Anda di halaman 1dari 47

KELAINAN KELOPAK MATA

BLEFARITIS
BLEFARITIS ANTERIOR KRONIK
• Sering menyebabkan iritasi dan tidak nyaman, biasanya bilateral dan simetris.
• Etiologi:
– Staphylococcus aureus (mata merah dan infiltrat pada perifer kornea)
– Seborrhoeic (sering disertai dengan dermatitis seborrhoeic di kepala, lipatan
nasolabial, belakang telinga dan sternum)
• Diagnosis
– Gejala :
1. rasa terbakar
2. berpasir
3. fotofobia ringan
4. pengerasan kulit
5. kemerahan tepi kelopak dengan remisi dan eksaserbasi (khas)
6. Memburuk saat pagi hari . Pada pasien yang disertai dengan mata kering akan
semakin memburuk sepanjang hari
– Tanda :
1. Staphylococcal blepharitis
a. Bersisik keras
b. Konjungtivitis papilar ringan dan hiperemi konjungtiva kronik
c. Jangka panjang  jaringan parut pada tepi kelopak, madarosis, trikiasis dan
poliosis
d. Perubahan sekunder : hordeolum, keratitis marginal dan phlyctenulosis
e. Ketidakstabilan dari film air mata dan mata kering
2. Seborrheic blepharitis
a. Hiperemi dan tepi kelopak yang berminyak dengan bulu mata yang saling melekat
b. Sisik lunak ditepi kelopak dan bulu mata
• Tatalaksana
1. Kebersihan kelopak
– Kompres hangat
– Pembersihan kelopak untuk menghilangkan lapisan kulit yang mengeras dengan
cotton bud yg sudah dicelupkan ke shampoo bayi atau sodium bikarbonat 1 atau 2
kali per hari
2. Antibiotik
– Topikal  asam sodium fusidic, bacitracin atau kloramfenikol
– Oral  azithromycin 500mg/hr selama 3 hari untuk mengkontrol ulserasi
3. Topikal steroid lemah
– fluorometholone 0,1% 4x/hr selama 1 minggu untuk pasien dengan konjungtivitis
papilar berat, keratitis marginal dan phlyctenulosis
4. Tear substitute

BLEFARITIS POSTERIOR KRONIK


• Akibat difungsi kelenjar meibom dan perubahan sekresi kelenjar meibom
• Etiologi : S.aureus
• Gejala sama dengan blefaritis anterior
• Tanda :
– Sekresi kelenjar meibom yang berlebihan dan abnormal
– Sumbatan lubang kelenjar meibom
– Hiperemi dan telangiektasis
– Keluarnya cairan meibom yg keruh atau seperti pasta gigi ketika tepi kelopak ditekan.
Pada kasus berat sekresi jadi kental
– Hilangnya kelenjar dan dilatasi kistic dari duktus meibom
– Air mata yg beminyak, berbusa dan menumpuk di tepi kelopak
• Tatalaksana
1. Kebersihan kelopak
– Kompres hangat
– Pijat ke arah tepi kelopak untuk mengeluarkan cairan meibom yang seperti susu
2. Tetracyclines sistemik
– Kontraindikasi : anak kurang dari 2 tahun, ibu hamil, dan ibu menyusui
– Alternatif : erithromycin
– Indikasi: pasien dengan phlyctenulosis yang rekuren, dan keratitis marginal
– Oxytetracycline 250mg 2x/hr untuk 6-12 minggu
– Doxycycline 100mg 2x/hr untuk 1 minggu kemudian 1x/hr untuk 6-12 minggu
– Minocycline 100mg perhari untuk 6-12 minggu. ES: pigmentasi kulit pada
penggunaan jangka panjang
– Erythromycin 250mg/hari atau 2x/hr untuk anak-anak
3. Terapi topikal : Ab, steroid dan tear subtitutes untuk evaporasi mata kering

HORDEOLUM EXTERNAL
• Abses staphylococcus akut dari folikel bulu mata dan kelenjar zeis
• Banyak mengenai anak-anak dan dewasa muda
• Tanda :
1. Pembengkakan yang nyeri ditepi kelopak yang mengarah keluar kulit
2. Lesi multiple dan kadang abses melibatkan seluruh tepi kelopak
• Tatalaksana :
1. AB topikal
2. Kompres hangat
3. Epilasi bulu mata

KALAZION
• Radang granulomatosa kronik yang steril pada kelenjar meibom.
• Infeksi sekunder  hordeolum internal
• Histologi : inflamasi lipogranulomatous yang berisi histiosit epitel, multinucleated giant
cells dan sel plasma
• Gejala :
1. Nodul yang tidak sakit
2. Bila membesar  menekan kornea astigmatisme dan penglihatan kabur
• Tanda :
1. Nodul dilempeng tarsal yang nyeri ketika inflamasi
2. Eversi pada kelopak menujukkan adanya granuloma polypoidal jika lesi ruptur
melalui konjungtiva tarsal
3. Pasien dengan penyakit kelenjar meibom atau rosasea meningkatkan resiko kalazion
multiple atau rekuren
4. Untuk membedakan kalazion rekuren dan karsinoma kelenjar sebasea  biopsi
• Tatalaksana :
1. Beberapa dapat sembuh spontan
2. Jika lesi persisten
– Operasi  insisi vertikal
– Injeksi steroid : ke lesi yang dekat pungtum lakrimal ( Triamcinolone 0,2 dan
2mL dari 5mg/mL dengan lidocaine 5mg/mL). Jika gagal dapat diulang 2 minggu
kemudian
– Tetracycline sistemik  mencegah rekuren terutama pada pasien dengan acne
rosacea

TRIKIASIS
• Jaringan parut pada tepi kelopak akibat blepharitis kronik dan Herpes Zoster opthalmicus
• Tanda :
1. Kesalahan posisi dari pertumbuhan bulu mata
2. Trauma epitel kornea menyebabkan erosi epitelial pungtata dengan iritasi ocular
yang memburuk saat berkedip
3. Kasus yang parah dan lama  pannus dan ulserasi kornea
• Tatalaksana :
1. Epilasi  simple dan efektif tapi rekuren dalam 4-6 minggu
2. Elektrolisis  dapat mengakibatkan jaringan parut
3. Cryotherapy  sangat efektif, komplikasi : nekrosis, depigmentasi (terutama pada
orang kulit hitam), kerusakan kelenjar meibom
4. Ablasi argon laser untuk bulu mata yang menyebar
5. Bedah
KELAINAN APARATUS LAKIMALIS

DAKRIOSISTITIS
• Infeksi pada sakus lakrimal biasanya sekunder akibat obstruksi duktus nasolakrimal
• Etiologi : staphylococcal atau streptococcal

DAKRIOSISTITISAKUT
• Gx : nyeri subakut di kantus media dan epifora
• Tanda :
1. Bengkak yang nyeri dibagian medial disertai selulitis perseptal
2. abses
• Tatalaksana
1. Awal
– kompres hangat
– AB oral (flucloxacilin / co-amoxiclav)
2. insisi dan drainase
3. DCR (bedah) dibutuhkan setelah infeksi akut terkontrol dan tidak boleh ditunda pada
kasus epifora yang persisten karena resiko rekuren

DAKRISISTITIS KRONIK
• Gejala : epifora disertai konjungtivitis unilateral kronik/rekuren
• Tanda :
1. Bengkak yg tidak nyeri di inner canthus disebabkan oleh mukokel
2. Pembengkakan yang jelas mungkin tidak ada, meskipun saat sakus ditekan masih
mengeluarkan mukopurulen melalui kanalikuli
• Tatalaksana : DCR

DAKRIOADENITIS AKUT
• Radang kelenjar lakrimal yang dapat sembuh spontan
• Kadang disebabkan oleh mumps, mononucleosis dan bakteri (jarang)
• Gejala : rasa tidak nyaman akut dikelenjar lakrimal
• Tanda :
1. Bengkak di lateral kelopak (s-shapes ptosis)
2. Nyeri di fossa kelenjar lakrimal
3. Injeksi di bagian palpebra dari kelenjar lakrimal dan berdekatan dengan konjungtiva
4. Penurunan sekresi lakrimal
• CT  pembesaran dari kelenjar dan melibatkan jaringan sekitar
• DD : Ruptur kista dermoid dan tumor ganas kelenjar lakrimal

