Anda di halaman 1dari 19

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang tumbuh didaerah
nasofaring dengan predileksi di fosa Rossenmuller dan atap nasofaring (Arima,
2006 dan Nasional Cancer Institute, 2009). Kanker nasofaring adalah tumor ganas
yang berasal dari sel epitel nasofaring. Tumor ini bermula dari dinding lateral
nasofaring (fossa Rosenmuller) dan dapat menyebar ke dalam atau keluar
nasofaring menuju dinding lateral, posterosuperior, asar tengkorak, palatum,
kavum nasi, dan orofaring serta metastasis ke kelenjar limfe leher. Nasofaring
merupakan suatu ronga dengan dinding kaku di atas, belakang dan lateral yang
secara anatomi termasuk bagian faring. Ke anterior berhubungan dengan rongga
hidung melalui koana dan tepi belakang septum nasi, sehingga sumbatan hidung
merupakan gangguan yang sering timbul. Kea rah posterior dinding nasofaring
melengkung ke supero-anterior dan terletak di bawah os sphenoid, sedangkan
bagian belakang nasofaring berbatasan dengan ruang retrofaring, fasia pre
vertebralisdan otot-otot dinding faring. Pada dinding lateral nasofaring terdapat
orifisium tuba eustakius diamana orifisium ini dibatasi superior dan posterior oleh
torus tubarius, sehinga penyebaran tumor ke lateral akan menyebabkan sumbatan
orifisium tuba eustakius dan akan mengganggu pendengaran. Kearah
posterosuperior dari torus tubarius terdapat fossa Rosenmuller yang merupakan
lokasi tersering karsinoma nasofaring. Pada atap nasofaring sering terlihat lipatan-
lipatan mukosa yang dibentuk oleh jaringan lunak sub mukosa, dimana pada usia
muda dinding posterior-superior nasofaring umumnya tidak rata. Hal ini
disebabkan karena adanya jaringan edenoid. Di nasofaring terdapat banyak
saluran getah bening yang terutama mengalir ke lateral bermuara di kelenjar
retrofaring Krause (kelenjar Reuviere).

2.2 Etiologi
A. Etiologi
a) Virus Epstein Barr (EBV)
Pada hampir semua kasus kanker nasofaring telah mengaitkan terjadinya
kanker nasofaring dengan keberadaan virus ini. Virus ini merupakan virus
DNA yang diklasifikasi sebagai anggota famili virus Herpes yang saat ini
telah diyakini sebagai agen penyebab beberapa penyakit yaitu,
mononucleosis infeksiosa, penyakit Hodgkin, limfoma-Burkitt dan kanker
nasofaring.
Virus ini seringkali dijumpai pada beberapa penyakit keganasan lainnya
tetapi juga dapat dijumpai menginfeksi orang normal tanpa menimbulkan
manifestasi penyakit. Virus tersebut masuk ke dalam tubuh dan tetap tinggal
di sana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama.
Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator. Jadi, adanya virus
ini tanpa faktor pemicu lain tidak cukup untuk menimbulkan proses
keganasan.
b) Faktor Genetik
Walaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi
kerentanan terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat
tertentu relatif lebih menonjol. Telah banyak ditemukan kasus herediter dari
pasien karsinoma nasofaring. Penelitian pertama menemukan adanya
perubahan genetik pada ras Cina yang dihubungkan dengan karsinoma
nasofaring adalah penelitian tentang Human Leucocyte Antigen (HLA).
Perubahan genetik mengakibatkan proliferasi sel-sel kanker secara tidak
terkontrol. Beberapa perubahan genetik ini sebagian besar akibat mutasi,
putusnya kromosom, dan kehilangan sel-sel somatik.
Teori tersebut didukung dengan adanya studi epidemiologik mengenai
angka kejadian dari kanker nasofaring. Kanker nasofaring banyak ditemukan
pada masyarakat keturunan Tionghoa.
c) Faktor Lingkungan
Ikan yang diasinkan kemungkinan sebagai salah satu faktor etiologi
terjadinya kanker nasofaring. Teori ini didasarkan atas insiden kanker
nasofaring yang tinggi pada nelayan tradisionil di Hongkong yang
mengkonsumsi ikan kanton yang diasinkan dalam jumlah yang besar dan
kurang mengkonsumsi vitamin, sayur, dan buah segar.
Faktor lain yang diduga berperan dalam terjadinya kanker nasofaring
adalah debu, asap rokok, uap zat kimia, asap kayu bakar, asap dupa, serbuk
kayu industri, dan obat-obatan tradisional, tetapi hubungan yang jelas antara
zat-zat tersebut dengan kanker nasofaring belum dapat dijelaskan.
Belakangan ini penelitian dilakukan terhadap pengobatan alami (chinese
herbal medicine atau CHB) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
erat antara terjadinya kanker nasofaring, infeksi Virus Epstein Barr (EBV),
dan penggunaan CHB. Kebiasaan merokok dalam jangka waktu yang lama
juga mempunyai resiko yang tinggi menderita kanker nasofaring.

