dikeluhkan oleh penderita yang
merupakan gejala dari invasi karsinoma nasofagerial atau lesi –lesi matastatik.

8
Terkadang disebabkan oleh lokasi tumor, sulit untuk menegakkan diagnosa hanya
berdasarkan pemeriksaan klinis saja. Sehingga membutuhkan pemeriksaan tambahan sebagai
penunjang dalam menegakkan diagnosa. Untuk pemeriksaan klinis secara lengkap diperlukan
tahap – tahap pemeriksaan sebagai berikut :

A. Tahap Pemeriksaan Medis

Tahap pemeriksaan dibagi 3 yaitu :

1. Riwayat penyakit

Riwayat penyakit dalam membantu menduga penyebab proptosis. Hal ini penting karena
proptosis dapat disebabkan oleh ateri – vena malformasi, penyakit infeksi, tiroid dan tumor.
Sebaiknya pemeriksaan ini sudah dapat membedakan tumor dari penyebab- penyebab tersebut
diatas.

Untuk dapat membedakan ke empat penyakit – penyakit yang disebutkan diatas dapat dibuat
anamnesis :

1. Arteri vena malformasi : adanya riwayat trauma dan penambahan proptosis bila
penderita dalam posisi membungkuk.

2. Penyakit infeksi : proptosis terjadinya secara tiba-tiba, adanya tandatanda infenksi


lainnya seperti panas badan yang meningkat dan adanya riwayat penyakit sinusitis atau
abses gigi.

3. Penyakit tiroid : adanya tanda- tanda penyakit tiroid seperti tremor, gelisah yang
berlebihan, berkeringat banyak dan adanya penglihatan ganda.

Bila dari pernyataan – pernyataan ini tidak dapat dijawab, maka riwayat penyakit bisa
diarahkan ke penyakit tumor dan dapt dilanjutkan dengan pencarian perkiraan jenis tumor.

4. Tumor Retrobulbar

- Lama terjadinya proptosis, karena umumnya proptosis dapat terjadi lebih pada tumor
jinak, sedangkan tumor ganas proptosi terjadi lebih cepat.

- Umur penderita saat terjadinya tumor, karena umur dapat menentukan jenis tumor yaitu
tumor anak – anak dan tumor dewasa.

9
- Tajam penglihatan penderita yang menurun bersamaan dengan terjadinya proptosis,
dapat diduga tumor terletak di daerah apeks, atau saraf optik, sedangkan bila tidak
bersamaan dengan terjadinya proptosis kemungkinan letak tumor diluar daerah ini.

- Adanya tanda –tanda klinis lain tumor ganas seperti rasa sakit, atau berat badan menurun.

- Riwayat penyakit keganasan di organ lain, karena kemungkinan tumor diorbita


merupakan metastasis.

2. Pemeriksaan mata

Pemeriksaan mata secara teliti sangant diperlukan antara lain :

- Penilaian penglihatan (visus)

- Penilaian struktur palpebra

- Pengamatan terhadap perubahan orbita seperti proptosis, palpasi massa atau pulsasi.

- Penilaian pergerakan dan posisi bola mata.

- Penilaian permukaan bola mata dan konjungtiva, tekanan bola matan dan kondisi bagian
bola mata khususnya nervus optikus.

3. Pemeriksaan orbita

- Pengukuran proptosis : untuk mengetahui adanya derajat proptosis dengan


memperbadingkan ukuran kedua mata. Nilai penonjolan mata normal antara 12 – 20 mm
dan beda penonjolan kedua mata tidak melebihi 2 mm. Bila penonjolan bola mata lebih
dari 20 mm atau beda kedua mata lebih dari 3 mm ini merupakan keadaan patologi.
Pengukuran dapat dilakukan dengan Hertel eksoftalmometer.

- Posisi proptosis : diperlukan karena letak dari tumor akan sesuai dengan macam jaringan
yang berada di orbita. Ada dua arah proptosis yang harus diperhatikan yaitu sentrik dan
eksentrik. Proptosis sentrik disebabkan oleh tumor yang berada di konus. Kemungkinan
jenis tumornya adalah glioma, maningioma atau hemangioma. Proptesis ekstresik harus
dilihat dari arah terdorongnya bola mata untuk menduga kira – kira jenis tumornya,
misalnya : arah inferemedial disebabkan oleh tumor yang berasal dari kelenjar lakrimal
atau kista dermoid. Arah inferetemporal disebabkan oleh tumor dermoid, mukokel sinus

10
etmoid atau sinus frontal atau meningkokel. Arah superior disebabkan oleh tumor berasal
dari antrum maksila.

- Proptosis bilateral atau uniteral : bisa membantu dalam memperkirakan jenis tumor.

- Palpasi : pada atumor yang teraba sebaiknya dinilai konsistensinya kistik atau solid,
pergerakan dari dasar, adanya rasa sakit pada penekanan dan halus dan benjolannya
permukaan tumor. Dapat memperkirakan terdapatnya massa pada anterior orbita,
khususnya pembesaran kelenjar lakrimal. Peningkatan tahanan retrobulbar merupakan
abnormalitas yang spesifik. Dapat oleh karena tumor retrobulbar merupakan
abnormalitas yang difus seperti pada Thyroid

– Assosiated Orbytopathy (TAO). Sebaiknya dilakukan palpasi kelenjar limfatik regional.

