Anda di halaman 1dari 40

1

LONGCASE EXAMINATION
GENERAL ANESTESI LARYNGEAL MASK AIRWAY (LMA) PADA
PASIEN MASTOPATHY

Disusun Untuk Mengikuti


Ujian Kepaniteraan Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif
RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun oleh :
I Nyoman Roslesmana
20110310030

Pembimbing :
dr. Kurnianto Trubus, M.Kes, Sp. An

SMF ILMU ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF


RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
2

HALAMAN PENGESAHAN
GENERAL ANESTESI LARYNGEAL MASK AIRWAY (LMA) PADA
PASIEN MASTOPATHY

Disusun Untuk Mengikuti


Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif
RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun Oleh:
I Nyoman Roslesmana
20110310030

Dokter Pembimbing

dr. Kurnianto Trubus, M.Kes, Sp. An


3

BAB I
STATUS UJIAN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. EP
Umur : 20 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Gunturan, Triharjo, Pandak, Bantul
Pekerjaan : Karyawan
Tanggal Masuk : 9 Februari 2017
Berat Badan : 48 Kg
Diagnosis : Mastopthy Dextra

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Pasien mengeluh terdapat benjolan pada payudara kanan sejak 1
bulan masuk Rumah Sakit.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh terdapat benjolan pada payudara kanan sejak
kurang lebih sejak 1 bulan sebelum masuk Rumah sakit. Awalnya
pasien tidak memperhatikan apakah sudah ada benjolan atau tidak,
tetapi saat mandi, pasien tiba-tiba merasakan benjolan tersebut.
Benjolan tidak semakin membesar, nyeri saat menstruasi, tetapi
saat biasa tidak nyeri saat dipegang.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Hipertensi : Disangkal
Riwayat Diabetes Melitus : Disangkal
Riwayat TB Paru : Disangkal
Riwayat Asma : Disangkal
Riwayat Alergi : Disangkal
Riwayat Operasi : Riwayat operasi tonsil kurang lebih
4

3 tahun sebelum masuk rumah


sakit.

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat Hipertensi : Disangkal
Riwayat Diabetes Melitus : Disangkal
Riwayat TB Paru : Disangkal
Riwayat Asma : Disangkal
Riwayat Alergi : Disangkal
Riwayat Operasi : Disangkal

5. Riwayat Personal Sosial


Pasien tidak merokok, personal higiene baik dan menstruasi
teratur.
6. Kesimpulan Evaluasi Pra Anestesi
Ya Tidak
Hilangnya Gigi V
Masalah mobilisasi leher V
Leher pendek V
Batuk V
Sesak nafas V
Nyeri dada V
Denyut jantung tidak normal V
Kejang V
Merokok V
Alergi V
Stroke V
Pingsan V
Muntah V
Sedang hamil V
5

Periode menstruasi tidak normal V


Susah kencing V
Obesitas V
Hipertensi V
Gigi palsu V
Diabetes melitus V

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Baik, tidak tampak kesakitan
2. Kesadaran
Sadar Penuh (Compos Mentis)
3. Tanda Vital
Suhu badan : 36,7 0C
Frekuensi nadi : 88 x/menit
Frekuensi pernafasan : 16 x/menit
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Skor nyeri : 0

4. Status General
a. Kepala
Mata : Pupil isokor, Konjungtiva anemis -/- , Sklera
Ikterik -/-
Hidung : Simetris +, Sekret -/-
Mulut : Mukosa bibir lembab, tonsil T0-T0, faring
hiperemis - , Tanda candidiasis - , sariawan -,
gusi berdarah - , Mallampati II, buka mulut 3
jari.
Telinga : Simetris, serumen -/- , Membran timpani
intak.
6

b. Leher
Pembesaran limfonodi - , nyeri - , peningkatan JVP - , leher
jarak pendek - , tyromandibula > 6,5 cm, pergerakan leher
bebas.
c. Thoraks
1) Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tak tampak
Palpasi : Iktus cordis teraba pada SIC 4 linea
midclavicula kiri.
Perkusi : Batas kanan atas linea para
sternalis kanan SIC 2, batas kiri
atas linea para sternalis kiri SIC 2,
batas kanan bawah linea para
sternalis SIC 4, batas kiri bawah
line mid sternalis SIC 4.
Auskultasi : S1-S2 Reguler, murmur - , gallop -

2) Paru
Inspeksi : Simetris saat inspirasi dan
ekspirasi, retraksi intracostal - ,
retraksi substernal -
Palpasi : Fremitus +/+
Perkusi : Sonor +/+
Auskultasi : Suara dasar vesikuler +/+ , suara
tambahan -

d. Abdomen
Inspeksi : Supel
Auskultasi : Peristaltik +
Perkusi : Tympani +
Palpasi : Hepar lien dbn, massa - , nyeri -
7

e. Ekstremitas
Akral hangat, nadi kuat, capillary refill time <2 detik,
edema kaki -/-
5. Status Lokalis
Pada mammae dextra, arah jarum jam 11, 2 cm dari papila
mammae, terdapat benjolan bentuk membundar dengan diameter 3
cm, mobile, tidak nyeri, tepi licin, tidak terdapat pembesaran
limfonodi lokal.
6. Pemeriksaan Khusus
Tinggi Badan : 155 cm
Berat Badan : 38 Kg
Buka mulut : 3 Jari
Jarak Thyromental : 3 Jari
Mallampati : II
Gerakan Leher : Bebas

7. Evaluasi Airway, Breathing, Circulation (ABC)


Airway (A) : Jalan nafas clear, jarak tyromandibula > 6,5
cm, buka mulut 3 jari, mallampati II,
pergerakan leher bebas.
Breathing (B) : Spontan, RR 16 x/menit, Suara dasar
vesikuler +/+, suara tambahan -/-
Circulation (C) : TD 120/80 mmHg, N 88 x/menit, s1-s2
Reguler.
8

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Rontgen Thoraks

Kesan : Cor dan Pulmo Normal


2. Elektrocardiogram (EKG)

Kesan : Normal Sinus Rythim


3. Elektroensefalografi (EEG)
Tidak dilakukan
9

4. Laboratorium
Hematologi
Hemoglobin 13.6 12.0-16.0 gr/dL
Lekosit 10.60 4.0-11.0 ribu/uL
Eritrosit 4.85 4.00-5.00 ribu/uL
Trombosit 268 150-450 ribu/uL
Hematokrit 41.4 36.0-46.0 ribu/uL
Hitung Jenis
Eosinofil 5 2-4 %
Basofil 1 0-1 %
Batang 6 2-5 %
Segmen 54 51-67 %
Limfosit 26 20-35 %
Monosit 8 4-8 %
Golongan Darah
Golongan A
Darah
Hemostatis
PTT 13.9 12-16 detik
APTT 36.9 28-38 detik
Control PTT 13.4 11-16 detik
Control APTT 30.1 28-36.5 detik
Fungsi Ginjal
Ureum 15 17-43 mg/dl
Creatinin 0.58 0.60-1.10 mg/dl
Diabetes
GDS 90 80-200 mg/dl
Elektrolit
Natrium 139.2 137.0-145.0 mmol/l
Kalium 3.56 3.50-5.10 mmol/l
Klorida 103.7 98.0-10.0 mmol/l
Sero-Imunologi
Infeksi Lain
HbSag Negatip 0.01 Negatip <0.13
10

