Anda di halaman 1dari 12

BAB II

KEADAAN UMUM

2.1 Sejarah PT Timah Tbk


Sumber daya mineral timah ditemukan di daratan dan perairan sekitar Pulau
Bangka, Belitung, Singkep, Karimun dan Kundur di Indonesia. Pada masa
kolonial, pertambangan timah di Pulau Bangka dikelola oleh badan usaha
pemerintah kolonial "Banka Tin Winning Bedrijf" (BTW). Pulau Belitung dan
Singkep dilakukan oleh perusahaan swasta Belanda, masing-masing
Gemeeenschappelijke Mijnbouw Maatschappij Biliton (GMB) dan NV Singkep
Tin Exploitatie Maatschappij (NV SITEM). PT Timah Tbk telah mewarisi sejarah
panjang usaha pertambangan timah di Indonesia lebih dari 200 tahun.
Setelah kemerdekaan RI, ketiga perusahaan Belanda tersebut
dinasionalisasikan pada tahun 1953-1958 menjadi tiga Perusahaan Negara yang
terpisah. Pada tahun 1961 dibentuk Badan Pimpinan Umum Perusahaan Negara
Tambang Timah (BPU PN Tambang Timah) untuk mengkoordinasikan ketiga
perusahaan negara tersebut. Pada tahun 1968 ketiga perusahaan negara dan BPU
tersebut digabung menjadi satu perusahaan yaitu Perusahaan Negara (PN)
Tambang Timah. Dengan diberlakukannya Undang-undang No. 9 Tahun 1969 dan
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1969, pada tahun 1976 status PN Tambang
Timah dan Proyek Peleburan Timah Mentok diubah menjadi bentuk Perusahaan
Perseroan (Persero) yang seluruh sahamnya dimiliki oleh Negara Republik
Indonesia dan namanya diubah menjadi PT Tambang Timah (Persero). Namun
sehubungan dengan proses Holding yaitu proses perubahan anggaran dasar
perseroan terkait perubahan status dari persero menjadi non-persero, maka nama
dari PT Timah (Persero) Tbk diubah menjadi PT Timah Tbk pada bulan
November 2017. Perusahaan ini memiliki luas Izin Usaha Pertambangan (IUP)
yaitu 331.580 hektar di darat dan 184.400 hektar di laut.
Proses penambangan timah di darat (alluvial) menggunakan metode pompa
semprot (gravel pump) dimana pengoperasiannya sesuai prosedur penambangan

3
4

yang baik (Good Mining Practices), sedangkan penambangan lepas pantai,


perusahaan mengoperasikan kapal keruk dengan jenis bucket line dredges
berukuran mangkuk mulai dari 7 cuft sampai dengan 24 cuft dan dapat beroperasi
mulai dari 15 sampai 50 meter di bawah permukaan laut dengan kemampuan gali
mencapai lebih dari 3,5 juta meter kubik material setiap bulannya. Sehubungan
dengan meningkatkan kapasitas produksi di laut, perusahaan ini menggunakan
kapal isap produksi yang memiliki kemampuan gali mencapai 25 meter di bawah
permukaan laut, sehingga dapat menjangkau cadangan sisa dari kapal keruk dan
pengembangan bucket wheel dredge yang akan menggantikan kapal keruk jenis
bucket line dengan kemampuan gali sekitar 70 meter di bawah permukaan laut.
PT Timah Tbk telah menggunakan KIP sejak tahun 2006 dengan kapal yang
didatangkan dari negara Thailand, namun pada tahun 2008 perusahaan ini melalui
anak perusahaan yaitu PT Dok dan Perkapalan Air Kantung disingkat PT DAK
telah membuat dan memproduksi sendiri kapal sejenisnya. Untuk sekarang
perusahaan telah memiliki 18 unit KIP, dimana masing-masing kapal dinamai KIP
Timah 1 hingga KIP Timah 19. Tidak hanya mengoperasikan kapal tersebut,
tetapi ada juga kapal milik perusahaan mitra yang digunakan untuk proses
penambangan yang dilakukan dilepas pantai.