KELAINAN MATA MERAH

KONJUNGTIVITIS
• Radang pada konjungtiva yang memiliki gejala tidak spesifik seperti :
– lakrimasi, rasa seperti berpasir dan rasa terbakar.
– Adanya gejala gatal menandakan adanya penyakit alergik
– Nyeri, fotofobia atau sensasi serperti benda asing menandakan adanya keterlibatan
kornea
• Discharge:
– Berair : terjadi pada konjungtivitis virus dan alergi akut
– Mukoid : terjadi pada konjungtivitis alergi kronik dan mata kering
– Mukopurulen : terjadi pada infeksi klamidial atau bakteri akut
– Purulen sedang : terjadi pada konjungtivitis bakteri akut
– Purulen berat : terjadi pada infeksi gonococcal

KONJUNGTIVITIS BAKTERI
• Banyak terjadi dan biasanya sembuh sendiri terjadi akibat mata yang kontak langsung
dengan sekret yang terinfeksi
• Etiologi :
– Paling sering : S.pneumoniae, S.aureus, H.influenza dan moraxella catarrhalis
– Jarang : biasanya berat dan disebabkan akibat hubungan seksual (neisseria
gonorrhoeae ) dan Menigococcal (neisseria meningitidis) yang menyerang anak2
• Gejala :
– Merah, berpasir, rasa terbakar dan discharge
– Sulitnya membuka mata saat bangun tidur
• Gejala sistemik  pada konjungtivitis berat yang disertai gonococcus, meningococcus,
Chlamydia dan H. influenzae
• Tanda :
– Edema kelopak mata dan eritema : pada infeksi berat terutam gonococcal
– Injeksi konjungtiva
– Discharge mukopurulen
– Purulen hiperakut : gonococcal dan meningococcal
– Erosi epitel pungtata kornea superficial
– Ulserasi kornea perifer  perforasi : gonococcal dan meningococcal
– Lymphadenophaty : gonococcal dan meningococcal yang parah
• Pemeriksaan :
– Pada kasus berat: swab konjungtiva dan scraping
– Kultur dengan media agar chocolate atau Thayer-martin untuk N.gonorrhoeae
– PCR : untuk yang tidak respon terhadap terapi dan menyingkirkan kemungkinan
infeksi virus dan klamidial
• Terapi
1. 60 % sembuh dalam 5 hari tanpa terapi
2. Topical antibiotik (4x sehari selama 1 minggu)
– Chloramphenicol : tidak boleh dipakai rutin karena mengakibatkan anemia
aplastik
– Aminoglikosida : gentamicin dan neomycin
– Quinolones : ciprofloxacin, ofloxacin, levofloxacin, lomefloxacin, gatifloxacin
dan moxifloxacin
– Polymyxin B
– Asam fusidic
– Bacitracin
– Gonococcal dan meningococcal : quinolone, gentamicin, chloramphenicole atau
bacitrasin
3. Antibiotik sistemik :
– Gonococcal : cephalosporin genenerasi 3 (ceftriaxone, quinolones)
– H.influenzae : pada anak-anak  oral amoxicillin dan asam clavulanic
– Meningococcal
– Preseptal atau orbital selulitis
4. Steroid topikal : mengurangi scar di konjungtivitis membranous dan
pseudomembranous
5. Irigasi : menghilangkan discharge terutama pada kasus hiperpurulen
6. Stop penggunaan contact lens

KONJUNGTIVITIS KLAMIDIAL
• Etiologi : chlamydial trachomatis D-K .
• Terjadi pada dewasa muda yang aktif seksual
• Gejala :
– Merah , berair dan discharge
– Tidak diterapi  kronik dan bertahan dalam beberapa bulan
• Tanda :
– Discharge yang berair atau mukopurulen
– Pembesaran folikel menonjol di fornix inferior dan konjungtiva tarsal bagian atas
– Keratitis pungtata superfisial
– Infiltrate peripheral subepithelial kornea terjadi dalam 2-3 minggu setelah onset
konjungtivitis
– Lymphadenopathy preauricular yang nyeri tekan
– Pada kasus kronik : folikel menjadi kurang menonjol dan terjadinya jaringan parut
konjungtiva yang ringan dan pannus pada kornea superior
• Pemeriksaan :
– PCR
– Pewarnaan giemsa
– Immunofluorescence
– Enzyme immunoassay
– Kultur McCoy
– Swabs untuk kultur bakteri dan serologi
• Tatalaksana
1. Sistemik :
– Azithromycin 1 g diulang setelah 1 minggu (DOC)
– Doxycycline 100mg 2x/hr selama 10 hari (Tetracyclines KI : ibu hamil, ibu
menyusui dan anak < 12thn)
– Alternatif : Erythromycin, amoxicillin dan ciprofloxacin
2. Antibiotik topikal :
Erythromycin atau tetracycline ointment
3. Tidak berhubungan seksual sampai terapi selesai (1 minggu setelah azithromycin)

TRAKOMA
• Berhubungan dengan kemiskinan, kepadatan lingkungan, dan kebersihan yang buruk
• Menyebabkan kebutaan irreversible
• Etiologi :
– C.Trachomatis serovars A, B, Ba,C dan D-K
– Chlamydophila psittaci dan pneumonia
• Gejala :
• Trakoma Aktif :
– pada anak
– Campuran folikular atau konjungtivitis papilar (pada anak < 2thn sangat menonjol)
disertai discharge mukopurulen
– Keratitis epitel superior dan pannus
• Trakoma Sikatrik :
– Pada dewasa
– Linear / stellate conjungtival scar : kasus ringan
– Broad confluent scars (arlt lines): kasus berat
– Herbert pits
– Trikiasis, distikiasis, vaskularisasi kornea dan sikatrikal entropion
– Opasifikasi korneal yang parah
– Mata kering karena destruksi sel goblet dan duktulus kelenjar lakrimal
• Grading trakoma menurut WHO
– TF : 5 atau lebih folikel pada konjungtiva tarsal superior
– TI : infiltasi difus dan hipertrofi papilar konjungtiva tarsal superior yang sekurang
kurangnya menutup 50% pembuluh profunda normal
– TS : jaringan parut konjungtiva trakomatosa
– TT : trikiasis
– CO : kekeruhan kornea
• Tatalaksana (SAFE)
1. Surgery : untuk entropion dan trikiasis
2. Antibiotik
– Azithromycin single dose 20mg/kg sampai 1 g (DOC)
– Erythromycin 500mg 2x/hr selama 14hr alternatif untuk wanita produktif
– Topikal Tetracycline 1% ointment selama 6 minggu
3. Facial cleanliness
4. Environmental imrpovement

