Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Studi Terdahulu


Studi terdahulu yang berkaitan tentang Kajian Teknis Dryer Untuk
Mendapatkan Moisture Rendah adalah sebagai berikut:
1. Penelitian Wahyuni, Cita dan Anita (2012) dalam Jurnal Jurusan Kimia
FMIPA Universitas Tanjungpura Pontianak tentang Analisis Whiteness Kaolin
Asal Mandor Pada Variasi Temperature Pemanasan. Pada penelitian akan
dilakukan analisa mengenai pengaruh temperaturee pemanasan terhadap nilai
whiteness kaolin yang berasal dari daerah Mandor, Kabupaten Landak,
Kalimantan Barat. Nilai whiteness kaolin asal Kecamatan Mandor pada variasi
temperature pemanasan 0 ⁰C, 200 ⁰C, 400 ⁰C , 600 ⁰C , 800 ⁰C , 1000 ⁰C dan
1200 °C yaitu: 89,46; 86,91; 84,45; 87,35; 88,93; 91,04; dan 91,72. Nilai
whiteness ini didukung dengan beberapa data hasil analisis yang meliputi
Gravimetri, X-Ray Difraction (XRD) dan Diferensial Thermal
Analysis/Thermal Gravimetry Analysis (DTA/TGA). Analisis gravimetri
menunjukkan adanya kenaikan rasio Si/Al pada setiap variasi temperature
pemanasan. Peningkatan rasio Si/Al diperkuat dengan data XRD bahwa terjadi
peningkatan persentase mineral kuarsa (sumber Si) dan rusaknya struktur
mineral kaolinit (sumber Al). Termogram DTA menunjukkan telah terjadi
proses dehidroksilasi kaolinit pada temperature 550,20 ºC, serta penurunan
berat dengan selisih 1,756% pada TGA. Berdasarkan standar industri untuk
whiteness, maka kaolin dari daerah Mandor dapat digunakan sebagai bahan
baku pada industri cat dan pelapis, cat mobil, cat mobil otomotif, karet,
keramik serta kertas.
2. Penelitian yang dilakukan Mamad, Sukandarrumidi, dan Srijono dalam jurnal
Genesis Kaolin dan Rekayasa Pemanfaatannya sebagai Bahan Baku Keramik
(2004) the research area is located at Belinyu Sub District, Bangka District,
Bangka-Belitung Province. The activities included field and

4
5

laboratory works. The field activities included field and laboratory works. The
field activities were to take samples, strike and dip joint, depth and thickness
measurements outcrops. Laboratory activities included physical and chemical
properties analysis, XRD analysis, and ceramic making testing. The result
showed that genesis of kaolin was weathering processes for residue kaolin and
sedimentation processes for sedimentary kaolin which spread at stream valley
area. The best result of ceramic product as ceramic ware can be made by
mixing of 1 part of kaolin and 3 parts by volume of ball clag.
3. Penelitian yang dilakukan Krokida, Maroulis, dan Kremalis dalam jurnal
Process Design Of Rotary Dryers For Olive Cake (2002) olive-mill cake is one
of the most widespread biomaterials for bioenergy explotation in Greece. It is a
sludge-type material, produced as by product from olive-mill extraction
process. Its energy content is higher than 15MJ/kg db and it can be used for
burning, after drying. The drying process of olive cake is examined in the
present paper. Drying kinetics data as well as the related thermophysical
properties are obtained experimentally. The appropriate dryer model is
proposed, validated and used to design an industrial rotary dryer. Economic
analysis of the process is also discussed. A characteristic case study of an
industrial rotary dryer for olive cake is included to illustrate the effectiveness
of the proposed approach.

2.2 Geologi Pulau Belitung


Menurut Baharuddin dan Sidarto (1995), stratigrafi pulau Belitung dan
pulau-pulau kecil di sekitarnya dapat diuraikan secara urut dari yang berumur
muda hingga yang paling tua sebagai berikut:
2.2.1 Aluvium (Qa)
Aluvium (Qa) terdiri dari bongkah, kerakal, kerikil, pasir, lempung dan
gambut; Pasir Berkarbon (Qpk) berupa pasir karbonan kehitaman bersisipan
lempung. Tidak padu, berbutir sedang sampai halus, mengandung mineral berat
dan lignit. Setempat, dijumpai lapisan yang mengandung mineral kasiterit. Satuan
ini menindih tak selaras batuan pra tersier, ketebalan sekitar 1-5 m.
6