E. DIAGNOSIS KERJA
1. Mastopathy Dextra
2. American Society of Anesthesiologists (ASA) II Hipereosinofilik
pada Rencana Lumpektomy Dextra dengan Rencana General
Anestesi, teknik Laryngeal Mask Airway (LMA)
F. PENATALAKSANAAN ANESTESI
1. Pra Anestesi
Intruksi pra Anestesi :
a. Pasang IV line ukuran 16
b. Premedikasi Injeksi Dexamethason 10 mg tanggal 9
Februari 2017 pukul 22.00 WIB dan tanggal 10 februari
2017 pukul 05.00 WIB.
c. Puasa minimal 8 jam sebelum operasi (Mulai tanggal 9
Februari 2017, pukul 24.00 WIB)
d. Lengkapi Inform Consent Anestesi
2. Anestesi
Diagnosa Pra Bedah : Mastopathy Dextra
Diagnosa Pasca Bedah : Post Op Lumpektomy Dextra
Jenis Pembedahan : Lumpektomy
Premedikasi : Injeksi Midazolam 2 mg
Injeksi Fentanyl 50 mcg
Induksi : Injeksi Propofol 80 mg
Inhalasi Sevoflurane 2%
Jenis Anestesi : General Anestesi
Teknik Anestesi : Laryngeal Mask Airway (LMA)
Pemeliharaan : O2 50%
N2O 50%
Sevoflurane 2%
Obat-obat : Injeksi Ondansetron 4 mg
Injeksi Ketorolac 30 mg
11

Kebutuhan cairan selama operasi


Maintenance : 2cc/kg BB
Operasi (MO) 2 cc x 38 kg = 76 cc
Pengganti Puasa : Lama puasa x MO
(PP) 8 jam x 76 cc = 608 cc
Stress Operasi : 4cc/kgBB/jam (Operasi ringan)
(SO) 4 cc x 38 kg = 152 cc
Kebutuhan : (½ x 608) + 76 + 152 = 532 cc
cairan I
Perdarahan : 50 cc
Urin output : 0
Total kebutuhan : 532 cc + 50 cc + 0 cc = 582 cc
cairan
Jumlah : Infus RL 500 cc
pemberian cairan
Sisa kebutuhan : 500 cc – 582 cc = -82 cc
Estimation : 70 x 38 = 2660 cc
Blood Volume
(EBV)
Average Blood : 20% x 2660 = 532 cc
Loss (ABL)
Lama Operasi : 20 Menit

3. Post Anestesi
a. Maintenance anestesi
B1 (Breathing) : RR 16-20 x/menit
Suara dasar vesikuler +/+
Nafas terkontrol
VT 270-360 cc
B2 (Blood) : Perdarahan 50 cc
Tekanan darah terkontrol
12

B3 (Brain) : Pupil isokor


B4 (Bladder) : Tidak terpasang kateter
B5 (Bowel) : Peristaltik -
B6 (Bone) : ROM ekstremitas terbatas

b. Pemantauan di ruang PACU/RR


1) Monitoring Tanda Vital
Tekanan Darah : 128/88 mmHg
Frekuensi Nadi : 93 x/menit
Frekuensi Nafas : 16 x/menit
Saturasi : 100 %

2) Oksigenasi : Nasal Canul 2 liter/menit


3) Skor Aldrete Pasien
Skor Jam I Jam II Jam Jam IV
Aldrate III
Kesadaran 1 2
Sirkulasi 2 2
Pernafasan 2 2
Aktifitas 0 1
Warna 2 2
Kulit
TOTAL 7 9
Keterangan : pasien boleh pendah ke bangsal jika
skor Aldrete > 8

c. Intruksi pasca Operasi


Observasi : Awasi Keadaan Umun dan Tanda
vital
Posisi : Supine
13

Infus : Ringer Laktat 20 tpm


Analgetik : Injeksi Ketorolac 30 mg/8jam IV
mulai pukul 18.00 WIB
Anti Muntah : Injeksi Ondansetron 4 mg/8jam
IV mulai pukul 18.00 WIB
Mobilisasi : Jika sadar penuh, peristaltik + ,
mual -, muntah -, coba makan
minum bertahap.
14

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Mastopathy
1. Anatomi
Payudara merupakan kelenjar tubulo alveolar yang
bercabang-cabang, terdiri atas 15-20 lobus yang dikelilingi oleh
jaringan ikat dan lemak. Tiap lobus mempunyai duktus
ekskretorius, masing-masing akan bermuara pada putting susu,
disebut duktus laktiferus, yang dilapisi epitel gepeng berlapis.
Tiap lobus terdiri atas beberapa lobulus, ialah “collecting
duct“ yang dikelilingi 10-100 asinus. Jaringan ikat interlobular
(stroma interlobular) mengandung lebih banyak sel daripada
jaringan ikat intra lobuler, yang terdiri atas jaringan miksomatosa.
Sekresi dilakukan oleh kelenjar yang dilapisi oleh membrana
basalis, mioepitel dan epitel kuboid selapis/epitel torak selapis
yang rendah, lalu ke duktus alveolaris yang dilapisi epitel kuboid
berlapis, kemudian bermuara ke duktus laktiferus yang berakhir
pada puting susu.
a. Vaskularisasi
1) Arteri
Cabang – cabang perforantes arteri mammaria

interna I , II , III , dan IV . Cabang – cabang

tersebut keluar dari dinding dada dekat pinggir

sternum , dan akan memperdarahi payudara bagian

medial.

a) Rami pectoralis a . Thorako - akromialis ,

memperdarahi payudara bagian dalam

(deep surface).
15

b) a . Thorakalis lateralis ( a . mammaria

eksterna ) . Memperdarahi bagian lateral

payudara.

c) a . Thorako dorsalis . Arteri ini tidak

memperdarahi payudara , tapi memiliki

peranan yang sangat penting pada tindakan

mastektomi radikal . Jika arteri ini terpotong

maka perdarahan sulit dikontrol yang

disebut the bloody angle.