NEONATAL KONJUNGTIVITIS
• (opthalmia neonatorum) : inflamasi konjungtiva yang terjadi dalam 1 bulan pertama
kehidupan
• Etiologi :
– C.trachomatis ,N.gonorrhoeae dan kadang HSV (tipe 2) dimana disertai dengan
komplikasi ocular yang berat atau sistemik
– Staphylococci, streptococci, H.influenzae dan gram negatif
• Diagnosis :
– Onset waktu :
1. Iritasi : dalam beberapa hari pertama
2. Gonococcal : 1 minggu
3. Staphylococci dan bakteri lain : akhir dr minggu pertama
4. Herpes Simplex : 1-2 minggu
5. Chlamydia : 1-3 minggu
• Tanda :
– Edema kelopak berat : infeksi Gonococcal
– Vesikel di kelopak dan periokular : infeksi HSV
– Keratitis : infeksi Gonococcal dan HSV
• Pemeriksaan :
– Pewarnaan Gram dan giemsa : pada HSV  multinucleated giant cells
– Conjungtival swabs : untuk kultur bakteri dan agar chocolate atau Thayer martin
untuk GO
– Sel epitel yang terinfeksi HSV  eosinofilik intranuclear pada papanicolaou smear
– PCR untuk chlamydia
– Conjungtival scraping atau cairan dari kulit vesikel untuk kultur virus HSV
– immunofluorescent
• Tatalaksana :
• Profilaksis
– Povidone-iodine 2,5% solution : efektif untuk banyak kuman pathogen
– Erythromycin 0,5% atau Tetracycline 1% ointment
– Silver nitrat 1% solution : untuk gonococci
– Single IM benzylpenicilin : untuk infeksi maternal
• artificial tears
• Konjungtivitis ringan (sticky eye)
– Banyak pada neonatus
– Ab topikal spektrum luas (kloramfenikol atau asam fusidic)
• Kasus sedang - berat :
– Ab spektrum luas sambil menunggu hasil lab
– Chlamydial : oral erythromycin selama 2 minggu . Erythromycin atau
tetracycline ointment sebagai tambahan
• Konjungtivitis berat atau pada pasien yang disertai penyakit sistemik
– Gonococcal : sistemik cephalosporin generasi 3
– Herpes simplex : aciclovir IV dosis tinggi dibawah perawatan spesialis pediatric
atau topical aciclovir sebagai tambahan
KONJUNGTIVITIS VIRUS
• Etiologi : adenovirus
• Transimisi dapat terjadi melalui kontak dengan sekret mata ,udara atau memakai barang
secara bersamaan (handuk)
• 4 tipe :
1. Non spesifik konjungtivitis folikular akut : paling sering terjadi. Adanya
keterlibatan okular dan gejala sistemik ringan
2. Pharyngoconjunctival fever (PCF) : akibat ADV 3,4 dan 7. Menyebar melalui
dorplet dan berhubungan dengan ISPA
3. Epidemic Keratoconjunctivitis(EKC) : akibat ADV 8,19 dan 37. Tipe paling
parah dan disertai keratitis
4. Kronik/ konjungtivitis berlulang : folikular non spesifik kronik atau lesi papilar.
Jarang terjadi tapi dapat berlangsung sampai setahun
• Tanda :
– Edema kelopak mata dan preauricular lymphadenopathy yang nyeri tekan
– Hiperemi konjungtiva dan folikel yang menonjol
– Inflamasi berat : perdarahan konjungtiva, kemosis, membran dan
pseudomembran
– Membran dan pseudomembran menyisakan jaringan parut ringan setelah
penyembuhan
– Keratitis
• DD :
– Perdaraha konjungtiva akut
– HSV
– infeksi virus sistemik (varicella,mumps dan measles)
• Pemeriksaan :
– giemsa (menunjukan mononuklear : pada adenoviral konjungtivitis dan
multinucleated giant cells: pada infeksi Herpes)
– PCR
– Kultur virus
– ‘point of care’ Immunochromatography
• Tatalaksana :
1. Sembuh spontan dalam 2-3 minggu
2. Hindari resiko transmisi : jaga kebersihan tangan, hindari menggosok mata dan
pemakaian handuk bersama.
3. Topikal steroid :
– prednisolone 0,5% 4x/hr (untuk konjungtivitis adenoviral membranous atau
pseudomembranous berat)
– Gejala keratitis : topikal steroid lemah
4. Stop penggunaan kontak lens
5. Artificial tears 4x/hr
6. Kompres dingin atau panas
7. Topikal antibiotik : jika adanya infeksi bakteri sekunder
8. Povidone iodine

KONJUNGTIVITIS ALERGI AKUT


• Banyak terjadi
• Reaksi konjguntivitis akut terhadap allergen yang ada dilingkungan biasanya pollen
(serbuk)
• Banyak terjadi pada anak kecil
• Pada musim panas / semi
• Gejala : gatal, berair dan kemosis yang berat
• Tatalaksana :
1. kompres dingin
2. Adrenaline 0,1% single drop : untuk mengurangi kemosis

SEASONAL DAN PERENNIAL ALERGIK KONJUNGTIVITIS


• Konjungtivitis alergik seasonal (hay fever) :
– Sering terjadi
– memburuk saat musim semi dan panas
– alergi terhadap pohon dan serbuk rumput
• Konjungtivitis alergik Perennial :
– Terjadi sepanjang tahun
– memburuk saat musim gugur
– Alergi terhadap debu,hewan dan jamur
– Jarang terjadi dan lebih ringan dari pada seasonal
• Gejala :
– merah,berair dan gatal
– bersin dan nasal dicharge
• Tanda :
– hiperemi konjungtiva
– reaksi papilar ringan
– kemosis
– edema kelopak
• Pemeriksaan : eosinofil pada conjungtival scarping
• Tatalaksana :
1. Artifical tears : untuk gejala ringan
2. Mast cell stabilizers : Sodium cromoglicate, nedocromil sodium, lodoxamide
3. Antihistamin : emedastine, epinastine ,levocabastine, bepotastine untuk gejala
eksaserbasi dan sama dengan MCS efektifnya
4. Kombinasi antihistamin dan vasokonstriktor : antazoline +xylometazoline
5. Antihistamin dan MCS : azelastine, ketotifen, olopatadine sangat efektif untuk
eksaserbasi
6. Steroid topikal
7. Antihistaimn oral : diphenhydramine atau loratadine untuk gejala yang berat

VERNAL KERATOKONJUNGTIVITIS
• Penyakit yang rekuren,bilateral dimana IgE dan sel mediasi imun berperan penting.
• Terutama mengenai anak laki-laki >5thn (7thn) dan udara panas
• Berhubungan dengan keadaan atopik (asma dan eczema) dan riwayat atopik dalam
keluarga
• Klasifikasi :
1. Palpebra VKC : melibatkan konjungtiva tarsal bagian atas
2. Limbal : mengenai pasien asian dan kulit hitam
3. Mixed VKC
• Gejala
1. Umum :
– Gatal
– Sensasi benda asing
– Terbakar
– Discharge mukoid yg tebal
– Lakrimasi
– Fotofobia
– Sering berkedip
2. Penyakit palpebra :
– hiperemi konjungtiva
– hipertrofi papilar diffuse di tarsus superior
– cobblestone (macropapille <1mm)
– giant papille (>1mm)
– deposisi mukus antara giant papil
3. Tipe limbal :
– horner trantas dot
– gelatinous limbal konjungtiva papil
4. Keratopati
– Sering pada tipe palpebra
– Erosi epithelial pungtata superior
– Makroerosi epithelial
– Plak dan shield ulcers
– Scar subepithelial
– Pseudogerontoxon : dapat terjadi pada penyakit limbal yang rekuren
KERATOKONJUNGTIVITIS ATOPIK
• Terjadi pada orang dewasa (30-50th) diikuti riwayat eczema dan asma .
• VKC lebih sering seasonal sedangkan AKC perennial dan memburuk saat musim dingin
• Gejala :
1. sama dengan VKC tapi lebih parah dan lama
2. Kelopak mata :
– Eritema
– Kering, bersisik dan menebal
– Fisura dan eksoriasi akibat garukan
– Staphylococcal blepharitis kronik & madarosis
– Keratinisasi di tepi kelopak
– Hertoghe sign (tidaknya ada bagin lateral dari alis mata)
– ectropion dan epifora
3. Konjungtiva :
– Melibatkan palpebra inferior sedangkan pada VKC melibatkan bagian superior
– Dicharge lebih berair dibanding VKC
– Papil lebih kecil dari VKC
– Infiltrasi konjungtiva diffuse dan jaringan parut berwarna keputih-putihan
– Horner trantas-dots
4. Keratopati
– Erosi epithelial pungtate
– Kerusakan epitel yang persistent
– Plak
5. Katarak : eksaserbasi akibat terapi steroid jangka panjang
6. Retinal detachment
• Terapi untuk VKC dan AKC
1. Hindari allergen, kompres dingin dan menjaga kebersihan kelopak (moisture cream
E45 untuk kulit kering)
2. Lokal
– Mast cell stabilizers untuk eksaserbasi akut (lodoxamide tidak boleh untuk
jangka panjang)
– MCS ditambah NSAID (ketorolac,diclofenac)
3. Antihistamin : untuk eksaserbasi akut dan tidak digunakan untuk jangka panjang
4. Kombinasi : antihistamin dan vasokonstriktor atau antihistamin dan MCS (lebih
efektif)
5. Imunomodulator :
– Ciclosporin 0,05% 2x/hr  jika steroid tidak efektif (ES: iritasi okular dan
penglihatan kabur jika digunakan dalam beberapa minggu dan dapat terjadi
kekambuhan bila distop mendadak )
– Tacrolimus 0,03% ointment  efektif untuk AKC dengan penyakit kelopak yang
parah
6. Antibiotik dan steroid : untuk keratopati yang berat atau infeksi bakteri
7. Acetylcystein : dalam VKC untuk menghancurkan filaments dan deposit mukus
8. Steroid : untuk eksaserbasi konjungtivitis yang parah dan keratopati yang signifikan
dimana mengurangi aktivitas konjungtiva ke kornea
– Fluorometholone 0,1%, rimexolone 1%, prednisolone 0,5% atau loteprednol
etabonate 0,2% atau 0,5%.
– Monitor IOP terutama pada AKC saat terapi jangka panjang
– Injeksi steroid supratarsal : untuk penyakit palpebra berat, pasien yang resisten
pada terapi konvensional (sod. Betamethasone phosphate 4mg/L, dexamethasone
4mg/mL atau triamcinolone 40mg/mL
9. Sistemik
– Antihistamin  untuk gatal, membantu tidur & mengurangi menggosok mata
pada malam hari
– Antibiotik  doxycycline 50-100mg/hr selama 6 minggu atau azithromycin
500mg 1x/hr selama 3 minggu untuk mengurangi inflamasi blefaritis biasanya
pada AKC
– Immunosuppressive agents  steroid, ciclosporin, tacrolimus, azathioprine
dosis rendah untuk AKC yang tidak respon dengan terapi lain. Dosis tinggi untuk
kasus berat
– Aspirin untuk VKC beresiko reye’s syndrome, hindari penggunaan untuk
anak-anak
10. Bedah :
– Bandage contact lens : untuk kerusakan epithelial yang persisten
– Keratectomy superficial : menghilangkan plaque atau debride shield ulcer dan
epithelialisasi

