Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PORTOFOLIO RUMAH SAKIT

KASUS KEMATIAN

SEORANG NEONATUS LAKI-LAKI DENGAN RESPIRATORY DISTRESS


SYNDROME, SEPSIS NEONATORUM, HIPOTERMIA, BBLSR,
HIPERGLIKEMIA E.C STRESS RESPONSE

Disusun oleh:
dr. Nadia Kurnia

Pembimbing:
dr. Budi Darmayanto, Sp. A
Pendamping:
Dr. Ken Mardiyanah

PROGRAM DOKTER INTERNSIP


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. R. SOETIJONO BLORA
2019
Berita Acara Presentasi Portofolio

Pada hari ini tanggal 16 Maret 2019 telah dipresentasikan portofolio oleh :
Nama : dr. Nadia Kurnia
Judul/Topik : Seorang Neonatus Laki-Laki Dengan Respiratory Distress Syndrome,
BBLSR, sepsis neonatorum,, hiperglikemia e.c stress response
Nama Pendamping : dr. Ken Mardiyanah
Nama Wahana : RSUD Dr. R. Soetijono Blora

No Nama Peserta Presentasi Tanda Tangan

1. 1.

2. 2.

3. 3.

4. 4.

5. 5.

6. 6.

7. 7.

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesunguhnya.

Pembimbing, Pendamping,

dr. Budi Darmayanto, Sp. A dr. Ken Mardiyanah


NIP 19600226 200604 2 002
TOPIK : neonatus BBLSR, respiratory distress syndrome, hiperglikemia e.c stress respon
Tanggal (Kasus) : 08 Februari 2019 Presenter : dr. Nadia Kurnia
Tanggal Presentasi : Pendamping : dr. Budi Darmayanto, Sp.A
Tempat Presentasi : RSUD dr. R. Soetijono Blora
Obyektif Presentasi :
 Keilmuan  Keterampilan  Penyegaran  Tinjauan Pustaka
 Diagnostik  Manajemen  Masalah  Istimewa
 Neonatus  Bayi  Anak  Remaja  Dewasa  Lansia  Bumil
 Deskripsi :
Pasien datang rujukan dari RS Permata Blora dengan lahir spontan pk. 02.30, lahir tidak
langsung menangis, AS 2-5-8, berat badan lahir 1100gram, lingkar kepala 26 cm, lingkar
dada 22 cm, lingkar perut 20 cm. Bayi tampak lemah, kemerahan, kurang bugar, kurang aktif,
menangis cukup keras, tidak kuning. Pasien lahir dari ibu G2P1A0 hamil 29 minggu, KPD 23
jam.

 Tujuan :
1. Mengetahui penegakan diagnosis neonatus BBLSR, respiratory distress syndrome,
hiperglikemia e.c stress response
2. Mengetahui penatalaksanaan neonatus BBLSR, respiratory distress syndrome,
hiperglikemia e.c stress response
Bahan Bahasan  Tinjauan Pustaka  Riset  Kasus  Audit
Cara Membahas  Diskusi  Presentasi dan Diskusi  E-mail  Pos
DATA PASIEN Nama : By. Ny S No. Registrasi : 399937
Nama Klinik : IGD Telp : - Terdaftar sejak : 08-02-2019
Data utama untuk bahan diskusi :
Diagnosis : neonatus BBLSR, respiratory distress syndrome, hiperglikemia e.c stress
response
1. Gambaran Klinis (Riwayat Penyakit Sekarang)
Lahir bayi laki-laki spontan dari ibu G2P1A0 hamil 29 minggu, KPD 23 jam pk. 02.30 di
RS Permata Blora, lahir tidak langsung menangis, AS 2-5-8, berat badan lahir 1100gram,
lingkar kepala 26 cm, lingkar dada 22 cm, lingkar perut 20 cm di. Bayi tampak lemah,
kebiruan, kurang bugar, kurang aktif, merintih, tidak kuning. Pasien kemudian di rujuk ke
RSUD Blora dengan diagnosa asfiksia berat dan BBLSR. Telah terpasang CPAP modifikasi
6 lpm.
DAFTAR PUSTAKA :
1. Hintz S R., et all. Neurodevelopmental outcomes of premature infants with severe respiratory failure
enrolled in a randomized controlled trial of inhaled nitric oxide. The Journal of pediatrics.
2007;151(1):16-22.
2. Nelson, Waldo E. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Volume 1. Editor Richard E, dkk. Editor Bahasa
Indonesia A. Samik W. Edisi 15. Jakarta: EGC. 2012p.592-599.
3. Rodriguea R. Management of respiratory distress syndrome:an update. Respir Care. 2003;48(3):279-286

