Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH FARMAKOTERAPI 3

TUBERCULOSIS DAN KONTRASEPSI

OLEH:
YOLA JULIA (15160001)
NIWAYAN SRITANJUNG (15160007)
CIKA SHOLIKHAH (15160009)
DEA FABIANI (15160033)
EKA ERVIANDA (15160035)

Dosen Pengajar: Mesa Sukmadani Rusdi. M. Sc, Apt

PROGRAM STUDI FARMASI


UNIVERSITAS DHARMA ANDALAS
PADANG
2018
TUBERCULOSIS

LATAR BELAKANG

Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil
Mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan
bagian bawah yang sebagian besar basil tuberkolusis masuk ke dalam jaringan paru melalui
airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer dari
ghon.

Penularan tuberculosis terjadi karena penderita TBC membuang ludah dan dahaknya
sembarangan dengan cara dibatukkan atau dibersinkan keluar. Dalam dahak dan ludah
penderita terdapat basil TBC-nya, sehingga basil ini mengering dalam bentuk spora lalu
diterbangkan angin. Kuman yang terbawa angin dan jatuh ketanah maupun lantai rumah
yang kemudian terhirup oleh manusia melalui paru-paru dan bersarang serta
berkembangbiak di paru-paru.

Penyakit ini perlu diperhatikan dalam kehamilan, karena penyakit ini masih merupakan
penyakit rakyat; sehingga sering kita jumpai dalam kehamilan. TBC paru ini dapat
menimbulkan masalah pada wanita itu sendiri, bayinya dan masyarakat sekitarnya.

Kehamilan tidak banyak memberikan pengaruh terhadap cepatnya perjalanan penyakit ini,
banyak penderita tidak mengeluh sama sekali. Keluhan yang sering ditemukan adalah batuk-
batuk yang lama, badan terasa lemah, nafsu makan berkurang, berat badan menurun,
kadang-kadang ada batuk darah, dan sakit sekitar dada.

Tingginya angka penderita TBC di Indonesia dikarenakan banyak faktor, salah satunya
adalah iklim dan lingkungan yang lembab serta tidak semua penderita mengerti benar
tentang perjalanan penyakitnya yang akan mengakibatkan kesalahan dalam perawatan
dirinya serta kurangnya informasi tentang proses penyakitnya dan pelaksanaan perawatan
dirumah kuman ini menyerang pada tubuh manusia yang lemah dan para pekerja di
lingkungan yang udaranya sudah tercemar asap, debu, atau gas buangan.

Pada penderita yang dicurigai menderita TBC paru sebaiknya dilakukan pemeriksaan
tuberkulosa tes kulit dengan PPD (purified protein derivate) 5u dan bila hasilnya positif
diteruskan dengan pemeriksaan foto dada. Perlu diperhatikan dan dilindungi janin dari
pengaruh sinar X. Pada penderita dengan TBC paru aktif perlu dilakukan pemeriksaan
sputum, untuk membuat dianosis secara pasti sekaligus untuk tes kepekaan. Pengaruh TBC
paru pada ibu yang sedang hamil bila diobati dengan baik tidak berbeda dengan wanita tidak
hamil. Pada janin jarang dijumpai TBC kongenital, janin baru tertular penyakit setelah lahir,
karena dirawat atau disusui oleh ibunya.
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Dapat menghasilkan infeksi yang tenang, laten, serta penyakit
progresif dan aktif. Secara global, 2 miliar orang terinfeksi dan sekitar 2 juta orang
meninggal akibat TB setiap tahun. M. tuberculosis ditularkan dari orang ke orang dengan
batuk atau bersin. Kontak dekat pasien TB kemungkinan besar terinfeksi. Sekitar 90%
pasien yang mengalami penyakit primer tidak memiliki manifestasi klinis lebih lanjut selain
tes kulit positif baik sendiri atau dalam kombinasi dengan bukti radiografi granuloma
stabil. Nekrosis jaringan dan kalsifikasi situs yang awalnya terinfeksi dan kelenjar getah
bening regional dapat terjadi, menghasilkan pembentukan daerah radiodense yang disebut
sebagai kompleks Ghon.
Sekitar 10% pasien mengalami penyakit reaktivasi, yang muncul setelah penyebaran
hematogen dari organisme. Di Amerika Serikat, sebagian besar kasus TB diyakini berasal
dari reaktivasi. Kadang-kadang, inokulum organisme besar-besaran dapat dimasukkan ke
dalam aliran darah, menyebabkan penyakit disebarluaskan dan pembentukan granuloma
yang dikenal sebagai TB miliaria.

PRESENTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS


Presentasi klasik TB paru tidak spesifik, hanya menunjukkan proses infeksi yang lambat
berkembang. Timbulnya TB dapat berangsur-angsur. Pemeriksaan fisik tidak spesifik tetapi
menunjukkan penyakit paru progresif. Gambaran klinis yang terkait dengan TB luar paru
bervariasi tergantung pada sistem organ yang terlibat tetapi biasanya terdiri dari penurunan
fungsi organ yang perlahan menurun dengan demam derajat rendah dan gejala
konstitusional lainnya. Pasien dengan HIV mungkin memiliki presentasi yang tidak
lazim. Pasien HIV-positif cenderung memiliki tes kulit positif, lesi kavitas, atau
demam. Mereka memiliki kejadian TB ekstrapulmoner yang lebih tinggi dan lebih mungkin
untuk hadir dengan penyakit primer progresif. TB pada lansia mudah bingung dengan
penyakit pernapasan lainnya.Ini jauh lebih sedikit untuk hadir dengan tes kulit positif,
demam, keringat malam, produksi sputum, atau hemoptisis. TB pada anak-anak dapat hadir
sebagai pneumonia bakteri khas dan disebut TB primer progresif. Metode skrining yang
paling banyak digunakan untuk infeksi TB adalah tes kulit tuberkulin, yang menggunakan
turunan protein murni (PPD).
Diagnosis konfirmasi dari kecurigaan klinis TB harus dilakukan melalui rontgen dada
dan pemeriksaan mikrobiologis dahak atau bahan terinfeksi lainnya untuk menyingkirkan
penyakit aktif. Ketika TB aktif dicurigai, upaya harus dilakukan untuk mengisolasi M.
tuberculosis dari situs yang terinfeksi. Pengambilan dahak harian selama tiga hari berturut-
turut direkomendasikan. Tes untuk mengukur pelepasan interferon-γ dalam darah pasien
sebagai respons terhadap antigen TB dapat memberikan hasil yang cepat dan spesifik untuk
mengidentifikasi M. tuberculosis.
PENGOBATAN
Tujuan Pengobatan: Tujuannya adalah resolusi cepat tanda dan gejala penyakit,
pencapaian keadaan tidak menular, sehingga mengakhiri isolasi, kepatuhan terhadap
rejimen pengobatan oleh pasien, dan menyembuhkan secepat mungkin (umumnya dengan
setidaknya 6 bulan pengobatan). Pasien dengan penyakit aktif harus diisolasi untuk
mencegah penyebaran penyakit. Departemen kesehatan masyarakat bertanggung jawab
untuk mencegah penyebaran TB, menemukan di mana TB telah menyebar menggunakan
penyelidikan kontak. Pasien yang terdilusi mungkin memerlukan terapi untuk kondisi
medis lainnya, termasuk penyalahgunaan zat dan infeksi HIV, dan beberapa mungkin
memerlukan dukungan nutrisi. Pembedahan mungkin diperlukan untuk mengangkat
jaringan paru yang hancur, lesi yang menempati ruang, dan beberapa lesi ekstrapulmoner.

PENGOBATAN FARMAKOLOGI
Infeksi Laten
 Isoniazid, 300 mg setiap hari pada orang dewasa, adalah pengobatan pilihan untuk
TB laten di Amerika Serikat, umumnya diberikan selama 9 bulan.

 Rifampin, 600 mg setiap hari selama 4 bulan, dapat digunakan ketika resistansi
isoniazid dicurigai atau ketika pasien tidak dapat mentolerir isoniazid. Rifabutin, 300
mg setiap hari, dapat diganti untuk rifampisin untuk pasien yang berisiko tinggi
terhadap interaksi obat.