PTERYGIUM
• Pertumbuhan fibrovaskular pada konjungtiva yg meluas sampai kornea
• Pada orang yang tinggal di suhu panas dan terpapar UV
• Gejala:
– Iritasi dan berpasir
– gangguan penglihatan dengan mengaburkan axis visual dan menginduksi
astigmatisme
– Kosmesis
• Tanda :
– Tipe 1 : <2mm ke kornea. Terdapat deposit besi di epitel kornea anterior
– Tipe 2 : 4mm dikornea
– Tipe 3 : >4mm dan melibatkan axis visual
– Pseudopetrygium : konjungtiva yang melekat ke kornea di apex. Respon inflamasi
akut seperti : chemical burn, corneal ulcer, trauma, konjungtivitis sikatrik
• Tatalaksana :
1. Tear subtitutes
2. topikal steroid untuk inflamasi
3. Kacamata : mengurangi paparan sinar uv
4. Bedah

PERDARAHAN SUBKONJUNGTIVA
• Banyak terjadi akibat konjungtivitis, operasi, trauma
• Bisa idiopatik dan spontan terutama pada lansia
• Faktor presipitasi batuk, muntah dan bersin
• Pada pasien muda : akibat kontak lens
• Pada pasien lansia : akibat penyakit Vaskular sistemik (HT)
• Pada infant : akibat defisiensi vitamin C dan trauma keras
• Resolusi spontan terjadi dalam 1 atau 2 minggu

EPISKLERITIS
• Banyak terjadi, jinak, idiopatik, rekuren, bilateral dan self limiting
Simple episkleritis :
• Banyak terjadi pada wanita
• gejala : merah dan tidak nyaman
• Tanda :
– Merah pada 1 bagian atau diffuse sering di intrapalpebra
– Puncak serangan dalam 12 jam dan membaik bertahap
– Dapat menyebar kemata yg lain atau bilateral
• Tatalaksana
1. Ringan : tidak memerlukan terapi
2. cool artificial tears
3. Steroid topikal lemah 4x/hr (selama 1-2minggu)
4. NSAIDS oral : flurbiprofen 100mg 3x/hr (selama 10hari)
Nodular episkleritis :
• Banyak terjadi pada wanita muda dan serangannya lebih lama
• Gejala:
– merah saat bangun tidur
– dalam 2-3 hari kemerahan meningkat dan menjadi tidak nyaman tapi terjadi pada
tempat yang sama
• Tanda :
– Nodul yang disertai fisurra interpalpebra
– Slit-lamp : permukaan sklera anterior yang datar menunjukkan tidak ada keterlibatan
sklera
– Pemberian 2,5% phenylephrine dapat meredakan PD konjungtiva dan episklera
diikuti penglihatan yang mebaik
– Setelah beberapa serangan PD dapat melebar permanen
– Pentingnya menyingkirkan penyebab lokal dari episcleritis (benda asing dan
granuloma)
– Tatalaksana sama dengan simple episkleritis

SKLERITIS
IMMUNE MEDIATED SCLERITIS
• Ditandai dengan edema dan infiltrasi selular dengan penebalan sklera
• Klasifikasi :
Anterior
– Non-necrotizing : diffuse dan nodular
– Necrotizing with inflammation : vaso-occlusive, granulomatous dan surgical-
induced
– Scleromalacia perforans
– posterior
Anterior non necrotizing diffuse
• Banyak terajadi pada wanita usia dekade 5
• Gejala :
– mata merah
– Nyeri yang menyebar ke wajah dan pelipis
– Nyeri lebih terasa saat bangun tidur
– Berespon buruk terhapad analgetik
• Tanda :
– Kongesti dan dilatasi vaskular disertai edema
– Merah pada 1 area atau menyeluruh
– Edema pecah  terlihat area berwarna abu2 atau biru
– Dapat rekuren pada tempat yang sama
– Durasi dari penyakit kira-kira 6 tahun dan frekuensi dari kejadian rekuren menurun
setelah 18cbulan pertama
– Prognosis baik
Anterior non necrotizing nodular
• Terjadi pada usia dekade 5
• Memiliki riwayat Herpes Zoster opthalmicus
• Gejala:
– Nyeri , merah
– Nodul
– Tenderness pada bola mata
• Tanda :
– Nodul di interpalpebra
– Nodul yang berwarna lebih merah kebiruan dibanding nodul episklera dan imobile
– Slit-lamp : adanya displaced dari nodul sklera
– Pemberian 2,5% phenylephrine : konstriksi dari PD konjungtiva dan superficial
episklera
– Lamanya durasi penyakit = diffuse skleritis
– Tidak di terapi necrotizing dan nekrosis superfisial
– Penyembuhan akan meninggalkan jaringan parut
Anterior non necrotizing scleritis with inflammation
• Agresif, terjadi pada usia 60th, bilateral,dapat menyebabkan morbiditas penglihatan
yang parah dan kadang kehilangan penglihatan
• Gejala :
– Nyeri yg berat dan persisten
– Menjalar ke pelipis, alis dan rahang
– Berespon buruk terhadap analgetik
• Tanda :
– Vaso-occlusive :
– Sering disertai dengan Rhematoid Arthritis
– Edema sklera dengan non perfused episklera dan konjungtiva
– Bila tidak cepat dikontrol  nekrosis sklera yang progresif
– Granulomatous
– Sering disertai dengan wegener granulomatosis dan poliatritis nodusa
– Awal: injeksi yang berdekatan dengan limbus dan meluas ke posterior
– Dalam 24 jam sklera, episklera, konjungtiva dan dekat kornea menjadi ireguler
dan edema
– Surgically-induced skleritis
– Terjadi dalam 3 minggu setelah operasi
– Akibat operasi memperbaiki starbismus, trabeculectomy, scleral buckling dan
terapi pterygium dengan mitomycin
• Pemeriksaan : RF, ANA, ANCA (cANCA,pANCA), antiphospholipid antibodi dan
FA
• Komplikasi :
– Acute infiltrative stromal keratitis
– Sclerosing keratitis
– Peripheral ulcerative keratitis
– Uveitis
– Glaukoma
– Hypotony
– perforasi
Scleromalacia perforans
• Bentuk spesifik dari necrotizing scleritis tanpa inflamasi
• Mengenai wanita tua dengan riwayat RA yg sudah lama
• Gejala :
– Iritasi dan keratokonjungtivitis sicca
– Tidak adan nyeri dan gangguan penglihatan
• Tanda :
– Plak nektrotik sklera dekat limbus tanpa kongesti vaskular
– Pembesaran area nektrotik
– Penipisan sklera yang lambat
• Terapi : Perbaikan perforasi sklera karena beresiko pthisis bulbi jika tidak diterapi
Posterior Skleritis
• Penyakit serius yang dapat menyebabkan kebutaan dalam waktu cepat
• Mengenai usia < 40thn
• Gejala :
– Nyeri dan tidak nyaman
– Nyeri saat palpasi
– Tidak ada fotofobia
• Tanda :
– Eksudatif retinal detachment
– Efusi uvea
– Choroidal folds
– Subretinal mass
– Disc edema
– Myositis
– Proptosis
– Glaukoma
– Periorbital edema
– Kemosis
– Injeksi Konjungtiva
• Pemeriksaan :
1. Ultrasound : menunjukkan peningkatan penebalan sclera, nodul sclera, pelepasan
tenon kapsul dari sklera (cairan dirongga tenon  T), Disc edema, Choroidal
folds atau retinal detachment
2. MR dan CT : Menunjukkan penebalan sklera dan proptosis
• DD : masa di subretinal, choroidal folds, exudative retinal detachment dan orbital
celulitis
• Tatalaksana untuk immune mediated skleritis
1. Steroid topikal : mengurangi gejala dan edem di non nectrotizing disease
2. NSAIDs sistemik : hanya untuk non necrotizing, penggunaan dikombinasi lebih
efektif, pertimbangkan penggunaan COX-2 pada peptic ulcer dan
3. Injeksi steroid periokular: non necrotizing dan necrotizing
4. Steroid sistemik: digunakan saat NSAID tidak efektif (necrotizing disease) 
prednisolone 1,0-1,5 mg/kg/hr
5. Sitotoksik agents: pendamping steroid untuk penggunaan jangka panjang, pada pasien
dengan penyakit Vaskulitis (wegener granulomatosis atau PAN): cyclophosphamide
(DOC), azathioprine, mycophenolate mofetil dan methotrexate
6. Immunomodulator: ciclosporin dan tacrolimus (short term therapy sebelum
pemberian sitotoksik agents)
7. Antibodi spesifik : infliximab dan rituzimab

XEROPHTALMIA
• Penyakit yang disebabkan oleh defisiensi berat dari vitamin A
• Etilogi : malnutrisi, malabsorbsi, alkoholik dan diet ketat.
• Gejala :
– nyctalopia (buta senja)
– tidak nyaman
– penurunan penglihatan
– Konjungtiva:
1. Xerosis : keringnya konjungtiva di intrepalpebra dengan hilangnya sel goblet,
metaplasia squmosa dan keratinisasi
2. Bitot spots : daerah triangular berupa epitel yang mengalami keratinisasi dan
berbusa pada daerah interpalpebra, diduga disebabkan oleh corynebacterium
xerosis
– Kornea :
1. Tidak mengkilap
2. Erosi epitel kornea pungtata bilateral di intrerpalpebra  kerusakan epitel bila
tidak diterapi
3. Keratinisasi
4. Keratomalacia (kornea yg mencair akibat nekrosis likuefaktif)  perforasi
– Retinopati :
1. Bintik bintik Perifer yang kekuning-kuningan
2. Penurunan amplitude dari electroretinogram
• Grading :
– XN : buta senja
– X1 : xerosis konjungtiva (X1A) dengan bitot spot (X1B)
– X2 : xerosis kornea
– X3 : ulserasi kornea < 1/3 (X3A) dan >1/3 (X3B)
– XS : scar kornea
– XF : fundus xerophtalmic
• Tatalaksana :
1. Keratomalacia : indikator def.vit A yang parah dan harus diterapi sebagai keadaan
darurat karena dapat menyebabkan kematian terutama pada bayi
2. Sitemik:
a. Oral (oil based 200 000 IU) atau IM vit.A (aqueous based 100 000 IU) untuk
keratomalacia
b. Multivitamin suplemen
3. Lokal
a. Lubrikasi
b. Topikal as.retinoc dengan suplemen sistemik
4. Bedah : untuk perforasi kornea
5. Konsumsi makanan sumber vitamin A

KERATITIS BAKTERI
• Etiologi yang paling sering :
– Pseudomonas aeruginosa : terdapat di GIT, bersifat agresif dan banyak pada
pengguna kontak lens
– Staphylococcus aureus: terdapat di kulit dan konjungtiva. Infiltrat putih/kuning
keputihan
– Streptococci : Sering bersifat agresif . S.pyogenes : terdapat di tenggorokan dan
vagina dan S.pneumoniae : terdapat di saluran nafas atas
• Faktor resiko:
– Penggunaan kontak lens
– Trauma (LASIK)
– Penyakit permukaan okular (herpetic keratitis, bullous keratophaty, mata kering ,
blepharitis kronik, trikiasis, entropion, penyakit alergi mata yang berat dan corneal
anaesthesia)
– Lokal atau systemic immunosupression, DM dan defisiensi vitamin A
• Gejala :
– Nyeri
– Fotofobia
– Penglihatan menurun
– Discharge purulen/mukopurulen
• Tanda :
– Kerusakan epitel disertai infiltrat besar
– Stromal oedem, lipatan di membran descemet dan uveitis anterior
– Kemosis dan pembengkakan kelopak pada kasus berat
– Ulserasi berat menuju ke formasi dan perforasi decemetocele (terutama pada infeksi
pseudomonas)
– Jaringan parut, vaskularisasi dan opasifikasi
– Penurunan sensasi kornea pada penyakit herpetik atau keratopati neurotropik dan
pada pengguna kontak lens
• DD :
– Keratitis akibat jamur, acanthamoeba, stromal, herpes simplex dan mikrobakteri
– marginal keratitis
– infiltrate kornea disertai penggunaan kontak lens
– peripheral ulcerative keratitis dan keratitis toksik
• Pemeriksaan :
– corneal scarping,
– swab konjungtiva sebagai tambahan pada corneal scarping, terutama pada kasus
berat
– gram staining
• Tatalaksana :
A. Terapi lokal
1. Ab monoterapi :
– Fluoroquinolone
– Cirpofloxacin atau ofloxacin
– Moxifloxacin dan gatifloxacin: untuk kasus resisten
2. Ab duoterapi :
– Untuk penyakit yang agresif atau yang disebabkan streptococci
– Kombinasi Cephalosporin dan aminoglikosida
3. Ab subkonjuntiva : bila tidak respon terhadap terapi topikal
4. Midriatik :
– Mencegah formasi dari sinekia posterior dan mengurangi nyeri
– Cyclopentolate 1%, Homatropine 2% atau Atropine 1%
5. Steroid : kontraindikasi untuk jamur dan mikrobakteri
B. Antibiotik sistemik :
1. Untuk keterlibatan sistemik seperti :
• N.meningitidis : IM benzylpenicilin, ceftriaxone atau cefotaxime atau oral
ciprofloxacin
• H.influenzae : oral amoxicillin dengan asam clavulanic
• N.gonorrhoeae : cehpalosporin genenrasi 3 (ceftriaxone)
2. Penipisan kornea yang parah
• Ciprofloxacin : untuk aktifitas antibakteri
• Tetracycline (doxycycline 100mg 2x/hr)
3. Keterlibatan scleral : dapat diberikan secara oral atau IV

KERATITIS JAMUR
• Dapat menyebabkan hilangnya penglihatan
• Etiologi : candida dan filamentous
• Faktor resiko :
– Penyakit permukaan mata yang kronik
– Penggunaan topikal steroid jangka panjang
– Penggunaan kontak lens
– Sistemik immunosupresion dan diabetes
• Gejala :
– Nyeri, berpasir
– Fotofobia
– Penglihatan kabur
– Discharge mukopurulen/berair
• Tanda :
– Candida keratitis :
1. Infiltrat supuratif berwarna kuning keputihan
2. Morfologi  collar stud (kancing kemeja)
– Filamentous keratitis :
1. Infiltrat stromal berwarna abu-abu atau kuning keputihan
2. Infiltrasi yang progresif dengan lesi satelit
3. Progres yang cepat dengan nekrosis dan penipisan
4. Penetrasi dar membran descement yg intak  endophtalmitis tanpa perforasi
• DD : keratitis bakteri,herpetik dan acanthamoebal.
• Pemeriksaan :
– Staining : gram dan giemsa, PAS dan GMS
– Kultur
– Biopsi kornea
– Confocal mikroskopi
• Tatalaksana :
1. Removal epithelium
2. Topikal
– Awal : berikan tiap jam selama 48 jam kemudian lanjutkan sampai 12 minggu
– Candida : amphotericin B 0,15% atau econazole 1%. Alternatif  natamycin
5%, fluconazole 2% dan clotrimazole 1%
– Filamentous : natamycin 5% atau econazole 1%. Alternatif  amphotericin B
0,15% dan miconazole 1%
– Ab spektrum luas : untuk mencegah co- infeksi bakteri
– Cycloplegia untuk bakterial keratitis
3. Subkonjungtiva fluconazole untuk kasus parah
4. Antifungal sistemik:
– untuk kasus parah ketika lesi didekat limbus atau adanya endophtalmitis
– Voriconazole 400mg 2x/hr untuk 1hr  200mg 2x/hr
– Itraconazole 200mg/hr 100mg/hr
– Fluconazole 200mg 2x/hr
– Tetracycline (doxycycline 100mg 2x/hr)
5. keratectomi superfisial
6. Therapeutik keratoplasty : bila terapi dengan obat obatan tidak efektif atau disertai
perforasi

KERATITIS HERPES SIMPLEX


• Akibat virus herpes simplex . terdiri dari :
– HSV l: mengenai wajah, bibir dan mata
– HSV 2: mengenai genital
• Transmisi dapat terjadi melalui lingkungan yang padat dan kebersihan yang buruk
Infeksi Primer
• Terjadi pada anak
• Transmisi melalui dorplet
• Gejala : demam, malaise, ISPA, blepharitis , konjungtivitis folikular ringan dan dapar
sembuh sendri
• Terapi : topikal aciclovir ointment untuk mata dan krim untuk kulit
Rekuren
• Setelah infeksi primer virus dibawa ke ganglion sensori (ganglion trigeminal)  fase
laten
• Reaktifasi disebabkan : demam, perubahan hormon, radiasi UV, trauma atau luka
trigeminal
• Fak.resiko:
– Penyakit mata atopic
– Anak anak
– Imunodefisiensi
– Malnutrisi
– Campak dan malaria
Epithelial keratitis
• Epithelial (dendritic/geographic) keratitis disertai replikasi virus aktif
• Gejala :
– Tidak nyaman
– Merah
– Fotofobia
– Berair
– Penglihatan kabur
• Tanda :
– Pembengkakan sel epitel
– Deskuamasi sentral  dentritic ulcer
– ujung ulcer gambaran seperti tunas pada pewarnaan fluorescein
– Penurunan sensasi kornea
– steroid topical : pembesaran yang progresif dari ulcer  membentuk konfigurasi
geographical/amoeboid
– Jaringan parut subepitel ringan terjadi setelah penyembuhan
• DD : keratitis Herpes Zoster, penyembuhan abrasi kornea (pseudodendrite),
achantomoeba keratitis, tyrosinaemia tipe2
• Tatalaksana :
1. Topikal : aciclovir 3% ointment dan ganciclovir 0,15% gel 5x/hr membaik dalam 2
minggu
2. Debridement : untuk dendritic tapi tidak untuk geographic ulcer
3. Oral antiviral : untuk pasien imunodefisiensi dan sebagai alternatif untuk terapi
topikal yang resisten
4. Lesi kulit : aciclovir krim 5x/hr
5. Penyembuhan yang lama dan rekuren : valaciclovir atau famciclovir oral
Disciform keratitis
• Akibat infeksi aktif HSV dari keratocytes atau endothelium atau reaksi hiprsensitif
terhadap antigen virus di kornea
• Gejala :
– Penglihatan kabur
– Halo sekitar cahaya
– Tidak nyaman dan merah
• Tanda:
– Edema stroma dibagian sentral dengan edema epitelial
– Keratic presipitat yang mendasari edema
– Lipatan di membran descement pada kasus parah
– Penurunan sensasi korneal
• Tatalaksana :
1. Awal : topikal steroid (prednisolone 1% atau dexamethasone 0,1% dengan antiviral
4x/hr
2. Selanjutnya : prednisolone 0,5% 1x/hr atau steroid lemah (fluorometholone 0,1% atau
loteprednol 0,2%)
3. Ulserasi epitel aktif : antiviral 5x/hr dan steroid 2x/hr atau 3x/hari
4. Topical ciclosporin 0,05% : untuk ulserasi epitel dan memudahkan tappering dari
steroid topikal
Necrotizing stromal keratitis
• Jarang terjadi akibat replikasi virus akif dalam stroma dan inflamasi mediasi imun
• Tanda :
– Necrosis dan mencairnya stromal dengan opasifikasi interstitial
– Uveitis anterior dengan keratic precipitate mendasari area infiltrasi stromal aktif
– Kerusakan epitel
– Pembentukan jaringan parut, vaskularisasi dan deposit lipid
• Tatalaksana sama dengan diciform keratitis dan pemberian suplemen antiviral oral
Ulserasi neurotropik
• Akibat kegagalan re-epithelisasi dari anaesthesia dan eksaserbasi dari toksisitas obat
• Tanda :
– Tidak sembuhnya kerusakan epitel, setelah terapi topikal jangka panjang
– Kerusakan stromal berwarna abu-abu ,opak dan penipisan stromal
– Infeksi sekunder dari bakteri dan jamur
• Tatalaksana : topikal steroid
• Profilaksis :
1. Aciclovir 400mg 2x/hr
2. Alternatif : valaciclovir 500mg 1x/hr atau famciclovir oral
• Komplikasi : Infeksi sekunder, Glaukoma, Katarak dan atofi iris

HERPES ZOSTER OFTALMIKUS


• Banyak terjadi, akibat virus varisela zoster dan biasanya unilateral
• Terutama menyerang orang tua
• Gejala : nyeri pada cabang pertama saraf trigeminal
• Tanda :
– Maculopapular rash di dahi
– vesikel dan pustul  crusting
– Edema periorbital dapat menyebar ke sisi lainnya
• Tatalaksana :
1. Aciclov ir oral 800mg 5x/hr (selama 7-10)
2. Alternative : valaciclovir 1gr 3x/hr, famciclovir 500mg 3x/hr dan brivudine 125mg
1x/hr
3. Topikal aciclovir atau penciclovir krim dan kombinasi Ab steroid (hydrocortisone
1%, asam fusidic 2%) 3x/hr sampai crust menghilang

KERATITIS PROTOZOA
• Achantamoeba banyak ditemukan ditanah, respirasi atas, air
• Faktor resiko pada pengguna kontak lens
• Gejala : nyeri dan penurunan penglihatan
• Tanda:
– Awal: permukan epitel berwarna abu-abu dan ireguler
– Pseudodendritis epitel
– Limbitis dengan infiltrasi stroma anterior
– Infiltrasi perineural
– Pembesaran dan bersatunya infiltrate  ring abses
– Skleritis
– Corneal yang hancur sering di area perifer dari infiltrat
• Pemeriksaan :
– Staining (PAS, gram geimsa)
– Kultur
– PCR, immunohistochemistry, invivo confocal mikroskopi dan korneal biopsi
• Tatalaksana :
1. debridement
2. Topikal amoebicides
– Polyhexamethylene biguanide (PHMB) 0,02% dan chlorohexidine digluconate
0,02% : first line
– Hexamidine di-isethionate, propamidine sebagai co-treatment dengan PHMB atau
chlorhexidine
3. Untuk mengontrol nyeri : NSAID oral (flurbiprofen 100mg 3x/hr)
4. Keratoplasty untuk scar yang masih sisa
5. Hindari topikal steroid