3
4. Rudolph, Abraham M. Buku Ajar Pediatri Rudolph Volume 3. Jakarta: EGC. 2007.p.1756-63.
5. Pradip L Patel. Lecture notes radiology. Jakarta: Erlangga Medical Science,p.239.
6. Mardiana FW. Peran radiologi dalam gangguan nafas pada neonatus.2010. [disitasi:22 Desember 2014].
Diunduh dari : http://eprints.undip.ac.id/14915/1/dr_Mardiana_-
_peran_radiologi_dalam_gangguan_nafas_pada_neonatus.pdf
7. Elizabeth Mc K, Sandie B. Continous positive airway pressure. RPA Guidelines. [disitasi : 24 November
2014]. Diunduh dari : http://www.sswahs.nsw.gov.au/RPA/neonatal/html/Docs/cpap.pdf
8. Tom L, Avroy AF, Ricardo J R, Michael W. At a Glance Neonatologi. Jakarta: Erlangga.2009.p.64
9. Ho JJ, Subramaniam P, Henderson-Smart DJ, Davis PG. Continous distending pressure for respiratory
distress syndrome in preterm infants (Cochrane review). The Cochtane library. 2008. [disitasi : 24
November 2014]. Diunduh dari : http://apps.who.int/rhl/reviews/CD002271.pdf
10. Sarosa GI. CPAP (continous positive airway pressure) controversial of cpap using. Semarang : RSUP
Dr. Kariadi. [Disitasi : 19 Januari 2015]. Diunduh dari :https://www.scribd.com/doc/250752768/CPAP-
Continuous-positive-airway-pressure-Controversial-of-Cpap-Using-pps
11. Sjarif H, Effendi, Leni A. Continuous positive airway pressure (CPAP). 2014 [disitasi : 24
Desember 2014]. Diunduh dari : http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2014/07/CPAP.pdf
12. Beena DK, Emily RMG, Robert LG, et al. Neonatal mortality from respiratory distress syndrome:
lessons for low-resource countries. Pediatrics..2011;127:1139–46.
13. Kamalanathan A. Continous positive airway pressure on NICU clinical guideline-version 1. Wirral
University Teaching Hospital. [disitasi 24 November 2014]. Diunduh dari :
http://www.whnt.nhs.uk/document_uploads/Intranet-Pharmacy/Continuous_positive_airway_pressure-
clinical_guideline,v1.pdf
14. Gregory G, Kitterman JA, Phibbs RH, Tooley WH, Hamilton WK. Treatment of the idiopathic
respiratory-distress syndrome with continuous positive airway pressure. N Engl J Med.
1971;284(24):1333-40.
15. Dunn PM. Respiratory distress syndrome:continuous positive airway pressure (CPAP) using the gregory
box.Proc R SocMed.1974;67(4):245-7.
16. Alex AG, Aronson RM, Onal E, Lopata M. Effects of positive airway pressure on upper airway and
respiratory muscle activity. Journal of Applied Physiology. 1987; 62(5):2026-30
17. Cotton RB, Lindstorm DP, Kanarek KS, Sundell H, Stahlman MT. Effect of positive-end-expiratory-
pressure on right ventricular output in lambs with hyaline membrane disease. Acta Paediatrica
Scandinavica. 1980;69(5):603-6
18. Speidel BD, Dunn PM. Effect of continous positive airway pressure on breathing pattern of infants with
respiratory distress syndrome. Lancet.1975;1(7902):302-4
19. Ashok KD, Amit U. Continuous positive airway pressure - a gentler approach to ventilation. Indian
Pediatrics. 2004 [Disitasi : 23 Desember 2014];41:459-69. Diunduh dari :
http://www.indianpediatrics.net/may2004/may-459-469.htm
20. Numan NH, Ra’id KHJ, Ola DS. The use of continuous positive airway pressure in preterm babies with
respiratory distress syndrome: a report from Baghdad, Iraq. Journal of Maternal-Fetal & Neonatal
Medicine. 2014;27(6):629-632
21. Amer A, Mandhir S, et all. Variables associated with the early failure of nasal cpap in very low birth
weight infants. J Pediatr.2005;147:341-7.
22. Mark DS, Polly EP, Geraldine F. Acute respiratory distress syndrome: prognosis and outcomes in adults.
2014 [disitasi : 22 Desember 2014]. Diunduh dari : http://www.uptodate.com/contents/acute-respiratory-
distress-syndrome-prognosis-and-outcomes-in-adults
23. Jeremy PT, Jane W, Richard M, Leach, Charles M W. At a Glance Sistem Respirasi. Jakarta:
Erlangga.2008.p.86
24. Kementerian Kesehatan RI. Paket pelatihan pelayanan obstetri dan neonatal emergensi komprehensif
(PONEK). Jakarta: Kementerian Keehatan RI.p.215
25. Mark DS, Polly EP, Geraldine F. Acute respiratory distress syndrome: prognosis and outcomes in adults.
2014 [disitasi : 22 Desember 2014]. Diunduh dari : http://www.uptodate.com/contents/acute-respiratory-
distress-syndrome-prognosis-and-outcomes-in-adults
26. Kaufman D, Boyle R, Hazen KC, Patrie JT, Robinson M, Donowitz LG. Fluconazole prophylaxis
against fungal colonization and infection in preterm infants. N Engl J Med.2001 Dec 6.345(23):1660-6.
27. Nur A, Risa E, Sylviati MD, Fatimah I, Agus H. Pemberian surfaktan pada bayi prematur dengan
respiratory distress syndrome. Surabaya : Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK. Unair/RSUD Dr.
Soetomo
28. Colin JM, Peter GD, Lex WD, Luc PB, Jean MH, John BC. Nasal CPAP or intubation at birth for very
preterm infants. N Engl J Med.2008 February 14.358:700-708.

