Anda di halaman 1dari 14

EKOSISTEM ESTUARI

Asa Rudi Asmaradhanthi


17/414709/PN/15290
Manajemen Sumberdaya Akuatik

Intisari
Estuari atau estuaria adalah badan air setengah tertutup di wilayah pesisir, dengan
satu sungai atau lebih yang mengalir masuk ke dalamnya, serta terhubung bebas
dengan laut terbuka. Kebanyakan muara sungai ke laut membentuk estuari; namun
tidak demikian jika bermuara ke danau, waduk, atau ke sungai yang lebih besar.
Estuari adalah jenis perairan yang memiliki variasi yang tinggi ditinjau dari faktor
fisik, kimia, biologi, ekologi dan jenis habitat yang terbentuk di dalamnya. Oleh
karena itu interaksi antara komponen fisik, kimia dan biologi yang membentuk suatu
ekosistem sangat kompleks. Hal ini disebabkan karena dinamika dari estuari sangat
besar, baik dalam skala waktu yang pendek karena adanya pasang surut maupun
dalam skala waktu yang panjang karena adanya pergantian musim. Praktikum ini
bertujuan mempelajari karakteristik ekosistem estuari (muara) dan faktor
pembatasnya, mempelajari korelasi antara beberapa tolokukur lingkungan dengan
populasi biota estuari, dan mempelajari kualitas perairan estuari berdasarkan indeks
diversitas plankton. Penelitian dilaksanakan pada hari Minggu, 18 Maret 2018 di
Estuari Baros, Bantul, DIY. Dalam praktikum ini pengerjaannya dibagi menjadi 6
kelompok dan setiap kelompok dibagi lagi menjadi 2 kloter, kloter 1 praktikum
terlebih dahulu dan kloter 2 setelah kloter 1 selesai. Dari data yang didapat stasiun
dengan DO tertinggi adalah stasiun 3, BOD tertinggi dalah stasiun 5, dan diversitas
plankton tertinggi adalah stasiun 6.
Kata kunci : ekosistem, estuari, parameter, plankton, Pantai Baros

PENDAHULUAN
Estuari merupakan badan perairan semi tertutup yang dipengaruhi oleh
adanya pasang surut air laut dan masukan dari air tawar (Harvey et al., 1998). Bagian
dari estuari terdiri dari bagian kepala estuari yang berada pada batas atas arus dan
bagian mulut yang berbatasan dengan laut (Ohrel and Register, 2006). Estuari
merupakan salah satu ekosistem yang paling produktif di dunia. Banyak spesies
hewan hidup pada estuari untuk makan, sebagai tempat tinggal dan tempat
pemijahan. Selain hewan, komunitas manusia juga diketahui berada pada kawasan
estuari untuk makan, rekreasi dan bekerja (NOAA National Ocean Service, 2007).
Karakteristik pada masing-masing estuari tergantung pada iklim lokal,
masukan air tawar, pola pasang surut dan arus. Estuari yang terdapat di dunia
memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Meskipun demikian, secara umum
karakteristik estuari dibedakan berdasarkan geologi dan pencampuran antara air
tawar dan laut (NOAA National Ocean Service, 2007). Skala waktu yang
mendeskripsikan pencampuran, transpor atau pelepasan air pada perairan estuari
sering digunakan sebagai karakterisasi estuari dan perbandingan estuari secara
umum. Karakteristik waktu pencampuran biasanya dihitung selama periode yang
cukup panjang untuk mengasumsikan keseluruhan kondisi tetap (steady state).
Waktu bilasan (flushing time) pada estuari biasanya mempertimbangkan titik
masukan yang menggantikan air pada waktu tertentu dengan masukan baru dari air
tawar dan masukan baru dari air laut. Sumber dari air tawar pada estuari diantaranya
dari aliran sungai, air bawah tanah dan presipitasi (Sheldon dan Merryl, 2006).
Estuari merupakan ekosistem yang penting sebagai daerah asuhan laut dan
jasa secara ekonomi dan ekologi. Estuari menyediakan tempat tinggal dan lokasi
mencari makan bagi berbagai tumbuhan dan hewan akuatik. Sebagian besar ikan dan
kerang mencari makan pada kesatuan wilayah estuari, termasuk ikan salmon, ikan
hering, dan tiram yang merupakan habitat bagi sebagian siklus hidupnya (USEPA,
1993). Kawasan estuari merupakan kawasan 8 yang ideal bagi jalur migrasi burung
untuk istirahat dan mengisi energi kembali selama perjalanan migrasi (Ohrel and
Register, 2006).
Manfaat lain pada kawasan estuari adalah sebagai tempat rekreasi, lokasi
pengembangan penelitian ilmiah dan edukasi. Kegiatan rekreasi yang sering
dilakukan pada kawasan estuari adalah berperahu, memancing, berselancar, dan
mengamati burung (birds watching) (Ohrel and Register, 2006). Jutaan pengunjung
melakukan rekreasi tersebut di wilayah estuari seperti di Amerika Serikat hingga
memperoleh devisa pertahun sebesar 8-12 miliar dollar (National Safety Council’s
Environmental Center, 1998). Sebagai wilayah transisi antara daratan dan laut
menjadikan kawasan estuari menjadi 9 laboratorium bagi ilmuwan dan mahasiswa
yang menyediakan berbagai jenis pengetahuan seperti biologi, geologi, kimia, fisika
dan isu-isu sosial. Estuari juga memiliki nilai estetika bagi masyarakat yang tinggal
dan bekerja disekitarnya (Ohrel and Register, 2006).