 CDC merekomendasikan rejimen isoniazid / rifapentin 12 minggu sebagai alternatif


yang setara dengan 9 bulan isoniazid harian untuk mengobati infeksi TB laten (LTBI)
pada pasien sehat yang berusia 12 tahun atau lebih yang memiliki faktor prediktif
untuk kemungkinan lebih besar mengembangkan TB, yang termasuk paparan baru-
baru ini terhadap TB yang menular, konversi dari negatif menjadi positif pada tes
tidak langsung untuk infeksi (yaitu, tes pelepasan interferon-gamma [IGRA] atau tes
kulit tuberkulin), dan temuan radiografi dari TB paru yang sembuh.

 Wanita hamil, pecandu alkohol, dan pasien dengan diet rendah yang diobati dengan
isoniazid harus menerima peiridoksin, 10 hingga 50mg setiap hari, untuk
mengurangi insiden efek sistem saraf (SSP) atau neuropati perifer.

POPULASI KHUSUS
Tuberkulosis Meningitis dan Penyakit Luar Biasa

 Secara serebrospinal dengan mudah. Pasien dengan TB SSP sering diobati untuk
waktu yang lebih lama (9-12 bulan). TB ekstrapulmoner dari jaringan lunak dapat
diobati dengan rejimen konvensiobal. TBC tulang biasanya dirawat selama 9 bulan,
kadang-kadang dengan debridement bedah.umum, isoniazid, pyrazinamide,
ethionamide, dan cycloserine menembus cairan

Anak-anak

 TB pada anak-anak dapat diobati dengan rejimen yang serupa dengan yang
digunakan pada orang dewasa, meskipun beberapa dokter masih lebih memilih
untuk memperpanjang pengobatan sampai 9 bulan. Dosis pediatrik obat harus
digunakan.

Wanita Hamil

 Perawatan yang biasa dilakukan wanita hamil adalah isoniazid, rifampin, dan
etambutol selama 9 bulan.

 Wanita dengan TB harus berhati-hati agar tidak hamil, karena penyakit itu
menimbulkan risiko pada janin dan juga ibu. Isoniazid atau etambutol relatif aman
ketika digunakan selama kehamilan. Suplementasi dengan vitamin B sangat penting
selama kehamilan. Rifampin jarang dikaitkan dengan cacat lahir, tetapi yang terlihat
kadang-kadang berat, termasuk pengurangan ekstremitas dan lesi CNS.Pyrazinamide
belum diteliti pada sejumlah besar wanita hamil, tetapi informasi anekdot
menunjukkan bahwa itu mungkin aman. Ethionamide mungkin terkait dengan
persalinan prematur, cacat bawaan, dan sindrom Down ketika digunakan selama
kehamilan, sehingga tidak dapat direkomendasikan pada kehamilan. Streptomisin
telah dikaitkan dengan gangguan pendengaran pada bayi baru lahir, termasuk tuli
lengkap dan harus disediakan untuk situasi kritis di mana tidak ada
alternatif. Sikloserin tidak dianjurkan selama kehamilan. Fluoroquinolones harus
dihindari pada kehamilan dan selama menyusui.

Gagal Ginjal

 Pada hampir semua pasien, isoniazid dan rifampisin tidak memerlukan modifikasi
dosis pada gagal ginjal. Pyrazinamide dan etambutol biasanya membutuhkan
pengurangan frekuensi pemberian dosis dari setiap hari hingga tiga kali seminggu.
PATOFISIOLOGI

Basil tuberkel mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai suatu unit
yang terdiri dari satu tempat tiga basil; gumpalan basil yang lebih besar cendrung tertahan
di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah
berada dalam ruabg alveolus, biasanya dibagian bawah, basil tuberkel ini membangkitkan
reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan
memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari
pertama, leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akanmengalami konsolidasi,
dan timbul pneumonia akut. Pneumonia selular ini dapat sembuh dengan sendirinya,
sehinga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat berjalan terus, dan bakteri terus
difagosit atau dikembangkan baik di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening
menuju ke kelenjer getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi
lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang
dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari.

Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan sepertikeju
disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi
di sekitarnya yang terdiri dari dari sel epiteloid dan fibroblas menimbulkan respons
berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk jaringan perut kolagenosa
yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.

Lesi primer paru disebut fokus Ghon dangabungan terserangnya kelenjar getah bening
regional dan lesi primer disebut kompleks Ghon. Kompleks Ghon yang mengalami
perkapuran ini dapat dilihat pada orang sehat yang kebetulan menjalin pemeriksaan
radiogram rutin. Namun kebanyakan infeksi TB paru tidak terlihat secara klinis atau dengan
radiografi.

Respons lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, yaitu bahan
cair lepas ke dalam bronkusyang berhungunagn dan menimbulkan kavitas. Bahan
tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas. Bahan tuberkular yang dilepaskan dari
dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat
berulang kembali di bagian lain dari paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga
tengah dan usus.

Walaupun tanpapengobtan kavitas yang kecil dapat menutup dan meninggalkan


jaringan parut fibrosis. Bila peradangan mereda, lumen bronkus dapat menyempit
dantertutup oleh jarinagn parut yang terdapat dekat dengan taut brokusdan rongga. Bahan
perkijuan dapat mengental dan tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga
kavitas penuh dengan bahan perkijuan, dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak
terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dlam waktu lama atau membentuk
lagi hubungan dengan brokus dan menjadi tempat peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang
lolos dari kelenjar bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang kadang-
kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal
sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanyasembuh sendiri. Penyebaran hematogen
merupakan sutatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan TB milier; ini terjadi apabila
fukos nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk ke dalam
sistem vaskulas dan tersebar ke organ-organ tubuh.

DIAGNOSIS DAN MANIFESTASI KLINIK

Gejala akibat Tb paru adalah batuk yang brkepanjangan (lebih dari 3 minggu), nyeri
dada, dan hemoptisis. Gejala sistemik termasuk demam, menggigil, keringat malam,
kelemahan, hilangnya nafsu makann dan penurunan berat badan. Seseorang yang dicurigai
menderita TB harus dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan fisik, tes tuberkulin Mantoux,
foto toraks, dan pemeriksaan bakteriologi. Berdasarkan CDC, kasus TB di perkuat dengan
kultur bakteriologi organisme M. Tuberculosis yang positif.
KLASIFIKASI TB

Kelas Tipe Keterangan

Tidak ada pajanan TB Tidak ada riwaat terpajan


0 Reaksi terhadap tes kulit tuberkulin negatif
Tidak terinfeksi

Terpajan TB Riwayat terpajan


1 Reaksi testuberkulin negatif
Tidak ada bukti infeksi

Reaksi tes kulit tuberkulin positif


Ada infeksi TB Pemeriksaan bakteri negatif(bila dilakukan)
2 Tidak ada timbul penyakit tidak ada bukti klinis, bakteriologik, atau
radiografik TB aktif

Biakan M. Tuberkulosis (bila dilakukan)

3 TB, aktif secara klinis Sekarang terdapat bukti klinis,


bakteriologik, atau radiografik penyakit

TB Riwayat episode TB atau


Tidak aktif secara klinis Ditemukan radiografi yang abnormal atau
4 tidak berubah ; reaksi tes kulit tuberkulin
positif

Tidak ada bukti klinis atau radiografik


5 Terangsang TB penyakit sekarang diagnosis ditunda

TERAPI FARMAKOLOGI

 Lini pertama
 Isoniazid (INH)
 Rifampisin (RIF)
 Rifabutin (RFB)
 Pirazinamid(PZA)
 Etambutol(EMB)
 Streptomisin (SM)
 Lini kedua
 Kapreomisin
 Etionamid
 Sikloserin
 Kanamisin
 Asam paraaminosalisilat

TERAPI NON FARNAKOLOGI

 Mengkonsumsi makanan bergizi


 Tinggal di lingkungan sehat
 Berolahraga secara rutin
 Mengurangi makanan bernatrium dan kafein
 Mengurangi dan berhenti Merokok
 Diet Pada TB Paru

PENCEGAHAN DAN PENATALAKSANAAN

Program-program masyarakat sengaja dirancang untuk deteksi dini dan pengobstan


kasus daan sumber infeksi secara dini. Tujuan mendeteksi dini seseorang dengan infeksi tb
adalah untuk mengidentifikasikan siapa saja yang akan memperoleh keuntungan dari terapi
pencegahan untuk menghentikan perkembangan tb yang ktif secara klinis. Dan juga adukasi
tb kepada masyarakat dapat meliputi penggabungan terapi yang efektif, identifikasi kontak
dan kasus serta tindak lanjut yang teapt, penanganan orang yang terpajan pada pasien
dengan tb infeksius, dan terapi profilaktik pada kelompok populasi yang berisiko tinngi.
KONTRASEPSI

Kontrasepsi adalah pencegahan kehamilan dengan menghambat sperma mencapai


ovum yang matang atau dengan mencegah ovum yang dibuahi dari penanaman di dalam
endometrium.