4
29. Dargaville et all. CPAP failure in preterm infants: incidence, predictors and consequences. [disitasi : 11
Januari 2015]. Diunduh dari : http://www.karger.com/ProdukteDB/miscArchiv/000/346/460/000346460
_sm_Suppl._Material.pdf
39. Mathai, A Rajeev, Adhikari. Safety and effectiveness of bubble continous positive airway pressure in
preterm neonates with respiratory distress. Medical Journal Armed Forces India. 2014;70: 327-31
40. Shamil AZ, Sharba RMR, Umran AJ. Bubble nasal cpap in the management of respiratory distress
syndrome (one year experience in low resources unit). Iraq : Dept. of Pediatrics, College of Medicine,
University of Kufa. Medical Journal of Babylon, 2013;10(4)
41. Carol P. Essentials of pathophysiology: concepts of altered health states.USA : Lippincott Williams &
Walkins, 2011.p.559
42. Veronica D. Radiological imaging of the neonatal chest medical radiology.Berlin: Springer Berlin
Heidelberg, 2008.p.67-79
43. Christian L, Hermansen, Kevin N, Lorah. Respiratory distress in the newborn. Lancaster, Pennsylvania:
Lancaster General Hospital. Am Fam Physician.2007 Oct 1;76(7):987-994.
44. Kroustop RW, Brown EG, Sweet AY. The early use of continuous positive airway pressure in the
treatment of idiopathic respiratory distress syndrome. J Pediatr 1975;87:263-7.
45. Monnaf M H .Perinatal Asphyxia: Cause, Management, Complications. Neonatology Paediatric
Medicine.2013 May 21 [disitasi : 3 Februari 2015]. Diunduh dari : http://www.easymbbs.org/perinatal-
asphyxia-cause-management-complications/
46. Hessler JR, Mantilla G, Kirkpatrick BV, Donnelly WH, Cassin S, Eitzman DV. Asphyxia and hyaline
membrane disease in neonatal monkeys. Am J Perinatol. 1985 Apr;2(2):101-7
47. Brezis M, Rosen S, Silva P, Epstein F. Renal ischemia: a new prospective.Kidney int.1994;26:375
48. Friedlich PS, Evans JR. Clinical evaluation of renal and urinary tract disease schaffer & avery’s
disease of the newborn 8th ed. Philadelphia:Elsevier-Saunders. 2005:1267-71
49. Anggraini A, Sumadiono, Setya W. Faktor risiko kematian bayi baru lahir dengan penyakit membran
hialin. Sari Pediatri.2013;15(2):75-80.
50. World Health Organization. Basic Newborn Resucitation: A Practical Guide. Geneva, Switzerland:
WHO;2008. Diunduh dari: www.who.int/reproductive-
health/publications/newborn_resus_citation/index.html.
51. Mwansa J, Kambafwile SC, Thomas H, Joy EL. Antenatal steroids in preterm labour for the prevention of
neonatal deaths due to complications of preterm birth. Int J Epidemiol. 2010 [disitasi : 3 Februari 2015].
Diunduh dari : http://ije.oxfordjournals.org/content/39/suppl_1/i122.long
52. Francisco E M. Antenatal corticosteroid use and clinical evolution of preterm newborn infants. J
Pediatr.2004 [disitasi : 3 Februari 2015];80(4). Diunduh dari:http://www.scielo.br/scielo.php?pid=S0021-
75572004000500006&script=sci_arttext&tlng=en
53. Tagliaferro T , D Bateman, C Ruzal, RA Polin. Early radiologic evidence of severe respiratory distress
syndrome as a predictor of nasal continuous positive airway pressure failure in extremely low birth weight
newborns. Journal of Perinatology.2014. [disitasi : 23 Desember 2014]. Diunduh dari
:http://www.nature.com/jp/journal/vaop/ncurrent/full/jp2014164a.html
HASIL PEMBELAJARAN :
1. Mengetahui penegakan diagnosis neonatus BBLSR, respiratory distress syndrome,
hiperglikemia e.c stress response
2. Mengetahui penatalaksanaan neonatus BBLSR, respiratory distress syndrome,
hiperglikemia e.c stress response
I. SUBJECTIVE

Keluhan Utama : nafas tidak adekuat

Riwayat Penyakit Sekarang :


Lahir bayi laki-laki spontan dari ibu G2P0A0 hamil 29 minggu, KPD 23 jam pk. 02.30
di RS Permata Blora, lahir tidak langsung menangis, AS 2-5-8, berat badan lahir 1100gram,
lingkar kepala 26 cm, lingkar dada 22 cm, lingkar perut 20 cm. Bayi tampak lemah, kebiruan,
kurang bugar, kurang aktif, merintih, tidak kuning. Pasien kemudian di rujuk ke RSUD Blora

5
dengan diagnosa asfiksia berat dan BBLSR. Telah terpasang CPAP modifikasi 6 lpm.

 Riwayat Penyakit Dahulu


 Pasien telah mendapatkan inj. vit K, salep mata, inf. D10 Bayi lahir dari ibu G2P1A0,
usia 22 tahun, umur kehamilan 29 minggu, KPD 23 jam, ketuban kehijauan, riwayat
pemberian kortikosteroid dan antibiotik tidak diketahui, pasien datang ke RS Permata
Blora jam 22.00, riwayat pijat perut (+),ANC (+) di puskesmas tidak kontrol rutin,
riwayat demam(-) , riwayat minum jamu saat hamil (-), trauma (-),kencing manis (-),
darah tinggi (-),minum obat selain resep dari dokter (-).
 Pasien telah mendapatkan inj. vit K, salep mata, inf. D10% 6 tpm, inj Ampicillin 50
mg, inj Gentamycin 5 mg di RS Permata, Blora (06.30)
2. Riwayat Penyakit Keluarga
-
II. OBJECTIVE

PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 8 Februari 2019 jam 07.31)

Status Generalis
Kesadaran : lemah
Keadaan umum : tampak sakit berat
Berat badan : 1100 gram
Tinggi badan : 37 cm
Tanda-tanda vital :
 Frekuensi Nadi : 135 kali/menit.
 Tekanan Darah : - mmHg
 Frekuensi Nafas : 42 kali/menit, teratur
 Suhu : 36.0oC (axilla)
 SpO2 : 90%(telah terpasang CPAP modifikasi 5lpm)

Head To Toe
Kepala : normosefal, distribusi rambut merata, warna hitam, tidak mudah dicabut.
UUB (+) tidak membojol dan cekung
Wajah : simetris

6
Mata : mata tampak tidak cekung, konjungtiva anemis (-/-),sklera ikterik (-/-),
kornea jernih, pupil bulat, isokor diameter 3 mm/3mm, reflex cahaya langsung (+/+), reflex
cahaya tidak langsung (+/+)
Hidung : bentuk hidung normal, nafas cuping hidung (-)
Telinga : bentuk normal
Mulut : sianotik (-)
Leher : trakea ditengah
Thoraks : retraksi intercostal(+). Simetris saat statis dan dinamis
Paru :
Inspeksi : retraksi intercostal (+), simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : stem fremitus simetris kanan kiri.
Perkusi : sonor dikedua lapang paru
Auskultasi :bronkovesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak nampak
Palpasi : ictus kordis teraba di ICS IV linea midclavicula sinistra, kuat
angkat
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi Jantung 1 dan II regular, Tidak ada murmur dan gallop

Abdomen :
Inspeksi : cembung (+)
Auskultasi : Bising usus (+) N
Perkusi : Timpani
Palpasi : BU normal, turgor baik, supel, hepar teraba 2 jari di bawah arcus
costae, lien tidak teraba.
Genitalia : laki-laki, testis (+/+)
Ekstremitas : Akral hangat , edema -/-, sianosis (+/+), RCT < 2 detik, fleksi (+),
gerak kurang aktif

