PENDAHULUAN
1
Hipertensi dapat dicegah dengan menghindari faktor penyebab
terjadinya hipertensi dengan pengaturan pola makan, gaya hidup yang
benar, hindari kopi, merokok dan alkohol, mengurangi konsumsi garan
yang yang berlebihan dan aktivitas yang cukup seperti olahraga yang
teratur (Dalimartha, 2008).
Untuk mengendalikan hipertensi di Indonesia telah dilakukan
beberapa langkah, yaitu mendistribusikan buku pedoman, Juklak dan
Juknis pengendalian hipertensi; melaksanakan advokasi dan sosialisasi;
melaksanakan intensifikasi, akselerasi, dan inovasi program sesuai dengan
kemajuan teknologi dan kondisi daerah setempat (local area specific);
mengembangkan (investasi) sumber daya manusia dalam pengendalian
hipertensi; memperkuat jaringan kerja pengendalian hipertensi, antara lain
dengan dibentuknya Kelompok Kerja Pengendalian Hipertensi;
memperkuat logistik dan distribusi untuk deteksi dini faktor risiko
penyakit jantung dan pembuluh darah termasuk hipertensi; meningkatkan
surveilans epidemiologi dan sistem informasi pengendalian hipertensi;
melaksanakan monitoring dan evaluasi; dan mengembangkan sistem
pembiayaan pengendalian hipertensi. (Depkes, 2007).
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
2
Setelah dilakukan proses pembelajaran mahasiswa mampu
memahami konsep dan asuhan keperawatan pada klien dengan
hipertensi khususnya pada pasien dengan lanjut usia.
1.3.2 Tujuan Khusus
Setelah proses pembelajaran mahasiswa/i dapat menjelaskan
tentang:
1. Definisi dari penyakit hipertensi pada lansia.
2. Etiologi penyakit hipertensi pada lansia.
3. Klasifikasi dari penyakit hipertensi pada lansia.
4. Manifestasi klinis dari penyakit hipertensi pada lansia.
5. Patofisiologi dari penyakit hipertensi pada lansia.
6. WOC dari penyakit hipertensi pada lansia.
7. Pemeriksaan fisik dan diagnostic penyakit hipertensi pada
lansia.
8. Penatalaksanaan penyakit hipertensi pada lansia.
9. Komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit hipertensi pada
lansia.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hipertensi dicirikan dengan peningkatan tekanan darah diastolik
atau sistolik yang intermiten atau menetap (Stockslager, 2007)
Hipertensi atau penyakit “darah tinggi” merupakan kondisi ketika seorang
mengalami kenaikan tekanan darah baik secara lambat atau mendadak
(akut).
WHO mengemukakan bahwa hipertensi terjadi bila tekanan darah
diatas 160/96 mmHg, sementara itu Smelttzer & Bare (2002: 896)
mengemukakan bahwa hipertensi merupakan tekanan darah persisten atau
terus menerus sehingga melebihi batas normal dimana tekanan sistolik di
3
atas 140 mmHg dan tekanan diastole di atas 90 mmHg. Pendapat yang
sama juga diutarakan oleh doenges (2000: 42). Pendapat senada juga
disampaikan oleh TIM POKJA RS Harapan Kita, Jakarta (1993: 199) dan
Prof. Dr. dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007), yang menyatakan bahwa
hipertensi adalah kenaikan tekanan darah sistolik lebih dari 150 mmHg
dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg (Sharif La Ode, 2012: 241).
2.2 Etiologi
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah
terjadinya perubahan-perubahan pada :
- Elastisitas dinding aorta menurun
- Katub jantung menebal dan menjadi kaku
- Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah
menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
- Kehilangan elastisitas pembuluh darah Hal ini terjadi karena
kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
- Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti
penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang
sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan
lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah
penderita hipertensi
2. Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah:
- Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat )
- Jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan )
- Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )
- Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah :
4
a. Konsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30 gr)
b. Kegemukan atau makan berlebihan
c. Stress
d. Merokok
e. Minum alcohol
f. Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )
Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah penyakit-penyakit
seperti Ginjal, Glomerulonefritis, Pielonefritis, Nekrosis tubular akut,
Tumor, Vascular, Aterosklerosis, Hiperplasia, Trombosis, Aneurisma,
Emboli kolestrol, Vaskulitis, Kelainan endokrin, DM, Hipertiroidisme,
Hipotiroidisme, Saraf, Stroke, Ensepalitis. Selain itu dapat juga
diakibatkan karena Obat–obatan Kontrasepsi oral Kortikosteroid.