1. SIKLUS MENSTRUASI
a. Panjang median siklus menstruasi adalah 28 hari (kisaran 21-40 hari). Hari pertama
mens adalah hari 1. Ovulasi biasanya terjadi pada hari ke 14. Setelah ovulasi, luteal fase
berlangsung hingga awal siklus berikutnya.
b. Hipotalamus mengeluarkan hormon yang melepaskan gonadotropin, yang
menstimulasi hipofisis anterior untuk mensekresikan gonadotropin, hormon
perangsang folikel (FSH), dan hormon luteinizing (LH).
c. Pada fase folikuler, kadar FSH meningkat dan menyebabkan perekrutan
kelompok kecil folikel untuk pertumbuhan lanjutan. Antara hari ke 5 dan 7, salah
satunya menjadi folikel dominan, yang kemudian pecah untuk melepaskan oosit.
Folikel yang dominan berkembang, meningkatkan jumlah estradiol dan inhibin,
memberikan umpan balik negatif pada sekresi hormon yang melepaskan
gonadotropin dan FSH.
d. Folikel dominan terus tumbuh dan mensintesis estradiol, progesteron, dan
androgen. Estradiol menghentikan aliran menstruasi dari siklus sebelumnya,
mengental lapisan endometrium, dan menghasilkan lendir serviks yang encer dan
encer. FSH mengatur enzim aromatase yang menginduksi konversi androgen
menjadi estrogen dalam folikel.
e. Kelenjar pituitari melepaskan lonjakan LH midcycle yang menstimulasi tahap
akhir folikuler pematangan dan ovulasi. Ovulasi terjadi 24 hingga 36 jam setelah
puncak estradiol dan 10 hingga 16 jam setelah puncak LH.
f. Lonjakan LH adalah prediktor yang paling bermanfaat secara klinis mendekati
ovulasi. Konsepsi paling berhasil ketika hubungan seksual berlangsung dari 2 hari
sebelum ovulasi hingga hari ovulasi. Setelah ovulasi, sisa folikel luteinized
menjadi korpus luteum, yang mensintesis androgen, estrogen, dan progesteron.
g. ika kehamilan terjadi, human chorionic gonadotropin mencegah kemunduran
korpus luteum dan merangsang produksi estrogen dan progesteron lanjutan. Jika
kehamilan tidak terjadi, korpus luteum berdegenerasi, progesteron menurun, dan
menstruasi terjadi.

2. PENGOBATAN
Pengobatan : pencegahan kehamilan setelah berhubungan seksual.
a. Terapi nonfarmakologik
Teknik Penghalang
1. Diafragma efektif karena mereka penghalang dan karena spermisida ditempatkan
di diafragma sebelum insersi. Itu harus dimasukkan hingga 6 jam sebelumnya
hubungan seksual dan harus ditinggalkan di tempat setidaknya 6 jam setelah. Itu
tidak boleh ditinggalkan di tempatkan selama lebih dari 24 jam karena risiko toxic
shock syndrome (TSS).
2. Tutup serviks dapat dimasukkan 6 jam sebelum hubungan seksual, dan tidak boleh
tetap di tempat selama lebih dari 48 jam untuk mengurangi risiko TSS. Kondom
juga harus digunakan untuk melindungi terhadap penyakit menular seksual (PMS)
termasuk manusia immunodeficiency virus (HIV).
3. Kebanyakan kondom yang dibuat di Amerika Serikat adalah lateks, yang kedap air
dari virus, tetapi ~ 5% terbuat dari usus domba, yang tidak kedap oleh virus.
Mineral formulasi obat vagina berbasis minyak (misalnya, krim vagina Cleocin,
vagina Premarin krim, Vagistat 1, Femstat, dan supositoria vagina Monistat) dapat
menurunkan kekuatan penghalang lateks. Kondom dengan spermisida tidak
dianjurkan, karena mereka tidak memberikan perlindungan tambahan terhadap
kehamilan atau PMS dan dapat meningkatkan nerability to HIV.
4. Kondom perempuan (Realitas) meliputi labia, serta leher rahim. Namun, itu
tingkat kehamilan lebih tinggi dibandingkan dengan kondom pria.

b. Terapi farmakologik
1. Spermisida
 Kebanyakan spermisida mengandung nonoxynol-9, surfaktan yang merusak
dinding sel sperma dan blokir masuk ke os serviks. Mereka tidak menawarkan
perlindungan terhadap STD, dan kapa digunakan lebih dari dua kali sehari,
nonoxynol-9 dapat meningkatkan penularan HIV.
 Spons kontrasepsi vagina mengandung nonoxynol-9 dan memberikan
perlindungan selama 24 jam. Setelah hubungan seksual, spons harus dibiarkan
di tempat setidaknya 6 jam sebelum penghapusan. Itu tidak boleh ditinggalkan
di tempat selama lebih dari 24 hingga 30 jam mengurangi risiko TSS. Ini
tersedia tanpa resep.

2. Kontrasepsi hormonal
Komposisi dan formulasi
 Kontrasepsi hormonal mengandung kombinasi estrogen sintetis dan progestin
sintetik atau progestin saja.
 Progestin mengentalkan lendir serviks, menunda transportasi sperma, dan
menginduksi endometrium atrophia. Mereka juga memblokir lonjakan LH dan
dengan demikian menghambat ovulasi. Estrogen menekan Pelepasan FSH
(yang dapat berkontribusi untuk memblokir lonjakan LH) dan juga
menstabilkan lapisan endometrium dan memberikan kontrol siklus.

Komponen

 Tabel 30-3 berisi daftar kontrasepsi oral (kontrasepsi oral) dengan nama
merek dan hormonal komposisi. Mestranol harus diubah menjadi etinil
estradiol (EE) di hati aktif. Itu ~ 50% lebih kecil dari EE.
 Progestin bervariasi dalam aktivitas progestasional mereka dan berbeda
sehubungan dengan inheren efek estrogenik, antiestrogenik, dan androgenik.
Estrogenik dan antiestrogenik mereka sifat terjadi karena progestin
dimetabolisme menjadi zat estrogenik. Aktivitas androgenik tergantung pada
keberadaan hormon seks (testosteron) yang mengikat globulin dan rasio
aktivitas androgen-to-progesteron. Jika hormon seks mengikat globulin
menurun, kadar testosteron bebas meningkat, dan efek samping
androgeniklebih menonjol.

3. PERTIMBANGAN DENGAN PENGGUNAAN HORMONAL GABUNGAN CONTRACEPTIVES


(CHC)
 Dapatkan riwayat medis dan pengukuran tekanan darah, dan diskusikan risiko,
manfaat, dan efek samping dengan pasien sebelum meresepkan CHC.
 Manfaat kontrasepsi non-kontrasepsi oral termasuk penurunan kejang menstruasi
dan nyeri ovulasi; penurunan kehilangan darah menstruasi; peningkatan
keteraturan menstruasi; menurun anemia defisiensi besi; mengurangi risiko
kanker ovarium dan endometrium; dan berkurang risiko kista ovarium, kehamilan
ektopik, penyakit radang panggul, endometriosis, fibroid uterus, dan penyakit
payudara jinak.
 Gejala serius yang mungkin terkait dengan CHC dan pemantauan hormonal
kontrasepsi diperlihatkan pada Tabel 30–4 dan 30-5, masing-masing.
 Masalah keamanan utama tentang CHC adalah kurangnya perlindungan terhadap
STD. Dorong penggunaan kondom untuk mencegah STD.