2.3 Patofisiologi
Virus Epsteinn-barr adalah virus yang berperan penting dalam timbulnya
kanker nasofaring. Virus yang hidup bebas di udara ini bisa masuk ke dalam
tubuh dan tetap tinggal di nasofaring tanpa menimbulkan gejala, kanker
nasofaring sebenarnya dipicu oleh zat nitrosamine yang ada dalam daging
ikan asin. Zat ini mampu mengaktifkan virus Epsteinn-barr yang masuk ke
dalam tubuh ikan asin, tetapi juga terdapat dalam makanan yang diawetkan
seperti daging, sayuran dan difermentasi (asinan) serta tauco.
2.4 MANIFESTASI KLINIS
Secara singkat gejala-gejala dari karsinoma nasofaring adalah sebagai
berikut :

1. Epiktasis : sekitar 70% pasien mengalami gejala ini, diantaranya 23,2 %


pasien datang berobat dengan gejala awal ini . Sewaktu menghisap dengan
kuat sekret dari rongga hidung atau nasofaring , bagian dorsal palatum
mole bergesekan dengan permukaan tumor , sehingga pembuluh darah di
permukaan tumor robek dan menimbulkan epiktasis. Yang ringan timbul
epiktasis, yang berat dapat timbul hemoragi nasal masif.
2. Hidung tersumbat : sering hanya sebelah dan secara progesif bertambah
hebat. Ini disebabkan tumor menyumbat lubang hidung posterior.

3. Tinitus dan pendengaran menurun: penyebabnya adalah tumor di resesus


faringeus dan di dinding lateral nasofaring menginfiltrasi , menekan tuba
eustaki, menyebabkan tekana negatif di dalam kavum timpani , hingga
terjadi otitis media transudatif . bagi pasien dengan gejala ringan, tindakan
dilatasi tuba eustaki dapat meredakan sementara. Menurunnya kemmpuan
pendengaran karena hambatan konduksi, umumnya disertai rasa penuh di
dalam telinga.

4. Sefalgia : kekhasannya adalah nyeri yang kontinyu di regio temporo


parietal atau oksipital satu sisi. Ini sering disebabkan desakan tumor,
infiltrasi saraf kranial atau os basis kranial, juga mungkin karena infeksi
lokal atau iritasi pembuluh darah yang menyebabkan sefalgia reflektif.

5. Rudapaksa saraf kranial : kanker nasofaring meninfiltrasi dan ekspansi


direk ke superior, dapat mendestruksi silang basis kranial, atau melalui
saluran atau celah alami kranial masuk ke area petrosfenoid dari fosa
media intrakanial (temasuk foramen sfenotik, apeks petrosis os temporal,
foramen ovale, dan area sinus spongiosus ) membuat saraf kranial III, IV,
V dn VI rudapaksa, manifestasinya berupa ptosis wajah bagian atas,
paralisis otot mata ( temasuk paralisis saraf abduksi tersendiri ), neuralgia
trigeminal atau nyeri area temporal akibat iritasi meningen ( sindrom
fisura sfenoidal ), bila terdapat juga rudapaksa saraf kranial II, disebut
sindrom apeks orbital atau petrosfenoid.