METODE
Pelaksanaan praktikum ini dilaksanakan di Estuari Baros, Bantul, DIY. Acara
praktikum ekologi perairan ini dilaksanakan pada hari Minggu, 18 Maret 2018 pukul
07.00-selesai. Jumlah stasiun pada praktikum kali ini yaitu enam stasiun. Parameter
yang diamati yaitu parameter fisika (suhu udara, suhu air, kecerahan, TSS, dan pH),
kimia (oksigen terlarut, CO2 bebas, alkalinitas, BOD, salinitas, dan bahan organik),
dan biologi (densitas dan deversitas plankton).
Alat yang digunakan yaitu roll-meter, termometer, salinometer atau
refraktometer, botol oksigen, erlenmeyer, gelas ukur, pipet ukur atau buret, pipet
tetes, mikroburet, ember plastik, jaring plankton atau plankton net, Sedgwick-Rarter
Counting Cell, mikroskop, kertas label, dan alat tulis. Sedangkan bahan yang
digunakan yaitu kertas pH meter, larutan MnSO4, larutan reagen oksigen, larutan
H2SO4 pekat, larutan 1/80 N Na2S2O3, larutan 1/40 N Na2S2O3, larutan 1/44 N
NaOH, larutan 1/50 N H2SO4, larutan indikator amilum, larutan indikator
Phenolphphtalein (PP), larutan indikator Methyl Orange (MO), dan larutan 4%
formalin.
Metode yang digunakan dalam praktikum ini berbagai macam, seperti dalam
hal pengukuran suhu menggunakan termometer, pengukuran pH menggunakan pH
meter, dan menghitung kecerahan menggunakan secchi disk. Kandungan O2 terlarut
(DO atau Dissolved Oxygen) menggunakan metode winkler, dengan rumus
perhitungan andungan O2 terlarut = 1000/50 x A x 0,1 mg/L; dimana A volume titrasi
1/80 N Na2S2O3 yang digunakan untuk titrasi dari awal hingga akhir. Kandungan
CO2 bebas menggunakan metode alkalimetri, dengan rumus perhitungan sebagai
berikut : Kandungan CO2 = 1000/50 x Y x 1mg/L ; dimana Y adalah volume titrasi
1/44 N NaOH. Pengukuran Alkalinitas dengan metode alkalimetri, rumus
Alkalinitas = 1000/50 x (X+Y) x 1 mg/L ; dimana X dan Y adalah volume titrasi
1/50 N H2SO4. Kandungan padatan tersuspensi = 1000/Y x (B-A) mg/l ; dimana Y
adalah volume sempel air, A adalah berat kertas saring sebelum digunakan, dan B
adalah berat kertas saring setelah digunakan. Kandungan BOD5 = 1000/ volume
sampel x (B-A) x 0,1 mg/l ; dimana A adalah kandungan O2 terlarut segera dan B
adalah kandungan O2 terlarut 5 hari.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Tabel 1 : Paramter Kualitas Ekosistem Estuari Kloter 1 & Kloter 2
Parameter Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Stasiun 6
Suhu Udara (oC) 30.875 29.25 30.75 29.5 28.75 28.125
o
Suhu Air ( C) 30 29.25 28.5 31.75 28 27.875
Kecerahan (cm) 9.25 13.45 8.125 14.825 10.4375 8.906
TSS (mg/L) 0.452 0.354 0.266 0.42 0.466 0.907
Salinitas (ppt) 0 0 0 0 0 0
pH 7.1 7.2 7 6.9 7.1 7.4
DO (ppm) 6.11 3.05 7.15 4.7 6.55 4.775
CO2 bebas (ppm) 9.85 23.15 9.05 9.4 15.1 29.575
Alkalinitas (ppm) 118 103 62.5 128 102.5 117.5
BOD0 (mg/L) 8.45 7.05 3.7 6.75 8.66 7.975
BOD5 (mg/L) 0.8 1.6 0.6 0.65 1 0.95
BOD (mg/L) 7.65 5.45 3.1 6.1 7.66 7.025
Bahan Organik 238.837 262.837 246.837 236.837 226.74 228.837
Densitas Plankton (idv/L) 1687 3615 2892 2651 3374 3856
Diversitas Plankton 0.356 0.256 0.297 0.274 0.361 0.732