2.2 Struktur Organisasi


Kegiatan penambangan oleh PT Timah Tbk terbagi menjadi beberapa unit
yang salah satunya yaitu Unit Produksi Laut Bangka disingkat dengan UPLB
merupakan proses penambangan timah yang dilakukan di lepas pantai. Unit ini
dipimpin oleh Kepala didampingi Wakil UPLB yang menaungi beberapa bidang
dan bagian, antara lain :
1. Bidang Evaluasi, Teknik Pencucian, Perawatan, Penjangkaran dan Alat
Angkut.
2. Bidang Kapal Isap, yang menaungi : Bagian Pengawas, Survey dan
Administrasi.
3. Bidang K2 dan Lingkungan Hidup.
5

4. Bidang Administrasi dan Keuangan, yang menaungi : Bagian Keuangan,


Kesehatan Kerja dan Kelembagaan,
5. Bidang PAM Unit Produksi Laut Bangka

Gambar 2.1 Struktur organisasi Unit Produksi Laut Bangka PT Timah Tbk
(Unit Produksi Laut Bangka PT Timah Tbk, 2018)

2.3 Lokasi dan Kesampaian Daerah


Pulau Bangka memiliki luas 12.700 km2 dan secara geografis terletak di
Selatan khatulistiwa pada 1° 80’ LS - 3° 70’ LS dan 105° BT - 108° BT yang
dikelilingi oleh Laut Cina Selatan di sebelah Utara, Selat Gaspar di sebelah
Timur, Laut Jawa disebelah Selatan, dan Selat Bangka disebelah Barat. Bentuk
Pulau Bangka memanjang ke arah Tenggara dari arah Barat sepanjang 180 km.
Lokasi penambangan bijih timah yang dilakukan oleh KIP Indo Siam
Phuket 1 berada di wilayah Laut Cupat Dalam. Berdasarkan wilayah
pemerintahan daerah, Laut Cupat Dalam termasuk wilayah Kabupaten Bangka,
Kecamatan Belinyu. Wilayah perairan Laut Cupat Dalam termasuk ke dalam salah
satu Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) yang dikelola oleh UPLB,
dimana kantor utamanya berlokasi di Kecematan Belinyu, Kabupaten Bangka,
Provinsi Bangka Belitung.
6

Posisi geografis Kecamatan Belinyu terletak pada 578532 – 623423 mE dan


978114 – 9834307 mN. Kecamatan Belinyu terletak di bagian Utara Pulau
Bangka, dimana pada sebelah Utara berbatasan dengan Laut Natuna, sebelah
Timur berbatasan dengan Selat Gaspar, dan sebelah Barat berbatasan dengan
Teluk Klabat.
Tabel 2.1 Kesampaian daerah
Jarak Waktu
Lokasi Kecepatan Kondisi Jalan
Tempuh Tempuh

Pangkal Pinang- 60-80 Melewati jalan


34 km 45 menit
Sungai Liat km/jam beraspal

Jalan beraspal baik,


Sungai Liat - Belinyu
60-80 pada beberapa ruas
(Kantor bagian Unit 53 km 1 jam
km/jam jalan dijumpai jalan
Laut Bangka)
berlubang

Melewati jalan
Belinyu- Dermaga 40-60
10 km 15 menit beraspal dan jalan
Mantung km/jam
berkerikil

Dermaga Mantung- Menaiki kapal cepat


Kapal Isap Produksi 6 km 45 menit 22 knot melewati perairan Laut
Indo Siam Phuket Cupat Dalam

2.4 Iklim dan Curah Hujan


Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG,
2015), pada umumnya Kabupaten Bangka beriklim Tropis Type A dengan variasi
curah hujan antara 0,8 hingga 311 mm tiap bulan. Suhu udara rata-rata Kabupaten
Bangka berdasarkan data dari Stasiun Meteorologi Pangkalpinang menunjukkan
variasi antara 25,7°C hingga 28,2°C dengan temperatur udara tertinggi 32,7°C,
sedangkan kelembaban udara rata-rata bervariasi antara 70 hingga 86 persen.
Sementara intensitas penyinaran matahari berkisar antara 21,9 % pada Bulan
Januari sampai 85,3 % pada Bulan September, dan tekanan udara rata-rata
berkisar antara 1009,7 mb hingga 1012, 1 mb.
7

Daerah Belinyu memiliki iklim tropis basah (tropical humid climate) seperti
pada daerah lainnya di Indonesia. Curah hujannya berkisar antara 1.528-2.708
mm/tahun, dengan rata-rata 2.608 mm/tahun, sedangkan jumlah hari hujan setiap
tahunnya berkisar antara 80-251 hari, dengan rata-rata hujan 154 hari/tahun.
Berdasarkan data meteorologi dan geofisika yang berada di Unit Produksi Laut
Bangka, suhu rata-rata tahunan Kecamatan Belinyu berkisar antara 20°C-34°C
dan fluktuasi temperatur harian berkisar antara 3°C- 4°C, dengan kelembaban
udara rata-rata 80%, dimana kelembaban pagi hari 90% dan sore hari 70%.