2) Vena
Cabang – cabang perforantes vena
mammaria interna . Vena ini merupakan cabang
vena terbesar yang mengalirkan darah dari
payudara. Vena ini akan bermuara pada vena
mammaria interna yang kemudian akan bermuara
pada vena inominata. Cabang – cabang vena
aksilaris yang terdiri dari :
a) Vena Thorakalis lateralis

b) Vena Thorako akromialis

c) Vena Thorako dorsalis

d) Vena – vena kecil tang bermuara pada vena


intercostalis . Cabang – cabang vena tersebut
akan bermuara pada vena vertebralis , yang
kemudian akan bermuara pada vena azygos (
melalui vena – vena inilah terjadi metastasis
langsung dari payudara ke tulang – tulang
vertebrae ).
16

b. Limfe
Aliran limfe terutama satu arah. Tetapi dengan
obstruksi, mis. sebagai akibat proses perkembangan
neoplasma atau peradangan, bisa terbukti pembalikan
dengan pengeluaran limfe dua arah melalui jalinan pem-
buluh limfe yang banyak dan bisa bertanggung jawab
untuk observasi proliferasi neoplasma di tempat yang jauh
dari neoplasma primer. Pembuluh limfe yang halus dari
corium tanpa katub dan mengalir sejajar saluran vena
utama. Ia juga melingkari parenkima lobulus untuk
memasuki kelenjar limfe regional dalam cara teratur.
Aliran limfe satu arah dari tepi ke arah jantung kanan.
Beberapa kapiler limfe beranastomosis dan berfusi untuk
membentuk saluran limfe yang lebih sedikit, yang
berakhir dalam ductus thoracicus kiri atau ductus
lumphaticus dexter yang lebih kecil. Dua arah tambahan
ada untuk drainase limfe dari payudara ke kelenjar limfe
apex axilla melalui jalur transpectomlis dan retropectoralis
Pembuluh limfe jalur transpectoralis menempati posisi
antara muskulus pectoralis major dan minor, serta di-
gambarkan oleh Rotter, seorang ahli patologi jerman.
Pembuluh limfe rantai ini mengandung namanya nodus
Rotter. Pembuluh limfe retropectoralis mendrainase posisi
superior dan interna payudara, mengaborisasi posterior
dan lateral terhadap permukaan musculus pectoralis major
serta berakhir pada apex axillae.
Penting menghargai kelompok kelenjar limfe uta-
ma ini untuk memahami seluruh drainase pembuluh limfe
payudara dan untuk menilai dengan tepat keterlibatan
klinik dengan penyakit ini. Kelompok kelenjar limfe
axillaris utama meliputi :
17

Kelompok mammaria externa (Tingkat 1). Sejajar


perjalanan arteria thoracica lateralis dari iga keenam
sampai dena axillaris dan menempati tepi lateral musculus
pectoralis major dan ruang axillaris medialis.
Kelompok subscapularis (scapularis) (Tingkat 1)
Dekat cabang thoracodorsalis dari pembuluh darah
subscapularis. la terbentang dari vena axiilaris sampai
dinding thorax lateral.
Kelompok vena axillaries (Tingkat I). Terlerak
paling lateral dan banyak kelompok kelenjar limfe Axilla.
Ia sentral kaudal terhadap vena axillaries.
Kelompak kelenjar limfe sentral (Tingkat II).
Terletak sentral antara lipat axilla anterior dan posterior
serta menempati posisi superfisialis di bawah kulit dan
fascia medioaxilla.
Subclavicularis (kelompok apikal) (Tingkat III).
Kelompok kelenjar limfe tertinggi dan paling medial. Ia
terletak pada sambungan vena axillaries dengan vena
subclavia setinggi ligamentum Halsted.
Kelompok kelenjar ini berbeda dari tingkat nodi
Iymphatici axillaris yang digunakan oleh ahli patologi
untuk menggambarkan area keterlibatan, metastatik dalam
axilla. Kelenjar limfe Tingkat I dalam axilla lateral, lateral
terhadap batas musculus pectoralis major dan minor.
Kelenjar limfe Tingkat II profunda terhadap insertio
musculus pectoralis minor pada processus coracoideus, dan
kelenjar limfe Tingkat III medial terhadap musculus
pectoralis minor.
2. Fisiologi
a. Pertumbuhan dan involusi
18

Kelenjar payudara berasal dari penebalan


epidermis .Menjelang menarche , maka pertumbuhan
bertambah dengan dibentuknya percabangan duktus dan
proliferasi stroma diantara duktus dan pada pubertas terjadi
penambahan stroma dan duktus terminal yang kecil
tumbuh menjadi alveolus – alveolus .
Pada saat menopause , payudara mengecil dan
kurang padat . Pada usia ini tampak pengurangan
jumlah dan besarnya lobulus serta tampak pertambahan
jaringan elastik . Struktur kelenjar menghilang dan hanya
tampak duktus saja seperti payudara pria .
b. Perubahan karena siklus haid
Sama dengan endometrium maka payudara juga
akan dipengaruhi oleh siklus haid . Pada masa proliferasi ,
setelah haid , pengaruh estrogen yang meningkat
mengakibatkan proliferasi duktus dan epitel alveolar,duktus
melebar dan hipertropik . Setelah ovulasi , akibat pengaruh
progesteron , stroma menjadi sembab dan bertambah
selnya .
Pada masa haid , akibat kadar estrogen dan
progesteron yang menurun , terjadi kerusakan sel epitel ,
atrofi jaringan ikat , edema jaringan intersitium
menghilang , pengecilan duktus dan kelenjar .
c. Perubahan karena kehamilan dan laktasi
Bebarapa saat setelah konsepsi , akibat kehamilan
akan tampak pada payudara . Payudara akan menjadi
penuh dan padat . Kelenjar payudara membesar oleh
karena lobulus yang ukurannya dan jumlahnya
bertambah .
Jaringan payudara sebelumnya terdiri atas unsur
kelenjar , sehingga menyerupai pankreas , sedangkan
19

stroma hanya sedikit . Kelenjar dilapisi oleh epitel


kuboid selapis dan pada trimester ketiga tampak
adanya sekret . Vakuol lemak tampak dalam sel , dan
segera setelah partus sekresi susu terjadi .
Setelah masa laktasi selesai , maka akan terjadi
atrofi kelenjar , duktus mengecil lagi dan seluruh
payudara akan mengecil lagi .
3. Penilaian penyakit payudara
a. Anamnesis
Penyebaran informasi sesungguhnya tentang riwa-
yat alamiah dan insidens kanker payudara sering ber-
tanggung jawab untuk kewaspadaan pasien akan penyakit
payudara. Anamnesis terpadu harus didapatkan sebelum
melakukan pemeriksaan fisik. Penyelidikan terinci tentang
faktor risiko penyerta seperti usia, paritas serta riwayat
menstruasi dan menyusui, bersifat penting. Usia menarke
dan perubahan siklik dengan menstruasi berkorelasi
bermakna dengan penyakit jinak dan ganas. Pertanyaan
tentang tindakan bedah sebelumnya, terutama ooforektomi,
adrenalektomi atau pembedahan pelvis, penting untuk
memastikan ketnungkinan efek penghentian sekresi
estrogen endogen. Penting riwayat terapi hormon
sebelumnya, yang mencakup kontrasepsi oral dan estrogen
eksogen. Kehadiran dan sifat sekret puting susu maupun
hubungannya dengan ovulasi siklik bisa memberikan
petunjuk penting tentang etiologi.
Sekitar 75 sampai 85 persen massa payudara di-
kenal pasien sebelum mencari pertolongan medis. Sifat
pertumbuhan, reprodusibilitas pemeriksaan selama siklus
menstruasi dan sekret puting susu merupakan pokok
informasi bersangkut paut. Nyeri (mastodinia) dengan
20