2.2.2 Formasi Tajam (PCTm)


Formasi ini tersusun oleh batu pasir kuarsa berisipan batu lanau terlipat
sedang hingga kuat dan termalihkan rendah. Batu pasir berwarna putih-hijau,
padat, berbutir halus sampai kasar, menyudut tanggung-membundar,
memperlihatkan lapisan bersusun dan sejajar, terkekarkan. Batu lanau berwarna
hijau sampai kecoklatan, termalihkan sedang, tebal lapisan 2-40 cm. Bijih timah
primer dijumpai bersama kuarsa dalam urat rekah jejaring. Formasi ini diduga
menjari Formasi Kelapa Kampit yang berumur Permo-karbon.
2.2.3 Formasi Kelapa Kampit (PCKs)
Formasi ini berupa batuan sedimen flisch yang terlipat lemah sampai
sedang, terdiri atas batupasir malih berselingan dengan batu sabak, batu lumpur,
serpih, batu lanau tufan, dan rijang. Batu pasir malih berwarna putih sampai
kelabu muda, kompak, berbutir halus-kasar, menyudut tanggung-membundar.
Tebal lapisan 2-7 m. Setempat dijumpai lapisan bersusun, silang-siur dan
gelembur gelombang. Batu sabak dan batu serpih berwarna hitam, menunjukkan
pelapisan sejajar dan mengandung kasiterit serta galena. Tebal pelapisan 5-20 cm.
Batu lumpur berwarna hitam, berlembar, tebal pelapisan 4-6 m. Batu lanau tufan
kelabu muda, kompak, tebal pelapisan 1-4 m. Rijang, kelabu muda kemerahan,
kersikan, mengandung radiolaria tebal pelapisan 10-20 m. Formasi ini berumur
Permo-karbon. Formasi ini terendapkan dalam lingkungan laut dengan ketebalan
yang tersingkap lebih dari 500 m.
2.2.4 Formasi Siantu (PCsv)
Formasi ini terdiri dari lava basal dan breksi gunung api. Lava basal, hijau
tua, pejal, kasat mata, setempat menunjukkan struktur lava bantal. Kemas antar
butir terdiri atas plagioklas, piroksin, dan mineral sekunder klorit, kalsit. Breksi
gunung api, fragmen umumnya basal berukuran 20-40 cm, menyudut tanggung-
membundar tanggung dengan matrik pasir kasar. Satuan ini terendapkan dalam
lingkungan laut dan diduga menjemari dengan Kelapa Kampit.
2.2.5 Granit Tanjung Pandan (Trig)
Formasi ini tersusun oleh granit, terdaunkan kelabu muda, holokristalin,
berbutir kasar-sangat kasar, butir hipidiomarfik terdiri atas kuarsa, feldspar,
7

plagioklas, biotit horenblenda. Batuan ini termasuk dalam tipe “S”, mengandung
greysand yang kaya mineral kasiterit primer. Umur mutlaknya berdasarkan K-Ar
berkisar dari 208-245 juta tahun yang lalu.
2.2.6 Adamelit Baginda (Jma)
Formasi ini berupa adamelit, kelabu sampai kehijauan, holokristalin,
ekuigranular berbutir kasar dengan mineral penyusun terdiri atas kuarsa, feldspar,
plagioklas, biotit, horenblenda, serta mineral sekunder seperti klorit, karbonat,
limonit dan oksida besi. Berdasarkan analisis kimia batuan ini termasuk ke dalam
tipe granit “I”, yang tidak mengandung mineral kasiterit. Umur mutlaknya
berkisar dari 160-208 juta tahun.
2.2.7 Granodiorit Burung Mandi (Kbg)
Formasi ini tersusun oleh granidiorit kelabu muda sampai kehijauan,
holokristalin, ekuigranular, hipidiomorfik. Mineral penyusun adalah kuarsa,
plagioklas, feldspar, biotit, horenblenda, dan mineral sekunder seperti klorit,
karbonat dan oksida besi. Berdasarkan hasil analisa kimia, batuan ini termasuk ke
dalam granit tipe “I”. Umur mutlaknya 115-180 juta tahun.
2.2.8 Diorit Kuarsa Batu Besi (Kbd)
Formasi ini terdiri dari diorit, warna hijau-kelabu muda, holokristalin,
berbutir sedang, hipidiomarfik granular, mineral penyusunnya adalah kuarsa,
plagioklas, K-feldspar, biotit, horenblenda klorit, dan oksida besi. Umur
mutlaknya 115-160 juta tahun.