a. Diabetes
Progestin baru diyakini memiliki sedikit, jika ada, berpengaruh pada
metabolisme karbohidrat. Wanita yang lebih muda dari 35 tahun dengan
diabetes tetapi tidak ada penyakit vaskular yang dilakukan tidak merokok dapat
menggunakan CHC dengan aman. Wanita diabetes dengan penyakit vaskular
atau penderita diabetes lebih dari 20 tahun lamanya tidak boleh menggunakan
CHC.
b. Dislipidemia
Umumnya, progestin sintetis menurunkan high-density lipoprotein (HDL) dan
meningkat low-density lipoprotein (LDL). Estrogen menurunkan LDL tetapi
meningkatkan HDL dan mungkin cukup meningkatkan trigliserida. Kebanyakan
CHC dosis rendah (dengan kemungkinan pengecualian pil levonorgestrel, yang
dapat mengurangi tingkat HDL pada beberapa pasien) tidak memiliki dampak
signifikan pada HDL, LDL, trigliserida, atau kolesterol total.

c. Kanker payudara
Pilihan untuk menggunakan CHC tidak boleh dipengaruhi oleh kehadiran
payudara jinak penyakit atau riwayat keluarga kanker payudara dengan mutasi
BRCA1 atau BRCA2, tetapi wanita dengan riwayat kanker payudara saat ini atau
sebelumnya tidak boleh menggunakan CHC.
d. Systemic Lupus Erythematosus
Kontrasepsi oral tidak meningkatkan risiko flare di antara wanita dengan lupus
eritematosus sistemik yang stabil (SLE) dan tanpa antiphospholipid /
anticardiolipin antibodi. CHC harus dihindari pada wanita dengan SLE jika
mereka memiliki antibodi antiphospholipid atau komplikasi vaskular.
Kontrasepsi progestin saja dapat digunakan pada wanita-wanita ini.
e. Kegemukan
Kontrasepsi oral memiliki efikasi yang lebih rendah pada wanita obesitas, dan
dosis rendah OC mungkin terutama bermasalah. Wanita obesitas memiliki
risiko tinggi untuk VTE. Kongres Amerika Obstetri dan Ginekologi
merekomendasikan bahwa patch kontrasepsi transdermal tidak boleh
digunakan sebagai pilihan pertama pada wanita dengan berat lebih dari 90 kg
(198 lb), dan bahwa kontrasepsi progestin saja mungkin lebih baik untuk
wanita gemuk selama 35 tahun.

1. PERTIMBANGAN UMUM UNTUK KONTRASEPSI ORAL


a. Dengan penggunaan sempurna, keampuhan mereka lebih dari 99%, tetapi
dengan penggunaan yang khas, hingga 8% dari wanita mungkin mengalami
kehamilan yang tidak diinginkan.
b. Monophasic OCs mengandung jumlah estrogen dan progestin yang konstan
selama 21 hari, diikuti oleh 7 hari plasebo. Pil biphasic dan triphasic mengandung
jumlah variabel estrogen dan progestin selama 21 hari dan diikuti oleh fase
plasebo 7 hari.
c. Pil siklus diperpanjang dan rejimen kombinasi terus menerus dapat menawarkan
beberapa sisi efek dan manfaat kenyamanan. Satu siklus khusus OC diperpanjang
meningkatkan jumlah pil yang mengandung hormon dari 21 hingga 84 hari,
diikuti oleh plasebo 7 hari fase, menghasilkan empat siklus menstruasi per tahun.
Produk lain menyediakan pil yang mengandung hormon setiap hari sepanjang
tahun. Kombinasi berkelanjutan rejimen memberikan kontrasepsi oral selama 21
hari, kemudian estrogen dan progestin dosis rendah untuk tambahan 4 hingga 7
hari.
d. OC generasi ketiga mengandung progestin yang lebih baru (misalnya,
desogestrel, drospirenone, gestodene, dan norgestimate). Progestin ampuh ini
tidak memiliki efek estrogenik Kurang androgenik dibandingkan levonorgestrel,
dan dengan demikian dianggap memiliki lebih sedikit efek samping (misalnya,
kurang kemungkinan atau tingkat keparahan jerawat). Drospirenone juga dapat
menyebabkan berat badan kurang dibandingkan dengan levonorgestrel.
e. "Minipill" progestin saja cenderung kurang efektif daripada kombinasi OC, dan
mereka berhubungan dengan perdarahan menstruasi yang tidak teratur dan tak
terduga. Mereka harus diambil setiap hari dari siklus menstruasi pada sekitar
waktu yang sama hari menjaga efikasi kontrasepsi. Mereka berhubungan dengan
lebih banyak kehamilan ektopik daripada kontrasepsi hormonal lainnya.
f. Dalam metode "quick start" untuk memulai kontrasepsi oral, wanita itu
mengambil pil pertama pada pil kontrasepsi oral hari kunjungan kantornya
(setelah tes kehamilan urin negatif). Pada metode mulai hari pertama, wanita
mengambil pil pertama pada hari pertama siklus menstruasi berikutnya. Itu
metode Minggu mulai digunakan selama bertahun-tahun, dimana pil pertama
diambil di minggu pertama setelah memulai siklus menstruasi.
g. Rekomendasi Praktek Terpilih Organisasi Kesehatan Dunia untuk Penggunaan
kontrasepsi dapat digunakan sebagai panduan saat memberi instruksi kepada
wanita apa yang harus dilakukan pil dilewatkan.

2. PILIHAN KONTRAKTIF ORAL


a. Pada wanita tanpa kondisi medis bersama, OC mengandung 35 mcg atau kurang
dari EE dan kurang dari 0,5 mg norethindrone dianjurkan.
b. Remaja, wanita dengan berat badan kurang (<50 kg [110 lb]), wanita yang lebih
tua dari 35 tahun, dan mereka yang mengalami perimenopause mungkin
memiliki efek samping yang lebih sedikit dengan kontrasepsi oral yang
mengandung 20 hingga 25 mcg EE. Namun, OC estrogen rendah ini terkait dengan
lebih banyak penerobosan pendarahan dan peningkatan risiko kegagalan
kontrasepsi jika dosisnya tidak terjawab.

3. MENGELOLA EFEK SAMPING


a. Banyak gejala yang terjadi pada siklus pertama penggunaan OC (misalnya,
perdarahan terobosan, mual, dan kembung), meningkat dengan siklus penggunaan
ketiga. Tabel 30-5 menunjukkan efek samping pemantauan kontrasepsi hormonal.
b. Instruksikan perempuan untuk segera menghentikan CHC jika mereka mengalami
tanda-tanda peringatan dirujuk oleh mnemonic ACHES (sakit perut, nyeri dada,
sakit kepala, mata masalah, dan nyeri kaki yang parah).

4. INTERAKSI OBAT
1. Katakan pada wanita untuk menggunakan metode kontrasepsi alternatif jika ada
kemungkinan a interaksi obat yang mengkompromikan efikasi OC.
2. Rifampin mengurangi efektivitas OC. Advise wanita untuk menggunakan agen
kontrasepsi nonhormonal tambahan selama terapi rifampisin.
3. Beri tahu wanita tentang risiko kecil interaksi dengan antibiotik lain, dan itu
kontrasepsi nonhormonal tambahan dapat dipertimbangkan jika diinginkan. Jika ada
perdarahan terobosan pada wanita yang mengkonsumsi antibiotik dan OCs
bersamaan, suatu metode kontrasepsi alternatif harus digunakan selama waktu
bersamaan menggunakan.
4. Phenobarbital, carbamazepine, dan phenytoin berpotensi mengurangi khasiat
Kontrasepsi oral, dan banyak antikonvulsan dikenal teratogen. Perangkat Intrauterine
(IUD), Medroxyprogesterone suntik, atau pilihan nonhormonal dapat
dipertimbangkan wanita yang memakai obat-obatan ini.

5. PENGHENTIAN KONTRASEPSI ORAL, PENGEMBALIAN KESUBURAN


Secara tradisional, wanita disarankan untuk membiarkan dua atau tiga periode
menstruasi yang normal setelah menghentikan CHC sebelum hamil. Namun, dalam
beberapa penelitian, bayi yang dikandung pada bulan pertama setelah OC dihentikan
tidak lebih besar kemungkinan keguguran atau cacat lahir daripada mereka yang lahir
di populasi umum.