6. Pembesaran kelenjar limfe leher : lokasi tipikal metastasisnya adalah


kelenjar limfe kelompok profunda superior koli, tapi karena kelompok
kelenjar limfe tersebut permukaannya tertutup otot sternokleidomastoid,
dan benjolan tidak nyeri , maka pada mulanya sulit diketahui. Ada
sebagian pasien yang metastasis kelenjar limfenya pertama kali muncul di
regio untaian nervi aksesorius di segitiga koli posterior.
7. Gejala metastasis jauh : lokasi meatstasis paling sering ke tulang, paru,
hati . metastasi tulang tersering ke pelvis, vertebra, iga dan keempat
ekstremitas. Manifestasi metastasis tulang adalah nyeri kontinyu dan nyeri
tekan setempat, lokasi tetap dan tidak berubah-ubah dan secara bertahap
bertambah hebat. Pada fase ini tidak selalu terdapat perubahan pada foto
sinar X, bone-scan seluruh tubuh dapat membantu diagnosis. Metastasis
hati , paru dapat sangat tersembunyi , kadang ditemukan ketika dilakukan
tindak lanjut rutin dengan rongsen thorax , pemeriksaan hati dengan CT
atau USG (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 147 -148).

8.

2.5 Pemeriksaan diagnostic


1. Nasofaringoskopi
a) tanpa menggunakan kateter
menggunakan kaca dan lampu khusus untuk menilai nasofaring dan area
yang dekat sekitarnya. Pada pasien dewasa yang tidak sensitif,
pemeriksaan ini dapat dilakukan.Tumor yang tumbuh eksofitik dan sudah
agakbesar akan dapat tampak dengan mudah.

b) menggunakan kateter
menggunakan sebuah fibreoptic scope (lentur, menerangi, tabung sempit
yang dimasukkan ke rongga hidung atau mulut) untuk menilai secara
langsung lapisan nasofaring. Dua buah kateter dimasukkan masing-masing
kedalam rongga hidung kanan dan kiri, setelah tampak di orofaring, ujung
katater tersebut dijepit dengan pinset dan ditarik keluar selanjutnya
disatukan dengan masing-masing ujung kateter yang lainnya.
2. Biopsi nasofaring yaitu Penghapusan sel atau jaringan sehingga dapat
dilihat dibawah mikroskop oleh patologi untuk memastikan tanda-tanda
kanker
3. Pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan leher untuk mengetahui
keberadaan tumor sehingga tumor primer yang tersembunyi pun akan
ditemukan. Memastikan luas lesi,memonitor kondisi remisi tumor pasca
terapi dan pemeriksaan tindak lanjut
4. Pemeriksaan Serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk mengetahui
infeksi virus E-B.

1) Titer antibodi (Viral Capsid Antigens-Imunoglobulin A) VCA-IgA


>= 1:80;
2) Dari penelitian pemeriksaan VCA-IgA, (Early Antigen-
Imunoglobulin) EA-IgA dan EBV-DNAseAb, dua diantara tiga
indikator tersebut positif.
3) Dari tiga indikator pemeriksaan diatas, salah satu menunjukkan
titer yang tinggi kontinu atau terus meningkat.
5. Pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narkosis.
(Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 148 - 149).