Pelaksanaan praktikum ini dilaksanakan di Estuari Baros, Bantul, DIY.


Kondisi kawasan di sana sangatlah panas. Untuk menuju tempat praktikum harus
berjalan melewati hutan mangrov yang tidak terlalu lebat. Di seberang tempat
praktikum ada pantai yang dimanfaatkan warga untuk berlayar menangkap ikan. Di
pinggiran estuari tempat praktikum kondisinya banyak sampah plastik dan sendal,
sedikit pepohonan, ada perahu yang beroperasi untuk wisata dan ada warga yang
sedang menebang pohon.

Suhu (oC)
33
31.75
32 30.875 30.75
31 30
29.25 29.5
Suhu (OC)

30
28.5 28.75
29 28 28.125 Suhu Udara
27.875
28 Suhu Air
27
26
25
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Stasiun 6

Gambar 1: Grafik Suhu vs Stasiun


Dapat dilihat dari data bahwa suhu air tertinggi ada pada stasiun 4 yang
hasilnya mencapai 31,75oC dan suhu air terendah ada pada stasiun 6 dengan suhu
27,875oC. Suhu udara tertinggi ada pada stasiun 1 yang hasilnya mencapai 30,875oC
dan suhu udara terendah ada pada stasiun 6 dengan suhu 28,125oC. Suhu air di
estuaria lebih bervariasi daripada diperairan pantai didekatnya. Hal ini terjadi karena
di estuaria volume air lebih kecil, sedangkan luas permukaan lebih besar. Dengan
demikian pada kondisi atmosfer yang ada, air estuaria lebih cepat panas dan lebih
cepat dingin. Penyebab lain terjadinya variasi ini ialah masuknya air tawar dari
sungai. Air tawar di sungai lebih dipengaruhi oleh perubahan suhu musiman
daripada air laut. Suhu estuaria lebih rendah pada musim dingin dan lebih tinggi
pada musim panas daripada perairan pantai sekitarnya (Thoha, 2003 diacu oleh
Simanjuntak, 2010).

Kecerahan (cm)
16 14.825
13.45
14
10.4375
Kecerahan (cm)

12
9.25 8.906
10 8.125
8
6
4
2
0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Stasiun 6

Gambar 2 : Grafik Kecerahan vs Stasiun


Dapat dilihat dari data bahwa tingkat kecerahan tertinggi ada pada stasiun 4
yang hasilnya mencapai 14,825 cm dan tingkat kecerahan terendah ada pada stasiun
3 dengan tingkat kecerahan 8,125 cm. Kecerahan perairan payau sangat bergantung
kepada banyak sedikitnya partikel (anorganik) tersuspensi atau kekeruhan dan
kepadatan fitoplankton. Kecerahan menggambarkan transparansi perairan, dapat
diukur dengan alat secchi disk. Nilai kecerahan (yang satuannya meter) sangat
dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, serta ketelitian orang yang
melakukan pengukuran. Pengukuran kecerahan sebaiknya dilakukan pada saat cuaca
cerah.