6. KONTRASEPSI DARURAT (EC)


a. Oral EC tidak akan mengganggu telur yang dibuahi setelah implantasi telah terjadi.
b. Formulasi progestin saja yang mengandung levonorgestrel (tersedia di Plan B
OneStep dan selanjutnya Pilihan) disetujui untuk EC di Amerika Serikat.
c. Plan B One-Step adalah satu tablet yang mengandung 1,5 mg levonorgestrel yang
diambil di dalam 72 jam hubungan seksual tanpa pelindung. Ini tersedia untuk
wanita dan gadis dari segala usia di Amerika Serikat tanpa resep. Pilihan Selanjutnya
adalah dua tablet, masing-masing mengandung- ing 0,75 mg levonorgestrel. Tablet
pertama diambil dalam waktu 72 jam tanpa perlindungan hubungan seksual
(semakin cepat, semakin efektif); dosis kedua diambil 12 jam kemudian.
d. Bukti menunjukkan bahwa produk yang mengandung levonorgestrel dapat cukup
efektif hingga 120 jam setelah hubungan seksual tanpa pelindung.
e. Ulpristal adalah modulator reseptor progesteron selektif yang tersedia dengan
resep sebagai dosis tunggal 30 mg diambil dalam 120 jam hubungan seksual yang
tidak terlindungi. Ini dianggap tidak lebih buruk daripada levonorgestrel yang
mengandung EC.
f. Penggunaan CHC dosis tinggi dapat digunakan untuk EC, tetapi mereka mungkin
tidak efektif, dan mereka dapat menyebabkan lebih banyak efek samping.
g. Mual dan muntah terjadi secara signifikan lebih jarang dengan progestin-proga dan
progesteron modulator reseptor EC.
h. Metode penghalang cadangan harus digunakan setelah EC selama setidaknya 7 hari.

7. KONTRACEPTIVAN TRANSDERMAL
a. Kombinasi kontrasepsi tersedia sebagai patch transdermal (Ortho Evra), yang
mungkin telah meningkatkan kepatuhan dibandingkan dengan kontrasepsi oral.
Khasiat tampaknya dikompromikan pada wanita lebih dari 90 kg (198 lb). Tambalan
harus diterapkan pada perut, pantat, tubuh bagian atas, atau lengan atas pada awal
siklus menstruasi dan diganti setiap minggu selama 3 minggu.
b. Wanita yang menggunakan patch terkena ~ 60% lebih banyak estrogen dibandingkan
jika mereka meminumnya suatu OC mengandung 35 mg EE, kemungkinan
menyebabkan peningkatan risiko tromboemboli.

8. VAGINAL RINGS

NuvaRing merilis ~ 15 mcg / hari EE dan 120 mcg / hari etonogestrel selama Periode 3
minggu. Pada penggunaan pertama, cincin harus dimasukkan pada atau sebelum hari
kelima dari siklus, tetap di tempatnya selama 3 minggu, kemudian dihapus. Satu minggu
seharusnya berakhir sebelum cincin baru dimasukkan pada hari yang sama dalam
seminggu seperti pada siklus terakhir. Bentuk kontrasepsi kedua harus digunakan untuk
7 hari pertama penggunaan cincin atau jika cincin telah dikeluarkan selama lebih dari 3
jam.

9. KONTRASEPSI YANG SEDANG BERLANGSUNG DAN KONTRASEPSI IMPLANTABLE

Wanita yang terutama mendapat manfaat dari metode progestin saja, termasuk
minipill, adalah mereka yang menyusui, tidak toleran terhadap estrogen, dan mereka
yang bersamaan kondisi medis di mana estrogen tidak dianjurkan. Suntik dan implantable
kontrasepsi juga bermanfaat bagi wanita dengan masalah kepatuhan. Kehamilan tingkat
kegagalan dengan kontrasepsi progestin kerja panjang lebih rendah dibandingkan
dengan CHC.
a. Progestin suntik
 Depot medroxyprogesterone acetate (DMPA) 150 mg diberikan secara mendalam
injeksi intramuskular pada otot gluteal atau deltoid dalam 5 hari onset perdarahan
menstruasi, dan dosis harus diulang setiap 12 minggu. Formulasi lain mengandung 104
mg DMPA (Depo-SubQ Provera 104), yang disuntikkan subkutan ke paha atau perut.
Kecualikan kehamilan pada wanita lebih dari 1 minggu terlambat untuk injeksi ulangan
formulasi intramuskular atau 2 minggu terlambat suntikan ulang formulasi subkutan.
Kembalinya kesuburan mungkin tertunda setelah penghentian.
 DMPA dapat diberikan segera postpartum pada wanita yang tidak menyusui, tetapi
pada wanita, yang menyusui, menunda pemberian selama 6 minggu.
 Wanita yang menggunakan DMPA memiliki insiden yang lebih rendah dari Candida
vulvovaginitis, kehamilan ektopik, penyakit radang panggul, dan kanker endometrium
dan ovarium dibandingkan dengan wanita yang tidak menggunakan kontrasepsi.
Waktu median untuk konsepsi dari yang pertama dosis yang dihilangkan adalah 10
bulan.
 Efek samping DMPA yang paling sering adalah ketidakteraturan menstruasi, yang
menurun setelah tahun pertama. Nyeri payudara, berat badan, dan depresi terjadi
jarang.
 DMPA dikaitkan dengan pengurangan kepadatan mineral tulang (BMD), tetapi tidak
terkait dengan perkembangan osteoporosis atau patah tulang. Kehilangan BMD bisa
melambat setelah 1 hingga 2 tahun penggunaan DMPA, dan efek pada BMD mungkin
tidak sepenuhnya reversibel setelah penghentian. DMPA tidak boleh dilanjutkan
setelah 2 tahun kecuali yang lain metode kontrasepsi tidak memadai.
b. Implan Subdermal Progestin
 Nexplanon, implan etonogestrel yang radiopak, menggantikan Implanon. 4 cm implan,
mengandung 68 mg etonogestrel yang ditempatkan di bawah kulit lengan atas. Ini
melepaskan 60 mcg setiap hari selama bulan pertama, menurun secara bertahap
hingga 30 mcg / hari di akhir 3 tahun penggunaan yang direkomendasikan. Dengan
kegunaan sempurna, kemanjuran melebihi 99%, tetapi mungkin kurang pada wanita
lebih dari 130% berat badan ideal mereka.
 Efek samping utama adalah perdarahan menstruasi tidak teratur. Efek samping lainnya
adalah sakit kepala, vaginitis, penambahan berat badan, jerawat, dan payudara serta
perut rasa sakit. Itu tidak muncul untuk menurunkan BMD. Kesuburan kembali dalam
30 hari setelah penghapusan.

10. PERANGKAT INTRAUTERINE


a. IUD menyebabkan inflamasi intrauterin tingkat rendah dan meningkatkan
pembentukan prostaglandin. Juga, supresi endometrium disebabkan oleh IUD
progestin-releasing. Kemanjuran tarif lebih dari 99%.
b. Risiko penyakit radang panggul di kalangan pengguna, tertinggi selama 20 hari
pertama setelah insersi, berkisar dari 1% hingga 2,5%.
c. ParaGard (tembaga) dapat dibiarkan di tempat selama 10 tahun. Kerugian dari
ParaGard adalah peningkatan aliran darah menstruasi dan dismenore.
d. Mirena dan Skyla merilis levonorgestrel. Mereka harus diganti setelah 5 tahun
(Mirena) dan 3 tahun (Skyla). Mereka menyebabkan penurunan kehilangan darah
menstruasi.

11. EVALUASI TERHADAP HASIL THERAPEUTIC


a. Pantau tekanan darah setiap tahun di semua pengguna CHC.
b. Pantau kadar glukosa secara dekat ketika CHC dimulai atau dihentikan pada wanita
dengan riwayat intoleransi glukosa atau diabetes mellitus.
c. Untuk semua pengguna kontrasepsi lakukan skrining sitologi tahunan (lebih sering
jika mereka berada di risiko STD), pemeriksaan panggul dan payudara, dan konsultasi
wanita dengan baik. Juga, secara teratur mengevaluasi untuk masalah yang mungkin
berhubungan dengan CHC (misalnya, perdarahan terobosan, amenore, berat badan,
dan jerawat).
d. Setiap tahun pantau wanita menggunakan Nexplanon untuk gangguan siklus
menstruasi, berat badan keuntungan, peradangan lokal atau infeksi di situs implan,
jerawat, nyeri payudara, sakit kepala, dan rambut rontok.
e. Evaluasilah wanita menggunakan DMPA setiap 3 bulan untuk kenaikan berat badan,
gangguan siklus menstruasi, dan fraktur.
f. Pantau wanita dengan IUD pada interval 1 sampai 3 bulan untuk penentuan posisi
yang tepat IUD, perubahan pola menstruasi perdarahan, infeksi saluran genital atas,
dan perlindungan terhadap STD.