- Auskultasi : auskultasi dengan stetoskop terhadap bola mata atau tulang mastoid untuk
mendeteksi adanya bruit pada kasus – kasus fistula kavernosa carotid.

B. Tahap Pemeriksaan Diagnostik Penunjang

1. Pemeriksaan Primer

Plain film radiography digunakan dalam mengevaluasi pasien – pasien dengan kelainan
orbita. Begitu juga Computed Tomography (CT) bermanfaat untuk memepelajari anatonomi
dan penilaian dari tulang. Magnetic Resonance Imaging (MRI) sangar efektif dalam menilai
perubahan jaringan lunak, khususnya lesi-lesi yang mempengaruhi nervus optikus atau struktur
intrakranial. Ultrasonography (USG) dapat sangat membantu dalam beberapa kasus.

11
12
2. Pemeriksaan Sekunder

Pemeriksaan ini dilakukan atas indikasi yang spesifik meliputi venography dan
arteriography. Jarang dilakukan tetapi sangat berguna dalam kasus – kasus tertentu.

3.Pemeriksaan Patologi Diagnosa pasti dari kebanyakan lesi –lesi orbita tidak dapat dibuat
tanpa pemeriksaan histopatologi dimana dapat berupa fine – needle aspiration biopsy(FNAB,
Incisional biopsy, excisional biopsy

4. Pemeriksaan Laboratorium Penetapan jenis tumor sangat penting dan ini dicari dengan
berbagai jalan dan sedapat mungkin menghindar pembedahan. Pada mata, pembedaan sering
merupakan suatu tindakan eksploratif. Hal ini disebabkan sukarnya atau belum didapatnya
diagnosa jenis tumor. Untuk menghindari pembedahan eksploratif ini dilakukan pemeriksaan
laboratorium seperti tumor mareker, immunologi. Pemeriksaan laboratorium juga dilakuakan
dalam rangka menyeleksi abnormalitas fungsi tiroid dan penyakit – penyakit lainnya.

13
Diagnosa tidak selamanya berdasarkan biopsi, khususnya bila lokasi tumor tidak diketahui
secara pasti. Diagnosa dapat dibuat dengan bantuan USG. Metode diagnostik diatas tidak harus
dilakukan seluruh pada setiap kasus tetapi tergantung pada indikasi klinis dan status sosial
pasien.

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Mata sebagai indera yang menyebabkan manusia untuk melihat juga tidak terlepas dari
penyakit neoplasma (tumor) baik jinak maupun ganas, Mata terdiri dari tiga bagian utama yaitu
bola mata,orbita (rongga mata,otot, dn saraf yang mengelilingi bola mata) dan struktur adneksa
(struktur aksesori seperti kelopak mata dan saluran air mata).

Tumor orbita atau keganasan lainnya pada rongga orbita memerlukan pemeriksaan-
pemeriksaan khusus untuk mendeteksi dan mendiagnosa keganasan tersebut sehingga dapat di
terapi dengan tepat dan memperkecil metastse ke organ lain. Terkadang disebabkan oleh lokasi
tumor, sulit untuk menegakkan diagnosa hanya berdasarkan pemeriksaan klinis saja. Sehingga
membutuhkan pemeriksaan tambahan sebagai penunjang dalam menegakkan diagnosa. Untuk
pemeriksaan klinis secara lengkap diperlukan tahap – tahap pemeriksaan sebagai berikut :
Riwayat penyakit , Pemeriksaan mata, Pemeriksaan orbita . Tahap Pemeriksaan Diagnostik
Penunjang Pemeriksaan Primer, Pemeriksaan Sekunder , Pemeriksaan Patologi Diagnosa pasti
fine – needle aspiration biopsy(FNAB, Incisional biopsy, excisional biopsy, Pemeriksaan
Laboratorium Penetapan jenis tumor.

Diagnosa dapat dibuat dengan bantuan USG. Metode diagnostik diatas tidak harus
dilakukan seluruh pada setiap kasus tetapi tergantung pada indikasi klinis dan status sosial
pasien.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Eva, Paul Riordan.Whitcher, John P. 2009. Oftalmologi Umum Vaughan & Asbury
Edisi 17. Jakarta. EGC.

2. Ilyas, Sidarta. 2015. Ilmu Penyakit Mata Edisi kelima. Jakarta. Fk UI.

3. Pemeriksaan pada Keganasan Orbita. 2016. Fakultas kedokteran Sumatera Utara.


Unduh tanggal 14 Februari 2019. www.repository.usu.ac.id

4. Utari, laksmi. 2012. Diagnosis dan managemen Tumor Orbita. Fakultas kedokteran
Universitas Udayana. Bali. Di unduh pada tanggal 16 februari 2019.
www.simdos.unud.ac.id

5. Vitresia, Havrica. Dkk. 2009. Dalam Journalist Indonesian Ofthalmologist


Association volume 36. Jakarta

16

Anda mungkin juga menyukai