Pemeriksaan Penunjang :
8 Februari 2019 jam 05.40 (hasil dari RS Permata)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

7
Hematologi Rutin
Hemoglobin 18.9 g/dL 15.2-20.4
Leukosit 12.5 103/mL 5.0 – 10,0
Hematokrit 60.1 % 35 – 49
Trombosit 140 103/mL 150 – 450
Hitung Jenis Leukosit
Limfosit 41.7 % 20 – 30
Granulosit 47.9 % 50-70
GDS 300 Mg/dl <180

8 Februari 2019 jam 07.30


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Hematologi Rutin
Hemoglobin 16.6 g/dL 16.5-21.5
Leukosit 15.9 103/mL 9.0 – 37
Hematokrit 53.8 % 48 – 68
Trombosit 180 103/mL 150 – 450
Hitung Jenis Leukosit
Limfosit 21.1 % 25– 70
Monosit 19 % 1-11
Granulosit 59.9 % 17-60
Golongan darah O
GDS 804 Mg/dl <180
HbsAg neg

Gambaran apusan darah tepi (08/02/2019)

Eritrosit Normositik normokromik

Leukosit Jumlah cukup, neutrofil batang (+)

Trombosit Jumlah cukup, penyebaran merata, morfologi tidak ada


kelainan

8
Kesan Gambaran proses infeksi

III. ASSESMENT

Respiratory distress syndrome

Sepsis neonatorum

Hipotermia

Neonatus, BBLSR, partus spontan

Hiperglikemia e.c stress response

IV. PLAN

Medikamentosa
• CPAP modifikasi
• Loading inf. NaCl 0.9% 5ml/jam, 8 jam GDS stik ulang
• Inj. Aminofilin loading 8 mg -> 3x3.5 mg IV

9
• Inj. Cefotaxime 2x60 mg IV (50 mg/kgBB/12 jam)
• Inj. Gentamisin 1x6 mg IV (4-5 mg/kgBB/36 jam)

Non Medikamentosa
- Rawat inkubator untuk hipotermia
- OGT

V.PROGNOSIS
Qua ad vitam : dubia ad malam
Qua ad fuctionam : dubia ad malam
V. Qua ad sanationam : dubia ad malam

VI. PERJALANAN PENYAKIT

Tgl, Jam Klinis, Penunjang Assessment Terapi, Tindakan, Diet, Program


8/2/2019 PERINATOLOGI - Respiratory distress o Rawat incubator
09.00 HP: 1 BB:1100 - Apnea of o VTP-> suction -> CPAP FiO2 40%,
gr, PB : 37 cm prematurity PEEP 7 cmH20
S: - Sepsis neonatorum o Loading inf. NaCl 0.9% 11 ml->
pasien distress, - Syok septik kec 22ml/jam-> dilanjut 5 ml/jam
henti nafas - Hipotermia o Inj. Aminofilin loading 8 mg ->
O: - Neonatus, BBLSR, 3x3.5 mg IV
KU : lemah partus spontan o Inj. Dobutamin 10 Mg/kg/menit)->
HR : 180x/menit - Hiperglikemia e.c 22 Mg + NS s/d 24 mL-> 1 mL/jam
RR :-x/menit stress response o Inj. Cefotaxime 2x60 mg IV (50
t : 35.3ºC mg/kgBB/12 jam)
SpO2: 90% o Inj. Gentamisin 1x6 mg IV (4-5
Retraksi intercostal mg/kgBB/36 jam)
(+) o Inj. Dexamethasone 3x0.5 mg IV
GDS= Hi o Cek GDS 8 jam pasca loading NaCl
0.9%
o Rawat ICU
o Pasang monitor

15.30 S: - Respiratory distress o Rangsang taktil-> respons (-) ->


pasien apnea - Apnea of VTP
O: prematurity
KU : lemah - Sepsis neonatorum
HR : 134x/menit - Syok septik
RR :apnea - Hipotermia
t : 36.5ºC - Neonatus, BBLSR,
SpO2: 88% partus spontan
- Hiperglikemia e.c
stress response
15.40 S: - Apnea, bradikardia o Intubasi
Kondisi masih - Respiratory distress o Kompresi VTP melalui ETT
buruk - Apnea of o RJP 3:1 selama 1 menit-> evaluasi-
O: prematurity > HR 104x/menit, SpO2 80%, RR(-

10
KU : lemah -
Sepsis neonatorum )
HR : 65x/menit -
Syok septik
RR :apnea -
Hipotermia
t : 36.5ºC -
Neonatus, BBLSR,
SpO2: 90% partus spontan
- Hiperglikemia e.c
stress response
15.50 S: pasien tidak - Apnea, asistol o Inj epinefrin 1;10.000 0,2 mlIV ->
bernafas kompresi VTP melalui ETT 3:1
O: KU : lemah selama 1 menit -> evaluasi
HR : 65x/menit
RR :-
SpO2: 64%
16.00 S: pasien tidak - Apnea, asistol o Pasien dinyatakan meninggal di
bernafas, nadi (-) depan keluarga, keluarga dapat
O: KU : - menerima
HR : -x/menit o Penyebab langsung kematian : gagal
RR :- nafas
SpO2:- o Penyebab antara : respiratory
distress syndrome berat
o Penyebab dasar : sepsis
neonatorum, hipotermia, BBLSR,
syok septik

11
VII. TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit Membran Hialin

Definisi

Penyakit membran hialin atau sindroma gawat napas bayi baru lahir adalah suatu
penyakit yang menyebabkan kegagalan pernapasan pada bayi prematur dapat disebabkan
karena kekurangan surfaktan.1 Kekurangan surfaktan ini menyebabkan kegagalan
pengembangan kapasitas residu fungsional dan kecenderungan paru-paru untuk mengalami
atelektasis,2 ketidaksesuaian antara ventilasi dan perfusi, hipoksemia, hiperkarbia yang dapat
menyebabkan asidosis respiratorik. Asidosis ini menyebabkan vasokonstriksi yang merusak
integritas endotel dan epitel paru menghasilkan kebocoran eksudat yang kemudian
membentuk suatu membran hialin.1,3