MATA KERING
• Akibat tidak stabilnya film air mata dan penyakit permukaan ocular
• Klasifikasi :
1. Defisiensi lapisan aqueous : sjogren dan non sjogren sindrom
2. Evaporasi : penyakit kelenjar meibom, paparan, gangguan berkedip, kontak lens,
faktor lingkungan
• Etiologi
1. Non sjogren :
– Primer : hiposekresi terkait usia
– Destruksi jaringan lakrimal
– Tidak adanya / reduksi jaringan kelenjar lakrimal
– Jaringan parut di konjungtiva dengan obstruksi duktulus kelenjar lakrimal
– Lesi neurologis dengan hilangnya reflex sensorik atau motorik
– Defisiensi vitamin A
2. Evaporasi :
– Disfungsi dari kelenjar meibom
– Lagoftalmus
– Lainnya : penggunaan kontak lens, factor lingkungan seperti AC
• Gejala :
– Rasa kering, rasa seperti berpasir dan rasa terbakar yang memburuk sepanjang hari
– Discharge yang berserabut
– Penglihatan kabur yang transient
– Merah dan krusta pada palpebra
– Dieksaserbasi oleh lingkungan ber AC atau hawa panas, membaca terlalu lam
(penurunan frekuensi berkedip)
• Tanda :
– Blefaritis posterior dan disfungsi kelenjar meibom
– konjungtiva : Keratinisasi dan merah
– film air mata :
1. akumulasi musin yang terkontaminasi dengan lipid menjadi partikel dan debris
2. meniscus air mata marginal menipis atau tidak ada
3. buih di film air mata atau disepanjang tepi kelopak terjadi pada disfungsi
kelenjar meibom
– kornea :
1. erosi epitel pungtata (terlihat pada pewarnaan fluoresein)
2. filament yang terdiri dari helai-helai mucus dengan epitel yang melekat ke
kornea pada salah satu ujungnya (terlihat pada pewarnaan rose Bengal)
3. plak mucus (lesi semi transparan, berwarna putih ke abu-abuan dan lesi yang
sedikit elevasi)
• Komplikasi : neovaskularisasi perifer superficial kornea, kerusakan epitel dan perforasi
dan bakterial keratitis
• Pemeriksaan :
– Stabilitas film air mata  BUT (Break up time)
– Produksi air mata  schirmer, bersihan fluorescein dan osmolarity air mata
– Penyakit permukaan ocular  pewarnaan cornea dan sitologi impresi
• Tatalaksana :
1. tear subtitute
– tetes dan gel :
a. derivate selulosa : untuk kasus ringan
b. Carbomers
c. Polyvinyl alkohol : untuk kasus defisiensi mucin dan meningkatkan persisten
dari film air mata
d. Sodium hyaluronate : menyembuhkan konjungtiva dan croneal epithelial
e. Serum Autolog: untuk kasus yang sangat berat
f. Povidone dan sodium chloride
– Salep : minyak mineral petrolatum pada malam hari
2. Mukolitik :
– Tetes acetylcysteine 5% 4x/hr : untuk filamen kornea dan plak mukus
– debridement untuk filamen
3. Anti inflamasi :
– Steroid topikal dosis rendah: untu eksaserbasi akut
– Ciclosporin topikal (0,05%,0,1
4. Tetracycline sistemik : untuk blefaritis dan mengurangi mediator sel inflamasi dalam
air mata
5. Lensa kontak :
– Lensa HEMA dengan kandungan air rendah
– Lensa silikon
– Lensa kontak sclera oklusif yang permeabel terhadap udara
6. Mempertahankan air mata dengan : mengurangi temperatur ruangan atau
menggunakan alat pelembab ruangan
7. Lainnya : tarsorafi, injeksi toksin botulinum, agonis kolinergik oral (pilocarpine 5mg
3x/hr untuk mengurangi gejala mata kering dan mulut kering pada pasien sjogren
sindrom), zidovudine (untuk sjogren sindrom primer) dan transplatasi kelenjar
submandibular

UVEITIS
• Inflamasi pada uvea (iris, badan siliar dan koroid) termasuk retina dan pembuluh
darahnya. Terdiri dari :
1. Uveitis anterior : paling banyak terjadi . terbagi dalam :
– Iritis : peradangan pada iris
– Iridosiklitis: peradangan pada iris dang pars plicata dari badan siliaris
2. Uveitis intermediate : inflamasi yang melibatkan pars plana, retina perifer dan
vitreous
3. Uveitis posterior : melibatkan fundus posterior ke dasar vitreous
4. Panuveitis
5. Endoftalmitis
6. Panoftalmitis
Uveitis anterior akut
• Paling banyak terjadi
• Dengan onset mendadak dan dengan durasi 3 bulan atau kurang dari 3 bulan
• Gejala :
– Nyeri unilateral
– Fotofobia
– Merah
– Lakrimasi
– Kadang pasien merasakan tidak nyaman ringan beberapa hari sebelum timbul
serangan akut
– Ketajaman penglihatan normal dan terganggu bila adanya hipopion berat
– Adanya injeksi siliar
– Miosis
– Keratic presipitate
– Sel vitreous anterior mengindikasikan adanya iridosiklitis
– Reflex aqueous yang menyala : menandakan adanya protein akibat kerusakan barrier
aqueous darah
– Sinekia posterior
– IOP yang rendah akibat penurunan sekresi aqueous
– Pemeriksaan : fundus  Normal
– Durasi : dengan terapi yang sesuai dapat sembuh dalam 5-6 minggu
– Prognosis : sangat baik
Uveitis anterior kronik
• Lebih jarang terjadi
• Merupakan inflamasi persisten yang dengan segera kambuh dalam waktu <3bulan
setelah penghentian terapi.
• Bentuk inflamasi dapat granulomatous dan non granolomatous
• Gejala : sering asimptomatik sampai timbul komplikasi (katarak dan keratopathy)
• Penilaian External : menunjukkan mata yang berwarna putih. Kadang berwarna pink
yang terjadi selama eksaserbasi berat dari aktivitas inflamasi
• Keratic precipitate : pada penyakit granulomatosa terlihat keratic precipitate yang besar
dan berminyak (mutton fat)
• Dilatasi PD iris terlihat pada kasus lama
• Nodul iris :
a. Terutama pada tipe granulomatous
b. Koeppe nodule : terdapat di batas pupil
c. Bussaca nodule : melibatkan stroma iris
d. Nodule pink yang besar : sarcoid uveitis
• Atrofi iris
a. sektoral terjadi pada herpes simplex dan herpes zoster
b. Diffuse : terjadi pada sindrom fusch uveitis
• Durasi : berlangsung lama dan beberapa kasus inflamasi dapat terjadi sampai beberapa
bulan/tahun
• Komplikasi : katarak, glaukoma dan hipotoni
Uveitis posterior
• Meliputi retinitis, koroiditis dan vaskulitis retina
• Lesi dapat berasal dari retina atau koroid tapi sering juga melibatkan keduanya
(retinokoroiditis dan korioretinitis)
• Gejala tergantung dari lokasi focus inflamasi. Seperti lesi di retina pasien akan
mengeluhkan adanya floaters, sedangkan lesi yang melbatkan macula  menyebabkan
kerusakan penglihatan sentral
• Retinitis dapat fokal, multifokal, geographic atau diffuse. Lesi aktif  retina yang
berwarna keputihan dengan batas yang tidak jelas
• Koroiditis dapat fokal, multifokal, geographic atau diffuse. Lesi aktif nodul kuning
yang bulat
• Vaskulitis  kekuningan atau putih keabu-abuan
• Pemeriksaan :
– Indikasi :
1. Inflamasi Granulomatosa
2. uveitis yang rekuren
3. penyakit bilateral
4. manifestasi sistemik tanpa diagnosis spesifik
5. mengkonfirmasi dugaan penyakit ocular
– Test kulit :
1. Test kulit tuberkulin (Mantoux and Heaf)
2. Test Pathergy
3. Test Lepromin
– Serologi :
1. Syphillis : Non-treponemal (RPR, VDRL) dan Treponemal ( FTA-ABS, MHA-
TPA)
2. Toxoplasmosis: Dye Test (Sabin-Feldman) , test Immunofluorescent antibody,
test hemaglutinasi dan ELISA
– Enzyme assay : ACE dan Lysozyme assay
– Imaging : Fluorescein angiography (FA), Indocyanine green angiography (ICGA) dan
Optical cohorence tomography (OCT)
– Radiologi : Chest X-Ray, Sacroiliac joint X-Ray, CT and MR
– Histopathology : Gold standard
• Tatalaksana :
1. Midriatik
– Short acting: tropicamide (0,5% dan 1%), cyclopentolate (0,5% dan 1%) dan
phenylpherine (2,5% dan 10%)
– Long acting: homatropine 2% dan atropine 1%
2. Topikal steroid
3. Injeksi steroid periocular
4. Steroid intraocular
5. Steroid sistemik
– Oral prednisolone 5 atau 25 mg
– Infuse IV metilprednisolone 1g/hr
6. Cacineurin inhibitors
– Ciclosporin oral 2,5-7 mg/kg perhari
– Tacrolimus oral 1-0,25 mg/kg perhari