EVALUASI HASIL THERAPEUTIC DAN MONITORIG PASIEN

 Masalah yang paling serius dengan terapi TB adalah ketidakpatuhan terhadap


rejimen yang ditentukan. Cara paling efektif untuk memastikan kepatuhan adalah
dengan terapi yang diamati secara langsung.

 Pasien yang BTA BTA positif harus memiliki sampel sputum yang dikirim untuk noda
basil tahan asam setiap 1 sampai 2 minggu sampai dua kali basa berturut-turut
negatif. Setelah terapi pemeliharaan, pasien harus melakukan kultur sputum setiap
bulan sampai negatif, yang umumnya terjadi selama 2 hingga 3 bulan. Jika kultur
sputum terus positif setelah 2 bulan, pengujian kerentanan obat harus diulang, dan
konsentrasi obat serum harus diperiksa.

 Pasien harus memiliki nitrogen urea darah, kreatinin serum, transminase aspartat
atau transminase alanin, dan jumlah darah lengkap yang ditentukan pada awal dan
secara berkala, tegantung pada adanya faktor lain yang dapat meningkatkan
kemungkinan toksisitas.Hepatotoksisitas harus dicurigai pada pasien yang
transaminase melebihi lima kali batas atas normal atau bilirubin totalnya melebihi 3
mg / dL (51,3 μmol / L). Pada titik ini, agen yang menyinggung (s) harus dihentikan
dan alternatif yang dipilih.
TUBERKULOSIS PADA KEHAMILAN
1. Efek tuberculosis terhadap kehamilan
Kehamilan dan tuberculosis merupakan dua stressor yang berbeda pada ibu hamil. Stressor
tersebut secara simultan mempengaruhi keadaan fisik mental ibu hamil. Lebih dari 50
persen kasus TB paru adalah perempuan dan data RSCM pada tahun 1989 sampai 1990
diketahui 4.300 wanita hamil,150 diantaranya adalah pengidap TB paru .

Efek TB pada kehamilan tergantung pada beberapa factor antara lain tipe, letak dan
keparahan penyakit, usia kehamilan saat menerima pengobatan antituberkulosis, status
nutrisi ibu hamil, ada tidaknya penyakit penyerta, status imunitas, dan kemudahan
mendapatkan fasilitas diagnosa dan pengobatan TB.

Status nutrisi yang jelek, hipoproteinemia, anemia dan keadaan medis maternal merupakan
dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas maternal.

Usia kehamilan saat wanita hamil mendapatkan pengobatan antituberkulosa merupakan


factor yang penting dalam menentukan kesehatan maternal dalam kehamilan dengan TB.

Kehamilan dapat berefek terhadap tuberculosis dimana peningkatan diafragma akibat


kehamilan akan menyebabkan kavitas paru bagian bawah mengalami kolaps yang disebut
pneumo-peritoneum. Pada awal abad 20, induksi aborsi direkomondasikan pada wanita
hamil dengan TB.

Selain paru-paru, kuman TB juga dapat menyerang organ tubuh lain seperti usus, selaput
otak, tulang, dan sendi, serta kulit. Jika kuman menyebar hingga organ reproduksi,
kemungkinan akan memengaruhi tingkat kesuburan (fertilitas) seseorang. Bahkan, TB pada
samping kiri dan kanan rahim bisa menimbulkan kemandulan. Hal ini tentu menjadi
kekhawatiran pada pengidap TB atau yang pernah mengidap TB, khususnya wanita usia
reproduksi. Jika kuman sudah menyerang organ reproduksi wanita biasanya wanita
tersebut mengalami kesulitan untuk hamil karena uterus tidak siap menerima hasil
konsepsi.

Harold Oster MD,2007 mengatakan bahwa TB paru (baik laten maupun aktif) tidak akan
memengaruhi fertilitas seorang wanita di kemudian hari. Namun, jika kuman menginfeksi
endometrium dapat menyebabkan gangguan kesuburan. Tapi tidak berarti kesempatan
untuk memiliki anak menjadi tertutup sama sekali, kemungkinan untuk hamil masih tetap
ada. Idealnya, sebelum memutuskan untuk hamil, wanita pengidap TB mengobati TB-nya
terlebih dulu sampai tuntas. Namun, jika sudah telanjur hamil maka tetap lanjutkan
kehamilan dan tidak perlu melakukan aborsi.
2. Efek tuberculosis terhadap janin
Menurut Oster,2007 jika kuman TB hanya menyerang paru, maka akan ada sedikit risiko
terhadap janin.Untukmeminimalisasi risiko,biasanya diberikan obat-obatan TB yang aman
bagi kehamilan seperti Rifampisin, INH dan Etambutol. Kasusnya akan berbeda jika TB juga
menginvasi organ lain di luar paru dan jaringan limfa, dimana wanita tersebut memerlukan
perawatan di rumah sakit sebelum melahirkan. Sebab kemungkinan bayinya akan
mengalami masalah setelah lahir. Penelitian yang dilakukan oleh Narayan Jana, KalaVasistha,
Subhas C Saha, Kushagradhi Ghosh, 1999 tentang efek TB ekstrapulmoner tuberkuosis,
didapatkan hasil bahwa tuberkulosis pada limpha tidak berefek terhadap kahamilan,
persalinan dan hasil konsepsi. Namun juka dibandingkan dengan kelompok wanita sehat
yang tidak mengalami tuberculosis selama hamil mempunyai resiko hospitalisasi lebih tinggi
(21% : 2%), bayi dengan APGAR skore rendah segera setelah lahir (19% : 3%), berat badan
lahir rendah (<2500 )
Selain itu, risiko juga meningkat pada janin, seperti abortus, terhambatnya pertumbuhan
janin, kelahiran prematur dan terjadinya penularan TB dari ibu ke janin melalui aspirasi
cairan amnion (disebut TB congenital). Gejala TB congenital biasanya sudah bisa diamati
pada minggu ke 2-3 kehidupan bayi,seperti prematur, gangguan napas, demam, berat badan
rendah, hati dan limpa membesar. Penularan kongenital sampai saat ini masih belum
jelas,apakah bayi tertular saat masih di perut atau setelah lahir.
KASUS

Ny. Tumiran 22 tahun penderita TB, sudah 1 tahun konsumsi obat TB yaitu Rifampisin
dan INH. Bermaksud menunda kehamilan untuk menyembuhkan TB terlebih dahulu dengan
kontrasepsi oral sudah 3 bulan. Ny Tumiran kemudian kontrol ke Rumah sakit dengan
keluhan sudah ½ bulan merasa mual di pagi hari, muntah, pusing mendadak, perut bagian
bawah sering sakit, sering BAK, mudah capek.

Ny Tumiran mengunakan kontrasepsi oral tanpa konsultasi dengan dokter terlebih


dahulu.

Riwayat pengobatan TB (pernah melakukan pengobatan TB tetapi terputus)

Didiagnosa mengidap TB kategori I pada januari 2010

Pengobatan intensif 2 bulan (Januari-februari)

Pengobatan lanjutan 4 bulan (maret-juni) tetapi karena sudah merasa keadaannya membaik
maka pada bulan ketiga tidak mengkonsumsi obat.

Pada bulan juni merasa keadaannya memburuk sehingga memeriksakan diri, diketahui TB
memburuk dan dilakukan terapi ulang menggunakan obat TB kategori II

Pengobatan intensif 2 bulan (juni-juli)

Terapi sisipan 1 bulan pada agustus

Pengobatan lanjutan 5 bulan (September-januari)

Riwayat penggunaan kontrasepsi

Cycloginon (Etinil estradiol 0,03 mg, Levonorgetrel 0,15 mg) sejak bulan oktober-desember
2010 (Penggunaan kontrasepsi oral bersama dengan obat TB).
Akhir Desember 2010 pasien memeriksakan diri karena keluhan yang dialami, berdasarkan
hasil lab yaitu nilai HCG yang meningkat, gejala-gejala yang ditunjukkan, dan terlambat
datang bulan, maka pasien dinyatakan positif hamil.

