Anda di halaman 1dari 30

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penduduk lanjut usia (lansia) merupakan isu penting di seluruh
dunia sejak awal tahun 2000. Lanjut usia, menurut Undang-undang No. 13
tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia, adalah penduduk yang telah
mencapai usia 60 tahun ke atas. Menurut para ahli gerontologi seseorang
dapat dikatakan lansia apabila telah mencapai usia 65 tahun (Miller, 2012).
Di Indonesia, persentase lansia menurut Sensus Penduduk dalam waktu
hampir lima decade meningkat sekitar dua kali lipat, yaitu menjadi 8,97 %
atau 23,4 juta jiwa (BPS, 2017). Angka tersebut akan semakin bertambah
pada setiap tahunnya. Hal ini dikarenakan terjadinya peningkatan angka
usia hidup lansia di Indonesia. Peningkatan usia harapan hidup lansia
memerlukan perhatian yang lebih, karena pada lanjut usia rentan
mengalami masalah kesehatan. Masalah kesehatan yang sering ditemukan
pada lansia adalah hipertensi.
Hipertensi merupakan masalah kardiovaskuler yang umum terjadi
pada individu lansia sebagai dampak dari peningkatan usia (proses
penuaan) serta adanya factor pemicu atau risiko yang turut menyertainya,
seperti gaya hidup. Faktor pemicu tersebut diklasifikasikan menjadi dua,
yaitu factor risiko yang dapat dimodifikasi (modifiable) dan tidak dapat
dimodifikasi (non modifiable). Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
meliputi umur, jenis kelamin, dan riwayat keluarga. Sedangkan factor
risiko yang dapat dimodifikasi meliputi kebiasaan merokok, tekanan darah
normal-tinggi, diet tinggi lemak, obesitas, ketidakaktifan fisik, kebiasaan
mengkonsumsi alcohol, dan stress (Meiner, 2006). Hipertensi pada lansia
didefinisikan sebagai tekanan sistolik diatas 160 mmHg dan tekanan
diastolic diatas 90 mmHg (Ibrahim, 2007).
Penyakit hipertensi akan menjadi masalah yang serius, jika tidak
ditangani sedini mungkin akan berkembang dan menimbulkan komplikasi
yang berbahaya seperti terjadinya penyakit jantung kongestif, stroke,
gangguan penglihatan, dan penyakit ginjal.

1
Hipertensi dapat dicegah dengan menghindari faktor penyebab
terjadinya hipertensi dengan pengaturan pola makan, gaya hidup yang
benar, hindari kopi, merokok dan alkohol, mengurangi konsumsi garan
yang yang berlebihan dan aktivitas yang cukup seperti olahraga yang
teratur (Dalimartha, 2008).
Untuk mengendalikan hipertensi di Indonesia telah dilakukan
beberapa langkah, yaitu mendistribusikan buku pedoman, Juklak dan
Juknis pengendalian hipertensi; melaksanakan advokasi dan sosialisasi;
melaksanakan intensifikasi, akselerasi, dan inovasi program sesuai dengan
kemajuan teknologi dan kondisi daerah setempat (local area specific);
mengembangkan (investasi) sumber daya manusia dalam pengendalian
hipertensi; memperkuat jaringan kerja pengendalian hipertensi, antara lain
dengan dibentuknya Kelompok Kerja Pengendalian Hipertensi;
memperkuat logistik dan distribusi untuk deteksi dini faktor risiko
penyakit jantung dan pembuluh darah termasuk hipertensi; meningkatkan
surveilans epidemiologi dan sistem informasi pengendalian hipertensi;
melaksanakan monitoring dan evaluasi; dan mengembangkan sistem
pembiayaan pengendalian hipertensi. (Depkes, 2007).

1.2 Rumusan Masalah


Dalam penulisan makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan
Hipertensi pada Lansia maka ada beberapa rumusan masalah yang perlu
dibahas.
1. Apa definisi hipertensi pada lansia ?
2. Apa saja etiologi hipertensi pada lansia ?
3. Apa klasifikasi hipertensi pada lansia ?
4. Bagaimana manifestasi klinis hipertensi pada lansia ?
5. Bagaimana patofisiologi hipertensi pada lansia ?
6. Bagaimana struktur WOC hipertensi pada lansia ?
7. Apa saja pemeriksaan fisik dan diagnostic hipertensi pada lansia ?
8. Bagaimana penatalaksanaan hipertensi pada lansia ?
9. Apa saja komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit hipertensi pada
lansia ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum

2
Setelah dilakukan proses pembelajaran mahasiswa mampu
memahami konsep dan asuhan keperawatan pada klien dengan
hipertensi khususnya pada pasien dengan lanjut usia.
1.3.2 Tujuan Khusus
Setelah proses pembelajaran mahasiswa/i dapat menjelaskan
tentang:
1. Definisi dari penyakit hipertensi pada lansia.
2. Etiologi penyakit hipertensi pada lansia.
3. Klasifikasi dari penyakit hipertensi pada lansia.
4. Manifestasi klinis dari penyakit hipertensi pada lansia.
5. Patofisiologi dari penyakit hipertensi pada lansia.
6. WOC dari penyakit hipertensi pada lansia.
7. Pemeriksaan fisik dan diagnostic penyakit hipertensi pada
lansia.
8. Penatalaksanaan penyakit hipertensi pada lansia.
9. Komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit hipertensi pada
lansia.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Hipertensi dicirikan dengan peningkatan tekanan darah diastolik
atau sistolik yang intermiten atau menetap (Stockslager, 2007)
Hipertensi atau penyakit “darah tinggi” merupakan kondisi ketika seorang
mengalami kenaikan tekanan darah baik secara lambat atau mendadak
(akut).
WHO mengemukakan bahwa hipertensi terjadi bila tekanan darah
diatas 160/96 mmHg, sementara itu Smelttzer & Bare (2002: 896)
mengemukakan bahwa hipertensi merupakan tekanan darah persisten atau
terus menerus sehingga melebihi batas normal dimana tekanan sistolik di

3
atas 140 mmHg dan tekanan diastole di atas 90 mmHg. Pendapat yang
sama juga diutarakan oleh doenges (2000: 42). Pendapat senada juga
disampaikan oleh TIM POKJA RS Harapan Kita, Jakarta (1993: 199) dan
Prof. Dr. dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007), yang menyatakan bahwa
hipertensi adalah kenaikan tekanan darah sistolik lebih dari 150 mmHg
dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg (Sharif La Ode, 2012: 241).

2.2 Etiologi
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah
terjadinya perubahan-perubahan pada :
- Elastisitas dinding aorta menurun
- Katub jantung menebal dan menjadi kaku
- Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah
menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
- Kehilangan elastisitas pembuluh darah Hal ini terjadi karena
kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
- Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti
penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang
sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan
lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah
penderita hipertensi
2. Ciri perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah:
- Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat )
- Jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan )
- Ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )
- Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah :

4
a. Konsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30 gr)
b. Kegemukan atau makan berlebihan
c. Stress
d. Merokok
e. Minum alcohol
f. Minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )
Sedangkan penyebab hipertensi sekunder adalah penyakit-penyakit
seperti Ginjal, Glomerulonefritis, Pielonefritis, Nekrosis tubular akut,
Tumor, Vascular, Aterosklerosis, Hiperplasia, Trombosis, Aneurisma,
Emboli kolestrol, Vaskulitis, Kelainan endokrin, DM, Hipertiroidisme,
Hipotiroidisme, Saraf, Stroke, Ensepalitis. Selain itu dapat juga
diakibatkan karena Obat–obatan Kontrasepsi oral Kortikosteroid.

2.3 Klasifikasi
Klasifikasi hipertensi juga banyak diungkapkan oleh para ahli,
diantaranya WHO menetapkan klasifikasi Hipertensi menjadi tiga yaitu :
1. Tekanan darah meningkat tanpa gejala-gejala dari gangguan atau
kerusakan aiatim kardiovaskuler.
2. Tekanan darah dengan gejala hipertrofi kardiovaskuler, tetapi tanpa
adanya gejala-gejala kerusakan atau gangguan dari alat atau orang
lain.
3. Tekanan darah meningkat dengan gejala-gejala yang jelas dari
kerusakan dan gangguan faal dari target organ.

Sedangkan JVC VII, klasifikasi hipertensi :


1. Kategori tekanan sistolik ( mmHg ) tekanan diastolik ( mmHg )
2. Normal < sbp = “sistole” prassure = ”DBP”>=160 dan DBP
>=100.( mmHg )

Sedangkan menurut TIM POKJA RS Harapan Kita, Jakarta, membagi


hipertensi 6 tingkat yaitu :
1. Hipertensi perbatasan ( borderline ) yaitu tekanan darah diastolik,
normal karang 90-100 mmHg.
2. Hipertensi ringan, tekanan darah diastolik 90-140 mmHg.
3. Hipertensi sedang, tekanan darah diastolik 105-114 mmHg.
4. Hipertensi berat, tekanan darah diastolik .115 mmHg.

5
5. Hipertensi maligna atau krisis yaitu tekanan darah diastolik lebih
dari 120 mmHg yang disertai gangguan fungsi target organ.
6. Hipertensi sistolik yaitu tekanan darah sistolik lebih dari 160
mmHg.