Etiologi dan Patofisiologi Penyakit Membran Hialin

Penyakit membran hialin disebabkan oleh penurunan fungsi dan pengurangan jumlah
surfaktan. Surfaktan sendiri merupakan kompleks lipoprotein yang terdiri dari fosfolipid
seperti lesitin, fosfatidil gliserol, kolesterol, dan apoprotein (protein surfaktan; PS-A, B, C, D)
yang disintesis oleh sel epitelial alveolar tipe II dan sel Clara yang semakin banyak
jumlahnya seiring dengan umur kehamilan yang bertambah.1.2 Komponen-komponen ini
selanjutnya disimpan di dalam sel alveolar tipe II yang akan dilepaskan ke dalam alveoli
untuk mengurangi tegangan permukaan dan mencegah kolaps paru sehingga membantu
mempertahankan stabilitas alveolar. Kadar surfaktan matur muncul sesudah umur kehamilan
35 minggu. Namun, jika bayi terlahir dalam keadaan prematur, maka fungsi ini tidak dapat
berjalan dengan baik. Adanya imaturitas pada bayi prematur, jumlah surfaktan yang
dihasilkan dan dilepaskan tidak mencukupi kebutuhan saat lahir.2 Surfaktan yang jumlahnya
tidak mencukupi atau tidak ada ini, menyebabkan tegangan permukaan yang tinggi antara
perbatasan gas alveolus dengan dinding alveolus sehingga paru sulit untuk mengembang dan
bayi berupaya melakukan usaha ventilasi imatur dengan tetap tidak terisi gas di antara upaya
pernapasan. Bayi menjadi semakin berat untuk bernapas dan hipoventilasi.4 Kekurangan
sintesis atau pelepasan surfaktan pada bayi prematur yang mempunyai unit saluran
pernapasan yang masih kecil dan dinding dada lemah dapat menimbulkan atelektasis dan
hipoksia2 sehingga menyebabkan peningkatan gagal napas4 sehingga, dapat disimpulkan
bahwa penyakit membran hialin disebabkan oleh adanya atelektasis dari tiga faktor yang
saling berhubungan : a) tegangan permukaan yang tinggi akibat fungsi surfaktan yang tidak
optimal dan defisiensi jumlah sintesis atau pelepasan surfaktan b) fungsi unit pernapasan
yang masih kecil, dan c) Dinding dada bayi yang masih lemah.2,4

Diagnosis Penyakit Membran Hialin

Penyakit membran hialin didiagnosis dengan memperhatikan perjalanan klinis,


radiologi (rontgen dada), nilai gas darah, serta status asam basa.23 Tanda klinis berupa

12
kegagalan bayi dalam bernapas yang semakin berat pada beberapa jam pertama kelahiran.
Tanda khas berupa suara mendengkur, sianosis, retraksi sternum dan interkosta, serta
takipneu (frekuensi napas > 60 x/menit).25

Gambaran radiologi paru pada bayi baru lahir dengan penyakit membran hialin adalah
gambaran serbuk kaca (ground glass) atau retikulogranuler yang difus dan halus, volume
paru kecil, serta bronkogram udara5 yang sering lebih jelas pada lobus bagian bawah3.4 dan
pada jam pertama kelahiran, mungkin didapatkan gambaran yang normal. Tanda khas
tersebut biasanya ada pada 6-12 jam berikutnya. Apabila diberikan CPAP kemungkinan
terdapat variasi pada foto paru.4 Neontaus yang diberikan CPAP dapat mempunyai gambaran
yang lebih baik, paru terisi udara dengan tanpa bronkogram udara. Bayi baru lahir yang
mempunyai satdium yang lebih berat, mungkin tidak mampu mengembangkan parunya yang
terlihat lebih opak. Ukuran jantung pada umumnya normal, tetapi bisa tampak membesar
karena berkurangnya volume paru dan bayangan timus yang masih besar.5

Derajat Penyakit Membran Hialin menurut Radiologi :

Gambar 1a. Grade I Penyakit membran Gambar 1b. Grade II Penyakit

hialin.6 membran hialin.6

13
Gambar 1c. Grade III Penyakit membran Gambar 1d. Grade IV Penyakit

hialin.6 membran hialin.6

CPAP (Continous Positive Airway Pressure)

Definisi

Continous Positive Airway Pressure (CPAP) yang termasuk ke dalam continous distending
pressure (CDP) adalah suatu alat atau metode untuk mempertahankan tekanan positif saluran
pernapasan.7 Continous Positive Airway Pressure (CPAP) digunakan untuk mencegah kolaps
paru pada akhir ekspirasi selama pernapasan spontan8 dan pada bayi prematur, aplikasi CPAP
berhubungan dengan penurunan kegagalan pernapasan dan penurunan kematian.9
Penggunaan CPAP dapat melalui face mask, nasopharyngeal tube, atau nasal menggunakan
ventilator konvensional, bubble circuit, atau CPAP driver.9

Sistem CPAP

1. Ventilator Mekanik

2, Bubble CPAP

Komponen CPAP

1. Sebuah sirkuit untuk alirkan oksigen terus menerus yang kemudian dihisap oleh bayi:
a. Sumber O2 & udara FiO2 yang sesuai

b. Flow meter

c. Sebuah humidifier menghangatkan & melembabkan

2. Sebuah alat untuk menghubungkan sirkuit ke saluran napas neonatus.


a. Pipa endotrakeal
o Pipa Nasopharynx
o Nasal prong (metode disukai)
b. Sungkup muka
c. Sungkup hidung
3. Sebuah alat untuk menghasilkan tekanan positif pada sirkuit

Tekanan positif dalam sirkuit dapat dicapai dengan perendaman selang ekspirasi distal
dalam larutan asam asetat 0,25% sampai kedalaman yang diharapkan (5 cm).10

14
Indikasi CPAP

Indikasi CPAP pada bayi baru lahir dengan penyakit membran hialin adalah11 :