TSS (mg/L)
1 0.907

0.8
TSS (mg/L)

0.6 0.452 0.466


0.42
0.354
0.4 0.266

0.2

0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Stasiun 6

Gambar 3 : Grafik TSS vs Stasiun


Total Suspended Solid merupakan zat-zat tersuspensi yang ada di dalam air.
Secara teoritis muatan padatan tersuspensi adalah semua bahan yang masih tetap
tertinggal sebagai sisa penguapan dan pemanasan pada suhu 103–105 0C. TSS terdiri
atas lumpur dan pasir halus serta jasad jasad renik, yang terutama disebabkan oleh
kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air (termasuk juga bahan
organik). Dapat dilihat dari data bahwa TSS tertinggi ada pada stasiun 6 yang
hasilnya mencapai 0,907 mg/L dan TSS terendah ada pada stasiun 3 dengan tingkat
TSS 0,266 mg/L.
Salinitas (ppt)
1

Salinitas (ppt) 0.8

0.6

0.4

0.2
0 0 0 0 0 0
0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Stasiun 6

Gambar 4 : Grafik Salinitas vs Stasiun


Salinitas adalah tingkat kadar garam atau keasinan terlarut dalam air.
Salinitas juga dapat mengacu pada kandungan garam dalam tanah. Kandungan
garam pada sebagian besar sungai, danau, kolam, aquarium dan saluran air alami
sangat kecil sehingga air di tempat ini dapat dikategorikan sebagai air tawar.
Kandungan garam sebenarnya pada air tawar ini secara definisi, kurang dari
0,05ppt (part-per-thousand). Jika lebih dari itu, air akan dikategorikan sebagai air
payau atau menjadi saline bila konsentrasinya 3 sampai 5ppt. Lebih dari 5ppt, ia
disebut brine.
Estuaria memiliki peralihan (gradien) salinitas yang bervariasi, terutama
tergantung pada permukaan air tawar dari sungai dan air laut melalui pasang surut.
Variasi ini menciptakan kondisi yang menekan bagi organisme, tetapi mendukung
kehidupan biota yang padat dan juga menyangkal predator dari laut yang pada
umumnya tidak menyukai perairan dengan salinitas yang rendah.
Pada semua stasiun kadar garam atau salinitas bernilai 0 atau dapat diartikan
bahwa air pada estuari tidak mengandung garam sama sekali atau dapat disebut
dengan air tawar.

pH
8 7.1 7.2 7.1 7.4
7 6.9
7
6
5
pH

4
3
2
1
0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Stasiun 6

Gambar 5 : Grafik pH vs Stasiun


Organisma akuatik dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai
pH yang netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa lemah. pH
yang ideal bagi kehidupan organisma akuatik pada umumnya berkisar antara 7
sampai 8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa
membahayakan kelangsungan hidup organisma karena menyebabkan terjadinya
gangguan metabolisme dan respirasi. Di samping itu pH yang sangat rendah
menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat toksik semakin
tinggi yang tentunya mengancam kelangsungan organisma akuatik. Sementara pH
yang tinggi menyebabkan keseimbangan antara amonium dan amoniak dalam air
akan terganggu. Kenaikan pH di atas netral meningkatkan konsentrasi amoniak yang
juga bersifat sangat toksik bagi organisme (Barus, 2004).
Dapat dilihat dari data bahwa pH tertinggi ada pada stasiun 6 yang hasilnya
mencapai 7,4 dan pH terendah ada pada stasiun 4 dengan pH 6,9. Maka dapat
diartikan bahwa pH pada estuari adalah netral karena berada pada kisaran 7 sampai
8,5.