2.5 Keadaan Geologi dan Stratigrafi


Secara fisiografis, Pulau Bangka merupakan bagian yang terangkat dari
Paparan Sunda dengan luas 11.534,142 km2 yang dikelilingi oleh Pulau Sumatera
dan Selat Bangka di sebelah Barat Daya, Pulau Belitung di sebelah Timur, Pulau
Kalimantan di sebelah Timur Laut, Kepulauan Riau di sebelah Barat Laut, Pulau
Anambas dan Laut Cina Selatan di sebelah Utara serta Laut Jawa di sebelah
Tenggara. Penyebaran timah di Pulau Bangka merupakan kelanjutan dari Tin
Mayor South East Asian Tin Belt bagian tengah, yang membentang mulai dari
Birma, Thailand dan Malaysia hingga di Indonesia. Sabuk timah tersebut
diperkirakan berumur Trias dan didominasi oleh Granit tipe S.
Daerah praktik berada di Perairan Utara Pulau Bangka, tepatnya di Laut
Cupat Dalam sebelah Utara Tanjung Penyusuk dengan Tanjung Melala,
Kecamatan Belinyu, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung. Di Laut Cupat dijumpai empat Satuan Endapan Quater yang berada
tidak selaras di atas batuan dasar. Tepat di atas bidang ketidakselarasan dan di atas
batuan dasar, terendapkan lapisan kaksa yang mengandung timah yakni Endapan
Old Alluvial yang merupakan lapisan terbawah dari satuan Endapan Quarter.
Berdasarkan data seismik dan data bor oleh Tania D (2009) Sratigrafi Laut
Cupat, perairan Bangka Utara dari tua ke muda tersusun oleh :
a. Kompleks Pemali, tersusun oleh batuan metamorf skiss yang berumur Perm
(Paleozoikum), berada tidak selaras di bawah bidang ketidakselarasan
8

Paleozoikum – Mesozoikum dan diintrusi oleh Satuan Granit Klabat pada Trias
hingga Yura.
b. Granit Klabat (TrJkag), berumur Trias Akhir hingga Yura Awal yang sering
muncul di tengah laut dangkal dan tepi pantai sebagai boulder-boulder granit
berwarna abu-abu muda dengan ketinggian maksimal mencapai 3 meter di atas
permukaan laut. Batuan ini mengintrusi batuan metamorf dan batuan sedimen
dari Kompleks Pemali yang berada diatasnya. Granit ini merupakan batuan
sumber timah primer akibat proses mineralisasi selama intrusi dan menjadi alas
dari batuan sedimen Quarter diatasnya.
c. Formasi Ranggam (TQr), terletak tidak selaras di atas Granit Klabat yang
tersusun oleh kerikil, batupasir dan perselingan batupasir dengan batulempung
yang berumur Miosen Akhir hingga Plistosen. Pada formasi ini terdapat
endapan elluvium dan koluvium yang terbentuk akibat pelapukan kimia batuan
Granit Klabat oleh iklim tropis secara intensif yang kemudian tertransport oleh
sungai dan berakhir di daerah landai.
d. Alluvial (Qa), berupa material lepas yang terdiri dari lumpur, batulempung dan
batupasir yang tersebar di lembah-lembah, berumur Holosen dengan
kedudukan tidak selaras di atas Formasi Ranggam. Proses pengendapannya
merupakan kelanjutan dari proses pengendapan dari Formasi Ranggam,
sehingga endapannya relatif lebih halus serta lebih tebal dan sempit.

