PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang tumbuh didaerah
nasofaring dengan predileksi di fosa Rossenmuller dan atap nasofaring (Arima,
2006 dan Nasional Cancer Institute, 2009). Kanker nasofaring adalah tumor ganas
yang berasal dari sel epitel nasofaring. Tumor ini bermula dari dinding lateral
nasofaring (fossa Rosenmuller) dan dapat menyebar ke dalam atau keluar
nasofaring menuju dinding lateral, posterosuperior, asar tengkorak, palatum,
kavum nasi, dan orofaring serta metastasis ke kelenjar limfe leher. Nasofaring
merupakan suatu ronga dengan dinding kaku di atas, belakang dan lateral yang
secara anatomi termasuk bagian faring. Ke anterior berhubungan dengan rongga
hidung melalui koana dan tepi belakang septum nasi, sehingga sumbatan hidung
merupakan gangguan yang sering timbul. Kea rah posterior dinding nasofaring
melengkung ke supero-anterior dan terletak di bawah os sphenoid, sedangkan
bagian belakang nasofaring berbatasan dengan ruang retrofaring, fasia pre
vertebralisdan otot-otot dinding faring. Pada dinding lateral nasofaring terdapat
orifisium tuba eustakius diamana orifisium ini dibatasi superior dan posterior oleh
torus tubarius, sehinga penyebaran tumor ke lateral akan menyebabkan sumbatan
orifisium tuba eustakius dan akan mengganggu pendengaran. Kearah
posterosuperior dari torus tubarius terdapat fossa Rosenmuller yang merupakan
lokasi tersering karsinoma nasofaring. Pada atap nasofaring sering terlihat lipatan-
lipatan mukosa yang dibentuk oleh jaringan lunak sub mukosa, dimana pada usia
muda dinding posterior-superior nasofaring umumnya tidak rata. Hal ini
disebabkan karena adanya jaringan edenoid. Di nasofaring terdapat banyak
saluran getah bening yang terutama mengalir ke lateral bermuara di kelenjar
retrofaring Krause (kelenjar Reuviere).
2.2 Etiologi
A. Etiologi
a) Virus Epstein Barr (EBV)
Pada hampir semua kasus kanker nasofaring telah mengaitkan terjadinya
kanker nasofaring dengan keberadaan virus ini. Virus ini merupakan virus
DNA yang diklasifikasi sebagai anggota famili virus Herpes yang saat ini
telah diyakini sebagai agen penyebab beberapa penyakit yaitu,
mononucleosis infeksiosa, penyakit Hodgkin, limfoma-Burkitt dan kanker
nasofaring.
Virus ini seringkali dijumpai pada beberapa penyakit keganasan lainnya
tetapi juga dapat dijumpai menginfeksi orang normal tanpa menimbulkan
manifestasi penyakit. Virus tersebut masuk ke dalam tubuh dan tetap tinggal
di sana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama.
Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator. Jadi, adanya virus
ini tanpa faktor pemicu lain tidak cukup untuk menimbulkan proses
keganasan.
b) Faktor Genetik
Walaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi
kerentanan terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat
tertentu relatif lebih menonjol. Telah banyak ditemukan kasus herediter dari
pasien karsinoma nasofaring. Penelitian pertama menemukan adanya
perubahan genetik pada ras Cina yang dihubungkan dengan karsinoma
nasofaring adalah penelitian tentang Human Leucocyte Antigen (HLA).
Perubahan genetik mengakibatkan proliferasi sel-sel kanker secara tidak
terkontrol. Beberapa perubahan genetik ini sebagian besar akibat mutasi,
putusnya kromosom, dan kehilangan sel-sel somatik.
Teori tersebut didukung dengan adanya studi epidemiologik mengenai
angka kejadian dari kanker nasofaring. Kanker nasofaring banyak ditemukan
pada masyarakat keturunan Tionghoa.
c) Faktor Lingkungan
Ikan yang diasinkan kemungkinan sebagai salah satu faktor etiologi
terjadinya kanker nasofaring. Teori ini didasarkan atas insiden kanker
nasofaring yang tinggi pada nelayan tradisionil di Hongkong yang
mengkonsumsi ikan kanton yang diasinkan dalam jumlah yang besar dan
kurang mengkonsumsi vitamin, sayur, dan buah segar.