Pemeriksaan fisik:

- Berat Badan : 55 kg
- Tinggi Badan : 165 cm
- BMI : BB/(TB²) = 20,2
- Suhu : 37˚ C
- Tekanan Darah : 100/70 mmHg
- Nadi : 80 kali/menit
- RR : 16 kali/menit
Batuk : tidak batuk selama +2 bulan

Nafas sesak : tidak terjadi

Hasil Pemeriksaan Laboratorium

- Foto rontgen : tidak adanya bercak infiltrate


- Tes BTA : (-)
- Kultur Sputum : (-)
- Hb : 10 g/dL
- Eritrosit : 3,5. 10 12 /L
- Ferritin : 9 mcg /L
- Serum Iron : 5 µmol/L
- Leukosit : 9000/ul
- Serum HCG : 70 mIU/mL
PEMBAHASAN KASUS
 S (Subjek )
Ny Tumiran kemudian kontrol ke Rumah sakit dengan keluhan sudah ½ bulan
merasa mual di pagi hari, muntah, pusing mendadak, perut bagian bawah sering sakit,
sering BAK, mudah capek.
 O (Objek)
Pemeriksaan fisik:

- Berat Badan : 55 kg
- Tinggi Badan : 165 cm
- BMI : BB/(TB²) = 20,2 (18,5-24,9) = normal
- Suhu : 37˚ C
- Tekanan Darah : 100/70 mmHg(120/80 mmHg) = tidak normal
- Nadi : 80 kali/menit (60-100x/mnt) = normal
- RR : 16 kali/menit (12-20x/menit) = normal
- Batuk : tidak batuk selama +2 bulan.
- Nafas sesak : tidak terjadi

Hasil Pemeriksaan Laboratorium

- Foto rontgen : tidak adanya bercak infiltrate


- Tes BTA : (-)
- Kultur Sputum : (-)
- Hb : 10 g/dL (12-15 g/dL) = tidak normal
- Eritrosit : 3,5. 10 12 /L (4,2-5,2jt) = tidak normal
- Ferritin : 9 mcg /L(10-200mcg/L) = tidak normal
- Serum Iron : 5 µmol/L(9-30 umol/L) = tidak normal
- Leukosit : 9000/ul (5000-10.000/u1) = normal
- Serum HCG : 70 mIU/Ml ( <5 m1U/MI) = tidak normal
 A( assesment)
Dari data pemeriksaan fisik dan data laboratorium didiagnosa pasien ny tumiran
mengalami TB dan jugadinyatakan hamil karena pada pemeriksaan terakhir kadar
HCG ny.tumiran meningkat

 P (plan)
Terapi farmakologi :
 Untuk mual muntah karena hamil kami berikan :
Vit B6 dengan dosis : 3x 10 mg
a. Indikasi : untuk mencegah dan mengobati defisiensi vitamin B6
b. Mekanisme kerja
bekerja sebagai koenzim biologis yang terlibat dalam berbagai reaksi kimia,termasuk
reaksi metabolisme asam amino dan glikogen.senyawa ini juga terlibat dalam sintesis
asam nukleat,haemoglobin,serta membenuk neurotransmter dan gama amino
butyric acid(GABA)
c. Efek samping
sakit kepala dan mual,mati rasa pada tangan dan kaki
d. Kontra indikasi
Hipersensitifitas
e. Interaksi obat :
penicilamin,dan obat kontrasepsi oral akan menurunkan efektifitas pirodoksin
sehingga penambahan dosis umumnya dilakukan.
Dapat menurunkan efektifitas obat levodopa,phenobarbital,dan phenytoin

 Untuk pengobatan TB yang aman bagi ibu hamil:


Rimfamisin dengan dosis : 2 x 600 mg
Farmakokinetik
a. Absorbsi
Diabsorpsi dengan baik melalui saluran cerna, absorpsi rifampisin dapat berkurang
bila diberikan bersama makanan. Absorpsi rifampisin akan berkurang 30% jika
diberikan bersama dengan antasida. ikatan protein plasma 60-80%, waktu paruh 1-6
jam dan akan memanjang bila terdapat gangguan fungsi hepar.
b. Distribusi
Rifampisin dengan mudah didistribusikan ke sebagian besar organ, jaringan, tulang,
cairan serebrospinal dan cairan tubuh lainnya termasuk eksudat serta kavitas
tuberkulosis paru. Obat ini menimbulkan warna orange sampai merah bata pada urin,
saliva, feses, sputum, air mata dan keringat.
c. Metabolisme
Metabolisme terjadi melalui deasetilasi dan hidrolisis, sedangkan ekskresinya
terutama melalui empedu. Dapat melewati barier plasenta dan dapat dijumpai
konsentrasi rendah di ASI. Rifampisin melewati plasenta dengan kadar yang sama
dengan ibu. Pada akhir trismester ke3 rasio konsentrasi pada tali pusat dan ibu
besarnya 0,12 - 0,33.
d. Ekskresi
Empedu dan urine

Farmakodinamik
a. Indikasi
Tuberkulosis (TBC). Pencegahan meningitis, Infeksi Staphylococcus,
Pneumonia Legionnaires, Bruselosis, Kusta, Mencegah Influenza Haemophilus
a. Mekanisme kerja
Rifampisin merupakan obat lini pertama yang terutama bekerja pada sel yang sedang
tumbuh, tetapi juga memperlihatkan efek pada sel yang sedang tidak aktif (resting
cell). Bekerja dengan menghambat sintesa RNA M. tuberculosis sehingga menekan
proses awal pembentukan rantai dalam sintesa RNA. Bekerja di intra dan ekstra sel.
Pada konsentrasi 0,005 - 0,2 mg/l akan menghambat pertumbuhan M. Tuberculosis.
c. Efek samping
Efek samping ringan dapat timbul pada pemberian rifampisin antara lain: sindrom
kulit seperti gatal-gatal kemerahan, sindrom flu berupa demam, menggigil, nyeri
tulang dan sindrom perut berupa nyeri perut, mual, muntah dan kadang-kadang diare
d. Kontraindikasi
penyakit hati aktif
e. Interaksi obat
1. Pemberian antasida akan meningkatkan PH lambung dan akan mengurangi proses
dissolution rifampisin sehingga akan menghambat absorpsi.
2. antikoagulan untuk mengencerkan darah, contohnya warfarin
3. obat anti-inflamasi (kortikosteroid) contohnya prednisolon
4. obat yang digunakan setelah transplantasi organ, contohnya siklosporin, sirolimus;
obat tacrolimus untuk mengobati kondisi jantung contohnya. digoxin, digitoxin,
quinidine, Disopiramid, mexiletine, propafenone, tocainide, calcium channel blockers
(diltiazem, nifedipin, verapamil, nimodipin, isradipin, nicardipine, nisoldipin)
5. obat untuk menurunkan tekanan darah, contohnya bisoprolol, propranolol,
losartan, enalapril
6. diuretik (tablet air), seperti eplerenon

INH dengan dosis : 1x 300 mg


farmakokinetika

a. Absorbsi
INH mudah diabsorpsi pada pemberian oral maupun parenteral. Kelarutan INH
dalam lemak tinggi, berat molekul rendah dan melalui plasenta serta mudah
mencapai janin dengan kadar hampir sama dengan ibu. Pada penelitian, setelah
pemberian INH dosis 100 mg jangka pendek sebelum kelahiran didapatkan rasio
konsentrasi tali pusat dan ibu sebesar 0,73. Kadar puncak dicapai dalam waktu 1-2
jam setelah pemberian oral.
b. Distribusi
berdifusi ke dalam sel dan semua cairan tubuh. Antara 75-95% diekskresikan melalui
urin dalam waktu 24 jam dan seluruhnya dalam bentuk metabolit.(16) Isoniazid tidak
bersifat teratogenik janin, meskipun konsentrasi yang melewati plasenta cukup
besar.
c. Metabolisme
Di hati, INH terutama mengalami asetilasi, dan pada manusia kecepatan metabolisme
ini dipengaruhi oleh faktor genetik (asetilator cepat/lambat) yang secara bermakna
mempengaruhi kadar obat dalam plasma dan masa paruhnya. Waktu paruh berkisar
1-3 jam
d. Ekskresi
50-70 % isoniazid dieksresikan dalam bentuk yang tidak berubah dan metabolitnya
melalui ginjal dalam 24 jam.
Farmakodinamik
a. Indikasi
tuberkulosis dalam kombinasi dengan obat lain ; profilaksis
b. Mekanisme kerja
menghambat biosintesis asam mikolat yang merupakan unsur penting dinding sel
Mycobacterium.
c. Efek samping
mual, muntah, neuritis perifer, neuritis optic, kejang, episode psikosis, reaksi
hipersensitifitas seperti eritema, multiforme, demam, purpura, agronulositosis,
hepatitis.
d. Kontraindikasi
penyakit hati yang aktif : hipersensitifitas terhadap isoniazid
e. Interaksi obat
Obat-obatan berikut ini dapat dihambat metabolismenya oleh isoniazod sehingga
meningkatkan risiko terjadinya toksisitas : Carbamazepine, Phenytoin, Diazepam,
Theophylline, Warfarin