DO (ppm)
8 7.15
6.55
7 6.11
6
4.7 4.775
DO (ppm)

5
4 3.05
3
2
1
0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Stasiun 6

Gambar 6 : Grafik DO vs Stasiun


Oksigen terlarut atau Dissolved Oxygen (DO) merupakan gas yang
dibutuhkan oleh semua organisme akuatik untuk bernafas, proses metabolisme atau
pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan
berkembangbiak. Di samping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi
bahanbahan organik dalam proses aerobik (Salmin, 2000). Dapat dilihat dari data
bahwa kadar oksigen terlarut tertinggi ada pada stasiun 3 yang hasilnya mencapai
7,15 ppm dan kadar oksigen terlarut terendah ada pada stasiun 2 dengan hasil 3,05
ppm. Hal tersebut dapat menerangkan bahwa perairan di stasiun 3 adalah yang
paling baik dan perairan di stasiun 2 adalah yang paling buruk karena oksigen
terlarut memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan, karena
oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan
anorganik (Salmin, 2000).
Oksigen di perairan dilepaskan oleh tanaman dan alga dari fotosintesis
selama siang hari, kemudian oksigen dikonsumsi oleh organisme akuatik untuk
respirasi. Proses fotosintesis tersebut secara sederhana dirumuskan pada persamaan
berikut.
6H2O + 6CO2 + Cahaya Matahari 6CO2 + C6H12O6

Pada persamaan tersebut air (H2O) dan karbondioksida (CO2) serta energi cahaya
matahari bertransformasi menjadi oksigen (O2) dan bahan organik (C6H12O6). Proses
respirasi merupakan kebalikan dari proses fotosintesis, dimana proses tersebut
berjalan selama bahan organik terdekomposisi untuk memperoleh energi kimia yang
terkandung didalamnya. Respirasi dilakukan oleh seluruh organisme hidup dan
energi yang diperoleh berasal dari gabungan bahan organik dengan oksigen:
6CO2 + C6H12O6 6H2O + 6CO2 + Energi kimia

Oksigen mencapai konsentrasi yang tinggi pada siang hari selama terjadi
fotosintesis, sedangkan menurun pada malam hari ketika fotosintesis berhenti (Gao
and Song, 2008).
Ohrel and Register (2006) serta Mocuba (2010) menyatakan bahwa adanya
pergantian musim, perubahan suhu, dan aktivitas biologi diketahui mempengaruhi
pengukuran kualitas perairan termasuk oksigen terlarut. Faktor biologi dalam
distribusi oksigen dipengaruhi oleh parameter fisika seperti turbulensi, tekanan
atmosfer, aerasi permukaan air, aliran sungai dan sirkulasi estuari. Oren (1999)
menyatakan, dalam kondisi oksigen terlarut rendah akan memicu perubahan-
perubahan secara kimia seperti perubahan nitrogen anorganik terlarut (nitrat menjadi
nitrit) dan reduksi anaerob logam-logam menjadi trace element yang beracun bagi
organisme.

CO2 bebas (ppm)


35
29.575
30
CO2 bebas (ppm)

23.15
25
20 15.1
15 9.85 9.05 9.4
10
5
0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Stasiun 6

Gambar 7 : Grafik CO2 Bebas vs Stasiun


Konsentrasi karbondioksida (CO2) dapat mempengaruhi pH perairan.
Fitoplankton dan tanaman air lainnya akan mengambil CO2 dari air selama proses
fotosintesa sehingga mengakibatkan pH air meningkat pada siang hari dan menurun
pada waktu malam hari. Air dengan total alkalinitas yang rendah biasanya
mempunyai nilai pH sekitar 6 – 7,5 pada waktu pagi hari, tetapi bila plankton
berkembang menjadi banyak maka pH air akan meningkat sampai 10 atau lebih pada
waktu sore hari. Oksigen mencapai konsentrasi yang tinggi pada siang hari selama
terjadi fotosintesis, sedangkan menurun pada malam hari ketika fotosintesis berhenti
(Gao and Song, 2008).
Dapat dilihat dari data bahwa konsentrasi karbondioksida (CO2) tertinggi ada
pada stasiun 6 yang hasilnya mencapai 29,575 ppm dan konsentrasi karbondioksida
(CO2) terendah ada pada stasiun 3 dengan nilai 9,05 ppm. Jika dibandingkan dengan
grafik pH maka hasil pengamatan tidak sesuai dengan teori yang ada.