2.3 Bahan Galian Industri


Bahan galian industri yang berkaitan tentang penelitian ini adalah:
2.3.1 Kaolin
Menurut Sukandarrumidi (1998) nama kaolin berasal dari kauling bahasa
Cina yang berarti pegunungan tinggi. Di tempat ini penambangan kaolin telah
dilakukan sejak beberapa abad yang lalu. Kaolin merupakan masa batuan yang
tersusun dari mineral lempung dengan kandungan besi yang rendah. Kaolin
mempunyai komposisi hidros aluminium silikat (Al2O3 2SiO2 2H2O) dengan
disertai beberapa material penyerta. Mineral yang termasuk dalam kelompok
kaolin adalah kaolinit, nakrit, dikrit, dan haloisit dengan kaolinit sebagai mineral
8

utama. Proses pembentukan kaolin adalah karena pelapukan dan proses


hydrothermal alterasi pada batuan beku yang banyak mengandung feldspar
dimana mineral potasium aluminium silikat dan feldspar dirubah menjadi kaolin.
Dapat pula terbentuk sebagai pelapukan batuan metamorf khususnya gneis,
sedang kaolin sekunder merupakan hasil transportasi kaolin primer. Proses
pelapukan sebagai berikut:

2KalSi3O8 + 2H2O + CO2 Al2O3 2SiO2 2H2O + 4SiO2 + K2CO3


Feldspar Kaolin

Proses pelapukan tersebut terjadi pada permukaan atau sangat dekat dengan
permukaan, pada umumnya terjadi pada batuan beku. Endapan kaolin yang terjadi
karena proses hydrothermal terdapat pada rekahan-rekahan, patahan atau daerah
dengan permeabilitas tinggi. Di Indonesia endapan kaolin yang potensial
merupakan endapan residual dari hasil pelapukan batuan beku asam/granit. Kaolin
umum berwarna putih, kekerasan 2-2,5, berat jenis 2,60-2,63, indeks bias 1,56,
titik lebur 1.850º C, plastis, daya hantar panas dan listrik yang rendah, pH
bervariasi. Kaolin yang diambil dari Pangkalpinang, Bangka (2 tempat yaitu di
Batu Belubang dan Air Mesu menunjukkan kandungan SiO2 = 64,28-52,34%,
Al2O3 = 24,00-31,80%, Fe2O3 = 1,35-1,70%, TiO2 = 0,003-0,002%.
2.3.2 Lokasi Diketemukan Kaolin
Keterdapatan kaolin di beberapa daerah antara lain sebagai berikut:
1. Daerah Istimewa Aceh: Kab. Aceh Tenggara, daerah Blangkejeren (kaolin
berwarna putih, plastis, mengandung pasir kuarsa dan pirit) ; Kab. Aceh Barat
daerah Kruceng, Seunagan (terdapat dalam formasi Tutut yang berumur
Kwarter, warna putih abu-abu, plastis mengadung pasir kuarsa dan sisipan tipis
lignit); Kab. Aceh Tenggara, Kec. Kuta Panjang Kp. Akul (telah digunakan
sebagai bahan keramik, analisa X-RD adalah kaolin, kuarsa, dan mika, terdapat
dalam Formasi Rampong yang berumur Oligosen Atas-Miosen Bawah).
2. Sumatera Utara: Kab. Tapanuli Utara, daerah Perbukitan dan Rawa Aek Rao di
dataran Sarulla (merupakan hasil proses hydrothermal, berasosiasi dengan
batuan andesit).
9

3. Sumatera Selatan: daerah G. Muda, Belinyu, P.Bangka (berasal dari granit


lapuk berumur Trias, merupakan kaolin letakan/aluvial, dapat dipergunakan
untuk bahan baku industri keramik halus, industri cat dan kertas); daerah
Muntok, Jebus Sungailiat, P. Bangka (sifat seperti kaolin G.Muda, Belinyu);
daerah Merawang, P.Bangka (sifat seperti kaolin G. Muda, Belinyu); daerah
Air Seru, Pangkal Pinang, P. Bangka (berasal granit lapuk berumur Trias,
kemudian diendapkan sebagai kaolin letakan di sekitar pantai/aliran sungai,
dapat dipergunakan sebagai bahan industri keramik halus, keramik kasar
setelah mengalami proses pencucian); daerah Cerucuk, P.Belitung (berasal dari
batuan granit berumur Trias yang mengalami pencampuran secara intensif
(endapan kaolin residu, dapat dipergunakan sebagai bahan industri keramik
halus, keramik kasar); daerah Pangkalan Baru, P. Belitung (seperti kaolin
Cerucuk) daerah Pangkalalang, Tanjungpandan P. Belitung (pemanfaatan
seperti kaloin cerucuk merupakan endapan aluvial); daerah Aer Rajah, P.
Belitung (seperti kaolin daerah Pangkalalang); Kab. Lahat, daerah Tanjungsari
(terdapat dalam batuan sedimen Neogen, dapat dipergunakan untuk industri
keramik halus, cat, kertas dan kosmetik); Kab. Belitung Kec. Tanjung pandan,
Desa Badau (endapan residual, kandungan SiO2 = 66,10-85,86%, Al2O3 =
7,99-22,7%, K2O = 0,10-2,90%, Na2O = 0,001-0,31%, MgO = 0,01-0,19%,
CaO = 0,011-0,63%, TiO2 = 0,094-0,59%, Cr2O3 = 0,002-60 ppm, hilang pijar
= 0,094%, brightness = 65,7-88%, hasil X-RD = kuarsa, halosit, ortoklas, baik
untuk filler pada industri kertas, cat, kosmetik, zat pembawa dan keramik
halus); Kab. Belitung, daerah Air Seru Kec. Tanjungpandan (merupakan
endapan residu, banyak mengandung kuarsa, dapat dipergunakan untuk industri
keramik berat, keramik halus, kertas, cat, dan kosmetik); daerah Bintahan,
Rantau (berasal dari batuan beku asam, sebagai bahan bata tahan api,
kandungan SiO2 = 56,6-86,56%), Al2O3 + TiO2 = 0,02-2,04%, P2O5 = 0,02-
0,03%, SO3 = 0,23-0,94%, K2O + Na2O = 0,35-2,25%.
4. Kalimantan: Kab. Banjar, daerah Liang Anggang (merupakan endapan aluvial,
analisa X-RD; kuarsa, holoysit-kaolinit, mika); Kab. Martapura daerah Utamik
(hasil pelapukan tufa asam dan batuan beku, hasil X-RD: disordered kaolin,
kuarsa, lempung)
10