Pada hipertensi dibagi lagi menjadi 2, menurut TIM POKJA RA


HARAPAN KITA ( 2003:63 ) yaitu :
1. Hipertensi emergensi akut, membahayakan jiwa, hal ini terjadi
karena di sebabkan disfungsi atau karusakan organ target.
2. Hipertensi urgensi yaitu hipertensi berat tanpa ada gangguan organ
target akan tetapi tekanan darah perlu di turunkan dengan segera
atau secara bertahap dalam waktu 24-48 jam, sebab penurunan
tekanan darah dengan cepat akan menimbulkan efek ischemik pada
organ target.

2.4 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis menurut (Stockslager, 2007) adalah sebagai berikut:
1. Tidak ada tanda atau gejala sampai penyakit ditemukan selama
evaluasi masalah yang lainnya
2. Terbangun dengan sakit kepala pada bagian oksipital, yang
berkurang secara spontan setelah beberapa jam-gejala biasanya
terkait dengan hipertensi berat.
3. Pusing
4. Kehilangan ingatan
5. Palpitasi
6. Keletihan
7. Impotensi
Dengan keterlibatan vaskuler
1. Perdarahan hidung
2. Urine berdarah
3. Kelemahan
4. Penglihatan kabur
5. Nyeri dada dan dipsnea, yang dapat menandakan keterlibatan
jantung
6. Tremor lambat
7. Mual
8. Muntah
9. Peningkatan tekanan darah diastolik ketika orang tersebut
mengubah posisi dari duduk menjadi berdiri (yang menandakan
hipertensi esensial)

6
10. Penurunan tekanan darah dengan perubahan dari posisi duduk ke
berdiri (menandakan hipertensi sekunder)
11. Edema perifer, pada tahap lanjut ketika terjadi gagal jantung
12. Hemoragi, eksudat, dan edema pupil menunjukkan evaluasi
oftalmoskopik pada tahap lanjut (jika retina hipertensif terjadi)
13. Stenosis atau oklusi, yang dideteksi selama auskultasi arteri katoris
untuk bising arteri
14. Bising abdomen, terdengar tepat di garis tengah umbilikus kanan
atau kiri, atau pada pinggang jika terdapat stenosis arteri ginjal,
juga terdengar bising di atas aorta abdomen dan arteri femoralis
15. Massa yang berdenyut dan teraba di abdomen, menunjukkan
aneurisma abdomen
16. Pembesaran ginjal, yang mengarah pada penyakit polikistik, salah
satu penyebab hipertensi sekunder

Menurut TIM POKJA RS Harapan Kita (2003: 64) mengemukakan


bahwa manifestasi klinik yang sering tidak tampak. Pada beberapa pasien
mengeluh sakit kepala, pusing, lemas, sesak nafas, kelelahan, kesadaran
menurun, mual gelisah, muntah, kelemahan otot, epitaksis bahkan ada
yang mengalami perubahan mental.

Sedangkan menurut FKUI (1990: 210) dan Dr. Budhi Setianto


(Depkes, 2007) hipertensi esensial kadang tanpa gejala dan baru timbul
gejala setelah terjadi komplikasi pada organ target seperti pada ginjal,
mata otak dan jantung. Namun terdapat pasien yang mengalami gejala
dengan sakit kepala, epitaksis.

2.5 Patofisiologi
Menurut smeltzer dan Bare (2002:898) mengatakan bahwa
mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor pada medulla oblongata diotak dimana dari
vasomotor ini mulai saraf simpatik yang berlanjut kebawah korda spinalis
dan keluar dari kolomna medulla ke ganglia simpatis ke torax dan
abdomen, rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk implus
yang bergerak kebawah melalui system syaraf simpatis. Pada titik
ganglion ini neuro prebanglion melepaskan asetilkolin yang merangsang