Gambar 2.2 Stratigrafi Laut Cupat, Perairan Bangka Utara. (Tania D, Juli 2009)
9

2.6 Topografi dan Morfologi


Daerah Laut Cupat, Kecamatan Belinyu, Kabupaten Bangka terdiri dari
topografi berombak (3° – 7°) dengan kelerengan landai (15 - 35 m bawah muka
laut), sedangkan morfologinya terdiri dari perbukitan, dataran bergelombang dan
lembah yang memungkinkan pola aliran dendritik berkembang. Hal ini
dicerminkan oleh kehadiran dua tubuh sungai dengan arah Tenggara – Barat Laut
berpola dendritik yang mengalir mengikuti arah kemiringan lereng dan ditandai
pula oleh kehadiran batuan homogen beresistensi tinggi. Kedua tubuh sungai
tersebut mengalir dari arah Tenggara menuju Barat Laut dengan mengikis batu
granit dan batu skiss yang berada dibawahnya, sedangkan cabang sungainya
cenderung berarah Barat Daya – Timur Laut. Umur sungai purba pada Laut Cupat
telah mencapai umur tua dengan ditandai oleh gradien sungai yang landai, aliran
sungai yang berbelok, lembah sungai relatif berbentuk U dan lebar, serta
terendapkannya material lepas pada lembah (Tania D, Juli 2009).

2.7 Ganesa Timah


Sumber timah yang terbesar yaitu sebesar 80% berasal dari endapan timah
sekunder (alluvial) yang terdapat di alur-alur sungai, di darat (termasuk pulau-
pulau timah) dan di lepas pantai (Yulhendra D, September 2011). Endapan timah
sekunder berasal dari endapan timah primer yang mengalami pelapukan,
kemudian terangkut aliran air dan akhirnya terkonsentrasi secara selektif
berdasarkan perbedaan berat jenis dengan bahan lainnya. Pada proses endapan
timah melalui beberapa fase penting dapat menentukan keberadaan timah, fase
tersebut merupakan fase pneumatolitik, kemudian akan melalui fase kontak
pneumatolitik-hidrotermal tinggi dan fase terakhir adalah hipotermal sampai
mesotermal yang merupakan fase terpenting dalam penambangan karena
mempunyai arti ekonomi, dimana larutan yang mengandung timah dengan
komponen utama silica (SiO2) mengisi perangkap pada jalur sesar, kekar dan
bidang perlapisan (Sudarwono, Juli 2002).
Proses pembentukan bijih timah (Sn) berasal dari magma cair yang
mengandung mineral cassiterite (Sn02). Pada saat intrusi batuan granit naik ke
10

permukaan bumi, maka akan terjadi fase pneumatolitik, dimana terbentuk


mineral-mineral bijih diantaranya bijih timah (Sn). Mineral ini terakumulasi dan
terasosiasi pada batuan granit maupun di dalam batuan yang diterobosnya, yang
akhirnya membentuk vein (urat) pada batuan granit dan pada batuan samping
yang diterobosnya.
Mineral utama yang terkandung pada bijih timah adalah cassiterite (Sn02),
sedangkan pirit, kuarsa, zircon, ilmenit, plumbum, bismut, arsenik, stibnite,
kalkopirit, kuprit, xenotim, dan monasit merupakan mineral ikutan. Sumber timah
Indonesia merupakan bagian jalur timah Asia Tenggara (The South East Tin Belt),
jalur timah terkaya di dunia yang membentang mulai dari selatan China, Thailand,
Birma, Malaysia sampai Indonesia. Batuan pembawa mineral cassiterite adalah
batuan granit yang berhubungan dengan magma asam dan menembus lapisan
sedimen (intrusi granit). Karena tekanan dan temperatur berubah, maka terjadilah
proses kristalisasi yang akan membentuk deposit dan batuan samping.
Pembentukan mineral cassiterite dan mineral berat lainnya, erat
hubungannya dengan batuan granitoid. Secara keseluruhan endapan bijih timah
(Sn) yang membentang dari Mynmar Tengah hingga Paparan Sunda merupakan
kelurusan sejumlah intrusi batholit. Batuan induk yang mengandung bijih timah
(Sn) adalah granit, adamelit, dan granodiorit. Batholit yang mengandung timah
(Sn) pada daerah Barat ternyata lebih muda (Akhir Kretasius) daripada daerah
Timur.

2.8 Keadaan Endapan Timah


1. Penyebaran Endapan Bijih Timah
Proses oksidasi dan pengaruh sirkulasi air yang terjadi pada cebakan timah
primer pada atau dekat permukaan menyebabkan terurainya penyusun bijih timah
primer. Proses tersebut menyebabkan juga terlepas dan terdispersinya timah putih,
baik dalam bentuk mineral cassiterite (Sn02)maupun berupa unsur Sn. Proses
pelapukan, erosi, transportasi dan sedimentasi yang terjadi terhadap cebakan bijih
timah putih pimer menghasilkan cebakan timah sekunder, yang dapat berada pada
tanah residu maupun letakan sebagai endapan kolluvial, kipas alluvial, alluvial
11

sungai maupun alluvial lepas pantai. Berdasarkan lokasi pengendapannya endapan


bijih timah sekunder dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Endapan Elluvial
Endapan elluvial adalah endapan bijih timah yang terjadi akibat pelapukan
secara intensif. Proses ini diikuti dengan disentegrasi batuan samping dan
perpindahan mineral kasiterit (SnO₂) secara vertikal sehingga terjadi
konsentrasi residual.
Ciri – ciri endapan elluvial adalah sebagai berikut :
- Keterdapatannya dekat sekali dengan batuan sumbernya.
- Tersebar pada batuan sedimen atau batuan granit yang telah lapuk.
- Ukuran butir agak besar dan angular.
b. Endapan Kollovial
Endapan Kollovial adalah endapan bijih timah yang terjadi akibat
peluncuran hasil pelapukan endapan bijih timah primer pada suatu lereng
dan terhenti pada suatu gradien yang agak mendatar diikuti dengan
pemilahan.
Ciri – ciri endapan Kollovial adalah sebagai berikut :
- Butiran agak besar dengan sudut runcing.
- Biasanya terletak pada lereng suatu lembah.
c. Endapan Alluvial
Endapan bijih yang terjadi akibat proses transportasi sungai, dimana mineral
berat dengan ukuran butiran yang lebih besar diendapkan dekat dengan
sumbernya, sedangkan mineral – mineral yang berukuran lebih kecil
diendapkan jauh dari sumbernya.
Ciri – ciri endapan alluvial adalah sebagai berikut :
- Terdapat di daerah lembah.
- Mempunyai bentuk butiran yang membundar.

d. Endapan Meincan
Endapan bijih timah yang terjadi akibat pengendapan yang selektif secara
berulang – ulang pada lapisan tertentu.
12

Ciri – ciri endapan meincan adalah sebagai berikut :


- Endapan terbentuk lensa – lensa.
- Bentuk butiran halus dan bundar.
e. Endapan Disseminated
Endapan bijih timah yang terjadi akibat transportasi oleh air hujan. Jarak
transportasi sangat jauh, sehingga menyebabkan penyebaran yang luas tetapi
tidak teratur.
Ciri – ciri endapan disseminated adalah sebagai berikut :
- Tersebar luas, tetapi bentuk dan ukurannya tidak teratur.
- Ukuran butir halus karena jarak transportasi jauh.
- Terdapat pada lapisan pasir atau lempung.
2. Karakteristik Fisik
Endapan bijih timah pada umumnya berasal dari magma asam, sehingga
keterdapatannya berhubungan dengan adanya batuan granit. Dalam
pembentukannya mineral ini disertai dengan mineral berharga lainnya dan gangue
mineral. Berikut karakteristik mineral yang terdapat dalam endapan timah,
diantaranya :
a. Cassiterite (SnO2), cassiterite merupakan mineral utama dalam endapan
timah yang mengandung unsur Sn. Dengan menggunakan mikroskop, dapat
terlihat bahwa mineral ini memiliki warna merah marun, merah kecoklatan
atau merah kehitaman, memiliki kilap minyak dengan berat jenis 6,9 - 7.
Jika terkena larutan HCl, mineral ini akan mengalami perubahan warna
menjadi pucat keabu-abuan dan dapat dialiri arus listrik (konduktor).
Cassiterite merupakan mineral utama dalam endapan bijih timah, sedangkan
yang dimaksud timah murni adalah Stannum (Sn) atau biasa disebut timah
putih.
b. Xenotime (YPO4), mineral ini berwarna kuning keputih-putihan (putih
keruh) dengan berat jenis 4,6 dan tidak dapat dialiri listrik tapi dapat ditarik
oleh magnet (magnetik).
13

c. Ilmenite (FeTiO3), mineral ini berwarna hitam gelap dengan permukaan


yang kasar atau berbintik-bintik, memiliki berat jenis 4,7 serta memiliki
sifat konduktor dan magnetik.
d. Monazite ((CeLaYTh)PO4), mineral ini memiliki warna seperti xenotime
yaitu putih keruh. Untuk membedakan monazite dan xenotime adalah
dengan cara menyinari mineral tersebut dengan sinar ultraviolet. Jika
disinari dengan sinar ultraviolet, monazite akan mengalami perubahan
warna menjadi kehijau-hijauan, sedangkan xenotime tidak mengalami
perubahan warna jika disinari dengan ultraviolet. Mineral ini memiliki berat
jenis 4,6 dan memiliki sifat nonkonduktor serta mineral ini memiliki sifat
magnetik.
e. Tourmaline (Na(MgFe)3Al6(Bo3)3(Si6O18)(OH)4), mineral ini memiliki
warna mengkilap dan mempunyai urat-urat yang sejajar serta bersifat
nonkonduktor dan memiliki berat jenis 3,2.
f. Zircone (ZrSiO4), mineral ini memiliki warna merah muda, merah
kekuningan atau merah keputih-putihan, berbentuk bulat seperti telur dan
memiliki berat jenis 4,6 serta bersifat non-konduktor dan non-magnetik.
g. Pyrite (FeS2), mineral ini memiliki warna kekuning-kuningan, berbentuk
kotak (kubus) dan memiliki berat jenis 5 serta memiliki sifat konduktor.
h. Siderite (FeCO3), mineral ini memiliki warna seperti Pyrite tetapi berbentuk
menyerupai gumpalan (bulat) dan termasuk mineral konduktor dengan berat
jenis 3,9.
i. Marcasite (FeS2), mineral ini memiliki warna seperti Pyrite dan Siderite
tetapi berbentuk panjang (berbatang-batang) serta termasuk mineral
konduktor dengan berat jenis 4,8.
j. Quartz (SiO2), mineral ini memiliki warna bening dan merupakan mineral
pengotor dalam endapan timah, bersifat nonkonduktor dan nonmagnetik
dengan berat jenis 2,65.
14

Tabel 2.2 Mineral-mineral ikutan dalam timah (Dokumentasi Pribadi, 2018)


Rumus Sifat Fisik
Keke- Kemag-
Mineral Kimia Warna Kilap BJ Kelistrikan
rasan netan
Hitam, 6,8- 6.0- Non
Cassiterite SnO2 Permata Konduktor
Coklat 7,0 7,0 Manetik
6,0- Non-
Pyrite FeS2 Kuning Logam 5 Konduktor
6,5 Magnetik
4,5- 5.0-
Ilmenite FeTiO2 Hitam Logam Magnetik Konduktor
5,0 6,0
4,9- 5,5- Non
Hematite Fe2O3 Coklat Logam Konduktor
5,3 6,5 Magnetik
Kuning
4.2- Non-
Zircon ZrSiO4 , abu- Permata 7,5 Non-Kond.
4,7 Magnetik
abu
6,0-
Rutile TiO2 Coklat Sublogam 4,2 Magnetik Konduktor
6,5
4,9- 5,0,-
Monazite ThPO4 Kuning Lemak Magnetik Non-Kond.
5,3 5,5
4,5- 4,5-
Xenotime YPO2 Kuning Kaca Magnetik Non-Kond.
4,6 5,0
Al2SiO4 Kuning 3,4-
Topaz (F,OH)2
Kaca 8,0 Magnetik- Non-Kond.
, putih 3,6
Non-
Kuarsa SiO2 Putih Kaca 2,6 7,0 Non-Kond.
magnetik

Logam timah putih bersifat mengkilap, mudah dibentuk dan dapat ditempa
(malleable), tidak mudah teroksidasi dalam udara, sehingga tahan karat. Kegunaan
timah putih diantaranya untuk melapisi logam lainnya yang berfungsi mencegah
karat, bahan solder, bahan kerajinan untuk cendera mata, bahan paduan logam,
casing telepon genggam. Selain itu timah digunakan juga pada industri farmasi,
gelas, agrokimia, pelindung kayu, dan penahan kebakaran. Timah merupakan
logam ramah lingkungan, penggunaan untuk kaleng makanan tidak berbahaya
terhadap kesehatan manusia. Kebanyakan penggunaan timah putih untuk
pelapis/pelindung dan paduan logam dengan logam lainnya seperti timah hitam
dan seng. Konsumsi dunia timah putih untuk pelat menyerap sekitar 34% untuk
solder 31% (Alaudin, Oktober 2015).

Anda mungkin juga menyukai