pembengkakan dan rasa penuh payudara dalam masa segera


pramenstruasi atau pascamenstruasi menggambarkan lesi
payudara sensitif hormon yang jinak. Penyelidikan riwayat
penyakit keluarga kanker payudara clan gejala
konstitusional yang mencakup penurunan berat badan,
demam, hemoptisis, nyeri dada, anoreksia dan nyeri tulang
rangka penting bila indeks kecurigaan keganasan tinggi.
b. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
Sebelum palpasi, dokter seharusnya duduk
menghadapi pasien yang harus membuka pakaian
sampai pinggang serta mengamati simetri dan
perubahan kulit seperti fiksasi, elevasi, retraksi dan
warna. Pertama dilakukan pemeriksaan dengan
lengan pasien di samping tubuhnya dan kemudian di
atas pinggulnya. Kontraksi musculus pectoralis akan
meningkatkan bentuk payudara. Penting Pengenalan
edema difus sebagai hasil selulitis bakterialis atau
akibat peresapan endolimfe dari pembuluh limfe
dermis dengan emboli tumor. Terperangkapnya
ligamentum Cooper segmental bisa menimbulkan
retraksi kulit dan lesung ('dimpling'), serta bisa
disertai dengan 'peau d' orange'. Gambaran fisik ini
biasanya menyertai massa padat yang dapat teraba
profunda, yang terlazim menggambarkan neoplasma
maligna, tetapi kadangkadang bisa nekrosis lemak.
2) Palpasi
Palpasi sistematik atas tempat metastasis
yang lazim harus dilakukan sebelum pemeriksaan
payudara. Pemeriksaan fossa axillaris dan
supraclavicularis memerlukan palpasi superfisialis
21

dan profunda untuk mengenal metastasis kelenjar


limfe. Gambar dibawah menunjukkan posisi terbaik
untuk memeriksa axilla. Pasien harus didudukkan
dengan lengan disokong oleh pemeriksa. Relaksasi
otot gelang bahu penting dan tekanan ujung jari
tangan yang lembut terbaik mengenal kelenjar limfe
kecil. Metastasis ekstramamma besar bermassa
besar bisa jelas ke pasien dan dokter serta penting
dokumentasi lokasi dan ukuran yang tepat selama
pemeriksaan klinik awal. Lima kelompok kelenjar
limfe yang sebelumnya disebutkan harus diperiksa
dan jari tangan yang mempalpasi harus ditempatkan
dalam lipat axilla, sehingga semua struktur infra-
clavicularis di lateral ligamentum Halsted telah di-
evaiuasi. Ujung jari tangan pemeriksa menekan isi
axilla pada otot dinding dada dan sangkar iga.
Ekstensi lengan penuh dengan tangan
istirahat pada puncak kepala meratakan payudara
pada dinding dada dan nyaman bagi pasien. Penem-
patan pasien kembali dalam posisi terlentang bisa
memungkinkan pemeriksaan lebih menyeluruh,
terutama dengan ekstensi dan rotasi externa bahu.
Pemeriksaan sistematik semua kuadran payudara
diselesaikan. Evaluasi bertujuan mendeteksi lesi
kecil yang berbeda dari lemak dan stroma. payudara
sekelilingnya. Lesi yang berbatas tegas, nyeri dan
sama sekali terpisah dari parenkima berdekatan
biasanya tidak ganas, sedangkan lesi tak nyeri
dengan batas tak tegas secara klasik mungkin ganas.
Pembedaan antara sifat jinak dan ganas tak
mungkin dilakukan atas pemeriksaan fisik saja.
22

Penilaian klinik dan biopsi diperlukan. Selama


tahun reproduktif wanita, payudara mempunyai
arsitektur lobulus normal, yang dapat
membingungkan pasien selama pemeriksaan
payudara sendiri. Pasien harus diinstruksikan cara
memeriksa payudaranya. Penemuan lesi dengan
sifat tiga dimensi seharusnya menyadarkan pasien
untuk kembali ke dokternya.
Puting susu dan areola harus diperiksa
dengan cermat. Adanya inversi puting susu harus
dicatat dan jika unilateral, harus dicurigai
karsinoma. Puting susu normal terinversi biasanya
dapat dieversikan ke posisi anatomi yang tepat;
ketidakmampuan melakukan perasat ini
membenarkan biopsi. Penyakit jinak dapat juga
melibatkan kompleks puting susu-areola. Ekzema
dan keadaan peradangan subareola lazim dalam
masa pasca persalinan selama laktasi. Adanya
erupsi areola bersisik, berkrusta, ekzematoid
patognomonik bagi penyakit Paget puting susu. Lesi
ini lazim basah atau berdarah bila kontak. Biopsi
penyakit Paget mengkonfumasi karsinoma duktus
primer yang telah menginvasi puting susu dan kulit
areola untuk memberikan gambaran klinik yang
digambarkan.
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Rongenografi
a) Xeromamografi
Dalam usaha kerjasama, ACS dan
National Cancer Institute memperlihatkan
kemanjuran mamografi dengan pemeriksaan
23

sinar-x dosis rendah, untuk mendeteksi


neoplasma samar yang tak teridentifikasi
oleh pemeriksa yang berpengalaman.
Pemakaian belakangan ini atas teknik
mamografi konvensional dan xeromamo-
grafi (XMM) menunjukkan modalitas utama
yang digunakan untuk mendeteksi lesi samar
yang tak dapat dipalpasi. Untuk tujuan
pembicaraan, XMM dan mamografi dua
bidang konvensional bisa dipertimbangkan
mempunyai potensi diagnostik yang setara.
Kedua pemeriksaan radiografi dilakukan
dalam proyeksi sefalokaudal dan
mediolateral dengan reproduksi pola XMM
atas lempengan selenium dalam cara positif
atau negatif untuk menjelaskan densitas
jaringan. Sorotan radiografi ini terdiri dari
tenaga elektromagnet dengan panjang
gelombang sangat pendek sedemikian,
sehingga materi ditembus bervariasi sebagai
fungsi densitas jaringan. Senyawa yang
paling dapat radiopenetrasi adalah lemak,
sedangkan timbunan paling 'radiodense'
(radioopak) adalah garam kalsium, yang ada
dalam sekitar 35 sampai 45 persen lesi ganas
dan praganas. Timbunan ini menempati
posisi periduktus atau perilobular. Luas
kalsifikasi merupakan fungsi replikasi sel
epitel, sehingga bertanggung jawab untuk
tingginya frekuensi mikrokalsifikasi dalam
24