Faktor lain yang diduga berperan dalam terjadinya kanker nasofaring
adalah debu, asap rokok, uap zat kimia, asap kayu bakar, asap dupa, serbuk
kayu industri, dan obat-obatan tradisional, tetapi hubungan yang jelas antara
zat-zat tersebut dengan kanker nasofaring belum dapat dijelaskan.
Belakangan ini penelitian dilakukan terhadap pengobatan alami (chinese
herbal medicine atau CHB) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
erat antara terjadinya kanker nasofaring, infeksi Virus Epstein Barr (EBV),
dan penggunaan CHB. Kebiasaan merokok dalam jangka waktu yang lama
juga mempunyai resiko yang tinggi menderita kanker nasofaring.
2.3 Patofisiologi
Virus Epsteinn-barr adalah virus yang berperan penting dalam timbulnya
kanker nasofaring. Virus yang hidup bebas di udara ini bisa masuk ke dalam
tubuh dan tetap tinggal di nasofaring tanpa menimbulkan gejala, kanker
nasofaring sebenarnya dipicu oleh zat nitrosamine yang ada dalam daging
ikan asin. Zat ini mampu mengaktifkan virus Epsteinn-barr yang masuk ke
dalam tubuh ikan asin, tetapi juga terdapat dalam makanan yang diawetkan
seperti daging, sayuran dan difermentasi (asinan) serta tauco.
2.4 MANIFESTASI KLINIS
Secara singkat gejala-gejala dari karsinoma nasofaring adalah sebagai
berikut :
8.
b) menggunakan kateter
menggunakan sebuah fibreoptic scope (lentur, menerangi, tabung sempit
yang dimasukkan ke rongga hidung atau mulut) untuk menilai secara
langsung lapisan nasofaring. Dua buah kateter dimasukkan masing-masing
kedalam rongga hidung kanan dan kiri, setelah tampak di orofaring, ujung
katater tersebut dijepit dengan pinset dan ditarik keluar selanjutnya
disatukan dengan masing-masing ujung kateter yang lainnya.
2. Biopsi nasofaring yaitu Penghapusan sel atau jaringan sehingga dapat
dilihat dibawah mikroskop oleh patologi untuk memastikan tanda-tanda
kanker
3. Pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan leher untuk mengetahui
keberadaan tumor sehingga tumor primer yang tersembunyi pun akan
ditemukan. Memastikan luas lesi,memonitor kondisi remisi tumor pasca
terapi dan pemeriksaan tindak lanjut
4. Pemeriksaan Serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk mengetahui
infeksi virus E-B.
2.6 Penatalaksanaan
1. Radioterapi
Hal yang perlu dipersiapkan adalah keadaan umum pasien baik, hygiene
mulut, bila ada infeksi mulut diperbaiki dulu. Pengobatan tambahan yang
diberikan dapat berupa diseksi leher (benjolan di leher yang tidak menghilang
pada penyinaran atau timbul kembali setelah penyinaran dan tumor induknya
sudah hilang yang terlebih dulu diperiksa dengan radiologik dan serologik),
pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin
dan antivirus.
2. Kemoterapi
Kemoterapi meliputi kemoterapi neodjuvan, kemoterapi adjuvan dan
kemoradioterapi konkomitan.
3. Operasi pembedahan
Tindakan operasi berupa diseksi leher radikal, dilakukan jika masih ada sisa
kelenjar pasca radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar, dengan syarat bahwa
tumor primer sudah dinyatakan bersih.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN CA NASOFARING
A. Diagnosa Keperawatan (NANDA)
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan
nafas akibat sekresi yang tertahan.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan asupan nutrisi yang tidak adekuat
3. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan interpretasi terhadap informasi
yang salah Risiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan
4. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, imunitas tubuh
menurun
B. Perencanaan Keperawatan (NOC, NIC)
2. Metode Pemberian O2
a. Sistem Aliran Rendah
Tehnik system aliran rendah diberikan untuk menambah
konsentrasi udara ruangan. Tehnik ini menghasilkan FiO2 yang
bervariasi tergantung pada tipe pernapasan dengan patokan
volume tidal pasien. Pemberian O2 sistem aliran rendah ini
ditujukan untuk klien yang memerlukan O2 tetapi masih mampu
bernapas dengan pola pernapasan normal, misalnya klien dengan
volume tidal 500 ml dengan kecepatan pernapasan 15-20
kali/menit.