2.3 Klasifikasi
Klasifikasi hipertensi juga banyak diungkapkan oleh para ahli,
diantaranya WHO menetapkan klasifikasi Hipertensi menjadi tiga yaitu :
1. Tekanan darah meningkat tanpa gejala-gejala dari gangguan atau
kerusakan aiatim kardiovaskuler.
2. Tekanan darah dengan gejala hipertrofi kardiovaskuler, tetapi tanpa
adanya gejala-gejala kerusakan atau gangguan dari alat atau orang
lain.
3. Tekanan darah meningkat dengan gejala-gejala yang jelas dari
kerusakan dan gangguan faal dari target organ.
5
5. Hipertensi maligna atau krisis yaitu tekanan darah diastolik lebih
dari 120 mmHg yang disertai gangguan fungsi target organ.
6. Hipertensi sistolik yaitu tekanan darah sistolik lebih dari 160
mmHg.
6
10. Penurunan tekanan darah dengan perubahan dari posisi duduk ke
berdiri (menandakan hipertensi sekunder)
11. Edema perifer, pada tahap lanjut ketika terjadi gagal jantung
12. Hemoragi, eksudat, dan edema pupil menunjukkan evaluasi
oftalmoskopik pada tahap lanjut (jika retina hipertensif terjadi)
13. Stenosis atau oklusi, yang dideteksi selama auskultasi arteri katoris
untuk bising arteri
14. Bising abdomen, terdengar tepat di garis tengah umbilikus kanan
atau kiri, atau pada pinggang jika terdapat stenosis arteri ginjal,
juga terdengar bising di atas aorta abdomen dan arteri femoralis
15. Massa yang berdenyut dan teraba di abdomen, menunjukkan
aneurisma abdomen
16. Pembesaran ginjal, yang mengarah pada penyakit polikistik, salah
satu penyebab hipertensi sekunder
2.5 Patofisiologi
Menurut smeltzer dan Bare (2002:898) mengatakan bahwa
mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor pada medulla oblongata diotak dimana dari
vasomotor ini mulai saraf simpatik yang berlanjut kebawah korda spinalis
dan keluar dari kolomna medulla ke ganglia simpatis ke torax dan
abdomen, rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk implus
yang bergerak kebawah melalui system syaraf simpatis. Pada titik
ganglion ini neuro prebanglion melepaskan asetilkolin yang merangsang
7
serabut saraf paska ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
melepaskannya nere frineprine mengakibatkan konskriksi pembuluh darah
Sedang pada lansia akan terjadi penurunan elastisitas dinding aorta,
katup jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa darah menurun ,
hilangnya elastisitas pembuluh darah, serta meningkatnya resistensi
pembuluh darah perifer yang akan menggangu maupun menghambat
peredaran darah ke seluruh tubuh
Faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi
respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokonstriktif yang
menyebabkan vasokonstriktif pembuluh darah akibat aliran darah yang ke
ginjal menjadi berkurang atau menurun dan berakibat diproduksinya
rennin, rennin akan merangsang pembentukan angiotensai I yang
kemudian diubah menjadi angiotensai II yang merupakan vasokonstriktor
yang kuat yang merangsang sekresi aldosteron oleh cortex adrenal dimana
hormone aldosterone ini menyebabkan retensi netrium dan air oleh tubulus
ginjal dan menyebabkan peningkatan volume cairan intra vaskuler yang
menyebabkan hipertensi.
TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:63)menyebutkan
patofisiologis hipertensi adalah pada hipertensi primer perubahan
patologinya tidak jela didalam tubuh dan organ-organ. Terjadi secara
perlahan yang meluas dan mengambil tempat pada pembuluh darah besar
dan pembuluh darah kecil pada organ-organ seperti jatung, ginjal, dan
pembuluh darah otak. Pembuluh darah seperti aorta, arteri coroner, arteri
basiler yang ke otak dan pembuluh darah perifer diekstremitas menjadi
sklerotik dan membengkak. Lumen-lumen menjepit, aliran darah ke
jantung menurun, begitu juga ke otak dan ekstremitas bahwa bisa juga
terjadi kerusakan pembuluh darah besar.