hiperplasia epitei jinak serta neoplasma


invasif dan noninvasif.
b) Sonografi
Mamografi ultrasonografi suatu
metode noninvasif uniuk membuat potongan
tomografi beresolusi tinggi melalui
payudara. Perkembangan unit skala abu-abu
sangat memperbaiki kualitas gambar ultra-
sonografi. Modalitas ini mempunyai
keuntungan membedakan massa payudara
padat dari massa payudara kistik. Parameter
tambahan ini bisa melengkapi XMM tanpa
risiko tambahan radiasi apa pun. Ketepatan
diagnostik skala abu-abu lebih baru
ultrasonografi mendekati 80 sampai 85
persen dengan angka negatif palsu (7,6
persen) dan positif palsu rendah (18 sampai
20 persen).
2) Biopsi
a) Aspirasi Jarum Halus
Jarum berlumen kecil yang dipasang
ke dalam massa padat dan pengisapan
dilakukan, sehingga sel-sel khas dapat
diperoleh di dalam jarum, yang diaspirasi ke
atas gelas objek dan diperiksa secara
sitologi. Bahan contoh bisa segera
dikeringkan di udara atau difiksasi dalam
alkohol yang diikuti pewarnaan dengan
hematoksilin dan eosin. Walaupun lebih dari
setengah kasus dapat didiagnosis dengan
menggunakan teknik ini, namun
25

reprodusibilitas dan konfirmasi berhubungan


langsung dengan pengalaman ahli sitologi
dan teknik persiapan gelas objek. laporan
negatif tidak menyingkirkan karsinoma
tetapi laporan positif palsu sangat jarang.
Diagnosis positif berkorelasi langsung
dengan ukuran neoplasma, jumlah usaha
aspirasi dan pengalaman pemeriksan.
b) Biopsi jarum
Massa payudara padat yang dapat
ditegaskan mungkin dapat menerima biopsi
jarum. Tersedia berbagai alat biopsi jarum
(Vim-Silverman, Menghini, trucut) untuk
mendapatkan potongan tengah yang
mewakili dari neoplasma payudara.
Tindakan sederhana ini dilakukan di bawah
anestesi lokal untuk tumor superfisialis yang
berbatas tegas, tetapi sentral atau profunda
dalam parenkima payudara. Diagnosis
positif palsu sangat jarang dan diagnosis
dapat ditegakkan dalam sekitar 80 persen
kasus. Pengambilan contoh jaringan yang
adekuat berhubungan dengan ukuran dan
konsistensi neoplasma serta pengalaman
mendapatkan masing-masing bahan contoh
biopsi. Tindakan ini harus dibatasi pada
lebih dari ukuran 1 cm. Harus hati-hati
mencegah penetrasi melalui tumor ke dalam
musculus pectoialis major atau serratus
anterior. Implantasi sel tumor ke dalam
struktur ini bisa suatu sumber kekambuhan
26

lokoregional. Implantasi saluran biopsi bisa


timbul antara kulit dan tumor, serta eksisi
jalur biopsi yang dirancang bersama
neoplasma primer harus merupakan bagian
integral terapi defmitif pada mastektomi.
Biopsi jarum dapat dilakukan dalam
lingkungan rawat jalan di bawah anestesi
lokal pada biaya minimum dan dengan
morbiditas pasien yang tak berarti. Data
yang menyimpullcan menggambarkan
bahwa biopsi jarum kurang mungkin
menyebarkan sel tumor dalam payudara
dibandingkan suatu biopsi terbuka, yang
selama waktu ini neoplasma primer
dipotong. Teknik ini mempunyai hasil lebih
tinggi dan angka negatif palsu lebih rendah
dibandingkan sitologi aspirasi jarum. Hasil
negatif palsu masih tetap terlalu tinggi untuk
menggunakan biopsi jarum bagi
penyingkiran diagnosis kanker sehingga
pengambilan contoh jaringan yang adekuat
dengan teknik terbuka dinasehatkan bila
diagnosis tak menyimpulkan.
c) Biopsi terbuka
Biopsi terbuka tetap metode definitif
untuk mediagnosis karsinoma payudara.
Keputusan antara eksisi atau insisi
tergantung atas ukuran neoplasma primer
dan kemampuan mengekstirpasi lesi utuh
melalui insisi yang tepat. Teknik terbuka
jarang menghasilkan laporan positif palsu
27

atau negatif palsu. . Ia bisa sirkumareola


atau dalam setengah superior atau inferior
payudara dalam arah yang sejajar garis
Langer. Biopsi. eksisi terapi terbaik tumor
jinak payudara (mis. fibroadenoma, nekrosis
lemak, papiloma intraduktus, penyakit
fibrokistika) serta bisa bersifat diagnostik
dan terapi. Kemampuan mengekstirpasi
seluruh lesi padat yang berdiameter lebih
dari 3 cm tergantung atas lokasi tumor dan
ukuran payudara. Pembuangan bagian
jaringan payudara yang besar untuk keadaan
jinak dihindari untuk. meminimumkan
deformitas kosmetik. Usaha ekstirpasi total
neoplasma mencurigakan berukuran lebih
dari 3 cm. paling kurang sering
menghasilkan pemotongan sebagian
neoplasma, terutama jika ahli bedah meng-
gunakan anestesi lokal dalam keadaan rawat
jalan. Sel kanker payudara bisa dilepaskan
ke dalam luka dan bisa disebar melalui
payudara semudah penyebaran eritrosit, jika
ada kelambatan beberapa hari sebelum
mastektomi definitif. Neoplasma
mencurigakan yang lebih dari 3 cm terbaik
dibiopsi melalui teknik jarum atau insisi
segera sebelum merancang mastektomi.
Insisi mastektomi dapat mudah mencakup
luka biopsi tanpa masuk ke dalamnya dan
tak ada waktu akan terlewatkan untuk
memungkinkan sel tumor "bebas" apa pun
28

untuk merembes payudara atau flap kulit


yang akan datang.
Penerapan mamografi untuk
mendeteksi lesi samar dan tempat
mikrokalsifikasi sering memerlukan teknik
khusus untuk memudahkan biopsi. Tumor
tak dapat dipalpasi yang telah diidentifikasi
atau tempat mikrokalsifikasi yang
mencurigakan bisa dilokalisasi dengan
penempatan jarum yang diarahkan XMM.
Kemudian pasien dipindahkan dari deretan
radiologi ke kamar operasi, tempat area
lokalisasi jarum dieksplorasi melalui insisi
kontra . Radiografi bahan contoh dilakukan
untuk mengkonfirmasi bahwa tempat
mikrokalsifikasi yang mencurigakan telah
direseksi secara adekuat. Juga biru metilen
(sekitar 0,1 sampai 0,2 cc) dapat disuntikan
melalui jarum yang ditempatkan secara
radiografi. Identifikasi zat warna vital ke
dalam bahan contoh yang direseksi
menunjukkan eksisi yang adekuat, dengan
menganggap jarum telah tempatkan dengan
tepat. Potongan histologi permanen biasanya
diperlukan untuk mendokumentasi adanya
kanker payudara minimum.
4. Jenis Tumor Payudara
a. Penyakit payudara proliferatif dan non proliferatif
(Penyakit fibrokistika; mastitis kistika kronis)
b. Peradangan payudara
c. Neoplasma jinak
29