2.6 Penatalaksanaan
1. Radioterapi
Hal yang perlu dipersiapkan adalah keadaan umum pasien baik, hygiene
mulut, bila ada infeksi mulut diperbaiki dulu. Pengobatan tambahan yang
diberikan dapat berupa diseksi leher (benjolan di leher yang tidak menghilang
pada penyinaran atau timbul kembali setelah penyinaran dan tumor induknya
sudah hilang yang terlebih dulu diperiksa dengan radiologik dan serologik),
pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin
dan antivirus.
2. Kemoterapi
Kemoterapi meliputi kemoterapi neodjuvan, kemoterapi adjuvan dan
kemoradioterapi konkomitan.
3. Operasi pembedahan
Tindakan operasi berupa diseksi leher radikal, dilakukan jika masih ada sisa
kelenjar pasca radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar, dengan syarat bahwa
tumor primer sudah dinyatakan bersih.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN CA NASOFARING
A. Diagnosa Keperawatan (NANDA)
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan
nafas akibat sekresi yang tertahan.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan asupan nutrisi yang tidak adekuat
3. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan interpretasi terhadap informasi
yang salah Risiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan
4. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, imunitas tubuh
menurun
B. Perencanaan Keperawatan (NOC, NIC)

Diagnosa Rencana keperawatan


Keperawatan/
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Masalah Kolaborasi

Ketidakefektifan NOC: NIC:


