Anda di halaman 1dari 12

KONSEP DASAR

A. Pengertian
Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan cedera (Sjamsuhidayat, 1997).
Trauma pada abdomen dapat di bagi menjadi dua jenis.
Trauma penetrasi dan Trauma non penetrasi
1) Trauma penetrasi
a.Luka tembak
b. Luka tusuk
2) Trauma non-penetrasi
a. Kompresi
b. Hancur akibat kecelakaan
c. Sabuk pengaman
d. Cedera akselerasi
Trauma pada dinding abdomen terdiri kontusio dan laserasi.
1. Kontusio dinding abdomen disebabkan trauma non-penetrasi.
Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau
penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor.
2. Laserasi,
jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen harus di eksplorasi
(Sjamsuhidayat, 1997). Atau terjadi karena trauma penetrasi.
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat menyebabkan
perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal
berbagai organ.

Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Sjamsuhidayat (1997) terdiri dari:
1. Perforasi organ viseral intraperitoneum
Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada dinding abdomen
2. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomenLuka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan
diagnostik ahli bedah.
3. Cedera thorak abdomen Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma,
atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi.
B. Etiologi
1. Penyebab trauma penetrasi
a. Luka akibat terkena tembakan
b. Luka akibat tikaman benda tajam
c. Luka akibat tusukan
2. Penyebab trauma non-peneterasi
a. Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
b. Hancur (tertabrak mobil)
c. Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
d. Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga
C. Patofisiologi
Jika terjadi trauma penetrasi atau non-pnetrasi kemungkinan terjadi pendarahan intra abdomen yang
serius, pasien akan memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang disertai penurunan hitung sel darah merah
yang akhirnya gambaran klasik syok hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami perforasi, maka
tanda-tanda perforasi, tanda-tanda iritasi peritonium cepat tampak. Tanda-tanda dalam trauma
abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising
usus bila telah terjadi peritonitis umum.Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami takikardi dan
peningkatan suhu tubuh, juga terdapat leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis mungkin belum
tampak. Pada fase awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat
kecurigaan bahwa masuk rongga abdomen, maka operasi harus dilakukan (Sjamsuhidayat, 1997)
D. Manifestasi Klinis
KlinisKasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis menurut Sjamsuhidayat (1997),
meliputi: nyeri tekan diatas daerah abdomen, distensi abdomen, demam, anorexia, mual dan muntah,
takikardi, peningkatan suhu tubuh, nyeri spontan.Pada trauma non-penetrasi (tumpul) pada trauma non
penetrasi biasanya terdapat adanya jejas atau ruktur dibagian dalam abdomen terjadi perdarahan intra
abdominal. Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi usus tidak normal
dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual, muntah, dan BAB hitam (melena)
Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah rauma. Cedera serius dapat
terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada dinding abdomen.
Pada trauma penetrasi biasanya terdapat:
a. Terdapat luka robekan pada abdomen
b. Luka tusuk sampai menembus abdomen
c. Penanganan yang kurang tepat biasanya memperbanyak , Biasanya organ yang terkena
penetrasiperdarahan/memperparah keadaan bisa keluar dari dalam andomen
F. Penanganan Awal
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa, harus mengkaji dengan
cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat Apabila sudah ditemukan
luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakuakan
prosedur ABC jika ada indikasi, Jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas.

1.Airway, dengan Kontrol Tulang BelakangMembuka jalan napas menggunakan


teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda
asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing
lainnya.
2. Breathing, dengan Ventilasi Yang AdekuatMemeriksa pernapasan dengan menggunakan cara ‘lihat-
dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada napas atau tidak, Selanjutnya
lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).
3. Circulation,dengan Kontrol Perdarahan HebatJika pernapasan korban tersengal-sengal dan tidak
adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi
jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 15 : 2 (15 kali kompresi
dada dan 2 kali bantuan napas
1) Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul)
a. Stop makanan dan minuman
b. Imobilisasi
c. Kirim kerumah sakitd.
Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)
Dilakukan pada trauma abdomen perdarahan intra abdomen, tujuan dari DPL adalah untuk mengetahui
lokasi perdarahan intra abdomen. Indikasi untuk melakukan DPL, antara lain
a. Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
b. Trauma pada bagian bawah dari dada
c. Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
d. Pasien cidera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol, cedera otak)
e. Pasien cedera abdominalis dan cidera bmedula spinalis (sumsum tulang belakang)
f. Patah tulang pelvis

Pemeriksaan DPL dilakukan melalui anus, jika terdapt darah segar dalm BAB atau sekitar anus berarti
trauma non-penetrasi (trauma tumpul) mengenai kolon atau usus besar, dan apabila darah hitam
terdapat pada BAB atau sekitar anus berarti trauma non-penetrasi (trauma tumpul) usus halus atau
lambung. Apabila telah diketahui hasil Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL), seperti adanya darah pada
rektum atau pada saat BAB.
Perdarahan dinyatakan positif bila sel darah merah lebih dari 100.000 sel/mm³ dari 500 sel/mm³,
empedu atau amilase dalam jumlah yang cukup juga merupakan indikasi untuk cedera abdomen.
Tindakan selanjutnya akan dilakukan prosedur laparotomi
Kontra indikasi dilakukan Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL), antara lain:
a. Hamil
b. Pernah operasi abdominal
c. Operator tidak berpengalaman
Penanganan awal trauma
Penetrasi (trauma tajam)
a. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak boleh dicabut kecuali
dengan adanya tim medis
b. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain kassa pada daerah antara
pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka.
c. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan dimasukkan kembali
kedalam tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada
verban steril.
d. Imobilisasi pasien
e. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum
f. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.
g.Kirim ke rumah sakit
G. Penanganan di Rumah Sakit
1) Trauma penetrasi
Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli bedah yang berpengalaman
akan memeriksa lukanya secara lokal untuk menentukan dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat berguna
bila ada luka masuk dan luka keluar yang berdekatan.

a. Skrinning pemeriksaan rongten.


Foto rongten torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau Pneumotoraks atau
untuk menemukan adanya udara intraperitonium. Serta rongten abdomen sambil tidur (supine) untuk
menentukan jalan peluru atau adanya udara retroperitoneum.
b. IVP atau Urogram Excretory dan CT ScanningIni di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang
ada.
c. Uretrografi.
Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra
d. Sistografi
Ini di gunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung kencing, contohnya pada
1)fraktur pelvis.
2) Trauma non-penetrasi
Penanganan pada trauma benda tumpul di rumah sakit.
a. Pengambilan contoh darah dan urine
Darah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan laboratorium rutin, dan juga untuk
pemeriksaan laboratorium khusus seperti pemeriksaan darah lengkap, potasium, glukosa, amilase.
b. Pemeriksaan RongtenPemeriksaan rongten servikal lateral, toraks anteroposterior dan pelvis adalah
pemeriksaan yang harus di lakukan pada penderita dengan multi trauma, mungkin berguna untuk
mengetauhi udara ekstraluminal di retroperitoneum atau udara bebas di bawah diafragma, yang
keduanya memerlukan laparotomi segera.

c. Study kontras Urologi dan GastrointestinalDilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum,
kolon ascendens atau decendens dan dubur.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN TRAUMA ABDOMEN

A. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh
(Boedihartono, 1994).
Pengkajian pasien trauma abdomen (Smeltzer, 2001) adalah meliputi :
1. Trauma Tembus abdomen
Dapatkan riwayat mekanisme cedera ; kekuatan tusukan/tembakan ; kekuatan tumpul (pukulan).
Inspeksi abdomen untuk tanda cedera sebelumnya : cedera tusuk, memar, dan tempat keluarnya
peluru.
Auskultasi ada/tidaknya bising usus dan catat data dasar sehingga perubahan dapat dideteksi. Adanya
bising usus adalah tanda awal keterlibatan intraperitoneal ; jika ada tanda iritasi peritonium, biasanya
dilakukan laparatomi (insisi pembedahan kedalam rongga abdomen).
Kaji pasien untuk progresi distensi abdomen, gerakkan melindungi, nyeri tekan, kekakuan otot atau
nyeri lepas, penurunan bising usus, hipotensi dan syok.
Kaji cedera dada yang sering mengikuti cedera intra-abdomen, observasi cedera yang berkaitan.
Catat semua tanda fisik selama pemeriksaan pasien.
2. Trauma tumpul abdomen
Dapatkan riwayat detil jika mungkin (sering tidak bisa didapatkan, tidak akurat, atau salah). dapatkan
semua data yang mungkin tentang hal-hal sebagai berikut :
• Metode cedera.
• Waktu awitan gejala.
• Lokasi penumpang jika kecelakaan lalu lintas (sopir sering menderita ruptur limpa atau hati). Sabuk
keselamatan digunakan/tidak, tipe restrain yang digunakan.
• Waktu makan atau minum terakhir.
• Kecenderungan perdarahan.
• Penyakit danmedikasi terbaru.
• Riwayat immunisasi, dengan perhatian pada tetanus.
• Alergi.
Lakukan pemeriksaan cepat pada seluruh tubuh pasienuntuk mendeteksi masalah yang mengancam
kehidupan.
PENATALAKSANAAN KEDARURATAN
1. Mulai prosedur resusitasi (memperbaiki jalan napas, pernapasan, sirkulasi) sesuai indikasi.
2. Pertahankan pasien pada brankar atau tandu papan ; gerakkan dapat menyebabkan fragmentasi
bekuan pada pada pembuluh darah besar dan menimbulkan hemoragi masif.
a) Pastikan kepatenan jalan napas dan kestabilan pernapasan serta sistem saraf.
b) Jika pasien koma, bebat leher sampai setelah sinar x leher didapatkan.
c) Gunting baju dari luka.
d) Hitung jumlah luka.
e) Tentukan lokasi luka masuk dan keluar.
3. Kaji tanda dan gejala hemoragi. Hemoragi sering menyertai cedera abdomen, khususnya hati dan
limpa mengalami trauma.
4. Kontrol perdarahan dan pertahanan volume darah sampai pembedahan dilakukan.
a) Berikan kompresi pada luka perdarahan eksternal dan bendungan luka dada.
b) Pasang kateter IV diameter besar untuk penggantian cairan cepat dan memperbaiki dinamika
sirkulasi.
c) Perhatikan kejadian syoksetelah respons awal terjadi terhadap transfusi ; ini sering merupakan tanda
adanya perdarrahan internal.
d) Dokter dapat melakukan parasentesis untuk mengidentifikasi tempat perdarahan.
5. Aspirasi lambung dengan selang nasogastrik. Prosedur ini membantu mendeteksi luka lambung,
mengurangi kontaminasi terhadap rongga peritonium, dan mencegah komplikasi paru karena aspirasi.
6. Tutupi visera abdomen yang keluar dengan balutan steril, balutan salin basah untuk mencegah
kekeringan visera.
a) Fleksikan lutut pasien ; posisi ini mencegah protusi lanjut.
b) Tunda pemberian cairan oral untuk mencegah meningkatnya peristaltik dan muntah.
7. Pasang kateter uretra menetap untuk mendapatkan kepastian adanya hematuria dan pantau haluaran
urine.
8. Pertahankan lembar alur terus menerus tentang tanda vital, haluaran urine, pembacaan tekanan vena
sentral pasien (bila diindikasikan), nilai hematokrit, dan status neurologik.
9. Siapkan untuk parasentesis atau lavase peritonium ketika terdapat ketidakpastian mengenai
perdarahan intraperitonium.
10. Siapkan sinografi untuk menentukan apakah terdapat penetrasi peritonium pada kasus luka tusuk.
a) Jahitan dilakukan disekeliling luka.
b) Kateter kecil dimasukkan ke dalam luka.
c) Agens kontras dimasukkan melalui kateter ; sinar x menunjukkan apakah penetrasi peritonium telah
dilakukan.
11. Berikan profilaksis tetanus sesuai ketentuan.
12. Berikan antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi. trauma dapat menyebabkan infeksi akibat
karena kerusakan barier mekanis, bakteri eksogen dari lingkungan pada waktu cedera dan manuver
diagnostik dan terapeutik (infeksi nosokomial).
13. Siapkan pasien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya syok, kehilangan darah, adanya udara
bebas dibawah diafragma, eviserasi, atau hematuria.

PENATALAKSANAAN DIRUANG PERAWATAN LANJUTAN


B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial
berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994).
Diagnosa keperawatan pada pasien dengan trauma abdomen (Wilkinson, 2006) adalah :
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk.
2. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.
3. Nyeri akut berhubungan dengan trauma/diskontinuitas jaringan.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, terapi pembatasan aktivitas,
dan penurunan kekuatan/tahanan.
C. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk
menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994).
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada
tahap perencanaan (Effendi, 1995).

Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan trauma abdomen
(Wilkinson, 2006) meliputi :
1. Kerusakan integritas kulit adalah keadaan kulit seseorang yang mengalami perubahan secara tidak
diinginkan.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil : - tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
- luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan Implementasi :
a. Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
R/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
b. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
c. Pantau peningkatan suhu tubuh.
R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan.
d. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan
plester kertas.
R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.
e. Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.
R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal lainnya.
f. Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak
terjadi infeksi.
g. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
R / antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko terjadi
infeksi.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan sirkulasi, kadar
gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan kerusakan kulit.
Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.
Kriteria hasil : - tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
- luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan Implementasi :
a. Pantau tanda-tanda vital.
R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.
b. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
c. Lakukan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.
R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
d. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.
R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya proses
infeksi.
e. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.
3. Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan meningkat akibat
adanya kerusakan jaringan aktual atau potensial, digambarkan dalam istilah seperti kerusakan ; awitan
yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringan samapai berat dengan akhir yang dapat di antisipasi
atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan.
Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil : - Nyeri berkurang atau hilang
- Klien tampak tenang.
Intervensi dan Implementasi :
a. Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga
R/ hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif
b. Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri
R/ tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukkan skala nyeri
c. Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri
R/ memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri
d. Observasi tanda-tanda vital.
R/ untuk mengetahui perkembangan klien
e. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik
R/ merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri.
4. Intoleransi aktivitas adalah suatu keadaaan seorang individu yang tidak cukup mempunyai energi
fisiologis atau psikologis untuk bertahan atau memenuhi kebutuhan atau aktivitas sehari-hari yang
diinginkan.
Tujuan : pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.

Kriteria hasil : - perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri.


- pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu.
- Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.
Intervensi dan Implementasi :
a. Rencanakan periode istirahat yang cukup.
R/ mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat digunakan untuk aktivitas
seperlunya secar optimal.
b. Berikan latihan aktivitas secara bertahap.
R/ tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan dengan menghemat
tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.
c. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.
R/ mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.
d. Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien.
R/ menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.
5. Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakkan fisik yang
bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil : - penampilan yang seimbang..
- melakukan pergerakkan dan perpindahan.
- mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat Bantu.
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi dan Implementasi :
a. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
b. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah
ketidakmauan.
c. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
d. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
e. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan
mobilitas pasien.
D. EVALUASI
Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan
keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan
(Brooker, 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan trauma abdomen adalah :
1. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
2. Infeksi tidak terjadi / terkontrol.
3. Nyeri dapat berkurang atau hilang.
4. Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
5. Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.

Anda mungkin juga menyukai