d. Kistasarkoma filoides
e. Nekrosis lemak
f. Papiloma intraduktus
g. Tumor ganas
B. Laryngeal Mask Airway (LMA)
1. Pendahuluan
Penemuan dan pengembangan “laryngeal mask airway”
(LMA) oleh seorang ahli anastesi berkebangsaan inggris dr. Archie
Brain telah memberikan dampak yang luas dan bermakna dalam
praktek anastesi, penanganan airway yang sulit, dan resusitasi
kardiopulmonar. LMA telah mengisi kekosongan antara
penggunaan “face mask” dengan intubasi endotracheal. LMA
memberikan ahli anastesi alat baru penanganan airway yaitu jalan
nafas supraglotik, sehingga saat ini dapat digolongkan menjadi tiga
golongan yaitu : (1) jalan nafas pharyngeal, (2) jalan nafas
supraglotik, dan (3) jalan nafas intratracheal. Ahli anastesi
mempunyai variasi yang lebih besar untuk penanganan jalan nafas
sehingga lebih dapat disesuaikan dengan kondisi tiap-tiap pasien,
jenis anastesi, dan prosedur pembedahan.
LMA dibuat dari karet lunak silicone khusus untuk
kepentingan medis, terdiri dari masker yang berbentuk sendok
yang elips yang juga berfungsi sebagai balon yang dapat
dikembangkan, dibuat bengkok dengan sudut sekitar 30°. LMA
dapat dipakai berulang kali dan dapat disterilkan dengan autoclave,
namun demikian juga tersedia LMA yang disposable.
2. Jenis-jenis LMA
Ukuran LMA :
Ukuran Masker Berat Badan (Kg) Volume Balon (mL)
1 <5 4
1,5 5 - 10 7
2 10 – 20 10
2½ 20 – 30 14
30

3 30 - 50 20
4 50 - 70 30
5 > 70 40

a. LMA Klasik
Tidak seperti jalan nafas supraglotik, tersedia dalam
berbagai ukuran, yang cocok untuk semua penderita mulai
dari bayi sampai dengan dewasa. Memilih ukuran untuk
pasien pediatrik tidak dapat selalu tepat sehingga harus
disediakan cadangan dalam berbagai ukuran. Kesalahan
posisi LMA pada pasien pediatrik sering dikarenakan oleh
kesalahan dalam menetukan ukuran LMA yang dipakai.
Keberhasilan LMA yang klasik mendorong munculnya
berbagai jenis LMA lainnya dengan beberapa tujuan
tertentu seperti untuk intubasi buta disertai dengan akses ke
lambung (Proseal LMA). Jenis LMA proseal memberikan
dua keuntungan: (1) adanya akses ke lambung
memungkinkan untuk memasukkan selang lambung dan
kemudian dekompresi lambung; (2) desain ulang terhadap
balon LMA memungkinkan untuk mengembangkan balon
LMA lebih besar dan posisi balon LMA yang lebih tepat
terhadap jalan nafas.
b. LMA Proseal
Pertanyaan apakah penderita pediatrik lebih
cenderung terjadi aspirasi isi lambung daripada pasien
dewasa telah menjadi bahan perdebatan dalam beberapa
tahun terakhir. Penelitian yang terbaru dan paling
komprehensif telah membuktikan bahwa pasien pediatrik
hanya sedikit lebih banyak terjadi penumonitis aspratif
perioperatif. Ventilasi tekanan positif yang berlebihan pada
ventilasi face mask dapat menyebabkan dilatasi lambung,
dan dengan meningkatnya tekanan dalam lambung, dapat
31

meningkatkan resiko regurgitasi isi lambung. Kebanyakan


anak-anak memiliki compliance paru yang lebih besar
daripada orang dewasa dan apabila level ventilasi tekanan
positif yang nyaman bagi orang dewasa diberikan pada
pasien anak-anak akan menyebabkan penutupan spingter
esofagus atas dan bawah dan akan menyebabkan distensi
lambung. Distensi lambung yang berlebihan dapat
mengurangi pergerakan diapraghma sehingga mengganggu
ventilasi efektif. LMA proseal dengan akses lambung
dapat medekomprasi lambung seketika LMA dipasang.
LMA proseal lebih sesuai secara anatomis untuk jalan nafas
dan lebih cocok untuk ventilasi tekanan positif.
c. LMA Fast Track
d. LMA Fleksibel
3. Indikasi dan Kontraindikasi penggunaan LMA
Prinsipnya LMA dapat digunakan pada semua pasien yang bila
dilakukan anastesi dengan face mask dapat dilakukan dengan aman
(kecuali penderita-penderita yang memiliki kelainan oropharynx).
LMA telah digunakan secara rutin pada prosedur-prosedur minor
ginekologi, orthopedi, bronkoskopi dan endoskopi. Prosedur yang
lain yang dapat menggunakan LMA antara lain ekstraksi gigi,
adenotonsilektomy, repair celah langitan, myringotomi, prosedur
memasukkan pipa timpanostomy, dan operasi mata. Akhir-akhir
ini penggunaan LMA untuk penanganan jalan nafas sulit juga
meningkat.
a. Indikasi
1) Alternatif face mask dan intubasi endotrakheal
untuk penanganan jalan nafas
2) penanganan airway selama anastesi umum pada :
a) rutin ataupun emergency
b) radioterapi
32

c) CT-Scan / MRI
d) Resusitasi lua bakar
e) ESWL
f) Adenotonsilektomy
g) Bronkhoskopi dengan fiberoptik fleksibel
h) Resusitasi neonatal
3) Situsi jalan nafas sulit :
a) Terencana
b) Penyelamatan jalan nafas
c) Membantu intubasi endotrakheal
b. Kontraindikasi
Kondisi-kondisi berikut ini merupakan kontraindikasi
penggunaan LMA :
1) Resiko meningkatnya regurgitasi isi lambung (tidak
puasa)
2) Terbatasnya kemampuan membuka mulut atau
ekstensi leher (misalnya artitis rematoid yang berat
atau ankilosing spondilitis), menyebabkan
memasukkan LMA lebih jauh ke hipopharynx sulit.
3) Compliance paru yang rendah atau tahanan jalan
nafas yang besar
4) Obstruksi jalan nafas setinggi level larynx atau
dibawahnya
5) Kelainan pada oropharynx (misalnya hematoma,
dan kerusakan jaringan)
6) Ventilasi paru tunggal.
4. Teknik Insersi LMA
Macam-macam teknik insersi LMA :
a. Teknik Klasik/standard (Brain’s original technique)
b. Inverted/reserve/rotation approach
c. Lateral apporoach à inflated atau deflated cuff
33