bersihan jalan nafas a. Respiratory status : a. Pastikan
berhubungan dengan Ventilation (ventilasi kebutuhan oral /
obstruksi jalan nafas tidak terganggu) tracheal
b. Respiratory status :
akibat sekresi yang suctioning.
Airway patency b. Berikan O2 ……
tertahan
(kepatenan jalan napas) l/mnt,
c. Aspiration Control
metode………
(pencegahan aspirasi) c. Anjurkan pasien
untuk istirahat
Setelah dilakukan tindakan dan napas dalam
d. Posisikan pasien
keperawatan selama ………
untuk
jam pasien
memaksimalkan
menunjukkan keefektifan
ventilasi
jalan nafas dibuktikan
e. Lakukan
dengan kriteria hasil :
fisioterapi dada
a. Mendemonstrasikan
jika perlu
batuk efektif dan suara f. Keluarkan sekret
nafas yang bersih, tidak dengan batuk
ada sianosis dan atau suction
g. Auskultasi suara
dispnea (mampu
nafas, catat
mengeluarkan sputum,
adanya suara
bernafas dengan
tambahan
mudah, tidak ada
h. Berikan
pursed lips)
bronkodilator
b. Menunjukkan jalan
i. Monitor status
nafas yang paten (klien
hemodinamik
tidak merasa tercekik, j. Berikan
irama nafas, frekuensi pelembab udara
pernafasan dalam Kassa basah
rentang normal, tidak NaCl Lembab
k. Berikan
ada suara nafas
antibiotik
abnormal)
l. Atur intake untuk
c. Mampu
cairan
mengidentifikasikan
mengoptimalkan
dan mencegah faktor
keseimbangan.
yang penyebab.
m. Monitor respirasi
d. Saturasi O2 dalam
dan status O2
batas normal
n. Pertahankan
e. Foto thorak dalam
hidrasi yang
batas normal
adekuat untuk
mengencerkan
secret
o. Jelaskan pada
pasien dan
keluarga tentang
penggunaan
peralatan : O2,
Suction, Inhalasi
Ketidakseimbangan NOC: NIC:
nutrisi kurang dari a. Nutritional status: a. Kaji adanya alergi
kebutuhan tubuh Adequacy of nutrient makanan
berhubungan dengan b. Nutritional Status : food b. Kolaborasi
asupan nutrisi yang and Fluid Intake dengan ahli gizi
c. Weight Control
tidak adekuat untuk
menentukan
Setelah dilakukan tindakan
jumlah kalori dan
keperawatan selama…. nutrisi
nutrisi yang
kurang teratasi dengan
dibutuhkan pasien
indikator: c. Yakinkan diet
a. Albumin serum yang dimakan
b. Pre albumin serum
mengandung
c. Hematokrit
d. Hemoglobin tinggi serat untuk
e. Total iron binding capacity
mencegah
f. Jumlah limfosit
konstipasi
d. Ajarkan pasien
bagaimana
membuat catatan
makanan harian.
e. Monitor adanya
penurunan BB
dan gula darah
f. Monitor
lingkungan
selama makan
g. Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak
selama jam
makan
h. Monitor turgor
kulit
i. Monitor
kekeringan,
rambut kusam,
total protein, Hb
dan kadar Ht
j. Monitor mual dan
muntah
k. Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan
jaringan
konjungtiva
l. Monitor intake
nuntrisi
m. Informasikan
pada klien dan
keluarga tentang
manfaat nutrisi
n. Kolaborasi
dengan dokter
tentang kebutuhan
suplemen
makanan seperti
NGT/ TPN
sehingga intake
cairan yang
adekuat dapat
dipertahankan.
o. Atur posisi semi
fowler atau
fowler tinggi
selama makan
p. Kelola pemberan
anti emetic
q. Anjurkan banyak
minum
r. Pertahankan
terapi IV line
s. Catat adanya
edema,
hiperemik,
hipertonik papila
lidah dan cavitas
oval
Kurang pengetahuan NOC: NIC :
berhubungan dengan a. Kowlwdge : disease a. Kaji tingkat
interpretasi terhadap process pengetahuan
b. kowledge : health
informasi yang salah pasien dan
c. Behavior
keluarga
b. Jelaskan
Setelah dilakukan tindakan
patofisiologi dari
keperawatan selama …. pasien
penyakit dan
menunjukkan pengetahuan
bagaimana hal ini
tentang proses penyakit dengan
berhubungan
kriteria hasil:
dengan anatomi
a. Pasien dan keluarga
dan fisiologi,
menyatakan pemahaman
dengan cara yang
tentang penyakit, kondisi,
tepat.
prognosis dan program c. Gambarkan tanda
pengobatan dan gejala yang
b. Pasien dan keluarga
biasa muncul
mampu melaksanakan
pada penyakit,
prosedur yang dijelaskan
dengan cara yang
secara benar
tepat
c. Pasien dan keluarga
d. Gambarkan
mampu menjelaskan
proses penyakit,
kembali apa yang
dengan cara yang
dijelaskan perawat/tim
tepat
kesehatan lainnya e. Identifikasi
kemungkinan
penyebab,
dengan cara yang
tepat
f. Sediakan
informasi pada
pasien tentang
kondisi, dengan
cara yang tepat
g. Sediakan bagi
keluarga
informasi tentang
kemajuan pasien
dengan cara yang
tepat
h. Diskusikan
pilihan terapi
atau penanganan
i. Dukung pasien
untuk
mengeksplorasi
atau
mendapatkan
second opinion
dengan cara yang
tepat atau
diindikasikan
j. Eksplorasi
kemungkinan
sumber atau
dukungan,
dengan cara yang
tepat
Risiko infeksi NOC : NIC :
berhubungan dengan a. Immune Status a. Pertahankan
b. Knowledge : Infection
prosedur invasif, teknik aseptif
control b. Batasi
imunitas tubuh
c. Risk control
pengunjung bila
menurun
perlu
Setelah dilakukan tindakan c. Cuci tangan
keperawatan selama…… setiap sebelum
pasien tidak mengalami dan sesudah
infeksi dengan kriteria hasil: tindakan
a. Pasien bebas dari tanda keperawatan
d. Gunakan baju,
dan gejala infeksi
b. Menunjukkan kemampuan sarung tangan
untuk mencegah sebagai alat
timbulnya infeksi pelindung
c. Jumlah leukosit dalam e. Ganti letak IV
batas normal perifer dan
d. Menunjukkan perilaku
dressing sesuai
hidup sehat
dengan petunjuk
e. Status imun,
umum
gastrointestinal,
f. Gunakan kateter
genitourinaria dalam batas
intermiten untuk
normal
menurunkan
infeksi kandung
kencing
g. Tingkatkan
intake nutrisi
h. Berikan terapi
antibiotic
i. Monitor tanda
dan gejala infeksi
sistemik dan
local
j. Pertahankan
teknik isolasi k/p
k. Inspeksi kulit
dan membran
mukosa terhadap
kemerahan,
panas, drainase
l. Monitor adanya
luka
m. Dorong masukan
cairan
n. Dorong istirahat
o. Ajarkan pasien
dan keluarga
tanda dan gejala
infeksi
p. Kaji suhu badan
pada pasien
neutropenia
setiap 4 jam

