Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Pengetahuan


1. Pengertian

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui panca indra manusia yang dimilikinya, yakni indera penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2011).

Martin dan Oxman (1998) dalam Kusrini (2009) mengungkapkan

bahwa pengetahuan merupakan kemampuan untuk membentuk model

mental yang menggambarkan obyek dengan tepat dan mempresenta-

sikannya dalam aksi yang dilakukan terhadap suatu objek.

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam

terbentuknya suatu tindakan. Dengan demikian terbentuknya perilaku

terhadap seseorang karena adanya pengetahuan yang ada pada dirinya

terbentuknya suatu perilaku baru, terutama yang ada pada orang dewasa

dimulai pada domain kognitif.

Seseorang terlebih dahulu diberi stimulus yang berupa informasi

tentang upaya pencegahan penyakit TB Paru sehingga menimbulkan

pengetahuan yang baru dan selanjutnya menimbulkan respon batin dalam

5
6

bentuk sikap pada orang tersebut terhadap informasi upaya pencegahan

penyakit TB Paru yang diketahuinya, akhirnya rangsangan yakni

informasi upaya pencegahan penyakit TB Paru yang telah diketahuinya

dan disadari sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respon lebih jauh

lagi yaitu berupa tindakan atau sehubungan dengan stimulus atau

informasi upaya pencegahan penyakit TB Paru (Notoatmodjo, 2011)

2. Klasifikasi

Budiman (2013) menjelaskan bahwa jenis pengetahuan diantaranya

sebagai berikut :

a. Pengetahuan Implisit
Pengetahuan Implisit merupakan pengetahuan yang masih tertanam

dalam bentuk pengalaman seseorang dan berisi faktor-faktor yang

tidak bersifat nyata, seperti keyakinan pribadi, perspektif dan prinsip.


b. Pengetahuan Ekplisit
Pengetahuan Ekplisit merupakan pengetahuan yang telah di simpan

dalam wujud nyata, bisa dalam wujud perilaku kesehatan


3. Proses Penyerapan Ilmu Pengetahuan
Penelitian Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2011) mengungkap-

kan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru),

di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :


a. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.


b. Interest (menarik), yakni orang mulai tertarik kepada stimulus.
c. Evaluation (menilai), menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus

tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik

lagi.
d. Trial (mencoba), orang telah mulai mencoba perilaku baru.
e. Adoption (menyamakan), subjek telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.


7

Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui

proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang

positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting).

Sebaliknya, apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan

kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2011).

4. Tingkatan Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat

penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan yang di-

cakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu :

a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah di

pelajari sebelumnya, termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan

yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu

tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah, kata

kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari

antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan

dan sebagainya.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk men-

jelaskan secara benar tentang objek yang telah diketahui dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah

menyebut objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyimpulkan,

meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. Misalnya

dapat menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi.


c. Aplikasi (aplication)
8

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real

(sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan

hukum, rumus, metoda, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau

situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistikk dalam

perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-

prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) dalam

pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.


d. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu

struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.

Kemampuan analisis dapat dilihat dari penggunaan kata kerja : dapat

menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,

mengelompokkan dan sebagainya.

e. Sintesis (syntesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk

meletakan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk

keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis suatu kemampuan

untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada misalnya

dapat menyusun, merencanakan, meringkas dan menyesuaikan dan

sebagai- nya terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

jastifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-


9

penilaian itu berdasarkan suatu kriteria–kriteria yang ditentukan

sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara

atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur

dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang

ingin kita ketahui atau kita ukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-

tingkatan diatas (Notoatmodjo, 2011).

5. Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket yang menanyakan isi materi yang akan diukur dari subjek pene-

litian atau responden ke dalam pengetahuan yang ingin kita ukur atau

kita ketahui. Kategori tingkat pengetahuan seseorang ada tiga tingkatan

yang didasarkan pada nilai presentasi menurut Arikunto (2006) dalam

Irawati (2011) sebagai berikut :


a. Tingkat pengetahuan kategori baik jika nilainya > 75 %
b. Tingkat pengetahuan kategori cukup jika nilainya 60-75 %
c. Tingkat pengetahuan kategori kurang jika nilainya < 60 %
6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Budiman (2013) menjelaskan mengenai faktor-faktor yang mem-

pengaruhi terbentuknya pengetahuan adalah sebagai berikut :

a. Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin mudah

menerima informasi sehingga banyak pula pengetahuan yang dimiliki


b. Informasi/media massa
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun

nonformal dapat memberikan pengaruh jangka pendek sehingga

menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Adanya


10

informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif

baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.


c. Sosial, budaya dan ekonomi
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan seseorang tanpa melalui

penalaran sehingga akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak

melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan

tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu

sehingga status sosial ekonomi ini tidak akan memengaruhi

pengetahuan seseorang.

d. Lingkungan
Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya penge-

tahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal

ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak, yang

akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu


e. Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara

untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang

kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah

yang dihadapi masa lalu.


f. Usia
Usia memengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang.

Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya

tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperolehnya

semakin membaik.
B. Konsep Dasar Keluarga
1. Pengertian
11

Keluarga adalah satu atau lebih individu yang tinggal bersama,

sehingga mempunyai ikatan emosional dan mengembangkan dalam

interelasi social, peran dan tugas (Spredley, 1996 dalam Murwani, 2010).
Salvicion G. Bailon & Aracelis Maglaya (1989) dalam Murwani (2010)

menjelaskan bahwa keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang

tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan

dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama

lain, dan di dalam perannya masing-masing menciptakan serta

mempertahankan kebudayaan.
Keluarga adalah beberapa individu yang tinggal dalam sebuah keluarga

yang mempunyai ikatan perkawinan, ada hubungan keluarga, sanak famili,

maupun adopsi yang hidup bersama sesuai dengan tujuan keluarga tersebut.
2. Tipe-tipe keluarga
Murwani (2010) tipe keluarga dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Tipe keluarga tradisional
1) Keluarga inti yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami,

istri dan anak (kandung atau angkat).


2) Keluarga besar yaitu keluarga inti ditambah dengan keluarga lain

yang mempunyai hubungan darah, missal kakek, nenek, paman dan

bibi.
3) Keluarga Dyad yaitu suatu keluarga yang terdiri dari suami dan

istri tanpa anak.


4) Single parent yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari satu

orang tua (ayah / ibu) dengan anak (kandung / angkat). Kondisi ini

dapat disebabkan oleh perceraian / kematian.


5) Single adult yaitu suatu rumah tangga yang hanya terdiri seorang

dewasa (misalnya seorang yang telah dewasa kemudian tinggal

kost untuk bekerja atau kuliah).


b. Tipe keluarga non tradisional
1) The unmarriedtrenege mather yaitu keluarga yang terdiri dari
12

orang tua (terutama ibu) dengan anak dari hubungan tanpa nikah.
2) The stepparent family yaitu keluarga dengan orang tua tiri.
3) Commune family yaitu beberapa pasangan keluarga (dengan

anaknya) yang tidak ada hubungan saudara hidup bersama

dalam satu rumah, sumber dan fasilitas yang sama, pengalaman

yang sama : sosialisasi anak dengan melalui aktivitas kelompok

atau membesarkan anak bersama.


4) The non marital heterosexual cohibitang family yaitu keluarga

yang hidup bersama dan berganti-ganti pasangan tanpa melalui

pernikahan.
5) Gay and lesbian family yaitu seseorang yang mempunyai

persamaan sex hidup bersama sebagaimana suami istri (marital

partners).
6) Cohabiting couple yaitu orang dewasa yang hidup bersama diluar

ikatan perkawinan karena beberapa alasan tertentu.


7) Group marriage family yaitu beberapa orang dewasa

menggunakan alat- alat rumah tangga bersama yang saling merasa

sudah menikah, berbagi sesuatu termasuk seksual dan

membesarkan anak.
8) Group network family yaitu keluarga inti yang dibatasi aturan atau

nilai- nilai, hidup bersama atau berdekatan satu sama lainnya dan

saling menggunakan barang-barang rumah tangga bersama,

pelayanan, dan tanggung jawab membesarkan anak.


9) Foster family yaitu keluarga yang menerima anak yang tidak

ada hubungan keluarga atau saudara didalam waktu sementara,

pada saat orangtua anak tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk

menyatukan kembali keluarga aslinya.


10) Homeless family yaitu keluarga yang membentuk dan tidak
13

mendapatkan perlindungan yang permanen karena krisis personal

yang dihubungkan dengan keadaan ekonomi dan atau problem

kesehatan mental.
11) Gang yaitu sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang-

orang muda yang mencari ikatan emosional dan keluarga yang

mempunyai perhatian tetapi berkembang dalam kekerasan dan

kriminal dalam kehidupan.


