Oleh:
TRI WINDY ASTUTI
NIM. 1031411066
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
selesainya makalah yang berjudul "Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di
Bangka Belitung". Atas dukungan moral dan materil yang diberikan dalam
penyusunan makalah ini, maka saya mengucapkan banyak terima kasih kepada :
Syuryo Edi selaku dosen mata kuliah K3 dan Hukum Perburuhan yang telah
memberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini dan telah memberikan
bimbingan untuk proses penyelesaian makalah ini.
Saya menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan sangat dibutuhkan untuk
penyempurnaan makalah ini.
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian
materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi
secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak
pada masyarakat luas.
1.2 Maksud Dan Tujuan
1.2.1 Maksud
Adapun dimaksud dalam pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui
bagaimana kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di Indonesia terutama di Daerah
Bangka Belitung.
1.2.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui Kecelakaan kerja tambang.
meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.
3. Untuk mengetahui Sistem Manajemen K3 Pertambangan yang diterapkan
diperusahaan di Bangka Belitung.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja
3
sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl
No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan
perkembangan yang ada.
Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang
keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik
di darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada
di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja
dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan,
pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan,
barang produk tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat
menimbulkan bahaya kecelakaan.
Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada
pelaksaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena terbatasnya
personil pengawasan, sumber daya manusia K3 serta sarana yang ada. Oleh
karena itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan lembaga-lembaga K3
yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi dan kerjasama dengan mitra
sosial guna membantu pelaksanaan pengawasan norma K3 agar terjalan dengan
baik.
4
c. Problem Fisik
2. Faktor Pekerjaan
a. Standar kerja tidak cukup Memadai
b. Pemeliharaan tidak memadai
c. Pemakaian alat tidak benar
d. Kontrol pembelian tidak ketat
Penyebab Langsung kecelakaan kerja :
1. Tindakan Tidak Aman
a. Mengoperasikan alat bukan wewenangnya
b. Mengoperasikan alat dg kecepatan tinggi
c. Posisi kerja yang salah
d. Perbaikan alat, pada saat alat beroperasi
2. Kondisi Tidak Aman
a. Tidak cukup pengaman alat
b. Tidak cukup tanda peringatan bahaya
c. Kebisingan/debu/gas di atas NAB
d. Housekeeping tidak baik
Penyebab Kecelakaan Kerja (Heinrich Mathematical Ratio) dibagi atas 3
bagian Berdasarkan Prosentasenya:
a. Tindakan tidak aman oleh pekerja (88%)
b. Kondisi tidak aman dalam areal kerja (10%)
c. Diluar kemampuan manusia (2%)
5
Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum
memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30-40%
masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35%
kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak
memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang
optimal. Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada
sebagian besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang
mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam melakukan tugasnya
mungkin sering mendapat kendala terutama menyangkut masalah PAHK dan
kecelakaan kerja.
Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis
beroperasi 8 – 24 jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada
laboratorium menuntut adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja
yang berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat
terjadinya perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut
memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja
yang masih relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja
tambahan secara berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat
menimbulkan stres. Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat
mempengaruhi kesehatan kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja
(Occupational Accident), Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan
Kerja (Occupational Disease & Work Related Diseases).
6
Batubara sebagai energi alternatif mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi
sehingga dapat menggantikan peran bahan bakar minyak (BBM) dalam kegiatan
produksi untuk industri tersebut. Apalagi beberapa tahun terakhir ini harga BBM
terus mengalami kenaikan dan hal ini sangat dirasakan dampaknya terutama
dalam hal kebutuhanya sebagai sumber nergi bagi berbagai aktivitas
perekonomian dunia. Batu bara adalah sisa tumbuhan dari jaman prasejarah yang
berubah bentuk yang awalnya berakumulasi dirawa dan lahan gambut.
Penimbunan lanau dan sedimen lainnya, bersama dengan pergeseran kerak bumi
(dikenal sebagai pergeseran tektonik) mengubur rawa dan gambut yang seringkali
sampai ke kedalaman yang sangat dalam. Dengan penimbunan tersebut, material
tumbuhan tersebut terkena suhu dan tekanan yang tinggi. Suhu dan tekanan yang
tinggi tersebut menyebabkan tumbuhan tersebut mengalami proses perubahan
fisika dan kimiawi dan mengubah tumbuhan tersebut menjadi gambut dan
kemudian batu bara. Pembentukan batubara dimulai sejak Carboniferous Period
(Periode Pembentukan Karbon atau Batu Bara) dikenal sebagai zaman batu bara
pertama – yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu.