8
2.6 WOC
Usia lanjut
usia
Elastisitas dinding aorta menurun, Gaya hidup
Jenis kelamin Obesitas
katup jantung menebal dan kaku,
kemampuan memompa darah
menurun , hilangnya elastisitas pem-
Perubahan status
buluh darah,serta meningkatnya
Hipertensi kesehatan
resistensi pembuluh darah perifer
Kerusakan vaskuler pembuluh darah
Perubahan struktur
Paparan informasi
kurang
Penyumbatan pembuluh
darah
Kurang pengetahuan
Vasokontriksi
Resistensi Ginjal
pembuluh darah
Sistemik Koroner
2.7 Pemeriksaan
Nyeri kepala Vasokontriksi
Fisik dan Diagnostik
pembuluh darah Vasokontriksi Iskemi miokard
1. Urinalisis dapat memperlihatkan protein, sel darah merah atau sel
ginjal
darah flow Kelebihan adanya penyakit ginjal, atau
putih, yang menunjukkan
Blood Afterload Nyeri dada
volume
glukosa yang menunjukkancairan
diabetes melitus.
2. urografi ekskretorik dapat memperlihatkan atrofi ginjal, yang
Nyeri Kronik Respon RAA Penurunan curah Intoleransi
menandakan penyakit ginjal kronis. Satu ginjal yang lebih
jantung pendek
aktivitas
1,5 cm dari ginjal yang lainnya menunjukkan penyakit ginjal
Aldosteron
unilateral. Nyeri Kronik
3. Pemeriksaan darah yang menunjukkan kadar kalium serum
dibawah
Retensi Na 3,5 mEq/L dapat menandakan adanya fungsi adrenal
Edema 9
(khususnya hiperaldosteronisme). Kadar nitrogen urea darah yang
normal atau meningkt sampai lebih dari 20 mg/dl dan kadar
kreatinin serum yang normal atau meningkat sampai lebih dari 1,5
mg/dl menunjukkan adanya penyakit ginjal.
4. Elektrokardiografi dapat menunjukkan adanya hipertrofi
ventrikular kiri atau iskemia.
5. Sinar-X dada dapat memperlihatkan adanya kardiomegali.
6. Oftalmoskopi memperlihatkan penorehan arteriovenosa dan pada
edema enselopati hipertensif.
7. Oral captopril challenge dapat dilakukan untuk memeriksa
hipertensi renovaskuler. Pemeriksaan fungsional yang bersifat
diagnostik ini bergantung pada hambatan tiba-tiba pada sirkulasi
angiotensin II oleh inhibitor enzim pengubah angiotensin, yang
memindahkan sokongan mayor untuk perfusi melalui ginjal yang
mengalami stenosis. ginjal yang iskemik secara tiba-tiba
melepaskan renin dan memperlihatkan penurunan nyata pada
lajufiltrasi glomerulus dan aliran darah ginjal.
2.8 Penatalaksanaan
Penanganan hipertensi pada umumnya untuk mencapai tekanan
darah dalam batas-batas normal atau 130/80 mmHg. Pada pengidap
penyakit diabetes atau gagal ginjal menahun, besar tekanan darah yang
dianjurkan sebaiknya berada dibawah 130/80 mmHg.
10
Terdapat 2 cara penanggulangan hipertensi menurut FKUI
(1990:214-219) yaitu dengan nonfarmakologis dan dengan farmakologis.
Cara nonfarmakologis dengan cara mengubah kebiasaan hidup:
1. Restriksi natrium
Pembatasan natrium atau garam dapur terbukti efektif menurunkan
tekanan darah pada 60% pasien. Banyak orang menggunakan
garam pengganti untuk mengurangi asupan garam dapur.
2. Pendekatan diet
Dilakukan dengan pendekatan DASH (Dietary Approaches to Stop
Hypertension), yaitu megkonsumsi makanan yang kaya akan buah,
rendah lemak atau bebas dari lemak hewani. Pola diet ini cukp
menangani hipertensi berdasarkan riset NIH (National Institute of
Health) di Amerika Serikat.
3. Olahraga secara teratur
Penurunan berat badan dan olah raga aerobik yang teratur dapat
mencegah terjadinya hipertensi ringan dan sedang. Olah raga yang
teratur akan memperbaiki aliran darah dan membantu mengurangi
frekuensi denyut jantung dan tekanan darah. Upaya ini sangat
efektif dalam menurunkan tekanan darah walaupun terapi dengan
obat-obatan masih diperlukan bagi pasien dengan hipertensi derajat
sedang atau berat untuk menurunkan tekanan darahnya sampai ke
tingkat yang aman.
