Resume Hal. 1-2
Resume Hal. 1-2
ABSTRAK
Ciri utama dari gangguan gejala somatic adalah kekhawatiran yang berlebihan
terhadap gejala fisiknya. Pemeriksaan klinis dan investigasi yang detail tidak dapat
mengungkapkan adanya kelainan untuk menjelaskan gejalanya. Gangguan gejala
somatik sering terjadi pada masa kanak-kanak. Cognitive Behavioural Therapy
(CBT) yang dilakukan oleh para ahli dapat menghilangkan gejala somatik yang
berhubungan dengan kecemasan dan stres. Jika tidak diberikan lebih awal, gejala
fisik menetap yang terkait dengan stres emosional akan menyebabkan kecacatan
fungsional yang signifikan pada masa kanak-kanak dan berisiko tinggi mengalami
gangguan kecemasan dan gangguan depresi pada masa dewasa muda. Oleh karena
itu, intervensi dini dengan menggunakan CBT harus diberikan kepada semua anak
dengan gangguan gejala somatik.
Gejala fisik yang menetap dihubungkan dengan perasaan yang tidak seimbang
dan perilaku yang dimasukkan dalam diagnosis baru di Somatic Symptom Disorder
(SSD) pada Diagnostic and Statistical Manual, edisi 5 (DSM-5). Kategori
diagnosis sebelumnya disebut gangguan somatoform dan saat ini dikenal sebagai
gangguan gejala somatik. Anak-anak dengan gangguan gejala somatik memiliki
keluhan nyeri somatik, yang tidak dapat dijelaskan melalui diagnosis medis.
Prevalensi
Gejala Klinis
Somatisasi pada umumnya terjadi pada anak-anak dan remaja. Gejala utama
gangguan ini adalah kekhawatiran pada gejala fisiknya yang mengakibatkan
perasaan berlebihan. Pikiran tentang gejala fisik akan sangat menyusahkan dan bisa
berakibat terganggunya aktivitas sehari-hari. Anak-anak biasanya memiliki tingkat
kecemasan yang tinggi. Gejala somatik harus menetap dan berkaitan dengan nyeri
yang dominan. Stres yang berhubungan dengan kemampuan akademis, hubungan
keluarga, pribadi dan kelompok sebaya serta perlindungan berlebihan dari orang
tua merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya gangguan gejala somatik.
Terdapat hubungan yang kuat antara faktor emosional dan keluhan fisik pada anak-
anak. Dalam penelitian yang melibatkan 1323 anak, yang direkrut dari Copenhagen
Child Cohort ditemukan gejala kecemasan kesehatan sebanyak 17,6 %.