Teknik insersi LMA yang dikembangkan oleh dr. Brain telah


menunjukkan posisi terbaik yang dapat dicapai ini pada berbagai
variasi pasien dan prosedur pembedahan. Walaupun sampai
sekarang telah banyak teknik insersi yang dianjurkan namun
demikian teknik dari dr.Brian ini membuktikan secara konsisten
lebih baik. Banyak teknik insersi lainnya yang menyebabkan
penempatan LMA yang teralalu tinggi dari jalan nafas atas dan
pengembangan balon terlalu besar untuk mencegah kebocoran gas
anastesi disekeliling LMA. Tekanan balon LMA yang terlalu
tinggi dapat menyebabkan pembengkakan struktur pharyngeal dan
menyebabkan pengurangan toleransi terhadap LMA pada kasus-
kasus emergensi.
Konsep insersi LMA mirip dengan mekanisme menelan.
Setelah makanan dikunyah, maka lidah menekan bolus makanan
terhadap langit-langit rongga mulut berasamaan dengan otot-otot
pharyngeal mendorong makanan kedalam hipopharyng. Insersi
LMA, dengan cara yang mirip balon LMA yang belum terkembang
dilekatkan menyusuri langit-langit dengan jari telunjuk menekan
LMA menyusuri sepanjang langit-langit keras dan langit-langit
lunak terus sampai ke hipopharyngx. Teknik ini sesuai untuk
penderita dewasa ataupun anak-anak dan sesuai untuk semua
model LMA.
Keberhasilan insersi LMA tergantung dari hal-hal detail sebagai
berikut :
a. Pilih ukuran yang sesuai dengan pasien dan teliti apakah
ada kebocoran pada balon LMA
b. pinggir depan dari balon LMA harus bebas dari kerutan dan
menghadap keluar berlawanan arah dengan lubang LMA
c. lubrikasi hanya pada sisi belakang dari balon LMA
d. pastikan anastesi telah adekuat (baik general ataupun blok
saraf regional) sebelum mencoba untuk insersi. Propofol
34

dan opiat lebih memberikan kondisi yang lebih baik


daripada thiopental.
e. posisikan kepala pasien dengan posisi sniffing
f. gunakan jari telunjuk untuk menuntun balon LMA
sepanjang palatum durum terus turun sampai ke hipofarynx
sampai terasa tahanan yang meningkat. Garis hitam
longitudinal seharusnya selalu menghadap ke cephalad
(menghadap ke bibir atas pasien)
g. kembangkan balon dengan jumlah udara yang sesuai
h. pastikan pasien dalam anastesi yang dalam selama
memposisikan pasien
i. obstruksi jalan nafas setelah insersi biasanya disebabkan
oleh piglotis yang terlipat kebawah atau laryngospame
sementara
j. hindari suction pharyngeal, mengempeskan balon, atau
mencabut LMA sampai penderita betul-betul bangun
(misalnya membuka mulut sesuai perintah).
5. Malposisi LMA
Ditangan yang terampil, teknik standard insersi LMA dapat
berhasil pada sebagian besar pasien (>98%) pada usaha yang
pertama atau yang kedua. Penyebab yang lazim akan kegagalan
insersi LMA adalah karena penguasaan teknik yang rendah,
anastesi yang dangkal (yang menyebabkan terjadi batuk, mual, dan
laryngospasme), pengguna belum berpengalaman, sulit mengatasi
lengkungan 90° dibelakang pharynx ke hipopharynx, lidah dan
tosil yang besar, dan penggunaan ukuran LMA yang tidak tepat.
Beberapa teknik manuver telah dilakukan untuk mengatasi
kesulitan tersebut diantaranya: menarik lidah kedepan,
menggangkat dagu, dan menggunakan laryngoscope,
menggunakan bilah lidah atau forcep Magill untuk menggangkat
35

lidah. Masukkan LMA dengan balon menghadap ke bawah dan


kemudian diputar 180° setelah sampai dinding posterior parynx.
Balon dapat dikembangkan sebagian atau penuh bila
memasukkan LMA tanpa kesulitan. Walaupun trik ini dapat
memudahkan operator yang belum berpengalaman namun dapat
terjadi komplikasi berupa obstruksi parsial jalan nafas jika ujung
LMA arytenoid didepan larynx. lebih jauh hal tersebut dapat
menyebabkan batuk atau laryngospame karena rangsangan pada
refleks pelindung jalan nafas yang disebabkan oleh posisi LMA
yang tinggi di dalam pharynx. Pada pasien dengan lengkung
palatum yang tinggi, mendekati palatum durum secara agak
diagonal dari samping dengan posisi LMA bersudut 15° atau 20°
dari lateral ke midline dapat juga membantu.
6. Keuntungan dan kerugian LMA
Keuntungan LMA dibandingkan Face Mask
Bila dibandingkan dengan pemakaian dengan face mask maka
LMA dapat memberikan ahli anastesi lebih banyak kebebasan
untuk melaksanakan tugas yang lain (misalnya mencatat perjalanan
anastesi, memasukkan obat-obatan dll) dan mengurangi angka
kejadian kelelahan pada tangan operator. Dengan LMA dapat
memberikan data capnography yang lebih akurat dan dapat
mempertahankan saturasu oksigen yang lebih tinggi. Kontaminasi
ruangan oleh obat-obat anastesi inhalasi dapat dikurangi tetapi
dengan manipulasi yang lebih kecil terhadap jalan nafas. Cedera
pada mata dan saraf wajah dapat dihindari dibandingkan bila
memakai face mask.
Keuntungan LMA dibandingkan dengan ETT
Walaupun LMA tidak dapat menggantikan posisi ETT (khususnya
pada prosedur operasi yang lama dan yang memerlukan proteksi
terhadap aspirasi) namun LMA mempunyai berbagai kelebihan.
LMA lebih mudah dimasukkan dan mengurangi rangsangan pada
36

jalan nafas dibandingkan ETT (sehingga dapat mengurangi batuk,


rangsang muntah, rangsang menelan, tahan nafas, bronchospame,
dan respon kardiovaskuler) adalah dua keuntungan yang dimiliki
LMA dibandingkan ETT. Level anastesi yang lebih dangkal dapat
ditolenransi dengan menggunakan LMA dibandingkan ETT.
Ditangan yang terampil, penempatan LMA dapat lebih mudah dan
lebih cepat dibandingkan menempatkan ETT, sehingga lebih
memudahkan untuk resusitasi. Trauma pada pita suara dapat
dihindari karena LMA tidak masuk sampai ke lokasi pita suara.
Insidens kejadian suara serak setelah penggunaan LMA dapat
dikurangi bila dibandingkan dengan pemakaian ETT.
Komplikasi Penggunaan LMA
a. Komplikasi Mekanikal (kinerja LMA sebagai alat) :
1) Gagal insersi (0,3 – 4%)
2) Ineffective seal (<5%)
3) Malposisi (20 – 35%)
b. Komplikasi Traumatik (kerusakan jaringan sekitar) :
1) Tenggorokan lecet (0 – 70%)
2) Disfagia (4 – 24%)
3) Disartria (4 – 47%)
c. Komplikasi Patofisiologi (efek penggunaan LMA pada
tubuh) :
1) Batuk (<2%)
2) Muntah (0,02 – 5%)
3) Regurgitasi yang terdeteksi (0-80%)
4) Regurgitasi klinik (0,1%)
7. LMA dan jalan nafas sulit
Walaupun diciptakan bukan untuk mengatasi jalan nafas
yang sulit tetapi LMA telah membuktikan dirinya bahwa dapat
digunakan untuk menangani jalan nafas yang sulit tiga puluh tahun
terakhir
37