1. Frekuensi napas > 60 kali per menit


2. Merintih (grunting)
3. Retraksi napas
4. Saturasi oksigen < 93 %
5. Sering mengalami apneu
6. Kebutuhan oksigen > 60 %

Kontraindikasi CPAP

Kontraindikasi CPAP pada bayi baru lahir dengan penyakit membran hialin adalah7,11 :

1. Anomali kongenital ; hernia diafragmatika, choanal atresia, tracheo-oesophageal


fistula
2. Trauma nasal
3. Perforasi gastrointestinal
4. Apneu dan bradikardi yang tidak membaik dengan CPAP
5. Instabilitas kardiovaskuler, yang lebih baik diberikan ventilator

CPAP pada Bayi baru lahir dengan Penyakit Membran Hialin

Continous Positive Airway Pressure (CPAP) merupakan alat yang sederhana, tidak
invasif dan efektif untuk penanganan penyakit membran hialin pada bayi baru lahir.12,13
Continous Positive Airway Pressure (CPAP) terbukti dapat memperbaiki kapasitas residual
paru, mengurangi apneu, sianotik dan mencegah paru kolaps. Penelitian yang dilakukan oleh
Gregory diketahui bahwa 7 dari 10 pasien dengan berat lahir <1500 gram yang menderita
penyakit membran hialin dan diberikan CPAP dapat bertahan hidup.14 Dunn, meneliti bahwa
CPAP yang diberikan pada bayi baru lahir dengan penyakit membran hialin yang dirawat di
neonatal intensive care unit (NICU) dapat menurunkan mortalitas secara spesifik dari 33%
menjadi 14,9%.15 CPAP membantu dengan merekrut alveoli atelektasis dan meningkatkan
metabolisme surfaktan serta pada penggunaan awal CPAP mengurangi kebutuhan ventilasi
berikutnya dan menurunkan risiko penyakit paru-paru kronis. CPAP terbukti bermanfaat pada
bayi prematur dengan berat lahir sangat rendah (<1500 gram) dan dapat digunakan untuk
gangguan pernapasan setelah lahir, terlepas dari kriteria etiologi, radiologi dan gas darah.

Kriteria untuk memulai CPAP adalah gangguan pernapasan sedang-berat, PaO2


kurang dari 50 sampai 60 mm Hg saat pasien bernapas 60% oksigen dan apnea berulang.12

Mekanisme CPAP pada Bayi baru lahir dengan Penyakit Membran Hialin

15
Aplikasi utama dari CPAP adalah pengobatan hipoksemia.14 Continous Positive
Airway Pressure (CPAP) dapat meningkatkan functional residual capacity (FRC) sehingga
memperbaiki oksigenasi jaringan, memperbaiki dan mencegah alveolus kolaps kembali
selama fase ekspirasi.2,8 Penggunaan CPAP dapat pula mengurangi apneu, mencegah
obstruksi saluran napas atas, mengurangi sianotik, bradikardi, dan kebutuhan dirawat di
ruangan intensif. Continous Positive Airway Pressure (CPAP) menjaga kadar oksigenasi
arterial melalui berbagai mekanisme yang komplek, yaitu :

1. Meningkatkan FRC (functional residual capacity).16


2. Menurunkan shunting dari kanan ke kiri dengan menurunkan ventilasi dengan
memberikan kesesuaian perfusi.17
3. Menstabilkan RR (respiratory rate).18
4. Menurunkan edema alveoli.7
5. Mempertahankan surfaktan.7
6. Mencegah alveoli kolaps dan atelektasis.8
7. Menurunkan apneu dan mempertahankan jalan napas.18
Peningkatan oksigenasi tersebut terjadi karena pembukaan kembali alveoli
yang kolaps atau yang tidak stabil sehingga luas permukaan alveolus untuk pertukaran
gas meningkat, mengurangi intrapulmonary shunting dan meningkatkan metabolisme
surfaktan. Continous Positive Airway Pressure (CPAP) dapat mencegahan kolaps
alveoli sehingga CPAP dapat menghemat surfaktan. Inilah sebabnya mengapa CPAP
lebih efektif diberikan pada awal penyakit ketika sebagian alveoli masih terbuka. Bayi
berat lahir rendah (BBLR) dinding dada cenderung kolaps dengan turunnya diafragma
(respirasi paradoks) dan menyebabkan volume tidal kecil dan tidak efektif. Continous
Positive Airway Pressure (CPAP) membantu mempertahankan dinding dada dan
saluran udara. Hal ini mengurangi resistensi saluran napas dan meningkatkan ventilasi
paru sehingga memungkinkan volume tidal menjadi lebih besar dan dapat mengurangi
kerja pernapasan.19

Faktor Risiko Kematian Bayi baru lahir Penderita Penyakit Membran Hialin yang
diberi CPAP

1. Berat Lahir (<2500 gram)


Bayi dengan berat lahir rendah (<2500 gram) berperan dalam kegagalan CPAP nasal.13
Dinding dada cenderung kolaps pada bayi berat lahir rendah (BBLR).19 Penelitian yang
dilakukan oleh Numan, menunjukkan bahwa berat badan bayi baru lahir yang lahir
<1500 gram merupakan salah satu faktor kegagalan CPAP.20 Penelitian lain
menunjukkan sebanyak 76% bayi lahir dengan berat <1250 gram bertahan hidup/survive
dan sebanyak 50 % bayi yang mempunyai berat <750 gram bertahan hidup dengan
CPAP.21