Alkalinitas (ppm)
140 128
118 117.5
120 103 102.5
Alkalinitas (ppm)

100
80 62.5
60
40
20
0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Stasiun 6

Gambar 8 : Grafik Alkalinitas vs Stasiun


Alkalinitas adalah kapasitas atau kemampuan air untuk menetralisir
keasaman dalam air, atau dengan kata lain, alkalinitas adalah kemampuan air untuk
mempertahankan pH agar stabil. Jika karbondioksida bebas tinggi maka alkalinitas
dan pH juga tinggi. Tingginya kadar bebas akan menyebabkan reaksi berjalan
kekanan sehingga alkalinitas dan pH juga meningkat. Demikian terus berjalan bolak-
balik karena reaksi pembentukan bebas maka alkalinitas merupakan reaksi
keseimbangan. Kadar alkalinitas akan mempengaruhi keberadaan invertebrata
perairan karena eksoskeleton invertebrata air sebagian besar tersusun atas kalsium
karbonat.
Dapat dilihat dari data bahwa alkalinitas tertinggi ada pada stasiun 4 yang
hasilnya mencapai 128 ppm dan alkalinitas terendah ada pada stasiun 3 dengan nilai
63,5 ppm. Jika grafik alkalinitas dibandingkan dengan grafik pH dan CO2 bebas
maka hasil pengamatan tidak sesuai dengan teori yang ada.
BOD (mg/L)
9 7.65 7.66
8 7.025
7 6.1
5.45
BOD (mg/L)
6
5
4 3.1
3
2
1
0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Stasiun 6

Gambar 9 : Grafik BOD vs Stasiun


Kebutuhan oksigen biologi atau Biological Oxygen Demand (BOD)
didefinisikan sebagai banyaknya oksigen yang diperlukan oleh organisme pada saat
pemecahan bahan organik, pada kondisi aerobik melalui proses secara biologi dan
kimia (Pescod,1973; Ohrel and Register, 2006; Henze and Comeau, 2008). Dari data
tersebut dapat dilihat bahwa kandungan BOD tertinggi ada pada stasiun 5 dengan
hasil 7,66 mg/L dan yang terendah adalah stasiun 3 dengan hasil 3,1 mg/L. BOD
diketahui secara langsung mempengaruhi kandungan oksigen terlarut di estuari.
Besarnya nilai BOD dapat menurunkan nilai oksigen terlarut dengan cepat. Dampak
dari besarnya nilai BOD sama dengan dampak ketika kandungan oksigen terlarut di
perairan rendah, yaitu seperti peningkatan stres organisme akuatik, sesak nafas dan
kematian. Sumber yang dapat menyebabkan meningkatnya nilai BOD di perairan
adalah sampah kayu-kayuan, tanaman dan tumbuhan mati, limbah hewan, efluen dari
pabrik kertas, pengolahan limbah tanaman, dan limpasan aliran perkotaan (Ohrel and
Register, 2006).
Analisis BOD secara standar membutuhkan waktu selama 5 hari (BOD5)
(Henze and Comeau, 2008). Pemeriksaan BOD didasarkan reaksi oksidasi zat
organik dengan oksigen di dalam air, dan proses tersebut berlangsung karena adanya
bakteri aerobik sebagai hasil oksidasi akan terbentuk karbondioksida, air, dan
amoniak. Atas dasar reaksi tersebut, yang memerlukan kira-kira 2 hari dimana 50%
reaksi telah tercapai, 5 hari supaya 75% dan 20 hari supaya 100% tercapai, maka
pemeriksaan BOD dapat digunakan untuk menafsirkan beban pencemaran zat
organik (Alaerts dan Santika, 1987).
Mikroorganisme seperti bakteri sangat bertanggung jawab terhadap proses
dekomposisi limbah organik. Ketika bahan organik seperti jasad tumbuhan, daun, 14
sisa pupuk, limbah atau sisa makanan terdapat pada perairan, maka bakteri akan
memulai proses pemecahan limbah-limbah tersebut. Saat proses berlangsung, banyak
oksigen terlarut yang tersedia dikonsumsi oleh bakteri aerobik dan mengurangi
jumlah konsumsi oksigen organisme perairan lainya (Alaerts dan Santika, 1987).
Nilai BOD akan meningkat seiring peningkatan kadar bahan organik di perairan.
Bahan Organik
300 262.837
238.837 246.837 236.837
250 226.74 228.837
Bahan Organik
200