Mutu dari setiap endapan batu bara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama
waktu pembentukan, yang disebut sebagai ‘maturitas organik’. Proses awalnya
gambut berubah menjadi lignite (batu bara muda) atau ‘brown coal (batu bara
coklat)’ – Ini adalah batu bara dengan jenis maturitas organik rendah.
Dibandingkan dengan batu bara jenis lainnya, batu bara muda agak lembut dan
warnanya bervariasi dari hitam pekat sampai kecoklat-coklatan. Mendapat
pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan tahun, batu bara
muda mengalami perubahan yang secara bertahap menambah maturitas
organiknya dan mengubah batubara muda menjadi batu bara ‘sub-bitumen’.
Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga batu bara menjadi lebih
keras dan warnanya lebh hitam dan membentuk ‘bitumen’ atau ‘antrasit’. Dalam
kondisi yang tepat, penigkatan maturitas organik yang semakin tinggi terus
berlangsung hingga membentuk antrasit.
Pengertian adalah Setiap tempat pekerjaan yang bertujuan atau berhubungan
langsung dengan pekerjaan penyelidikan umum, eksplorasi, study kelayakan,
konstruksi, operasi produksi, pengolahan/ pemurnian dan pengangkutan bahan
7
galian golongan a, b, c, termasuk sarana dan fasilitas penunjang yang ada di atas
atau di bawah tanah/air, baik berada dalam satu wilayah atau tempat yang terpisah
atau wilayah proyek.
Persendian lepas
2. Berdasarkan penelitian heinrich:
Perbuatan membahayakan oleh pekerja mencapai 96% antara lain
berasal dari:
1. Alat pelindung diri (12%)
2. Posisi kerja (30%)
3. Perbuatan seseorang (14%)
8
4. Perkakas (equipment) (20%)
5. Alat-alat berat (8%)
6. Tata cara kerja (11%)
7. Ketertiban kerja (1%)
9
4. UU No. 23 Tahun 1992
5. PP No. 19 Tahun 1970
6. Kepmen Naker No. 245/MEN/1990
7. Kepmen Naker No. 463/MEN/1993
8. Kepmen Naker No. 05/MEN/1996
9. Kepmen PE. No.2555 K/26/MPE/1994
10. Kepmen PE No. 555 K/26/MPE/1995
11. Kepmen Kesehatan No. 260/MEN/KES/1998
12. Kepmen ESDM No. 1453 K/29/MEM/2000
10
dan ketika itu ada sulutan api, maka akan terjadi ledakan yang diiringi oleh
kebakaran.
Pengendalian risiko diperlukan untuk mengamankan pekerja dari bahaya
yang ada di tempat kerja sesuai dengan persyaratan kerja Peran penilaian risiko
dalam kegiatan pengelolaan diterima dengan baik di banyak industri. Pendekatan
ini ditandai dengan empat tahap proses pengelolaan risiko manajemen risiko
adalah sebagai berikut :
1. Identifikasi risiko adalah mengidentifikasi bahaya dan situasi yang
berpotensi menimbulkan bahaya atau kerugian (kadang-kadang disebut
‘kejadian yang tidak diinginkan’).
2. Analisis resiko adalah menganalisis besarnya risiko yang mungkin timbul
dari peristiwa yang tidak diinginkan.
3. Pengendalian risiko ialah memutuskan langkah yang tepat untuk
mengurangi atau mengendalikan risiko yang tidak dapat diterima.
4. Menerapkan dan memelihara kontrol tindakan adalah menerapkan kontrol
dan memastikan mereka efektif.
Manajemen resiko pertambangan dimulai dengan melaksanakan identifikasi
bahaya untuk mengetahui faktor dan potensi bahaya yang ada yang hasilnya nanti
sebagai bahan untuk dianalisa, pelaksanaan identifikasi bahaya dimulai dengan
membuat Standart Operational Procedure (SOP). Kemudian sebagai langkah
analisa dilakukanlah observasi dan inspeksi. Setelah dianalisa,tindakan
selanjutnya yang perlu dilakukan adalah evaluasi resiko untuk menilai seberapa
besar tingkat resikonya yang selanjutnya untuk dilakukan kontrol atau
pengendalian resiko. Kegiatan pengendalian resiko ini ditandai dengan
menyediakan alat deteksi, penyediaan APD, pemasangan rambu-rambu dan
penunjukan personel yang bertanggung jawab sebagai pengawas. Setelah
dilakukan pengendalian resiko untuk tindakan pengawasan adalah dengan
melakukan monitoring dan peninjauan ulang bahaya atau resiko.