Contoh system aliran rendah ini adalah : (1) kateter nasal, (2)
kanula nasal, (3) sungkup muka sederhana, (4) sungkup muka
dengan kantong rebreating, (5) sungkup muka dengan kantong
non rebreating.
Keuntungan dan kerugian dari masing-masing system :
1) Kateter Nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat
memberikan O2 secara kontinu dengan aliran 1-6 L/menit
dengan konsentrasi 24%-44%. Keuntungannya adalah
pemberian O2 stabil, klien bebas bergerak, makan dan
berbicara, murah dan nyaman, serta dapat juga dipakai
sebagai kateter penghisap. Adapun kerugiannya adalah tidak
dapat memberikan konsentrasi O2 yang lebih dari 45%,
tehnik memasukkan kateter nasal lebih sulit dari kanula
nasal, dapat terjadi distensi lambung, dapat terjadi iritasi
selaput endir nasofaring, aliran dengan lebih dari 6 L/menit
dapat menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan mukosa
hidung, kateter mudah tersumbat.
2) Kanula Nasal
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat
memberikan O2 kontinu dengan aliran 1-6 L/menit dengan
konsentrasi O2 sama dengan kateter nasal. Keuntungannya
adalah pemberian O2 stabil dengan volume tidal dan laju
pernapasan teratur, mudah memasukkan kanul dibanding
kateter, klien bebas makan, bergerak, berbicara, lebih
mudah ditolerir klien dan nyaman. Kerugiannya adalah
tidak dapat memberikan konsentrasi O2 lebih dari 44%,
suplai O2 berkurang bila klien bernapas lewat mulut, mudah
lepas karena kedalaman kanul hanya 1 cm, mengiritasi
selaput lender.
3) Sungkup Muka Sederhana
Merupakan alat pemberian O2 kontinu atau selang-
seling 5-8 L/menit dengan konsentrasi O2 40-60%.
Keuntungannya adalah konsentrasi O2 yang diberikan lebih
tinggi dari kateter atau kanul nasal, system humidifikasi
dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlobang
besar, dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol.
Adapun kerugiannya adalah tidak dapat memberika
konsentrasi O2 kurang dari 40%, dapat menyebabkan
penumpukan CO2 jika aliran rendah.
4) Sungkup Muka dengan Kantong Rebreating
Suatu tehnik pemberian O2 dengan konsentrasi tinggi
yaitu 60-80% dengan aliran 8-12 L/menit. Keuntungannya
adalah konsentrasi O2 lebih tinggi dari sungkup muka
sederhana, tidak mengeringkan selaput lender. Kerugiannya
adalah tidak dapat memberikan O2 konsentrasi rendah, jika
aliran lebih rendah dapat menyebabkan penumpukan CO2,
kantong O2 bisa terlipat.
5) Sungkup Muka dengan Kantong non Rebreating
Merupakan tehnik pemberian O2 dengan konsentrasi O2
mencapai 99% dengan aliran 8-12 L/menit dimana udara
inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi.
Keuntungannya adalah konsentrasi O2 yang diperoleh dapat
mencapai 100%, tidak mengeringkan selaput lender.
Kerugiannya adalah kantong O2 bisa terlipat.
b. Sistem Aliran Tinggi
Suatu tehnik pemberian O2 dimana FiO2 lebih stabil dan
tidak dipengaruhi oleh tipe pernapasan, sehingga dengan tehnik
ini dapat menambahkan konsentrasi O2 yang lebih tepat dan
teratur.
Adapun contoh tehnik system aliran tinggi yaitu, sungkup
muka dengan ventury. Prinsip pemberian O 2 dengan alat ini yaitu
gas yang dialirkan dari tabung akan menuju ke sungkup yang
kemudian akan dihimpit untuk mengatur suplai O2 sehingga
tercipta tekanan negatif, akibatnya udara luar dapat dihisap dan
aliran udara yang dihasilkan lebih banyak. Aliran udara pada alat
ini sekitar 4-14 L/menit dengan konsentrasi 30-55%.
Keuntungannya adalah konsentrasi O2 yang diberikan
konstan sesuai dengan petunjuk pada alat dan tidak dipengaruhi
perubahan pola napas terhadap FiO2, suhu dan kelembapan gas
dapat dikontrol serta tidak terjadi penumpukan CO2. Kerugian
sistem ini pada umumnya hamper sama dengan sungkup muka
yang lain pada aliran rendah.
D. Evaluasi
Hasil yang diharapkan :
Daftar Pustaka
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC.
Jakarta.