150

100

50

0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Stasiun 6

Gambar 10 : Grafik Bahan Organik vs Stasiun


Bahan organik adalah kumpulan beragam senyawa-senyawa organik
kompleks yang sedang atau telah mengalami proses dekomposisi, baik berupa humus
hasil humifikasi maupun senyawa-senyawa anorganik hasil mineralisasi dan
termasuk juga mikrobia heterotrofik dan ototrofik yang terlibat dan berada
didalamnya (Madjid, 2008).
Bahan organik dalam perairan dapat dibagi atas dua bagian yaitu : bahan
organik terlarut yang berukuran < 0.5 μm dan bahan organik tidak terlarut yang
berukuran > 0.5 μm. Jumlah bahan organik terlarut dalam perairan biasanya melebihi
rata-rata bahan organik tidak terlarut. Hanya berkisar 1/5 bahan organik tidak terlarut
terdiri dari sel hidup. Semua bahan organik ini dihasilkan oleh organisme hidup
melalui proses metabolisme dan hasil pembusukan (Anonim, 2008).
Dapat dilihat dari data bahwa kandungan bahan organik tertinggi ada pada
stasiun 2 yang hasilnya mencapai 262,837 dan kandungan bahan organik terendah
ada pada stasiun 5 dengan nilai 226,24.

Densitas Plankton (idv/L)


4500 3856
Densitas Plankton (idv/L)

4000 3615
3374
3500 2892
3000 2651
2500
2000 1687
1500
1000
500
0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Stasiun 6

Gambar 11 : Grafik Densitas Plankton vs Stasiun


Densitas adalah besaran populasi yang terdapat dalam suatu unit ruang atau
tempat. Dari data diatas dapat dilihat densitas plankton tertinggi ada di stasiun 6
dengan hasil 3856 idv/L dan densitas plankton terendah ada di stasiun 1 dengan hasil
1687 idv/L. Hasil tersebut tidak sesuai dengan teori, densitas plankton juga
dipengaruhi oleh kandungan oksigen terlarutnya (DO) yang tinggi, sehingga dalam
pemenuhan kebutuhan oksigen untuk respirasinya lebih mudah didapatkan tanpa
harus bersaing dengan organisme lainnya.
Hubungan TSS dengan densitas yaitu berbanding lurus karena densitas
merupakan bagian dari TSS. Total Suspended Solid merupakan zat-zat tersuspensi
yang ada di dalam air termasuk juga dengan plankton.

Diversitas Plankton
0.8 0.732
0.7
Diversitas Plankton

0.6
0.5
0.356 0.361
0.4 0.297
0.256 0.274
0.3
0.2
0.1
0
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Stasiun 6