3. Tugas perkembangan keluarga
Tugas perkembangan keluarga menurut Friedman (1998) dalam Muwarni

(2010) yaitu :
a. Tahap I : Keluarga pemula
1) Membangun perkawinan yang saling memuaskan.
2) Menghubungkan jaringan persaudaraan secara harmonis.
3) Keluarga berencana (keputusan tentang kedudukan sebagai

orangtua).
b. Tahap II : Keluarga yang sedang mangasuh anak
1) Membentuk keluarga mudasebagai sebuah unit yang mantap

(mengintegrasikan bayi baru kedalam keluarga).


2) Rekonsilisiasi tugas-tugas perkembangan yang bertentangan dan

kebutuhan anggota keluarga.


3) Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan.
4) Memperluas persahabatan dengan keluarga besar dengan

menambahkan peran-peran orangtua dan kakek-nenek.


c. Tahap III : Keluarga dengan anak usia pra sekolah
1) Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti rumah, ruang

bermain, privasi, keamanan.


2) Mensosialisasikan anak.
3) Mengintegrasikan anak yang baru sementara tetap memenuhi

kebutuhan anak-anak yang lain.


4) Mempertahankan hubungan yang sehat dalam keluarga

(hubungan perkawinan dan hubungan orangtua dan anak) dan diluar

keluarga (keluarga besar dan komunitas).


d. Tahap IV : Keluarga dengan anak usia sekolah
14

1) Membantu sosialisasi anak dengan tetangga, sekolah dan

lingkungan
2) Mempertahankan hubungan perkawinan bahagia
3) Memenuhi kebutuhan dan biaya hidup yang semakin meningkat
4) Meningkatkan komunikasi terbuka
e. Tahap V : Keluarga dengan anak remaja
1) Menyeimbangkan kebebasan dengan tanggung jawab ketika

remaja menjadi dewasa dan semakin mandiri


2) Memfokuskan kembali hubungan perkawinan
3) Berkomunikasi secara terbuka antara orangtua dan anak-anak
f. Tahap VI : Keluarga dengan melepaskan anak usia dewasa muda.
1) Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar
2) Mempertahankan keintiman pasangan
3) Membantu orang tua suami/isteri yang sedang sakit dan

memasuki masa tua


4) Membantu anak untuk mandiri di masyarakat
5) Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga
g. Tahap VII : Orangtua usia pertengahan.
1) Mempertahankan kesehatan
2) Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman

sebaya dan anak-anak


3) Meningkatkan keakraban pasangan
h. Tahap VIII : Keluarga dengan masa pensiun dan lansia.
1) Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan
2) Adaptasi dengan perubahan, kehilangan pasangan, teman, dll
3) Mempertahankan keakraban suami-isteri dan saling merawat
4) Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat
5) Melakukan “ Life Review”
4. Struktur Keluarga
Struktur keluarga menurut Mubarak (2009) antara lain :
a. Struktur komunikasi
Komunikasi dalam keluarga dikatakan berfungsi apabila : jujur, terbuka,

melibatkan emosi, konflik selesai dan ada hirarki kekuatan, komunikasi

keluarga bagi pengirim : memberikan pesan, memberikan umpan balik

dan valid. Komunikasi dalam keluarga dikatakan tidak berfungsi

apabila: tertutup, adanya issu atau gosip negatif, tidak berfokus pada

satu hal dan selalu mengulang issu dan pendapat sendiri, komunikasi
15

keluarga bagi pengirim bersifat asumsi, ekspresi perasaan tidak jelas,

judgemental exspresi dan komunikasi tidak sesuai. Penerima gagal

mendengar, diskualifikasi, ofensif (bersifat negatif), terjadi

miskomunikasi dan kurang atau tidak valid.


b. Struktur peran
Struktur peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai

dengan posisi sosial yang diberikan. Jadi pada struktur peran bisa

bersifat formal atau informal.


c. Struktur kekuatan
Struktur kekuatan adalah kemampuan dari individu untuk, mengontrol,

mempengaruhi atau mengubah perilaku orang lain.


d. Struktur nilai dan norma
Nilai adalah sistem ide-ide, sikap keyakinan yang mengikat anggota

keluarga dalam budaya tertentu. Sedangkan norma adalah pola perilaku

yang diterima pada lingkungan sosial tertentu, lingkungan keluarga dan

lingkungan masyarakat sekitar keluarga.