C. Pelaksanaan : tindakan kritis


1. Indikasi Pemberian O2
Indikasi utama pemberian O2 adalah sebagai berikut: (1) klien
dengan kadar O2 arteri rendah dari hasil analisa gas darah, (2) klien
dengan peningkatan kerja nafas, dimana tubuh berespon terhadap
keadaan hipoksemia melalui peningkatan laju dan dalamnya pernapasan
serta adanya kerja otot-otot tambahan pernapasan, (3) klien dengan
peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk mengatasi
gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa jantung yang adekuat.
Berdasarkan indikasi utama di atas maka terapi pemberian O 2
diindikasikan kepada klien dengan gejala : (1) sianosis, (2) hipovolemi,
(3) perdarahan, (4) anemia berat, (5) keracunan CO, (6) asidosis, (7)
selama dan sesudah pembedahan, (8) klien dengan keadaan tidak sadar.

2. Metode Pemberian O2
a. Sistem Aliran Rendah
Tehnik system aliran rendah diberikan untuk menambah
konsentrasi udara ruangan. Tehnik ini menghasilkan FiO2 yang
bervariasi tergantung pada tipe pernapasan dengan patokan
volume tidal pasien. Pemberian O2 sistem aliran rendah ini
ditujukan untuk klien yang memerlukan O2 tetapi masih mampu
bernapas dengan pola pernapasan normal, misalnya klien dengan
volume tidal 500 ml dengan kecepatan pernapasan 15-20
kali/menit.
Contoh system aliran rendah ini adalah : (1) kateter nasal, (2)
kanula nasal, (3) sungkup muka sederhana, (4) sungkup muka
dengan kantong rebreating, (5) sungkup muka dengan kantong
non rebreating.
Keuntungan dan kerugian dari masing-masing system :
1) Kateter Nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat
memberikan O2 secara kontinu dengan aliran 1-6 L/menit
dengan konsentrasi 24%-44%. Keuntungannya adalah
pemberian O2 stabil, klien bebas bergerak, makan dan
berbicara, murah dan nyaman, serta dapat juga dipakai
sebagai kateter penghisap. Adapun kerugiannya adalah tidak
dapat memberikan konsentrasi O2 yang lebih dari 45%,
tehnik memasukkan kateter nasal lebih sulit dari kanula
nasal, dapat terjadi distensi lambung, dapat terjadi iritasi
selaput endir nasofaring, aliran dengan lebih dari 6 L/menit
dapat menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan mukosa
hidung, kateter mudah tersumbat.
2) Kanula Nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat
memberikan O2 kontinu dengan aliran 1-6 L/menit dengan
konsentrasi O2 sama dengan kateter nasal. Keuntungannya
adalah pemberian O2 stabil dengan volume tidal dan laju
pernapasan teratur, mudah memasukkan kanul dibanding
kateter, klien bebas makan, bergerak, berbicara, lebih
mudah ditolerir klien dan nyaman. Kerugiannya adalah
tidak dapat memberikan konsentrasi O2 lebih dari 44%,
suplai O2 berkurang bila klien bernapas lewat mulut, mudah
lepas karena kedalaman kanul hanya 1 cm, mengiritasi
selaput lender.
3) Sungkup Muka Sederhana
Merupakan alat pemberian O2 kontinu atau selang-
seling 5-8 L/menit dengan konsentrasi O2 40-60%.
Keuntungannya adalah konsentrasi O2 yang diberikan lebih
tinggi dari kateter atau kanul nasal, system humidifikasi
dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlobang
besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol.
Adapun kerugiannya adalah tidak dapat memberika
konsentrasi O2 kurang dari 40%, dapat menyebabkan
penumpukan CO2 jika aliran rendah.
4) Sungkup Muka dengan Kantong Rebreating
Suatu tehnik pemberian O2 dengan konsentrasi tinggi
yaitu 60-80% dengan aliran 8-12 L/menit. Keuntungannya
adalah konsentrasi O2 lebih tinggi dari sungkup muka
sederhana, tidak mengeringkan selaput lender. Kerugiannya
adalah tidak dapat memberikan O2 konsentrasi rendah, jika
aliran lebih rendah dapat menyebabkan penumpukan CO2,
kantong O2 bisa terlipat.
5) Sungkup Muka dengan Kantong non Rebreating
Merupakan tehnik pemberian O2 dengan konsentrasi O2
mencapai 99% dengan aliran 8-12 L/menit dimana udara
inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi.
Keuntungannya adalah konsentrasi O2 yang diperoleh dapat
mencapai 100%, tidak mengeringkan selaput lender.
Kerugiannya adalah kantong O2 bisa terlipat.
b. Sistem Aliran Tinggi
Suatu tehnik pemberian O2 dimana FiO2 lebih stabil dan
tidak dipengaruhi oleh tipe pernapasan, sehingga dengan tehnik
ini dapat menambahkan konsentrasi O2 yang lebih tepat dan
teratur.
Adapun contoh tehnik system aliran tinggi yaitu, sungkup
muka dengan ventury. Prinsip pemberian O 2 dengan alat ini yaitu
gas yang dialirkan dari tabung akan menuju ke sungkup yang
kemudian akan dihimpit untuk mengatur suplai O2 sehingga
tercipta tekanan negatif, akibatnya udara luar dapat dihisap dan
aliran udara yang dihasilkan lebih banyak. Aliran udara pada alat
ini sekitar 4-14 L/menit dengan konsentrasi 30-55%.
Keuntungannya adalah konsentrasi O2 yang diberikan
konstan sesuai dengan petunjuk pada alat dan tidak dipengaruhi
perubahan pola napas terhadap FiO2, suhu dan kelembapan gas
dapat dikontrol serta tidak terjadi penumpukan CO2. Kerugian
sistem ini pada umumnya hamper sama dengan sungkup muka
yang lain pada aliran rendah.
D. Evaluasi
Hasil yang diharapkan :