2 Kejadian Infeksi

16
Infeksi dan / atau disfungsi multiorgan adalah prediktor kematian yang sering menyertai
gawat napas pada bayi baru lahir22 seperti pneumonia dan tuberkulosis.23 Bayi yang
mengalami infeksi atau sepsis secara umum secara klinis tidak spesifik yang dapat
dilihat dari gejala gawat napas; apnea, takipnea, sianosis, gejala gastrointestinal; muntah,
diare, distensi abdomen, nafsu minum yang buruk, hipoglikemia/hiperglikemia,
hepatomegali, ikterus, lemah, lesu, suhu menurun atau meningkat, ruam kulit yang tidak
biasa atau perubahan warna kulit, terus menangis dengan kuat, iritabilitas yang tidak
biasa, kejang, atau hipotensi. Indikator Laboratorium meliputi leukosit >25.000/mm3
atau <5.000/mm3, trombosit < 100.000/mm3, c-reactive protein (CRP) yang meningkat
>0,5 mg/dl, laju endap darah (LED) meningkat melebihi nilai normal. Nilai normal LED
pada 2 minggu kehidupan, adalah [usia bayi (dalam hari)+3], setelah 2 minggu, nilai
normalnya adalah 10-20 ml/jam. Infeksi bakteri adalah penyebab lain yang mungkin dari
gangguan pernapasan bayi. Patogen umum meliputi kelompok Staphylococcus aureus,
Streptococcus pneumoniae, dan batang enterik gram negatif. Infeksi bakteri
membutuhkan waktu untuk berkembang, dengan konsekuensi pernapasan terjadi
beberapa jam setelah lahir.24 Sepsis karena infeksi paru nosokomial adalah penyebab
paling umum kematian di antara pasien yang meninggal. Pasien jarang meninggal akibat
gagal napas.25 Infeksi dapat mempersulit pengelolaan penyakit membran hialin dan
dapat bermanifestasi dalam berbagai cara, termasuk kegagalan untuk memperbaiki,
menimbulkan kerusakan mendadak, menimbulkan perubahan jumlah sel darah putih
(leukosit) dan trombositopenia.23 Respon inflamasi sistemik pada infeksi pada akhirnya
akan mengeluarkan endotoksin, aktivasi sel darah putih, adhesi, migrasi dan merusak
endotel serta alveolus26 sehingga respon infeksi yang terjadi memperburuk keadaan
penderita yang disertai adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi
dapat pula timbul karena tindakan yang invasiv seperti pemasangan jarum, kateter, dan
pemasangan alat-alat respirasi.27

3. Prematuritas

Penelitian yang dilakukan Ho JJ dkk telah mengkonfirmasi manfaat CPAP dalam


mengurangi laju kegagalan pernafasan dan kematian bila digunakan pada bayi
prematur.9 Bayi pematur yang dilahirkan dengan umur gestasi <37 minggu mempunyai
resiko tinggi terhadap pernyakit yang berhubungan dengan prematuritas, seperti penyakit
membran hialin.7 Umur gestasi ≤30 minggu merupakan salah satu faktor risiko
kegagalan CPAP pada bayi baru lahir dengan penyakit membran hialin.20 Penelitian
yang dilakukan oleh Colin dkk menunjukkan bahwa pada umur kehamilan 36 minggu,
33,9% dari 307 bayi yang diberi CPAP meninggal disertai displasia bronkopulmoner.28
Hasil penelitian Dargavile dkk yang dilakukan di rumah sakit Royal Hobert
menunjukkan bahwa ada hubungan antara umur gestasi dengan kegagalan CPAP. Bayi
umur gestasi 25-28 minggu, didapatkan angka kegagalan CPAP sebesar 45% sedangkan
angka kegagalan CPAP pada umur gestasi 29-32 minggu sebesar 15%.29

17
Gambar 2. Penurunan insidensi PMH berdasarkan umur gestasi. (NIHCD Neonatal
Research Network).8

4 Derajat Keasaman

Derajat keasaman/pH darah dapat digunakan untuk menentukan baik buruknya


prognosis bayi. Derajat keasaman/pH < 7,2 , paCO2 > 60 mmHg, dan paO2 < 50
mmHg termasuk kedalam kriteria penyebab kegagalan CPAP pada bayi baru lahir.27
derajat keasaman/pH darah < 7,2 yang menetap pada bayi baru lahir dapat berakibat
terjadinya asidosis yang berat dan memperburuk prognosis bayi baru lahir dengan
PMH.9

5. Waktu Mulai Pemberian CPAP (>5 Jam dari Kelahiran)

Pemberian CPAP pada masa awal kehidupan bayi baru lahir berpengaruh secara
signifikan terhadap penurunan kegagalan dan ketergantungan pemberian tekanan
positif28 namun, belum ada penelitian terhadap mortalitasnya.13 Pemberian CPAP
pada lima jam kehidupan pertama menurunkan angka kegagalan CPAP yang lebih
baik pada bayi baru lahir dibandingkan dengan pemberian CPAP setelah lima jam
kehidupan.39 Penelitian lain menunjukkan bahwa ada manfaat pemberian CPAP pada
awal kehidupan ketika ada tanda klinis dan bukti radiologi terjadinya gangguan
pernapasan daripada menunggu sampai ada kerusakan lebih lanjut. Manfaat tersebut
berupa penurunan yang signifikan dalam penggunaan ventilasi tekanan positif
intermiten.9

6. Lama Pemberian CPAP

Pemberian CPAP yang lama berhubungan dengan keluaran neonatal yang buruk dan
kegagalan CPAP (p<0,05).40 Belum ada penelitian yang khusus membandingkan antar
lama/durasi pemberian CPAP dengan mortalitas penyakit membran hialin, namun
pemberian CPAP dengan durasi yang lama akan meningkatkan risiko kegagalan
CPAP.26 Lama pemberian CPAP berkurang seiring dengan pemberian CPAP pada
waktu awal kehidupan.26

7. Diabetes Melitus Ibu

Diabetes melitus ibu pada waktu kehamilan disebut juga diabetes gestasional sesuai
kriteria ADA adalah ibu hamil dengan gula darah puasa ≥5.3 mmol/L atau 95 mg/dL
atau gula darah 1 jam ≥10.0 mmol/L atau 180 mg/dL atau gula darah 2 jam ≥8.6
mmol/L atau 155 mg/dL. Insidensi penyakit membran hialin cukup tinggi pada bayi