5. Fungsi dan tugas keluarga
Fungsi keluarga menurut Friedman (1986) dalam Murwani (2010)

sebagai berikut :
a. Fungsi afektif
Fungsi afektif berhubungan erat dengan fungsi internal

keluarga, yang merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif

berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan

melaksanakan fungsi afektif tampak pada kebahagiaan dan

kegembiraan dari seluruh anggota keluarga. Tiap anggota keluarga

saling mempertahankan iklim yang positif. Hal tersebut dapat

dipelajari dan dikembangkan melalui interaksi dan hubungan dalam

keluarga. Dengan demikian, keluarga yang berhasil melaksanakan

fungsi afektif, seluruh anggota keluarga dapat mengembangkan konsep


16

diri positif. Fungsi afektif merupakan sumber energi yang menentukan

kebahagiaan keluarga. Keretakan keluarga, kenakalan anak atau

masalah keluarga, timbul karena fungsi afektif di dalam keluarga tidak

dapat terpenuhi.
b. Fungsi sosialisasi
Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang dilalui

individu, yang menghasilkan interaksi social dan belajar berperan

dalam lingkungan sosial. Sosialisasi dimulai sejak manusia lahir.

Keluarga merupakan tempat individu untuk belajar bersosialisasi,

misalnya anak yang baru lahir dia akan menatap ayah, ibu dan

orang-orang yang disekitarnya. Kemudian beranjak balita dia mulai

belajar bersosialisasi dengan lingkungan disekitar meskipun demikian

keluarga tetap berperan penting dalam bersosialisasi. Keberhasilan

perkembangan individu dan keluarga dicapai melalui interaksi atau

hubungan antar anggota keluarga yang diwujudkan dalam

sosialisasi. Anggota keluarga belajar disiplin, belajar norma-norma,

budaya dan perilaku melalui hubungan dan interaksi keluarga.


c. Fungsi reproduksi
Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menambah

sumber daya manusia. Maka dengan ikatan suatu perkawinan yang sah,

selain untuk memenuhi keebutuhan biologis pada pasangan tujuan untuk

membentuk keluarga adalah untuk meneruskan keturunan.


d. Fungsi ekonomi
Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga seperti memenuhi

kebutuhan seluruh anggota keluarga seperti memnuhi kebutuhan

akan makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Banyak pasangan sekarang

kita lihat dengan penghasilan yang tidak seimbang antara suami dan
17

istri hal ini menjadikan permasalahn yang berujung pada perceraian.


e. Fungsi perawatan kesehatan
Keluarga juga berperan atau berfungsi untuk melaksanakan praktek

asuhan kesehatan, yaitu untuk mencegah terjadinya gangguan

kesehatan dan atau merawat anggota keluarga yang sakit.

Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan kesehatan

mempengaruhi status kesehatan keluarga. Kesanggupan keluarga

melaksanakan pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas

kesehatan keluarga yang dilaksanakan. Keluarga yang dapat

melaksanakan tugas kesehatan berarti sanggup menyelesaikan masalah

kesehatan.
Tugas kesehatan keluarga adalah sebagai berikut :

(Friedman, 1998 dalam Murwani, 2010) :


1) Mengenal masalah kesehatan
2) Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat
3) Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit
4) Mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang sehat
5) Mempertahankan hubungan dengan fasilitas kesehatan masyarakat
C. Konsep Dasar Tuberkulosis
1. Pengertian
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh

basil Mycobacterium tuberculosis kompleks yang secara khas ditandai oleh

pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan

(Harrison, 2013).
Tuberkulosis paru ialah suatu infeksi kronik jaringan paru, yang

disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (Sibuea, 2009).


Tuberkulosis paru merupakan infeksi akut atau kronis yang

disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan ditandai dengan

infiltrasi pulmoner, pembentukan granuloma diserta caseation (proses


18

pengeringan dan pembentukan substansi mirip kasein), fibrosis, dan

katitasi (Tim Indeks, 2011).


Secara umum, TB Paru suatu penyakit infeksi yang disebabkan

oleh basil Mycobacterium tuberculosis yang dapat mengancam hidup

seseorang dalam waktu yang relatif singkat.

2. Penyebab

Penyebab TB Paru adalah Mycobacterium tuberculosis. Sejenis

kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 - 4 mikron, lebar

kuman 0,3 – 0,6 mikron. Kuman akan tumbuh optimal pada suhu seki-

tar 370 C dengan pH optimal 6,4 – 7. Sebagian besar kuman terdiri atas

asam lemak. Lipid inilah yang menyebabkan kuman lebih tahan asam

dan lebih kuat terhadap gangguan kimia dan fisik.