1. Pasien dapat mengontrol nyeri, nyeri berkurang, mengenali nyeri,


menyatakan rasa nyaman, tanda vital dalam rentang norma, dan tidak
mengalami gangguan tidur.

2. Pasien menunjukkan jalan nafas yang paten, dapat mendemonstrasikan


batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dispnea,
mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor yang penyebab, foto
thorak dalam batas normal, saturasi O2 dalam batas normal

3. Nutrisi kurang pada pasien teratasi

4. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi,


prognosis dan program pengobatan, pasien dan keluarga mampu
melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar. pasien dan keluarga
mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan
lainnya.
5. Pasien dapat bernafas dengan mudah, tidak irama, frekuensi pernafasan
normal, pasien mampu menelan, mengunyah tanpa terjadi aspirasi, dan
mampu melakukan oral hygiene, jalan nafas paten, mudah bernafas, tidak
merasa tercekik dan tidak ada suara nafas abnormal.
6. Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi, menunjukkan kemampuan
untuk mencegah timbulnya infeksi, jumlah leukosit dalam batas normal,
menunjukkan perilaku hidup sehat, status imun, gastrointestinal,
genitourinaria dalam batas normal.

Daftar Pustaka
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC.
Jakarta.

Doenges, M. G. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3 EGC. Jakarta.

Ikhsanuddin. 2013. Keperawatan. http://repository.usu .ac.id/bitstream /12345


6789/3583/1/keperawatan-ikhsanuddin2.pdf

NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi


2012-2014. Jakarta: EGC.
Nuzulul. 2013. Askep Kanker Nasofaring. http://nuzulul fkp09. web.unair. ac.id/
artikel_detail-35551 Kep%20Sensori%20dan%20Persepsi Askep%20Kanke
r%20Nasofaring.html

Anda mungkin juga menyukai