5. Jawa: Banjarnegara, Wonogiri,desa Jetak Kec. Semin, Gunung Kidul,


Trenggalek.
6. Bali: Kab. Tabanan, Kec. Baturiti, desa Bangli (merupakan pelapukan tufa batu
apung, warna putih abu-abu)
7. Nusa Tenggara Barat: Kab. Lombok Timur, Kec. Kruak, desa Batu Nampar
(pelapukan andesit, komposisi SiO2 = 51,34%, Al2O3 = 28,76%, Fe2O3 =
1,03%, CaO = 1,20%, MgO = 0,92%, Na2O = 0,89%, K2O = 1,60%, TiO2 =
0,84%, H2O = 4,20%); Kab. Bima Kec. Sape, desa Sari (pelapukan andesit,
dapat digunakan untuk bahan baku keramik kasar, analisa kimia; SiO2 =
57,61%, Al2O3 = 24,87%, Fe2O3 = 2,81%, CaO = 1,20%, MgO = 0,40%,
Na2O = 0,68%, K2O = 0,16%, TiO2 = 0,57%); Kab. Lombok Tengah, Kec.
Pujut, dessa Lentak (pelapukan batuan gunung api, warna putih abu-abu,
bercampur pirit).
8. Sulawesi Tengah; Palawa Kab. Donggala (pelapukan tuf kaca, berumur
Kwarter).
9. Maluku: Ngai Modomera, Tabobo, Halmahera Tengah.
2.3.3 Teknik Penambangan Kaolin
Penambangan kaolin dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu:
1. Tambang terbuka (open pit)
2. Tambang semprot (hydraulicking)
3. Tambang bawah tanah (underground mining)
Dua cara yang pertama lebih banyak diterapkan dibanding cara yang ketiga.
Pada tambang terbuka, pengupasan tanah penutup dilakukan dengan alat
sederhana atau dengan alat mekanis (buldoser, scrapper, dll). Endapan kaolinnya
dapat digali dengan menggunakan excavator antara lain: backhoe ataupun shovel,
kemudian dimuat ke dalam truck dan diangkut ke pabrik pengolahan. Pada cara
tambang semprot setelah pengupasan tanah penutup lalu disemprot dengan
menggunakan pompa air bertekanan tinggi. Hasil penyemprotan berbentuk lumpur
yaitu campuran kaolin dengan air. Kemudian lumpur tersebut dipompakan ke
tempat pengolahan dengan pipa-pipa.
11

2.3.4 Pengolahan dan Pemanfaatan Kaolin


Pada dasarnya pengolahan kaolin ditujukan untuk membuang
mineral/kontaminan seperti pasir kuarsa, oksida besi, oksida titanium, mika dll.
Selain itu bertujuan untuk mendapatkan butir-butir halus, tingkat
keputihan/kecerahan tinggi, kadar air tertentu, pH tertentu dan sifat-sifat lainnya.
Pada dasarnya proses pengolahan yang dilakukan sangat tergantung pada jumlah
jenis mineral pengotor dan spesifikasi penggunaan. Proses pengolahan dapat
dilakukan sebagai berikut (gambar 2.1 dan gambar 2.2). Kaolin sebagai bahan
baku industri mempunyai kegunaan bervariasi :
1. Industri kertas
Kaolin digunakan sebagai bahan pengisi (filler material) dan sebagai bahan
pelapis (coating material)
2. Industri keramik dan porselin
Kaolin digunakan sebagai bahan body melalu proses biscuit maupun untuk
bahan glasir
3. Industri karet
Kaolin digunakan sebagai bahan vulkanisir dalam industri karet
4. Bahan tahan api
Kaolin sebagai bahan utama pembuatan bata tahan api
5. Bagian dari industri cat, kaolin digunakan:
1) Sebagai bahan extender produksi cat
2) Sebagai bahan subtitusi yang mewarnai cat
3) Untuk membuat cat berwarna cemerlang
6. Dalam industri plastik, kaolin digunakan untuk:
1) Membuat permukaan plastik menjadi rata
2) Membuat plastik resisten terhadap serangan zat-zat kimia
7. Barang-barang industri lain yang memerlukan kaolin antara lain:
1) Tinta putih
2) Lem perekat
8. Insektisida/obat pembunuh serangga
1) Rooting gramales
2) Obat2an
12