GLAUKOMA
Glaukoma sudut terbuka primer
• Penyakit yang umumnya bilateral dang mengenai orang dewasa. Dengan karakteristik :
1. IOP > 21 mmHg
2. Rusaknya saraf optik glaucomatous
3. Sudut bilik mata terbuka
4. Hilangnya lapang pandang sebagai kerusakan progresif
5. Tidak ada tanda dari glaukoma sekunder
• Faktor resiko :
– Tekanan Intra Okular yang tinggi
– Usia  lebih sering pada orang tua
– Ras  orang kulit hitam
– Riwayat keluarga
– Diabetes melitus
– Myopia
– Penyakit vaskular
• Screening  tonometry dan ofthalmoskopi
• Diagnosis :
– Gejala penglihatan : Biasanya tidak ada kecuali ada kerusakan
– Riwayat penyakit mata  miopia, trauma atau inflamasi pada mata, operasi mata
– Riwayat keluarga
– Alergi
• Pemeriksaan :
– Ketajaman penglihatan : Normal
– Refleks pupil
– Pemeriksaan buta warna
– Stil-lamp menyingkirkan gkaukoma sekunder : pigmentary dan pseudoexfoliative
– Tonometry
– Pachymetry (untuk cek CCT/Central Corneal Thickness)
– Gonioscopy
– Pemeriksaan Optic disc
– Perimetry
• Tatalaksana :
1. Beta bloker atau analog prostaglandin
2. Laser trabeculopasty : ArgonLaser Trabeculoplasty(ALT), SelectiveLaser
Trabeculoplasty(SLT) argon dan Nd:YAG laser. Indikasi :
– Intoleransi terhadap terapitopikal (termasukalergi)
– Kegagalan terapi medikamentosa
– Penghindaran konsumsi banyak obat
– Penghindaran dari operasi (Pasien yg walau dioperasi prognosisnya jelek )
– Primary terapi
3. Operasi
Trabekulektomi : prosedur operasi yang biasanya digunakan untuk glaukoma.
Indikasi :
– Gagal terapi dengan obat
– Alergi dengan obat
– Penghindaran konsumsi banyak obat
– Progresive menjadi lebih buruk
– Primary terapi
Glaukoma tekanan normal
• Karakteristik :
1. IOP N/<21 mmHg
2. Rusaknya saraf optik
3. Sudut kamar anterior terbuka
4. Lapang pandang hilang
5. Tidak ada tanda dari secondary glaukoma
• Faktor resiko :
– Umur
– Gender  > wanita
– Ras  > japan
– Riwayat keluarga
– Abnormalnya vasoregulasi
– Hipotensi sistemik
– Autoantobody level
• Terapi :
1. Betaxolol
2. Laser trabeculopaty
3. Operasi
4. Kontrol penyakit PD
5. Calsium channel blocker sistemik
6. Antihipotensi
Glaukoma sudut tertutup primer
• Terjadi akibat :
1. oklusi padaTrabekula Meshwork (TM) di Periferal iris (Iridotrabecula Contact –
ITC)
2. Obstruksi dari aliran keluar Aqueous
3. Bisa Primer jika terdapat pengaruh dari anatomi mata
4. Sekunder jika terdapat pengaruh dari kodisi lain dari mata
5. Progresif lebih cepat
• Klasifikasi :
1. Primary angle-closure suspect (PACS) : Normal TIO, optic disc dan lapang
pandang
2. Primary angle-closure (PAC) : TIO meningkat, Normal optic disc and field.
3. Primary angle-closure glaucoma (PACG) : Optic neuropathy.
• Mekanisme :
– Pupillary block(iris bombé) : Kegagalan aliran aqueos humor melalui pupil,
menyebabkan perbedaan tekanan antara COA & COP
– Non-pupillary block yang berkenaan dengan iris: factor anatomi  Plateau iris
(posisi prosesus ciliaris terlalu anterior), ketebalan iris atau posisi iris terlalu
anterior
– Lens-induced angle-closure : perubahan volume dan posisi lensa secara tiba-tiba
pada saat peningkatan TIO akut/subakut
– Penyebab Retrolenticular : Malignant glaucoma
– Mekanisme kombinasi : kombinasi dari angle-closure dan open-angle
• Faktor resiko :
– Usia : rata – rata usia 60 tahun, Non-pupillary block cenderung pada usia yang lebih
muda.
– Gender : lebih sering pada wanita
– Riwayat Keluarga
– Kelainan refraksi : hipermetropia
– Sumbu bola mata yang pendek
– Faktorkebiasaan : nonton tv diruang gelap, menbaca, obat midriasis atau miosis, dan
penggunaan obat sistemik
• Gejala :
– Kebanyakan pasien asimptomatik, termasuk pasien yang TIO meningkat intermiten
atau pun kronik.
– Pada pasien menunjukan gejala akut dengan nyeri ocular, sakit kepala dan halo akibat
oedem kornea
– Pandangan kabur
• Tanda
– Kronik :
1. Visus normal kecuali jika kerusakannya berat
2. COA lebih dangkal pada pupillary block dari pada non pupillary block
3. Peningkatan IOP yang intermintent
4. Gonioscopi abnormal
5. Beberapa orang memiliki lesi seperti piramidal (saw tooth)
– Acute (congestive) angle-closure :
1. Visus biasanya 6/60
2. TIO sangat tinggi (50-100 mmHg)
3. Hiperemi konjungtiva
4. COA dangkal
5. Edema epitel kornea
– Subakut :
memiliki tanda-tanda yang sama dengan episode kronik meskipun kadang-kadang
ditemukan tipe congestive menunjukkan satu atau lebih episode TIO yang sangat
tinggi
• Tatalaksana:
Terapi untuk Akut :
1. Acetazolamide 500 mg IV jika IOP > 50 mmHg, oral jika <50 mmHg
2. Topikal : apraclonidine 1%, timolol 0,5%, prednisolon 1% atau dexamethasone
0,1%
3. Pilocarpine 2-4% satu tetes ulangi setelah 30 menit, satu tetes 1 % untuk mata
sebelahnya sebagai profilaksis
4. Analgesik dan antiemetik
Glaucoma sudut terbuka primer

• Dibagi menjadi
1. Pre trabecular :
akibat aliran keluar aqueous tersumbat oleh membran yang melindungi trabekulum.
Terdiri dari :
– Neovascular glaucoma
– Iridocorneal endothelial syndrome
– Epithelial ingrowth
2. Trabecular :
akibat sumbatan yang terjadi karena terdapat gumpalan dari meshwork. Meliputi :
– Partikel pigmen
– Sel darah merah
– Degenerasi sel darah merah
– Makrofag dan protein lensa
– Protein
– Pseudoexfoliative
3. Post trabecular :
glaukoma yang trabekulumnya normal tetapi aliran keluar dari aqueous terganggu
akibat peningkatan tekanan pembuluh darah episklera oleh kondisi seperti :
– Carotid-cavernous fistula
– Sindrom Sturge weber
– Obstruksi dari vena cava superior

Glaucoma sudut tertutup sekunder

• Akibat kerusakan aliran keluar dari aquoeus yang disebabkan oleh peripheral iris dan
trabekulum. Klasifikasi berdasarkan ada atau tidaknya pupilary block.
1. Dengan pupillary block
a. Subluksasi lensa
b. Glaukoma fakomorfik
c. Seklusio pupil disebabkan oleh iridosiklitis rekuren
2. Tanpa pupillary block
a. Efusi silio-koroidal
b. Capsular block syndrom tanpa perlekatan iris-capsul
c. Kista/tumor di badan siliaris atau posterior segment.
• Tatalaksana :
1. Steroid dan atropine jika tidak ada gangguan pengelihatan
2. Intravitreal VEGF inhibitor injectionefektif jika terdapat synechial angle-closure
3. Filtration surgerydipertimbangkan jika tajam pengelihatan berkisar pergerakan
tangan atau lebih baik.
4. Retrobulbar alcohol injectionberguna untuk meringankan nyeri, tapi dapat
menyebabkan ptosis
5. Enucleation dipertimbangkan jika terapi diatas gagal

HIFEMA

• Darah yang ada dibilik mata depan


• Sering diikuti oleh peningkatan tekanan intraocular akibat blockade dari trabekular oleh
sel darah merah
• Tanda: perdarahan pada bilik mata depan dengan sumber perdrahan di iris atau badan
siliaris
• Komplikasi : glaucoma
• Tatalaksana :
1. Duduk atau berbaring dalam posisi tegak
2. Beta blocker dan atau topical atau sistemik CAI
3. Alpha agonist : Kontraindikasi pada anak kecil dan sckling disorder
4. Topical steroid
5. Bedah
MAKALAH
KELAIANAN MATA DENGAN KELUHAN MATA
MERAH, KELAINAN PADA KELOPAK DAN
APARATUS LAKRIMALIS.

DISUSUN OLEH :
RIZKY FATIMAH NUR
405100237

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
DAFTAR PUSTAKA
1. Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: A systematic approach. 7th ed. London:
Elsevier sauders; 2011.
2. Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: A systematic approach. 8th ed. UK:
Elsevier limited ; 2015.
3. Riodam EP, Whitcher JP. Vaughan & absury: Oftalmologi umum, edisi 17. Jakarta ECG;
2014.

Anda mungkin juga menyukai