4. Menghindari stres
Terapi relaksasi seperti meditasi, menghindari stres lingkungan,
menghindari bunyi yang terlalu keras dan cahaya berintensitas
terang merupakan cara tambahan untuk menurunkan tekanan
darah. Metode “Jacobson’s Progressive Muscle Relaxation” dan
“biofeedback” juga digunakan, terutama untuk mengatur
pernafasan. Efektivitas terapi ini tentu sangat bergantung pada
sikap dan kepatuhan pasien.
11
phentolamin, prozazine, nitroprusside captaril. Simpatholitic seperti
hidralazine, diazoxine. Antagonis kalsium seperti nefedipine (adalat).
Terapi cara lain yaitu dengan terapi Khiropratik terapi ini dilakukan
melalui perbaikan pada ruas tulang belakang, terutama pada tulang atlas
leher. Perbaikan langsung terlihat pada terapi minggu pertama sampai
dengan minggu kedelapan ( The Journal of Human Hypertension). Terjadi
penurunan rata-rata 17 mmHg untuk tekanan sistolik dan 10 mmHg untuk
tekanan diastolik, yang identik dengan hasil terapi yang dicapai dengan
menggunakan dua macam obat antihipertensi. Cara ini dilakukan dengan
penekanan dan tarikan pada jari jemari tangan pada ruas tulang belakang
tersebut atau dengan bantuan alat yang digetarkan oleh arus listrik.
Tujuannya adalah memperbaiki dan mengembalikan posisi tulang
belakang atau ligamen ke posisi normalnya. Tulang belakang sebagai
keluhan penyakit, termasuk hipertensi.
12
Tujuan dari pengobatan hipertensi adalah menurunkan angka morbiditas
sehingga upaya dalam menemukan obat anti hipertensi yang memenuhi
harapan terus dikembangkan.
2.9 Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit hipertensi
menurut TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:64) dan Dr. Budhi Setianto
(Depkes, 2007) adalah diantaranya: penyakit pembuluh darah otak
sepertistroke,perdarahan otak, transient ischemic attack (TIA). Penyakit
jantung seperti gagal jantung,angina pectoris, infark miocard acut (IMA).
Penyakit ginjal seperti gagal ginjal. Penyakit mata seperti perdarahan
retina, penebalan retina, dan odema pupil.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
13
kesehatan. Didapatkan data; CRT > 3 detik, palpitasi, odem, nadi perifer
teraba lemah, dipsnea, pasien tampak lemah dan akhirnya bergantung pada
keluarga.
3.2 Pengkajian
I. Identitas Umum
A. Identitas Pasien
1. Nama : Ny. A
2. Jenis Kelamin : Perempuan
3. Tempat dan Tanggal Lahir : Manado, 02 februari 1953+
4. Usia : 65 tahun
5. Ruang : ICU RSUP.Prof.Dr.
R. D.Kandou Manado
14
2. Hemoglobin 13,7 Gr% 12 - 14
Hasil EKG:
Adanya peningkatan depresi ST.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Dari hasil rekam medis didapatkan pasien terdiagnosa Hipertensi
15
Aktivitas 0 1 2 3 4
Mandi
Berpakaian
Eleminasi
Mobilisasi di tempat tidur
Pindah
Ambulasi
Naik tangga
Makan dan minum
Gosok gigi
Keterangan : Klien dapat melakukan aktivitas dengan bantuan orang
lain.
Porsi - -
Total Konsumsi - -
16
Keluhan - Makan terasa hambar
4. Pola Eliminasi
Eliminasi Urine
Eliminasi Alvi
Persepsi Sensori
17
Pendengaran : Pendengaran sedikit terganggu, telinga
kanan dan kiri tidak menggunakan alat bantu
dengar.
Pemeriksaan Fisik
1) Status Kesehatan Umum
Keadaan/ penampilan umum:
Kesadaran : Composmentis
Tanda – tanda vital : TD : 170/110 mmHg
S : 36ºC
N : 91 x/menit
RR : 24 x/menit
18
HR : 110x/menit
BB : 50 kg
TB : 160 cm
2) Kepala
Simetris, Keadaan rambut beruban dan bersih, nyeri (+).
3) Muka
Simetris, warna kulit pucat.
4) Mata
Reflek pupil (+/+), konjungtiva normal, katarak (-).
5) Hidung
Bentuk dan lubang hidung normal, simetris, pernapasan cuping
hidung (-), secret (-).
6) Mulut
1. Bentuk : normal / simetris.
2. Bibir : Mukosa bibir tampak kering dan pucat.
3. Palatum : Normal.
4. Gusi : Merah muda.
7) Telinga
1. Posisi : Normal, simetris
2. Keadaan : Bersih, tidak ada serumen
8) Leher
Nyeri (+)
9) Dada
Retraksi otot dada (+)
10) Perut
Normal
11) Ekstremitas
CRT > 3 detik, Oedema (+), Palpitasi, Nadi perifer terasa lemah,
Dipsnea
12) Genetalia
Normal
Pemeriksaan Diagnostik
19
Hasil pemeriksaan penunjang menunjukkan :
Hasil laboratorium :
Pemeriksaan radiologi
Tidak terlihat pembesaran ventrikel kiri, kardiomegali.
Pemeriksaan EKG
Terjadi depresi pada segmen ST.
- TD : 170/110 mmHg,
- N: 91x/menit,
- RR : 24x/menit,
- S : 36oC,
- HR : 110x/menit
- Didapatkan data ; CRT >
3 detik, palpitasi, odem,
nadi perifer teraba
lemah, dipsnea, pasien
tampak lemah.
2. DS: Peningkatan Nyeri Kronik
20
P : pasien mengatakan nyeri Vaskuler Cerebral
pada kepala, kaku pada leher,
nyeri dada sebelah kiri
menjalar sampai ke
punggung.
DO:
DO:
21
3.4 Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi dan
irama jantung
2. Nyeri kronis berhubungan dengan peningkatan vaskuler cerebral
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
22
EKG sesuai instruksi
dari dokter.
8. Kolaborasi pengobatan
dengan dokter untuk
menurunkan depresi
ST.
23
dokter.
3. Intoleransi aktifitas 1 Energi Psikomotor 1. Kaji toleransi pasien
berhubungan Kriteria Hasil : terhadap aktivitas,
dengan kelemahan sampai dari mana
1. Pasien tampak segar
fisik pasien bisa melakukan
kembali dan tidak
aktifitas
ada tanda kelemahan 2. Kaji kesiapan dan
fisik kesanggupan pasien
2. Pasien dapat
untuk meningkatkan
melakukan aktifitas
aktivitas
secara mandiri tanpa 3. Beri terapi aktifitas
bergantung pada dan latihan pergerakan
keluarga sendi pada pasien
sedikit demi sedikit
4. Berikan alat bantu
pasien untuk
membantu
mempermudah pasien
dalam melakukan
aktifitas
5. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk memberikan
nutrisi yang tepat
untuk menambah
energi pasien untuk
bisa melakukan
aktifitasnya
3.6 Implementasi
Pukul
No. Tanggal No.DX Tindakan Paraf
(WIB)
1. 11 15.00 D.0008 1. Mengukur TTV dan mencatat
September kualitas denyutan sentral dan
2018 perifer.
2. Memberikan terapi oksigenasi
24
15.05 yang sesuai dengan kebutuhan
pasien.
3. Memonitor dan mengatur
keseimbangan cairan dalam
15.15
tubuh.
4. Berkolaborasi dengan dokter
untuk menentukan obat yang
15.28
sesuai untuk pasien dengan
tujuan dapat menurunkan TD
pada ambang normal.
5. Memberikan terapi relaksasi
kepada pasien untuk
meminimalisir stres den
15.32
mengoptimalkan kinerja
jantung.
6. Melakukan pemeriksaan EKG
sesuai instruksi dari dokter.
15.50
25
bagi pasien yang meliputi:
memberikan posisi yang
nyaman bagi pasien, memijat
pada area nyeri, memberikan
lingkungan yang tenang..
16.35
5. Menganjurkan dan mengajarkan
klien untuk bernafas dalam,
imajinasi terbimbing, distraksi.
17.00
6. Memberikan kompres hangat
pada area nyeri.
7. Berkolaborasi dengan tim medis
17.05
lain untuk menurunkan tingkat
nyeri menggunakan analgestik.
3. 12 08.15 D.0056 1. Menanyakan kesiapan dan
September kesanggupan pasien untuk
2018 meningkatkan aktivitas.
2. Memberikan terapi aktivitas dan
08.20
latihan pergerakan sendi sedikit
demi sedikit.