3) Semen
4) Pupuk
5) Bahan pemutih
6) Kosmetika (alat/obat kecantikan)
7) Pasta gigi
8) Tekstil
2.3.5 Spesifikasi Kaolin
Menurut Sudrajat, dkk (1997) spesifikasi atau persyaratan kaolin sebagai
bahan baku adalah:
1. Spesifikasi untuk Industri Hilir
Penggunaan kaolin dalam industri hilir memerlukan beberapa persyaratan
tertentu, dan ini bergantung kepada jenis industrinya, antara lain sebagai berikut:
1) Industri kertas
Pada industri kertas, kaolin berfungsi sebagai pengisi dan pelapis.
Spesifikasi kaolin yang dibutuhkan dalam industri ini secara umum dapat
dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Spesifikasi kaolin untuk industri kertas


Spesifikasi Pelapis Pengisi
Fisika
Derajat putih >83% 79-83,5%
Ukuran putih
< 2 mikron 71-80% 30-68%
> 5 mikron 3-8% 12-50%
Bentuk partikel Flade shape -
Viskositas
Pada 10 – 100 rpm, 500 cps -
percent solid
Abrasion index Mak 20 mg -
pH 4,5-7,0 4,5-7,0
Kandungan air 1% <1%
Kimia
SiO2 46,73% 47,80%
Al2O3 37,84% 37,30%
Fe2O3 0,92% 0,52%
TiO2 0,09% 0,04%
13

Spesifikasi Pelapis Pengisi


CaO 0,05% 0,20%
MgO 0,06% 0,10%
K2O 1,70% 1,72%
Na2O 0,07% 0,05%
L.O. 12,33% 12,30%
(Sumber: Sudradjat dkk, 1997)

2) Industri keramik
Dalam industri keramik, kaolin antara lain digunakan untuk membuat white
were (barang-barang yang berwarna putih, termasuk porselen), ubin
dinding, insulator (alat penyekat), refraktori, face brick. Klasifikasinya:
a. Kelas porselen,
b. Kelas saniter
c. Kelas gerabah halus padat (stone-ware)
d. Kelas gerabah halus tidak padat (earth-ware)
Tes terhadap kaolin ini meliputi Modulus of Rupture (MOR), Casting Rate,
Pyrometric Cone Equivalent (PCE), warna hasil pembakaran, dan
penyusutannya. Sebagai syarat umum, kaolin harus mengandung mineral
kaolinit paling sedikit 80%. Syarat-syarat yang lain dapat dilihat pada tabel
2.2.
3) Industri karet
Dalam industri karet, kaolin digunakan sebagai campuran latek, yang
dimaksudkan untuk memperbaiki sifat-sifatnya, antara lain kekuatan,
ketahanan terhadap abrasi, dan kekakuannya. Persyaratan kaolin untuk dapat
digunakan dalam industri karet adalah:
a. Pengisi
Kaolin digunakan sebagai pengisi dengan beberapa spesifikasi
diantaranya:
a) Derajat kecerahan : 76-84%
b) Kandungan air : 1%
c) Sisa lolos saringan 325 mesh : 0,02-0,30%
14

d) Ukuran butir: 2 mikron : 55-92%


5 mikron : 3-25%
b. Pelapis
Kaolin digunakan sebagai pengisi dengan beberapa spesifikasi
diantaranya:
a) Derajat kecerahan : 83,5-85,5%
b) Ukuran butir: 2 mikron : 71-80%
5 mikron : 3-8%
c) Sisa lolos saringan 200 mesh : 0,0005-0,0007%
4) Industri pestisida
Kegunaan kaolin dalam industri pestisida mempunyai spesifikasi seperti di
bawah:
a. Ukuran butir : <2 mikron 87 – 92%
b. Sisa saringan: 200 mesh : minimum 99,5 – 100%
325 mesh : minimum 99,0 – 99,97%
c. Kandungan air : maksimum 1%
d. Suspensi air setelah 48 jam : 70 – 80%
e. pH : 4,5 – 5,5
f. Komposisi kimia : Al2O3 38%, SiO2 45%
g. Bentuk butir : pipih hexagonal platest
h. Comptability : baik untuk semua material
i. Daya rekat : baik dengan atau tanpa minyak
j. Abrasi : sangat rendah
5) Industri cat
Penggunaan kaolin di dalam industri cat, antara lain dikarenakan kaolin
mempunyai sifat yang tidak mudah reaktif, dapat berfungsi sebagai lapisan
penutup yang mempunyai kekuatan tinggi. Warna kaolin yang putih akan
memudahkan untuk merubah menjadi berwarna seperti apa yang diinginkan,
sehingga mengurangi jumlah pemakaian bahan-bahan pewarna. Mempunyai
suspensi yang baik, juga mempunyai variasi ukuran butir yang besar, yang
akan dapat dipergunakan dalam berbagai industri cat.
15

Tabel 2.2 Spesifikasi kaolin untuk keramik


Spesifikasi (%)
Analisis Gerabah
Porselen Saniter
Halus Kasar
Kimia
Fe2O3 <0,4 <0,7 <0,8 1,0
TiO2 <0,3 <0,7 - -
CaO <0,8 <0,8 <0,8 0,8
SO3 <0,3 <0,2 <0,4 0,4
Fisika
Besar butir
>80,0 >80,0 >80,0 >80,0
<2 micron
Brightness >90,0 >90,0 >80,0 >80,0
Kadar air <5,0 <5,0 <7,0 <7,0
(Sumber: Sudradjat dkk, 1997)

Kaolin dari tambang

Talang dengan
sekat (sluice box)

Elustrasi/deslimi
ng
Tangki
Tangki pengumpul pengendapan Pasir kuarsa
(settling tank)

Penyaringan Pasir kuarsa

Pengeringan

Kaolin murni

Penggilingan

Tepung kaolin

Gambar 2.1 Bagan alir proses pengolahan kaolin secara umum


(Sukandarrumidi, 1998)
16

Kaolin dari tambang

Drum pencuci (washing drum) Kotoran

Pengayak getar (vibrating screen) Pasir kuarsa kasar

Klasifikasi I (hydrocylone 1) Pasir kuarsa halus

Halus Klasifikasi II (hydrocylone 2) Kasar

Sedimen Sedimen

Penyaring tekan (filter press) Penyaring tekan (filter press)

Pengeringan 1 (rotary/belt dryer) Pengeringan 1 (rotary/belt dryer)

Penepungan (pul verizer) Penepungan (pul verizer)

Pengeringan II (pressure hot air) Pengeringan II (pressure hot air)

Silo Silo

Pengepakan Pengepakan

Kaolin untuk bahan pelapis (coating) Kaolin untuk bahan pengisi (filer)

Gambar 2.2 Bagan alir pengolahan kaolin untuk pengisi (Sukandarrumidi, 1998)

2.4 Pengolahan Bahan Galian


Menurut Tobing (2002) dalam Ilman (2017) pengolahan bahan galian
(mineral processing) merupakan suatu proses memisahkan mineral berharga dari
17

mineral pengotornya dengan memanfaatkan perbedaan sifat-sifat fisik dari


mineral tersebut tanpa mengubah identitas kimia dan fisik produknya.
Menurut Tobing (2002) dalam Ilman (2017) proses pengolahan bahan galian
terdiri dari beberapa langkah-langkah sebagai berikut:
2.4.1 Pengecilan Ukuran (Comminution)
Comminution (pengecilan ukuran) adalah sebagai langkah pertama yang
biasa dilakukan dalam proses pengolahan bahan galian, yaitu memperkecil ukuran
(mereduksi) bongkah-bongkah batuan yang diperoleh dari tambang menjadi
pecahan-pecahan yang berukuran lebih kecil sesuai dengan ukuran yang
diperlukan dengan cara memecahkan atau menghancurkan.
Comminution pada proses pengolahan bahan galian dilakukan secara
berurutan dimulai dengan crushing dilanjutkan grinding. Crushing (pemecahan)
adalah untuk memecah bongkah-bongkah besar yang diperoleh dari tambang
menjadi ukuran relatif masih kasar, kemudian di grinding (digerus) menjadi
ukuran yang lebih halus agar butiran-butiran mineral terlepas dari ikatannya dan
terpisah satu dengan yang lain.
2.4.2 Penyeragaman Ukuran (Sizing)
Penyeragaman ukuran adalah proses pemisahan butiran mineral-mineral
menjadi bagian-bagian (fraksi) yang berbeda dalam ukurannya, sehingga setiap
fraksi terdiri dari butiran yang hampir sama ukurannya. Sizing dapat dilakukan
dengan cara:
a. Pengayakan (screening)
b. Klasifikasi (classifying) memisahkan butiran-butiran di dalam air atau di udara
2.4.3 Consentration
Konsentrasi adalah proses untuk memisahkan butiran-butiran mineral
berharga dari mineral pengotornya berdasarkan perbedaan sifat fisiknya.
Berdasarkan perbedaan sifat fisiknya. Berdasarkan perbedaan sifat fisik dari
mineral-mineral tersebut maka proses konsentrasi dapat dibagi dalam 4 (empat)
macam yaitu:
a. Konsentrasi gravimetri, pemisahan berdasarkan perbedaan gaya berat
b. Konsentrasi magnetis, pemisahan berdasarkan sifat kemagnetan
c. Konsentrasi elektrostatis, pemisahan berdasarkan perbedaan daya hantar listrik
18

d. Konsentrasi secara flotasi, pemisahan berdasarkan perbedaan sifat fisik


permukaan mineral terhadap pengaruh bahan kimia
2.4.4 Dewatering
Dewatering adalah proses untuk mengurangi atau menghilangkan
kandungan air dari hasil proses pengolahan bahan galian yang menggunakan air
dalam operasinya. Proses dewatering dilakukan dalam tiga tahap:
a. Thickening (pengentalan)
b. Filtering (penyaringan)
c. Drying (pengeringan)

2.5 Drying (Pengeringan)


Pengeringan konsentrat sebelum pengiriman adalah operasi terakhir yang
dilakukan di pabrik pengolahan mineral. Hal ini mengurangi biaya transportasi
dan biasanya bertujuan untuk mengurangi kadar air sampai sekitar 5% berat.
Kehilangan debu sering menjadi masalah jika kadar air lebih rendah. Pengering
thermal rotary sering digunakan. Ini terdiri dari kerangka silindris yang relatif
panjang yang dipasang pada roll dan digerakkan dengan kecepatan hingga 25
putaran. Kerangka tersebut berada pada sedikit kemiringan, sehingga material
bergerak dari umpan ke debit akhir di bawah gravitasi. Gas panas, atau udara,
diumpankan baik pada ujung umpan untuk memberi arus sejajar atau pada debit
untuk memberikan aliran arus balik.
Metode pemanasan bisa langsung, dimana gas panas melewati bahan di
pengering, atau tidak langsung, di mana bahannya dalam cangkang bagian dalam,
dipanaskan secara eksternal oleh gas panas. Pembakaran langsung adalah
pengering yang paling umum digunakan di industri mineral, jenis pembakaran
tidak langsung yang digunakan apabila bahan tidak dapat berhubungan dengan
panas gas pembakaran. Pengering aliran paralel (Gambar 2.3) digunakan pada
sebagian besar operasi saat ini karena bahan bakar lebih efisien dan memiliki
kapasitas lebih besar daripada jenis counterflow (Kram, 1980). Karena panas
diterapkan pada feed akhir, penumpukan umpan basah dihindari, dan pada
umumnya unit ini dirancang untuk mengeringkan bahan hingga kelembaban
kurang dari 1%. Karena pengering anti-katup menggunakan panas pada ujung
19

pelepasan, produk yang benar-benar kering dapat dicapai, namun penggunaannya


dengan bahan yang peka terhadap panas terbatas karena bahan kering bersentuhan
langsung dengan media pemanas pada suhu tertinggi.

Gambar 2.3 direct fired, parallel flow rotary dryer (Kram, 1980)

Menurut Prokesch (2002) mengulas berbagai jenis peralatan pengeringan


yang tersedia dan menjelaskan pemilihan pengering berdasarkan tugas yang
dipersyaratkan. Alternatif pengeringan slurry langsung adalah tabung press, yang
menggunakan tekanan hidrolik pada 100 bar untuk memeras air dari slurry yang
memasuki ruang annular antara tabung filter dan tabung luar. Tabung luar
mengandung tekanan filtrasi yang diaplikasikan secara hidrolik oleh membran
tubular dan meremas air dari bubur melalui perforasi dalam tabung filter. Ini
adalah tabung baja berlubang yang dilapisi dengan anyaman kawat halus dan kain
penyaring, yang dikenal sebagai lilin. Filtrat yang terkumpul di tengah sumur lilin
dilepaskan dari kain tekan dengan udara bertekanan. Dilaporkan bahwa tabung
dapat menyimpan hingga 80% energi yang dibutuhkan oleh pengering termal
kapasitas sebanding (Anon, 1987).
20