Kuman dapat hidup pada udara kering dan dingin. Hal ini terjadi

karena kuman berada dalam keadaan dorman (tidur) yang dapat bangkit

kembali dan menjadi tuberkulosis aktif dalam keadaan tertentu. Di dalam

jaringan kuman hidup dalam sitoplasma makrofag sebagai parasit

intraselular.

Makrofag yang semula memfagositosis kuman menjadi di sukai

karena mengandung banyak lipid. Sifat lain kuman ini adalah aerob

yang lebih menunjukkan bahwa kuman lebih menyukai jaringan yang

tinggi kadar oksigennya.

3. Tanda dan Gejala

a. Gejala Sistemik ; Demam, malaise, berkeringat pada malam hari,

anoreksia dan penurunan berat badan.


19

b. Gejala Respiratorik

1) Batuk lebih dari 2 minggu ; batuk baru timbul apabila proses

penyakit telah melibatkan bronkus. Batuk mula-mula terjadi karena

iritasi bronkus yang selanjutnya akibat peradangan pada bronkus,

batuk menjadi produktif. Batuk produktif ini berguna untuk mem-

buang produk eskresi peradangan. Dahak dapat bersifat mukoid

atau purulen.

2) Batuk darah ; terjadi akibat pecahnya pembuluh darah. Berat

ringannya tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang

yang pecah. Batuk darah tidak selalu timbul akibat pecahnya

aneurisma pada dinding kaviti, juga dapat terjadi karena ulserasi

pada mukosa bronkus.

3) Sesak Napas ; Gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut

dengan kerusakan paru yang cukup luas. Pada awal penyakit gejala

ini tidak pernah di dapat.

4) Nyeri dada ; gejala ini timbul apabila sistem persyarafan yang

terdapat di pleura terkena, gejala ini dapat bersifat lokal atau

pleuritik.

4. Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan bakteriologik yang rutin di lakukan adalah

pemeriksaan sputum basil tahan asam (BTA) tiga kali, setiap kali, tiga

hari berturut-turut atau sewaktu pagi sewaktu (SPS). Pada SPS, dahak di

periksa saat pasien pertama kali datang, kemudian keesokan paginya

dan siang harinya, jadi pasien datang ke laboratorium hanya 2 hari.


20

Jika dari tiga kali pemeriksaan dahak hanya satu kali saja yang

positif tanpa di tunjang hasil pemeriksaan lain (foto toraks dan biakan)

maka pemeriksaan BTA di ulang. Hasil dinyatakan positif bila pada

pengulangan di dapatkan hasil positif walaupun hanya satu kali.

5. Penatalaksanaan
Pusat Kesehatan Masyarakat, disingkat Puskesmas, adalah

organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang

bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh

masyarakat, dengan peran serta aktif masyarakat dan menggunakan hasil

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna, dengan

biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat. Upaya

kesehatan tersebut diselenggarakan dengan menitikberatkan kepada

pelayanan untuk masyarakat luas guna mencapai derajat kesehatan yang

optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan

(Wikipedia, 2014).
Paket OAT ini untuk digunakan oleh satu pasien TB Paru sampai

selesai masa pengobatannya yaitu sejak pengobatan tahap intensif/awal

sampai tahap lanjutan. Paket OAT Kategori I terdiri atas 2 bagian :


a. Kotak pertama untuk pengobatan tahap intensif (teratur) atau awal :

Berisi kaplet RHZE (Rifampicin 150 mg, Isoniazid 75 mg,

Pirazinamid 400 mg dan Etambutol 275 mg) sebanyak 6 blister

untuk digunakan selama 2 bulan.


b. Kotak kedua untuk pengobatan lanjutan : Berisi tablet RH

(Rifampicin 150 mg dan Isoniazid 150 mg) sebanyak 6 blister

untuk digunakan selama 4 bulan.


21

Jumlah blister dalam paket OAT dirancang untuk digunakan oleh

pasien TB Paru dengan berat badan rata-rata yaitu 38 – 54 kg sehingga

untuk pasien yang memiliki berat badan berbeda jumlah blister dalam

kotak harus disesuaikan terlebih dahulu.

D. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian atau visualisasi

hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep lain dari

masalah yang ingin diteliti (Notoadmodjo, 2010).