3. Memberikan alat bantu pasien
08.50
untuk membantu mempermudah
pasien dalam melakukan
aktivitas dan mengajari cara
memakainya.
4. Berkolaborasi dengan ahli gizi
untuk memberikan nutrisi yang
09.20 tepat untuk menambah energy
pasien untuk bisa melakukan
aktivitasnya.
3.7 Evaluasi
Diagnosa
S O A P
Keperawatan
Penurunan - TD : 140/90 mmHg Masalah Intervensi
26
curah jantung N : 81x/menit RR ; teratasi dilanjutkan :
berhubungan 23x/menit, S : sebagian
1. Monitor dan
dengan 36,6oC, HR : 19
Atur
perubahan x/menit
keseimbangan
frekuensi dan
Didapatkan data ; cairan dalam
irama jantung
CRT:<2, tidak tubuh
tampak palpitasi,
2.Berikan terapi
masih terdapat
oksigenasi yang
odem, nadi perifer
sesuai dengan
teraba masih lemah,
kebutuhan pasien
dipsnea, pasien
masih tampak 3. Kolaborasi
lemah. dengan dokter
untuk
Hasil EKG segmen
menentukan obat
ST masih
yang sesuai
menunjukkan
untuk pasien
depresi.
dengan tujuan
dapat
menurunkan TD
pada ambang
normal.
4. Monitor hasil
EKG sesuai
instruksi dari
dokter.
5. Kolaborasi
pengobatan
dengan dokter
untuk
menurunkan
27
depresi ST.
28
analgetik. 5. Berikan
5. TD : 140/100 kompres
mmHg, Suhu : hangat pada
360C, N : area nyeri.
88x/menit, RR :
22x/menit
Intoleransi - 1. Pasien sudah Masalah Intervensi
aktivitas tampak segar belum dilanjutkan :
1. Berikan
berhubungan kembali dan teratasi
terapi
dengan masih ada tanda
aktivitas dan
kelemahan kelemahan fisik.
2. Pasien latihan
fisik.
melakukan pergerakan
aktivitas masih sendi sedikit
dibantu oleh demi sedikit.
2. Berikan alat
keluarga.
bantu pasien
untuk
membantu
mempermud
ah pasien
dalam
melakukan
aktivitas dan
ajari pasien
cara
memakainya.
BAB 4
PENUTUP
29
4.1 Kesimpulan
Smelttzer dan Bare (2002 : 896) mengemukakan bahwa hipertensi
merupakan tekanan darah persisten atau terus menerus hingga melebihi
batas normal dimana tekanan sistolik 140 mmHg dan tekanan diatstole
diatas 90 mmHg.
Pada lansia rentan terkena hipertensi karena terdapat banyak
penurunan fungsi organ yang meliputi penurunan elastisitas dinding aorta,
katup jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa darah menurun ,
hilangnya elastisitas pembuluh darah, serta meningkatnya resistensi
pembuluh darah perifer
Menurut TIM POKJA RS Harapan Kita membagi hipertensi
menjadi 6 tingkat : hipertensi perbatasan, hipertensi ringan, hipertensi
sedang, hipertensi berat, hipertensi maligna, hipertensi sistolik.
Manifestasi klinis menurut (Stockslanger, 2007) diantaranya:
terbangun dengan sakit kepala pada bagian oksipital, pusing, kehilangan
ingtan, palpitasi, keletihan, impotensi.
Komplikasi yang biasa ditimbulkan diantaranya : penyakit
pembuluh darah otak seperti stroke, perdarahan otak, transient ischemic
attack, gagal jantung, angina pectoris, infark miocard acut, gagal
ginjalperdarahan retina, dan odema pupil.
Pemeriksaan fisik dan diagnostik ysng dapat dilakukan yaitu:
urinalis, urografi ekskretorik, pemeriksaan darah, elektrokardiografi, sinar-
X, oftalmoskopi, oral captopril.
Penanganan hipertensi antara lain restriksi natrium, pendekatan
diet, olah raga secara teratur, menghindari stress.
4.2 Saran
Sebagai petugas kesehatan lebih meningkatkan promosi kesehatan
tentang diet hipertensi pada masyarakat khususnya pada keluarga dan
penderita hipertensi. Bagi masyarakat khususnya penderita hipertensi
agar dapat memeriksakan tekanan darah secara rutin dan meminum
obat. Bagi penderita hipertensi agar dapat menciptakan tidur yang
optimal dan manajemen stress.
30