Secara umum manfaat Manajemen Resiko pada perusahaan pertambangan
adalah sebagai berikut :
1. Menimalkan kerugian yang lebih besar
11
2. Meningkatkan kepercayaan pelanggan dan pemerintah kepada
perusahaan
3. Meningkatkan kepercayaan karyawan kepada perusahaan
Guna menghindari berbagai kecelakaan kerja pada tambang bawah tanah,
terutama dalam bentuk ledakan gas perlu dilakukan tindakan pencegahan.
Tindakan pencegahan ledakan ini harus dilakukan oleh segenap pihak yang terkait
dengan pekerjaan pada tambang bawah tanah tersebut. Beberapa hal yang perlu
dipelajari dalam rangka pencegahan ledakan adalah :
1. Pengetahuan dasar-dasar terjadinya ledakan, membahas:
Gas-gas yang mudah terbakar/meledak
Karakteristik gas
Sumber pemicu kebakaran/ledakan
Metoda eliminasi penyebab ledakan, antara lain:
a. Pengukuran konsentrasi gas
b. Pengontrolan sistem ventilasi tambang
c. Pengaliran gas (gas drainage)
d. Penggunaan alat ukur gas
e. Penyiraman air (sprinkling water)
f. Pengontrolan sumber-sumber api penyebab kebakaran dan ledakan
g. Teknik pencegahan ledakan tambang :
Penyiraman air (water sprinkling)
Penaburan debu batu (rock dusting)
Pemakaian alat-alat pencegahan standar.
Fasilitas pencegahan penyebaran kebakaran dan ledakan, antara
lain:
1. Lokalisasi penambangan dengan penebaran debu batuan
2. Pengaliran air ke lokasi potensi kebakaran atau ledakan
3. Penebaran debu batuan agak lebih tebal pada lokasi rawan
4. Tindakan pencegahan kerusakan akibat kebakaran dan ledakan:
Pemisahan rute (jalur) ventilasi
Evakuasi, proteksi diri, sistemperingatandini, dan
penyelamatansecara tim.
12
Sesungguhnya kebakaran tambang dan ledakan gas tidak akan terjadi jika
sistem ventilasi tambang batubara bawah tanah itu cukup baik.
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kecelakaan kerja tambang adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan atau
tidak dikehendaki yang benar-benar terjadi dan membuat cidera pekerja tambang
atau orang yang diizinkan di tambang oleh KTT sebagai akibat kegiatan
pertambangan pada jam kerja tambang dan pada wilayah pertambangan. Peran K3
sebagai suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha,
kesehatan dan keselamatan kerja atau K3 diharapkan dapat menjadi upaya
preventif terhadap timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja
dalam lingkungan kerja. Pelaksanaan K3 diawali dengan cara mengenali hal-hal
yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan
kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian.
Manajemen Resiko Pertambangan adalah suatu proses interaksi yang
digunakan oleh perusahaan pertambangan untuk mengidentifikasi, mengevaluasi,
dan menanggulangi bahaya di tempat kerja guna mengurangi resiko bahaya
seperti kebakaran, ledakan, tertimbun longsoran tanah, gas beracun, suhu yang
ekstrem, dll. Jadi, manajemen resiko merupakan suatu alat yang bila digunakan
secara benar akan menghasilkan lingkungan kerja yang aman, bebas dari ancaman
bahaya di tempat kerja. Pentingnya kebutuhan pengelolaan K3 dalam bentuk
14
manajemen yang sistematis dan mendasar agar dapat terintegrasi dengan
manajemen perusahaan yang lain. Integrasi tersebut diawali dengan kebijakan dari
perusahaan untuk mengelola K3 dengan menerapkan suatu Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).
3.2 Saran
Kesehatan dan keselamatan kerja sangat penting dalam pembangunan
karena sakit dan kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian ekonomi (lost
benefit) suatu perusahaan atau negara olehnya itu kesehatan dan keselamatan kerja
harus dikelola secara maksimal bukan saja oleh tenaga kesehatan tetapi seluruh
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Http://www.timah.com/v3/ina/pengelolaan-lingkungan-kebijakan-k3-amp-lingkungan-
hidup/. Di akses pada 17 Mei 2017
Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Poerwanto, Helena dan Syaifullah. Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan dan
Keselamatan Kerja. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, 2005.
Silalahi, Bennett N.B. [dan] Silalahi,Rumondang.1991. Manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja.[s.l]:Pustaka Binaman Pressindo.
Suma'mur .1985. Keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan. Jakarta :Gunung
Agung, 1985
15