18
baru lahir dengan ibu yang menderita dibetes melitus.41 Kelebihan insulin pada bayi
mengganggu axis glukokortikoid yang mengatur fungsi dan sintesis surfaktan.42
Sintesis surfaktan yang berperan penting dalam terjadinya penyakit membran hialin
dipengaruhi oleh hormon cenderung menghambat fungsi surfaktan. Hal ini
menjelaskan mengapa bayi baru lahir dari ibu yang menderita diabetes melitus
beresiko terkena penyakit membran hialin.41

8. Sindroma Aspirasi Mekonium

Aspirasi mekonium sering terjadi pada intrauterine atau intrapartum. Umumnya


terjadi pada bayi cukup bulan.43 Mekonium terdiri dari sel-sel mati, sekresi, lanugo,
air, pigmen empedu, enzim pankreas, dan cairan ketuban. Meskipun steril, mekonium
bersifat iritasi, obstruktif, dan media kultur bagi bakteri. Mekonium dapat
menyebabkan hipoksia atau gawat janin dalam rahim. Hipoksia terjadi karena aspirasi
berlangsung dalam rahim. Sindrom aspirasi mekonium menyebabkan gangguan
pernapasan seperti penyakit membran hialin yang signifikan segera setelah bayi lahir
dengan mempengaruhi fungsi surfaktan.43

9. Derajat PMH

Derajat beratnya penyakit membran hialin berperan terhadap angka kematian bayi.
Angka kematian bayi dengan penyakit membran hialin menjadi lebih tinggi seiring
dengan lebih beratnya derajat penyakit membran hialin yang diderita.21 Penyakit
membran hialin dengan derajat yang berat tidak menunjukkan hasil yang baik ketika
diberikan CPAP.44

10. Asfiksia

Asfiksia merupakan keadaan janin atau bayi baru lahir kekurangan oksigen (hipoksia)
dan/atau kurangnya perfusi (iskemik) ke berbagai organ, yang akan menyebabkan
kesulitan dalam membangun respirasi spontan.45 Asfiksia saat lahir terbukti menjadi
faktor penting dalam pengembangan penyakit. Lima menit asfiksia segera sebelum
napas pertama sangat meningkatkan insiden dan keparahan penyakit membran hialin
karena aktivitas surfaktan berkurang. Kematangan paru berkaitan dengan produksi
surfaktan. Paru-paru dan sistem surfaktan paling rentan terhadap hipoksia dan / atau
asidosis pada tahap awal produksi surfaktan.46 Proses biokimiawi asfiksia terjadi
peningkatan PaCO2, penurunan PaO2, dan derajat keasaman/pH. Hipoksia terjadi bila
kadar PaO2 sudah sangat rendah.47 Bayi dengan penyakit membran hialin bila disertai
asfiksia maka fungsi dari sistem pernapasannya akan menurun sehingga terjadi
disfungsi organ dan kematian sel.48 Asfiksia merupakan faktor risiko kematian
penyakit membran hialin yang independen pada bayi.49

Kriteria diagnosis asfiksia berupa skor APGAR, adanya asidosis metabolik, dan
adanya gangguan fungsi organ neurologis. Skor APGAR digunakan untuk
mendiagnosis asfiksia dan mengklasifikasikan derajatnya, bukan untuk memulai
kapan dilakukan resusitasi. Secara cepat diagnosis di komunitas adalah adanya

19
gangguan dalam pernapasan, asidosis metabolik yang ditunjukkan dengan analisis gas
darah, warna kulit dan frekuensi jantung yang menunjukkan asidosis metabolik.50
Asfiksia dengan skor APGAR < 7 disebutkan sebagai faktor risiko kematian bayi
dengan penyakit membran hialin.24

11. Tidak diberikan Antenatal Streoid

Pemberian antenatal steroid pada ibu hamil sebelum melahirkan, terbukti menurunkan
insidensi dan tingkat keparahan serta menurunkan risiko kematian bayi baru lahir
dengan penyakit membran hialin.51 Sebuah penelitian meta analisis menyatakan
bahwa pemberian antenatal steroid menurunkan mortalitas bayi prematur (<36
minggu) sebanyak 31%. Antenatal steroid mampu melintasi plasenta dan memicu
proses pematangan yang mengarah ke pelepasan surfaktan dan fungsinya ke dalam
alveoli.52 Bayi baru lahir yang ibunya menerima antenatal steroid secara signifikan
mempunyai skor Apgar yang lebih baik pada menit ke-1 dan ke- 5 sedangkan bayi
baru lahir dari ibu yang tidak pernah diberikan antenatal steroid menunjukkan status
kesehatan yang buruk pada 12 jam kehidupan.53

12 Tidak diberikan Surfaktan

Defisiensi surfaktan merupakan faktor penyebab terjadinya penyakit membran hialin.


Defisiensi surfaktan menyebabkan atelektasis secara progresif dan meningkatkan
kejadian distres napas pada 24-48 jam pasca lahir. Avery dan Mead memperkenalkan
pertama kali pada tahun 1959. Penemuan dan penggunaan surfaktan untuk penyakit
membran hialin pada bidang kedokteran, dapat mengurangi kebutuhan tekanan
ventilator dan konsentrasi oksigen yang tinggi. Surfaktan diberikan sebagai
pencegahan/profilaksis maupun terapi pada penyakit membran hialin.27 Pemberian
profilaksis berhubungan dengan epithel paru pada bayi prematur yang mengalami
kerusakan dalam waktu beberapa menit saja setelah pemberian ventilasi. Terapi
surfaktan yang diberikan segera setelah lahir dapat menurunkan derajat beratnya
penyakit membran hialin, menurunkan kerusakan jalan napas, meningkatkan gas
darah, meningkatkan fungsi paru dan kelangsungan hidup.27

20
VIII. ALUR KEMATIAN

Faktor Ibu Faktor Persalinan Faktor Janin


1. KPD >18 jam 1. Preterm 1. BBLSR
2. Post trauma (pijat) 2. Preterm
3. Hipotermia

Risiko infeksi janin

Pneumonia kongenital Hipotermia Risiko RDS/ HMD

Sepsis neonatorum Gangguan nafas


awitan dini

Syok sepsis Gagal nafas

Kematian

21

Anda mungkin juga menyukai