2.6 Efisiensi Design Rotary Dryer


Beberapa faktor yang mempengaruhi effisiensi design rotary dryer sebagai
berikut:
1. Laju udara masuk (m3/jam)
2. Total produk (kg/jam)
3. Temperature udara sekitar (ºC)
4. Relative humidity (%)
5. Temperature udara panas masuk (ºC)
6. Temperature udara panas keluar (ºC)
7. Temperature material masuk (ºC)
8. Temperature material keluar (ºC)
9. Cp material (kJ/kg ºc)
10. Cp udara (kJ/kg ºc)
11. Kadar air material masuk (%)
12. Kadar air material keluar (%)
Berdasarkan faktor-faktor di atas maka dapat menentukan effisiensi rotary
dryer dengan rumus berikut:
𝑄𝑜𝑢𝑡
ϵ= × 100% ................................................................................. [2.1]
𝑄𝑖𝑛

2.6.1 Menghitung Qin


Kalor yang masuk pada rotary dryer sebagai Qin terdiri dari:
1. Kalor yang dibawa oleh udara panas (qu)
qu1 = mu1 × H’u .................................................................................. [2.2]
21

Keterangan:
mu1 = laju udara masuk (kg/jam)
H’u1 = entalpi udara masuk (kJ/kg)
a. Menghitung entalpi udara masuk (T = ºC)
Entalpi udara panas masuk rotary dryer dihitung dengan persamaan
(Geankoplis, 1997):
H’ui = (1,005 + 1,88H) (T – ToºC) + 2501,4H ................................. [2.3]

Keterangan:
H = kelembaban udara
T = suhu udara panas (oC)
To = suhu dasar (0oC)

b. Mengkonversi laju udara masuk design menjadi kg/jam:


mu1 = laju udara masuk design × densitas udara ............................... [2.4]

2. Kalor yang dibawa oleh material (qa):

Qa1 = ma1 × H’a1 ................................................................................. [2.5]

Keterangan:
ma1 = laju material masuk (kg/jam)
H’a1 = entalpi material masuk (kJ/kg)

a. Menghitung laju material masuk:


100
ma1 = 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑚𝑎𝑡𝑒𝑟𝑖𝑎𝑙 × massa material kering.................................... [2.6]

b. Menghitung entalpi material masuk:


Entalpi ZA basah masuk rotary dryer dihitung dengan persamaan
(Geankoplis, 1997):
H’a1= Cpfeed (Tsi – To) + X. Cpair (Tsi – To) ........................................ [2.7]

Keterangan:
22

Cpfeed = kapasitas panas ZA (kJ/kg.oC)


Tsi = suhu ZA masuk(oC)
To = suhu dasar (0oC)
Cpair = kapasitas panas udara (kJ/kg.oC)
X = kadar air masuk
Sehingga:
qa1 = ma1 × H’a1................................................................................. [2.8]
2.7.2 Menghitung Qout
Kalor yang keluar pada rotary dryer sebagai Qout terdiri dari:
1. Kalor yang dibawa oleh ZA keluar rotary (qa2):
Qa2 = ma2 × H’a2 ................................................................................ [2.9]

Keterangan:
ma2 = laju material keluar (kg/jam)
H’a2 = entalpi material keluar (kJ/kg)

a. Menghitung laju material keluar = massa material kering


ma2 = total material/jam – massa air di material kering ..................... [2.10]
b. Menghitung entalpi material keluar
Entalpi material kering keluar rotary dryer dihitung dengan persamaan
(Geankoplis, 1997):
H’a2 = Cpfeed (Tso – To) + Xi. Cpair (Tso – To) .................................... [2.11]

Keterangan:
Cpfeed = kapasitas panas feed (kJ/kg.oC)
Tso = suhu feed keluar (oC)
To = suhu dasar (0 oC)
Cpair = kapasitas panas udara (kJ/kg.oC)
X = kadar air keluar
Sehingga:
Qa2 = ma2 × H’a2 ................................................................................. [2.12]

2. Kalor yang dibawa oleh udara keluar rotary dryer (qu2):


qu2 = mu2 × H’u2 .................................................................................. [2.13]
23

Keterangan:
mu2 = laju udara keluar (kg/jam)
H’u2 = entalpi udara masuk (kJ/kg)
a. Menghitung laju udara keluar rotary dryer (mu2)
mu2 = massa udara in + massa air udara out + massa debu material .. [2.14]
massa air udara out = total air material + air udara in ....................... [2.15]
massa debu material = material in - material out............................... [2.16]
b. Menghitung entalpi udara keluar (T=ºC)
Entalpi udara panas keluar rotary dryer dihitung dengan persamaan
(Geankoplis, 1997):
H’u2 = (1,005 + 1,88H) (T – ToºC) + 2501,4H ................................. [2.17]

Keterangan:
H = kelembaban udara
T = suhu udara panas keluar (oC)
To = suhu dasar (0oC)

Anda mungkin juga menyukai