Responden

Karakteristik responden Kasus TB di Desa Anjir


berdasarkan:
Kalampan
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Pendidikan
4. Pekerjaan Pengetahuan Keluarga
tentang Penyakit TB
Paru
Baik Cukup Kurang

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

E. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah suatu uraian tentang batasan variabel yang

dimaksud, atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan

(Notoatmodjo 2010).

Tabel 2.1 Definisi Operasional


22

No Variabel Definisi operasional Alat ukur Hasil ukur Skala


1. Usia Waktu yang dihitung da- Kuesioner 1. 25 - 30 tahun Ordinal
ri kapan tanggal, bulan 2. >30 - 40 tahun
dan tahun lahir sampai 3. >40 - 50 tahun
pada terakhir kali ulang 4. >50 - 60 tahun
tahun.
2. Jenis kelamin Perbedaan manusia di- Kuesioner 1. Laki-laki Nominal
ukur dari fungsi repro- 2. Perempuan
duksi
3. Pendidikan Suatu pembelajaran for- Kuesioner 1. SD Ordinal
mal yang terakhir pernah 2. SMP
diikuti responden serta 3. SMA
mendapat ijazah 4. DIII
5. Lainnya
4. Pekerjaan Aktivitas atau kegiatan Kuesioner 1. PNS Ordinal
yang digeluti sebagai ke- 2. Swasta
giatan sehari-hari untuk 3. Petani/Nelayan/
menghasilkan sesuatu Buruh
(uang). 4. Tidak bekerja
5. Lainnya
5. Pengetahuan Informasi yang telah di Kuesioner 1. Baik (>75 %) Nominal
tentang proses untuk mempe- 2. Cukup (60-75 %)
penyakit TB roleh pemahaman, pem- 3. Kurang (<60 %)
Paru belajaran dan pengala-
man tentang TB Paru

F. Keaslian Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh Anugrah (2012) dari 54 responden yang

menderita TB Paru, 44 orang (81,4%) diantaranya memiliki tingkat pengetahuan

yang buruk tentang TB Paru. Sedangkan pada analisis bivariat antara tingkat

pengetahuan tentang TB Paru dengan kejadian TB Paru diperoleh nilai p=

0,007, yang artinya terdapat hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan

responden tentang TB Paru dengan kejadian TB Paru. Selanjutnya pada

perhitungan Prevalence Ratio (PR) didapatkan nilai sebesar 1,886, sehingga

dari nilai PR tersebut, dapat disimpulkan bahwa seseorang dengan

pengetahuan yang buruk tentang TB Paru memiliki risiko 1,886 kali menderita

TB Paru dibandingkan dengan seseorang yang memiliki pengetahuan yang baik

tentang TB Paru.
23

Penelitian yang dilakukan oleh Syafefi, dkk (2014) hasil pengukuran

pengetahuan pasien TB Paru pada pasien yang berobat di Puskesmas Harapan

Raya menunjukkan tingkat pengetahuan pasien sebagian besar berada pada

kategori sedang sebanyak 19 orang (63,3%) di ikuti dengan kurang sebanyak 6

orang (20%) dan baik sebanyak 5 orang (16,7%). Pengetahuan yang baik

diharapkan akan mempunyai sikap baik yang sehingga dapat mencegah atau

menanggulangi masalah penyakit TB Paru. Pengetahuan masyarakat yang cukup

mengenai kesehatan akan membuat masyarakat mencoba untuk mempunyai

perilaku hidup bersih dan sehat.

Tingkat pengetahuan yang rendah merupakan faktor resiko terjadinya

TB Paru karena responden kurang memiliki pengetahuan dalam mencegah dan

menanggulangi penyebaran penyakit TB Paru, sehingga mereka tidak waspada

terhadap faktor-faktor resiko penularan TB Paru. Pengetahuan yang kurang

dapat terjadi karena kurangnya informasi formal atau nonformal yang

didapatkan oleh responden serta tidak adekuatnya informasi yang didapatkan

dan diterima responden.

Penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2013) dari 60 responden yang

memiliki pengetahuan yang baik mengenai upaya pencegahan penyakit

tuberkulosis sebanyak 43 orang (71,7 %), pengetahuan yang cukup mengenai

upaya pencegahan penyakit tuberkulosis sebanyak 16 orang (26,7 %) dan

pengetahuan yang kurang mengenai upaya pencegahan penyakit tuberkulosis

sebanyak 1 orang (1,7 %). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa

sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang baik terhadap penyakit

TB Paru dan upaya pencegahan penyakit TB Paru.


24

Anda mungkin juga menyukai