Gambar 12 : Grafik Diversitas Plankton vs Stasiun


Pada grafik ini, diversitas plankton paling tinggi ada di stasiun 6 dengan hasil
0,732 dan diversitas plankton paling rendah ada di stasiun dua dengan hasil 0,256.
Hal ini berkaitan dengan DO, CO2, dan vegetasi sekitar stasiun. Semakin tinggi DO
maka semakin tinggi pula diversitas plankton sedangkan pada CO2 berbanding
terbalik dengan diversitas plankton. Semakin rimbun vegetasi maka cahaya matahari
juga semakin susah untuk masuk. Saat cahaya sulit masuk otomatis jumlah
fitoplankton yang ada juga semakin sedikit sehingga jumlah zooplankton yang ada
juga semakin sedikit. Kecerahan air mempunyai pengaruh langsung terhadap
pernafasan benih (Sutisna, 2006).
Manfaat pengamatan ekosistem estuari bagi prodi budidaya perikanan adalah
untuk menentukan lokasi estuari yang cocok untuk budidaya air payau. Bagi prodi
manajemen sumberdaya perikanan manfaat pengamatan ekosistem sungai adalah
untuk menentukan wilayah estuari yang paling baik untuk konservasi organisme air
payau. Bagi prodi teknologi hasil perikanaan manfaat pengamatan ekosistem adalah
untuk mengetahui kualitas ikan air payau sebagai bahan pangan berdasarkan kualitas
perairan estuari.
KESIMPULAN
Estuaria sebagai ekosistem kompleks, memiliki variasi yang sangat besar
dalam banyak parameter fisik, kimia dan biologi sehingga lingkungannya menjadi
sangat menekanbagi kehidupan organisme. Beberapa parameter fisika (suhu udara,
suhu air, kecerahan, TSS, dan pH), kimia (oksigen terlarut, CO2 bebas, alkalinitas,
BOD, salinitas, dan bahan organik), dan biologi (densitas dan deversitas plankton)
dapat menjadi faktor pembatas dalam ekosistem estuaria.
Semakin banyak biota perairan yang hidup di suatu perairan tersebut,maka
semakin baik pula kualitas air di perairan tersebut, sehingga pada pengamatan yang
telah dilakukan dari ke-6 stasiun dengan 2 kloter berdasar parameter biologi
didapatkan bahwa stasiun 6 memiliki diversitas plankton paling tinggi sehingga
perairan tersebut kualitas airnya paling baik.
Kebutuhan oksigen biologi atau Biological Oxygen Demand (BOD)
didefinisikan sebagai banyaknya oksigen yang diperlukan oleh organisme pada saat
pemecahan bahan organik, pada kondisi aerobik melalui proses secara biologi dan
kimia (Pescod,1973; Ohrel and Register, 2006; Henze and Comeau, 2008).
Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik digunakan oleh organisme
sebagai bahan makanan dan energinya (Pescod,1973). Penguraian bahan organik
secara biologis di alam, melibatkan bermacam-macam organisme dan menyangkut
reaksi oksidasi dengan hasil akhir karbondioksida (CO2) dan air (H2O) (Salmin,
2005).
Perairan yang masih baik ada pada stasiun 3 karena disana terdapat
kandungan oksigen bebas yang tinggi. Di stasiun 3 juga terkandung BOD yang
tinggi atau paling tinggi dibanding yang lain. Sedangkan perairan yang krang baik
atau buruk ada di stasiun 6 karena di sana kandungan oksigen bebasnya paling kecil.
Di sana stasiun 6 kandungan BODnya juga terrendah yang menyebabkan perairan
disana kurang baik.
Dilihat dari indeks diversitasnya, dapat disimpulkan bahwa stasiun 6
memiliki kualitas perairan sungai yang paling baik karena diversitas plankton paling
tinggi dan stasiun 2 memiliki kualitas perairan sungai paling buruk jika
dibandingkan stasiun lain.
DAFTAR PUSTAKA
Alaerts, G dan Santika, SS.1987. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional, Surabaya
Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan.
Medan: USU Press.
Blaber,S.J. 1997. Fish and Fisheries in Tropical Estuaries. Springer Science &
Business Media.
Brown, L.C., dan Barnwell, T.O., 1993, The Enhanced Stream Water Quality
Models QUAL2E and QUAL2E-UNCAS (EPA/600/3-87-007). U.S.
Environmental Protection Agency, Athens, GA, 189 pp.
Carver. G., K.Register., R.Ohrel & K. Register. 2006. Voluntary Estuary Monitoring
Manual, A Method Manual. Second Edition, EPA-842-B-06-003: 12p.
Dong, W., Zhang, X., Liu, Y. Gui, H., Wang, Q., Gao, J., Song, Z., Lai, J., Huang,
F., Qiao, J. 2006. Effect of rubber on properties of nylon-6/unmodified clay/
rubber nanocomposites, European Polymer Journal, 42, 2515-2522. Mocuba
(2010).
Henze, Ineke, Jan H van Driel dan Nico Verloop. 2008. Development of
Experienced Science Teachers' Pedagogical Content Knowledge of Models
of the Solar System and the Universe. International Journal of Science
Education, 30 (10), 1321-1342.
Ma, Y., Galinski, E.A., Grant, W.D., Oren, A., dan Ventosa, A. 2010. “Halophiles
2010: Life in Saline Environment”. Appl. Environ. Microbiol. 72.6971-6981.
Madjid, A. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Tanah: Bahan Organik Tanah. Jakarta.
National Safety Council's Environmental Center. 1998. Coastal Challenges: A Guide
to Coastal and Marine Issues. Prepared in conjunction with Coastal
America.si.
NOAA, 2007, NOAA’s National Ocean Service Education:Tides and Water Levels,
26 September 2007. Sheldon dan Merryl, 2006.
Pescod, M. D. 1973. Investigation of Rational Effluen and Stream Standards for
Tropical Countries. Bangkok: 59 pp.
Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) Dan Kebutuhan Oksigen BiologiAlaerts dan
Santika, 1987.
Zuckman, Harvey L., et al., 1988. Mass Communications Law, West Publishing
Co,St. Paul Minn.

Anda mungkin juga menyukai