ini. Literatur-literatur kedokteran telah memuat banyak


laporan kasus tentang penggunaan LMA untuk penanganan jalan
nafas yang sulit pada kondisi elektif ataupun emergenci.
Hal tersebut juga telah dibuktikan pada penderita anak-anak
ataupun orang dewasa. Ventilasi pada pasien pediatrik dengan
sindrome kelainan kongenital seperti Pierre-Robin, Treacher-
Collins, Goldenhar, Klippel-Feil, Beckwith-Weidemann lebih
mudah menggunakan LMA daripada alat yang lain. Intubasi
endotracheal dengan bantuan fiberoptic dapat dfasilitasi dengan
adanya LMA dan telah merevolusi penanganan jalan nafas untuk
penderita-penderita dengan jalan nafas yang abnormal. Pada
kebanyakan kasus LMA dapat di insersi setelah penderita tidak
sadar dengan obat anastesi inhalasi seperti sevoflurane. Untuk
penderita-penderita yang fungsi ventilasinya tidak dapat
diperkirakan setelah induksi anastesi, maka LMA dapat di insersi
dengan menggunakan anastesi topikal.
8. Obat-obatan yang digunakan
PROPOFOL KETAMIN MIDAZOLAM FENTANYL
Dosis 1,5 – 2,5 1–2 0,1 – 0,3 1-3
induksi mcg/kgBB
(mg/kgBB)
Dosis 0,4 – 0,5 0,2 – 0,4 0,01 – 0,05 -
koinduksi
(mg/kgBB)
Tekanan Menurun Meningkat Tetap sampai Relatif Tetap
darah menurun
Nadi Tetap sampai Meningkat Meningkat Relatif Tetap
menurun sampai
menurun
Tahanan Menurun Meningkat Tetap sampai Relatif Tetap
pembuluh menurun
sistemik
Ventilasi Menurun Tetap Tetap Relatif Tetap
Laju nafas Menurun Tetap Tetap Relatif Tetap
Aliran darah Menurun Meningkat Tetap Relatif Tetap
otak hingga tetap
Ketenangan Tidak Tidak Ya Ya
Analgetik Tidak Ya Tidak Tidak
Mual dan Menurun Tetap Tetap hingga Tetap
muntah menurun
38

BAB III
PEMBAHASAN
Pemilihan teknik anestesi pada pasein ini telah sesuai indikasi dan tidak
ditemukannya kontraindikasi pada pasien ini. Pemilihan teknik LMA dirasakan
telah tepat disesuaikan dengan jenis operasi yang akan dilakukan. Pemilihan
ukuran LMA disesuaikan dengan usia pasien.
Teknik pemasangan LMA yang digunakan pada pasien ini adalah teknik
introducer tool insercion technique. Pemilihan teknik ini didasarkan bukan pada
pasien, tetapi pada kenyamanan dan kebiasaan orang yang akan melakukan
pemasangan teknik ini.
Pemilihan obat yang digunakan untuk premedikasi pada pasien ini
disesuaikan dengan kebutuhan anestesi. Prinsipnya adalah mencapai trias anestesi
yaitu, hipnotik, analgesi, dan relaksasi. Trias anestesi ini dapat didapatkan dengan
menggunakan obat-obatan yaitu midazolam, fentanyl, dan propofol.
Penentuan dosis obat-obatan yang digunakan sesuai dengan berat badan
pasien ini yaitu 38 kg. Dengan berat badan tersebut, didapatkan dosis yang sesuai
adalah, Midazolam 2 mg, Fentanyl 50 mcg, dan Propofol 80 mg. Sementara,
pemeliharaan anestesi dilakukan dengan memberikan O2 dengan konsentrasi
50%, N20 dengan konsentrasi 50% dan Sevoflurane 2%.
Selama anestei berlangsung, perlu dimonitor hal-hal sebagai berikut ;
Minute volume, Volume tidal, dan respiration rate. Jika tiga hal ini dapat
dikontrol, maka anestesi dapat dikatakan berjalan dengan aman.
Pasca anestesi, perlu diperhatikan tanda-tanda vital agar tetap berada pada
garis normal. Pemindahan kebangsal dilakukan dengan mengitung skor aldetrate.
Pemberian jumlah cairan pasca operasi diukur dari kebutuhan saat operasi,
pengganti puasa dan kehilangan darah saat operasi. Pemilihan analgetik dan anti
muntah pasca operasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan sumber daya
rumah sakit.
39

BAB IV
KESIMPULAN
Penanganan jalan nafas adalah tugas paling penting dari seorang ahli
anastesi dan fungsi tersebut tidak dapat ditawar lagi. Ahli anastesi tidak boleh
menerima keterbatasan metode penanganan jalan nafas dan harus menyiapkan
berbagai teknik penanganan jalan nafas untuk tiap-tiap kasus yang mungkin
memerlukan pendekatan yang berbeda. Tidak ada satupun teknik penanganan
jalan nafas yang dapat cocok untuk semua pasien dan kasus sehingga ahli anastesi
harus menguasai berbagai teknik untuk memastikan penanganan jalan nafas yang
paling optimal dengan resiko yang paling minimal.
LMA telah dibuktikan dapat digunakan secara luas sebagai alternatif
menejemen jalan nafas yang handal dan terpercaya termasuk dalam bidang
anastesi pediatrik, menejemen jalan nafas sulit, resusitasi jalan nafas dll.
40

DAFTAR PUSTAKA

1. Morgan GE, Mikhail MS: Airway Management. Clinical Anesthesiology


3nd ed, Lange Medical Books, New York, 2002.
2. Gomillion MC, Jung Hee Han : Magnetic Resonance Imaging a case of 2
years old boy.Anesthesiology Problem-Oriented Patient Management Yao
& Artusio’s, 6th ed, Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, USA,
2008.
3. Morgan GE, Mikhail MS : Pediatric Anesthesia, Clinical Anesthesiology
3nd ed, Lange Medical Books, New York, 2002.
4. Afzal M : Airway Management In Pediatric Anesthesia: Laryngeal Mask
Airway Vs Endotracheal Tube. The Internet Journal of Anesthesiology
2007. Volume 13 Number 11.
5. O’neill B, Templeton JJ: The Laryngeal Mask Airway in Pediatric Patient;
factors affecting ease of use during insertion and emergence. Journal of
Anesthesia & Analgesia, Anesthesia Analg 1994; 78:659-662.
6. Byhahn C, Meininger D, Zwissler B : Current Concepts of Airway
Management in The ICU and The Emergency Departement; Yearbok of
Intensive Care and Emergency Medecine, Vincent JL (ed), Springer, New
York, 2006. P 377-399.
7. Allman KG, Wilson IH. Oxford Handbook of Anasthesia. Oxford
University Pres Inc, New York, 2001. P 368-369.
8. Fernandez JG, Tusman G: Pediatric Anesthesiology; Programming
Pressure Support Ventilation in Pediatric Patient in Ambulatory Surgery
with a Laryngeal Mask Airway. Journal of Anesthesia & Analgesia Anesth
Analg 2007; 105:1585-1591
9. Polaner DM, Ahuja D: Pediatric Anesthesia: Video Assessment of
Supraglottic Airway Orientation Through the Prelaryngeal Airway in
Pediatric Patient. Journal of Anesthesia & Analgesia, Anesth Analg 2006;
102:1685-1688.

Anda mungkin juga menyukai