Etambutol dengan dosis : 1x 15 mg

Farmakokinetik

Etambutol (EMB) merupakan inhibitor arabinosyl transferases (I,II,III). Arabinosyl


transferase terlibat dalam reaksi polimerisasi arabinoglycan, yang merupakan unsur
esensial dari dinding sel Mycobacterium. Afinitas terhadap arabinosyl transferase III lebih
kuat dibandingkan lainnya. Kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 2-4 jam setelah
pemberian. Dosis tunggal 25 mg/kg BB menghasilkan kadar plasma sekitar 2-5 ìg/ml
dalam 2-4 jam, kurang dari 1 ìg dalam 24 jam. Masa paruh eliminasinya 3-4 jam dan dapat
memanjang sampai 8 jam pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.

Farmakodinamik

Indikasi :tuberkulosis dalam kombinasi dengan obat lain

Mekanisme kerja : Ethambutol menghambat enzim arabinosyl transferase yang berperan


dalam sintesis dinding sel bakteri. Dengan terhambatnya aktivitas enzim tersebut maka
pembentukan dinding sel bakteri akan terganggu dan mengalami perubahan permeabilitas.
Ethambutol dapat menyebabkan penurunan metabolisme seluler, penghambatan
multiplikasi, dan kematian sel bakteri sehingga ethambutol efektif digunakan saat bakteri
tersebut melakukan pembelahan sel.

Efek samping :neuritis optik, buta warna merah/hijau, neuritis perifer.

Kontraindikasi : Neuritis optik, gangguan visual

Interaksi obat : Penggunaan obat-obatan yang mengandung alumunium seperti pada


antasida dapat menurunkan atau menghambat penyerapan dari ethambutol.

Piranizamid dengan dosis : 3 x 2,5 gr

farmakoknetik

Pirazinamid (PZA) adalah suatu prodruk, yang memerlukan konversi enzim


pirazinamidase (dihasilkan oleh mikobakterial tertentu) menjadi bentuk aktif asam
pirazinoat, masuk ke dalam sitoplasma M. tuberculosis secara difusi pasif, mengalami
konversi oleh enzim nikotinamidase/pirazinamidase menjadi bentuk aktif asam pirazinoat
(POA). PZA lebih aktif terhadap basil tuberkel semidorman karena sistem pompa efluks
yang lemah dibandingkan dengan basil sedang bertumbuh cepat, di mana pompa efluks
lebih aktif

Farmakodinamik

a. Indikasi
Tuberkulosis, dalam kombinasi dengan obat lain.
b. Mekanisme kerja
pirazinamidase (dihasilkan oleh mikobakterial tertentu) menjadi bentuk aktif asam
pirazinoat, masuk ke dalam sitoplasma M. tuberculosis secara difusi pasif,
mengalami konversi oleh enzim nikotinamidase/pirazinamidase menjadi bentuk
aktif asam pirazinoat (POA).PZA lebih aktif terhadap basil tuberkel semidorman
karena sistem pompa efluks yang lemah dibandingkan dengan basil sedang
bertumbuh cepat, di mana pompa efluks lebih aktif

c. Efek samping
hepatotoksisitas, termasuk demam anoreksia, hepatomegali, ikterus, gagal hati,
mual, muntah, anemia sideroblastik, urtikaria.

d. Kontraindikasi
gangguan fungsi hati berat, porfiria, hipersensitivitas terhadap pirazinamid

e. Interaksi obat
Mengonsumsi bersamaan dengan leflunomide dapat meningkatkan risiko kerusakan
hati karena kedua obat ini memiliki efek samping pada hati. Leflunomide juga
memiliki sifat unik yaitu tersimpan lebih lama pada tubuh sehingga mungkin masih
mengendap di hati meskipun sudah tidak mengonsumsinya lagi.
Probenacid dan sulfinpyrazone yang merupakan obat jenis urikosurik jika
dikonsumsi bersamaan dengan pyrazinamide dapat menimbulkan efek antagonis,
sehingga sebaiknya dihindari karena dapat mengurangi efektifitasnya
Obat ini dapat mengurangi efektifitas obat kontrasepsi yang bekerja dengan cara
memengaruhi hormon estrogen

Terapi non farmakologi:


 Diharapkan pada pasien untuk tidak memakan atau meminum makanan yang
dapat menjadi pemicu mual dan muntah
 Menghindari rokok dan alkohol
 Mengonsumsi makanan bergizi seperti mineral dan vitamin, dan juga buah
dan sayur dan ikan laut namun hindari makanan dengan lemak jahat seperti
buah duren, nangka ,nanas,dondong.
 Mengurangi makan bernatrium dan kafein seperti kopi teh dan junkfood.

KIE ( komunikasi informasi dan edukasi)


1. Rimfamisin
Rimfamisin masuk kategori C. Berititahu pasien jika konsumsi obat ini maka warna
urin bisa jadi berwarna merah. Dan obat ini tidak dianjurkan lagi digunakan saat
menyusui dan efek samping yang mungkin saja terjadi adalah nafsu makan turun dan
juga terjadi diare ringan.
2. Vitamin B6
Vitamin B6 masuk kategori A. Beritahu pasien saat konsumsi obat ini kemungkinan
akan terjadi efek samping seperti sakit kepala, mengantuk dan juga mengalami
kesemutan dan mati rasa pada lengan dan tungkai kaki. Maka anjurkan pada pasien
untuk tidak mengemudi saat konsumsi obat ini.
3. INH
Isoniazid masuk kategori C. Pada penggunaan isoniazid akan terjadi pusing dan juga
gangguan hati, maka harus hati hati pada pasien dengan gangguan hati. Kemungkinan
nafsu makan akan berkurang dan juga sakit maag.
4. Etambutol
Etambutol masuk kategori B. Kemungkinan akan terjadi buta warna merah dan hijau.
Kemungkinan terjadi gatal karena efek samping nya dan demam.
5. Piranizamid
Piranizamid masuk kategori C. Akan terjadi sedikit mual dan muntah saat konsumsi
obat ini karena ini bagian dari efeks samping nya dan juga kemungkinan terjadi
anemia.

Following up
Memberitahu ibu hasil pemeriksaan bahwa ibu tersebut mengalami TB dalam kehamilan
Lalu jelaskan pada ibu tentang TB dan kehamilan setelah itu lakukan kolaborasi dengan
dokter spesialis paru-paru dan memberikan obat rimfamisin , INH , etambutol dan
piranizamid. Dan vitamin b6 untuk mual muntah pada kehamilan nya.
Setelah ibu tersebut di beri obat beritahu untuk selalu rutin mengonsumsi obat, anjurkan
pasien agar istrahat dan makan teratur setelah itu anjurkan ibu untuk kunjungan ulang 2
minggu lagi atau jika ada keluhan.

DAFTAR PUSTAKA
Gitawati, R., & Nani S., 2002. Study Kasus Hasil Pengobatan Tuberkulosis
Paru di Sepuluh Puskesmas di DKI Jakarta 1996 – 1999. Cermin
Dunia Kedokteran. 137 : 1-20

Hadi, S., 2005. Metodologi Research 2. Yogyakarta : Yayasan Penerbit Fakultas

Psikologi Universitas Gajah Mada. 158

Suradi, 2001. Diagnosis dan Pengobatan TB Paru. Dalam : Kumpulan Naskah

Temu Ilmiah Respirologi. Surakarta : Lab. Paru FK UNS

Suryanto, E., 2000. Tuberkulosis dan HIV. Dalam Jurnal Respirologi Indonesia.

Jakarta : JRI

Arif, (et.all). 2000, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Edisi 3, Jakarta : Media
AesculapiusBobak, Lowdermik, Jensen.2004, Buku Ajar Keperawatan
Maternitas Edisi 4, Jakarta:EGC-

Manuaba, Ida Bagus Gde. 1998. Ilmu Kebidanan, Peneyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai