LONGCASE EXAMINATION
GENERAL ANESTESI LARYNGEAL MASK AIRWAY (LMA) PADA
PASIEN MASTOPATHY
Disusun oleh :
I Nyoman Roslesmana
20110310030
Pembimbing :
dr. Kurnianto Trubus, M.Kes, Sp. An
HALAMAN PENGESAHAN
GENERAL ANESTESI LARYNGEAL MASK AIRWAY (LMA) PADA
PASIEN MASTOPATHY
Disusun Oleh:
I Nyoman Roslesmana
20110310030
Dokter Pembimbing
BAB I
STATUS UJIAN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. EP
Umur : 20 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Gunturan, Triharjo, Pandak, Bantul
Pekerjaan : Karyawan
Tanggal Masuk : 9 Februari 2017
Berat Badan : 48 Kg
Diagnosis : Mastopthy Dextra
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Pasien mengeluh terdapat benjolan pada payudara kanan sejak 1
bulan masuk Rumah Sakit.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh terdapat benjolan pada payudara kanan sejak
kurang lebih sejak 1 bulan sebelum masuk Rumah sakit. Awalnya
pasien tidak memperhatikan apakah sudah ada benjolan atau tidak,
tetapi saat mandi, pasien tiba-tiba merasakan benjolan tersebut.
Benjolan tidak semakin membesar, nyeri saat menstruasi, tetapi
saat biasa tidak nyeri saat dipegang.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Hipertensi : Disangkal
Riwayat Diabetes Melitus : Disangkal
Riwayat TB Paru : Disangkal
Riwayat Asma : Disangkal
Riwayat Alergi : Disangkal
Riwayat Operasi : Riwayat operasi tonsil kurang lebih
4
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Baik, tidak tampak kesakitan
2. Kesadaran
Sadar Penuh (Compos Mentis)
3. Tanda Vital
Suhu badan : 36,7 0C
Frekuensi nadi : 88 x/menit
Frekuensi pernafasan : 16 x/menit
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Skor nyeri : 0
4. Status General
a. Kepala
Mata : Pupil isokor, Konjungtiva anemis -/- , Sklera
Ikterik -/-
Hidung : Simetris +, Sekret -/-
Mulut : Mukosa bibir lembab, tonsil T0-T0, faring
hiperemis - , Tanda candidiasis - , sariawan -,
gusi berdarah - , Mallampati II, buka mulut 3
jari.
Telinga : Simetris, serumen -/- , Membran timpani
intak.
6
b. Leher
Pembesaran limfonodi - , nyeri - , peningkatan JVP - , leher
jarak pendek - , tyromandibula > 6,5 cm, pergerakan leher
bebas.
c. Thoraks
1) Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tak tampak
Palpasi : Iktus cordis teraba pada SIC 4 linea
midclavicula kiri.
Perkusi : Batas kanan atas linea para
sternalis kanan SIC 2, batas kiri
atas linea para sternalis kiri SIC 2,
batas kanan bawah linea para
sternalis SIC 4, batas kiri bawah
line mid sternalis SIC 4.
Auskultasi : S1-S2 Reguler, murmur - , gallop -
2) Paru
Inspeksi : Simetris saat inspirasi dan
ekspirasi, retraksi intracostal - ,
retraksi substernal -
Palpasi : Fremitus +/+
Perkusi : Sonor +/+
Auskultasi : Suara dasar vesikuler +/+ , suara
tambahan -
d. Abdomen
Inspeksi : Supel
Auskultasi : Peristaltik +
Perkusi : Tympani +
Palpasi : Hepar lien dbn, massa - , nyeri -
7
e. Ekstremitas
Akral hangat, nadi kuat, capillary refill time <2 detik,
edema kaki -/-
5. Status Lokalis
Pada mammae dextra, arah jarum jam 11, 2 cm dari papila
mammae, terdapat benjolan bentuk membundar dengan diameter 3
cm, mobile, tidak nyeri, tepi licin, tidak terdapat pembesaran
limfonodi lokal.
6. Pemeriksaan Khusus
Tinggi Badan : 155 cm
Berat Badan : 38 Kg
Buka mulut : 3 Jari
Jarak Thyromental : 3 Jari
Mallampati : II
Gerakan Leher : Bebas
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Rontgen Thoraks
4. Laboratorium
Hematologi
Hemoglobin 13.6 12.0-16.0 gr/dL
Lekosit 10.60 4.0-11.0 ribu/uL
Eritrosit 4.85 4.00-5.00 ribu/uL
Trombosit 268 150-450 ribu/uL
Hematokrit 41.4 36.0-46.0 ribu/uL
Hitung Jenis
Eosinofil 5 2-4 %
Basofil 1 0-1 %
Batang 6 2-5 %
Segmen 54 51-67 %
Limfosit 26 20-35 %
Monosit 8 4-8 %
Golongan Darah
Golongan A
Darah
Hemostatis
PTT 13.9 12-16 detik
APTT 36.9 28-38 detik
Control PTT 13.4 11-16 detik
Control APTT 30.1 28-36.5 detik
Fungsi Ginjal
Ureum 15 17-43 mg/dl
Creatinin 0.58 0.60-1.10 mg/dl
Diabetes
GDS 90 80-200 mg/dl
Elektrolit
Natrium 139.2 137.0-145.0 mmol/l
Kalium 3.56 3.50-5.10 mmol/l
Klorida 103.7 98.0-10.0 mmol/l
Sero-Imunologi
Infeksi Lain
HbSag Negatip 0.01 Negatip <0.13
10
E. DIAGNOSIS KERJA
1. Mastopathy Dextra
2. American Society of Anesthesiologists (ASA) II Hipereosinofilik
pada Rencana Lumpektomy Dextra dengan Rencana General
Anestesi, teknik Laryngeal Mask Airway (LMA)
F. PENATALAKSANAAN ANESTESI
1. Pra Anestesi
Intruksi pra Anestesi :
a. Pasang IV line ukuran 16
b. Premedikasi Injeksi Dexamethason 10 mg tanggal 9
Februari 2017 pukul 22.00 WIB dan tanggal 10 februari
2017 pukul 05.00 WIB.
c. Puasa minimal 8 jam sebelum operasi (Mulai tanggal 9
Februari 2017, pukul 24.00 WIB)
d. Lengkapi Inform Consent Anestesi
2. Anestesi
Diagnosa Pra Bedah : Mastopathy Dextra
Diagnosa Pasca Bedah : Post Op Lumpektomy Dextra
Jenis Pembedahan : Lumpektomy
Premedikasi : Injeksi Midazolam 2 mg
Injeksi Fentanyl 50 mcg
Induksi : Injeksi Propofol 80 mg
Inhalasi Sevoflurane 2%
Jenis Anestesi : General Anestesi
Teknik Anestesi : Laryngeal Mask Airway (LMA)
Pemeliharaan : O2 50%
N2O 50%
Sevoflurane 2%
Obat-obat : Injeksi Ondansetron 4 mg
Injeksi Ketorolac 30 mg
11
3. Post Anestesi
a. Maintenance anestesi
B1 (Breathing) : RR 16-20 x/menit
Suara dasar vesikuler +/+
Nafas terkontrol
VT 270-360 cc
B2 (Blood) : Perdarahan 50 cc
Tekanan darah terkontrol
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Mastopathy
1. Anatomi
Payudara merupakan kelenjar tubulo alveolar yang
bercabang-cabang, terdiri atas 15-20 lobus yang dikelilingi oleh
jaringan ikat dan lemak. Tiap lobus mempunyai duktus
ekskretorius, masing-masing akan bermuara pada putting susu,
disebut duktus laktiferus, yang dilapisi epitel gepeng berlapis.
Tiap lobus terdiri atas beberapa lobulus, ialah “collecting
duct“ yang dikelilingi 10-100 asinus. Jaringan ikat interlobular
(stroma interlobular) mengandung lebih banyak sel daripada
jaringan ikat intra lobuler, yang terdiri atas jaringan miksomatosa.
Sekresi dilakukan oleh kelenjar yang dilapisi oleh membrana
basalis, mioepitel dan epitel kuboid selapis/epitel torak selapis
yang rendah, lalu ke duktus alveolaris yang dilapisi epitel kuboid
berlapis, kemudian bermuara ke duktus laktiferus yang berakhir
pada puting susu.
a. Vaskularisasi
1) Arteri
Cabang – cabang perforantes arteri mammaria
medial.
(deep surface).
15
payudara.
2) Vena
Cabang – cabang perforantes vena
mammaria interna . Vena ini merupakan cabang
vena terbesar yang mengalirkan darah dari
payudara. Vena ini akan bermuara pada vena
mammaria interna yang kemudian akan bermuara
pada vena inominata. Cabang – cabang vena
aksilaris yang terdiri dari :
a) Vena Thorakalis lateralis
b. Limfe
Aliran limfe terutama satu arah. Tetapi dengan
obstruksi, mis. sebagai akibat proses perkembangan
neoplasma atau peradangan, bisa terbukti pembalikan
dengan pengeluaran limfe dua arah melalui jalinan pem-
buluh limfe yang banyak dan bisa bertanggung jawab
untuk observasi proliferasi neoplasma di tempat yang jauh
dari neoplasma primer. Pembuluh limfe yang halus dari
corium tanpa katub dan mengalir sejajar saluran vena
utama. Ia juga melingkari parenkima lobulus untuk
memasuki kelenjar limfe regional dalam cara teratur.
Aliran limfe satu arah dari tepi ke arah jantung kanan.
Beberapa kapiler limfe beranastomosis dan berfusi untuk
membentuk saluran limfe yang lebih sedikit, yang
berakhir dalam ductus thoracicus kiri atau ductus
lumphaticus dexter yang lebih kecil. Dua arah tambahan
ada untuk drainase limfe dari payudara ke kelenjar limfe
apex axilla melalui jalur transpectomlis dan retropectoralis
Pembuluh limfe jalur transpectoralis menempati posisi
antara muskulus pectoralis major dan minor, serta di-
gambarkan oleh Rotter, seorang ahli patologi jerman.
Pembuluh limfe rantai ini mengandung namanya nodus
Rotter. Pembuluh limfe retropectoralis mendrainase posisi
superior dan interna payudara, mengaborisasi posterior
dan lateral terhadap permukaan musculus pectoralis major
serta berakhir pada apex axillae.
Penting menghargai kelompok kelenjar limfe uta-
ma ini untuk memahami seluruh drainase pembuluh limfe
payudara dan untuk menilai dengan tepat keterlibatan
klinik dengan penyakit ini. Kelompok kelenjar limfe
axillaris utama meliputi :
17
d. Kistasarkoma filoides
e. Nekrosis lemak
f. Papiloma intraduktus
g. Tumor ganas
B. Laryngeal Mask Airway (LMA)
1. Pendahuluan
Penemuan dan pengembangan “laryngeal mask airway”
(LMA) oleh seorang ahli anastesi berkebangsaan inggris dr. Archie
Brain telah memberikan dampak yang luas dan bermakna dalam
praktek anastesi, penanganan airway yang sulit, dan resusitasi
kardiopulmonar. LMA telah mengisi kekosongan antara
penggunaan “face mask” dengan intubasi endotracheal. LMA
memberikan ahli anastesi alat baru penanganan airway yaitu jalan
nafas supraglotik, sehingga saat ini dapat digolongkan menjadi tiga
golongan yaitu : (1) jalan nafas pharyngeal, (2) jalan nafas
supraglotik, dan (3) jalan nafas intratracheal. Ahli anastesi
mempunyai variasi yang lebih besar untuk penanganan jalan nafas
sehingga lebih dapat disesuaikan dengan kondisi tiap-tiap pasien,
jenis anastesi, dan prosedur pembedahan.
LMA dibuat dari karet lunak silicone khusus untuk
kepentingan medis, terdiri dari masker yang berbentuk sendok
yang elips yang juga berfungsi sebagai balon yang dapat
dikembangkan, dibuat bengkok dengan sudut sekitar 30°. LMA
dapat dipakai berulang kali dan dapat disterilkan dengan autoclave,
namun demikian juga tersedia LMA yang disposable.
2. Jenis-jenis LMA
Ukuran LMA :
Ukuran Masker Berat Badan (Kg) Volume Balon (mL)
1 <5 4
1,5 5 - 10 7
2 10 – 20 10
2½ 20 – 30 14
30
3 30 - 50 20
4 50 - 70 30
5 > 70 40
a. LMA Klasik
Tidak seperti jalan nafas supraglotik, tersedia dalam
berbagai ukuran, yang cocok untuk semua penderita mulai
dari bayi sampai dengan dewasa. Memilih ukuran untuk
pasien pediatrik tidak dapat selalu tepat sehingga harus
disediakan cadangan dalam berbagai ukuran. Kesalahan
posisi LMA pada pasien pediatrik sering dikarenakan oleh
kesalahan dalam menetukan ukuran LMA yang dipakai.
Keberhasilan LMA yang klasik mendorong munculnya
berbagai jenis LMA lainnya dengan beberapa tujuan
tertentu seperti untuk intubasi buta disertai dengan akses ke
lambung (Proseal LMA). Jenis LMA proseal memberikan
dua keuntungan: (1) adanya akses ke lambung
memungkinkan untuk memasukkan selang lambung dan
kemudian dekompresi lambung; (2) desain ulang terhadap
balon LMA memungkinkan untuk mengembangkan balon
LMA lebih besar dan posisi balon LMA yang lebih tepat
terhadap jalan nafas.
b. LMA Proseal
Pertanyaan apakah penderita pediatrik lebih
cenderung terjadi aspirasi isi lambung daripada pasien
dewasa telah menjadi bahan perdebatan dalam beberapa
tahun terakhir. Penelitian yang terbaru dan paling
komprehensif telah membuktikan bahwa pasien pediatrik
hanya sedikit lebih banyak terjadi penumonitis aspratif
perioperatif. Ventilasi tekanan positif yang berlebihan pada
ventilasi face mask dapat menyebabkan dilatasi lambung,
dan dengan meningkatnya tekanan dalam lambung, dapat
31
c) CT-Scan / MRI
d) Resusitasi lua bakar
e) ESWL
f) Adenotonsilektomy
g) Bronkhoskopi dengan fiberoptik fleksibel
h) Resusitasi neonatal
3) Situsi jalan nafas sulit :
a) Terencana
b) Penyelamatan jalan nafas
c) Membantu intubasi endotrakheal
b. Kontraindikasi
Kondisi-kondisi berikut ini merupakan kontraindikasi
penggunaan LMA :
1) Resiko meningkatnya regurgitasi isi lambung (tidak
puasa)
2) Terbatasnya kemampuan membuka mulut atau
ekstensi leher (misalnya artitis rematoid yang berat
atau ankilosing spondilitis), menyebabkan
memasukkan LMA lebih jauh ke hipopharynx sulit.
3) Compliance paru yang rendah atau tahanan jalan
nafas yang besar
4) Obstruksi jalan nafas setinggi level larynx atau
dibawahnya
5) Kelainan pada oropharynx (misalnya hematoma,
dan kerusakan jaringan)
6) Ventilasi paru tunggal.
4. Teknik Insersi LMA
Macam-macam teknik insersi LMA :
a. Teknik Klasik/standard (Brain’s original technique)
b. Inverted/reserve/rotation approach
c. Lateral apporoach à inflated atau deflated cuff
33
BAB III
PEMBAHASAN
Pemilihan teknik anestesi pada pasein ini telah sesuai indikasi dan tidak
ditemukannya kontraindikasi pada pasien ini. Pemilihan teknik LMA dirasakan
telah tepat disesuaikan dengan jenis operasi yang akan dilakukan. Pemilihan
ukuran LMA disesuaikan dengan usia pasien.
Teknik pemasangan LMA yang digunakan pada pasien ini adalah teknik
introducer tool insercion technique. Pemilihan teknik ini didasarkan bukan pada
pasien, tetapi pada kenyamanan dan kebiasaan orang yang akan melakukan
pemasangan teknik ini.
Pemilihan obat yang digunakan untuk premedikasi pada pasien ini
disesuaikan dengan kebutuhan anestesi. Prinsipnya adalah mencapai trias anestesi
yaitu, hipnotik, analgesi, dan relaksasi. Trias anestesi ini dapat didapatkan dengan
menggunakan obat-obatan yaitu midazolam, fentanyl, dan propofol.
Penentuan dosis obat-obatan yang digunakan sesuai dengan berat badan
pasien ini yaitu 38 kg. Dengan berat badan tersebut, didapatkan dosis yang sesuai
adalah, Midazolam 2 mg, Fentanyl 50 mcg, dan Propofol 80 mg. Sementara,
pemeliharaan anestesi dilakukan dengan memberikan O2 dengan konsentrasi
50%, N20 dengan konsentrasi 50% dan Sevoflurane 2%.
Selama anestei berlangsung, perlu dimonitor hal-hal sebagai berikut ;
Minute volume, Volume tidal, dan respiration rate. Jika tiga hal ini dapat
dikontrol, maka anestesi dapat dikatakan berjalan dengan aman.
Pasca anestesi, perlu diperhatikan tanda-tanda vital agar tetap berada pada
garis normal. Pemindahan kebangsal dilakukan dengan mengitung skor aldetrate.
Pemberian jumlah cairan pasca operasi diukur dari kebutuhan saat operasi,
pengganti puasa dan kehilangan darah saat operasi. Pemilihan analgetik dan anti
muntah pasca operasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan sumber daya
rumah sakit.
39
BAB IV
KESIMPULAN
Penanganan jalan nafas adalah tugas paling penting dari seorang ahli
anastesi dan fungsi tersebut tidak dapat ditawar lagi. Ahli anastesi tidak boleh
menerima keterbatasan metode penanganan jalan nafas dan harus menyiapkan
berbagai teknik penanganan jalan nafas untuk tiap-tiap kasus yang mungkin
memerlukan pendekatan yang berbeda. Tidak ada satupun teknik penanganan
jalan nafas yang dapat cocok untuk semua pasien dan kasus sehingga ahli anastesi
harus menguasai berbagai teknik untuk memastikan penanganan jalan nafas yang
paling optimal dengan resiko yang paling minimal.
LMA telah dibuktikan dapat digunakan secara luas sebagai alternatif
menejemen jalan nafas yang handal dan terpercaya termasuk dalam bidang
anastesi pediatrik, menejemen jalan nafas sulit, resusitasi jalan nafas dll.
40
DAFTAR PUSTAKA