7
serabut saraf paska ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
melepaskannya nere frineprine mengakibatkan konskriksi pembuluh darah
Sedang pada lansia akan terjadi penurunan elastisitas dinding aorta,
katup jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa darah menurun ,
hilangnya elastisitas pembuluh darah, serta meningkatnya resistensi
pembuluh darah perifer yang akan menggangu maupun menghambat
peredaran darah ke seluruh tubuh
Faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi
respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokonstriktif yang
menyebabkan vasokonstriktif pembuluh darah akibat aliran darah yang ke
ginjal menjadi berkurang atau menurun dan berakibat diproduksinya
rennin, rennin akan merangsang pembentukan angiotensai I yang
kemudian diubah menjadi angiotensai II yang merupakan vasokonstriktor
yang kuat yang merangsang sekresi aldosteron oleh cortex adrenal dimana
hormone aldosterone ini menyebabkan retensi netrium dan air oleh tubulus
ginjal dan menyebabkan peningkatan volume cairan intra vaskuler yang
menyebabkan hipertensi.
TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:63)menyebutkan
patofisiologis hipertensi adalah pada hipertensi primer perubahan
patologinya tidak jela didalam tubuh dan organ-organ. Terjadi secara
perlahan yang meluas dan mengambil tempat pada pembuluh darah besar
dan pembuluh darah kecil pada organ-organ seperti jatung, ginjal, dan
pembuluh darah otak. Pembuluh darah seperti aorta, arteri coroner, arteri
basiler yang ke otak dan pembuluh darah perifer diekstremitas menjadi
sklerotik dan membengkak. Lumen-lumen menjepit, aliran darah ke
jantung menurun, begitu juga ke otak dan ekstremitas bahwa bisa juga
terjadi kerusakan pembuluh darah besar.

8
2.6 WOC

Usia lanjut
usia
Elastisitas dinding aorta menurun, Gaya hidup
Jenis kelamin Obesitas
katup jantung menebal dan kaku,
kemampuan memompa darah
menurun , hilangnya elastisitas pem-
Perubahan status
buluh darah,serta meningkatnya
Hipertensi kesehatan
resistensi pembuluh darah perifer
Kerusakan vaskuler pembuluh darah
Perubahan struktur

Paparan informasi
kurang
Penyumbatan pembuluh
darah
Kurang pengetahuan
Vasokontriksi

Otak Gangguan Pembuluh darah


sirkulasi

Resistensi Ginjal
pembuluh darah
Sistemik Koroner

2.7 Pemeriksaan
Nyeri kepala Vasokontriksi
Fisik dan Diagnostik
pembuluh darah Vasokontriksi Iskemi miokard
1. Urinalisis dapat memperlihatkan protein, sel darah merah atau sel
ginjal
darah flow Kelebihan adanya penyakit ginjal, atau
putih, yang menunjukkan
Blood Afterload Nyeri dada
volume
glukosa yang menunjukkancairan
diabetes melitus.
2. urografi ekskretorik dapat memperlihatkan atrofi ginjal, yang
Nyeri Kronik Respon RAA Penurunan curah Intoleransi
menandakan penyakit ginjal kronis. Satu ginjal yang lebih
jantung pendek
aktivitas
1,5 cm dari ginjal yang lainnya menunjukkan penyakit ginjal
Aldosteron
unilateral. Nyeri Kronik
3. Pemeriksaan darah yang menunjukkan kadar kalium serum
dibawah
Retensi Na 3,5 mEq/L dapat menandakan adanya fungsi adrenal

Edema 9
(khususnya hiperaldosteronisme). Kadar nitrogen urea darah yang
normal atau meningkt sampai lebih dari 20 mg/dl dan kadar
kreatinin serum yang normal atau meningkat sampai lebih dari 1,5
mg/dl menunjukkan adanya penyakit ginjal.
4. Elektrokardiografi dapat menunjukkan adanya hipertrofi
ventrikular kiri atau iskemia.
5. Sinar-X dada dapat memperlihatkan adanya kardiomegali.
6. Oftalmoskopi memperlihatkan penorehan arteriovenosa dan pada
edema enselopati hipertensif.
7. Oral captopril challenge dapat dilakukan untuk memeriksa
hipertensi renovaskuler. Pemeriksaan fungsional yang bersifat
diagnostik ini bergantung pada hambatan tiba-tiba pada sirkulasi
angiotensin II oleh inhibitor enzim pengubah angiotensin, yang
memindahkan sokongan mayor untuk perfusi melalui ginjal yang
mengalami stenosis. ginjal yang iskemik secara tiba-tiba
melepaskan renin dan memperlihatkan penurunan nyata pada
lajufiltrasi glomerulus dan aliran darah ginjal.

Pemeriksaan penunjang menurut FKUI (2003:64) dan Dosen


Fakultas kedokteran USU, Abdul Madjid (2004), meliputi pemeriksaan
laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi bertujuan
menentukan adanya kerusakan organ dan faktor resiko lain atau mencari
penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urin analisa, darah perifer
lengkap, kimia darah (kalium, natrium, kreatinin,gula darah puasa,
kolesterol total, HDL, LDL dan pemeriksaan EKG. Sebagai tambahan
dapat dilakukan pemeriksaan lain, seperti klirens kreatinin, protein, asam
urat, TSH dan ekordiografi.

2.8 Penatalaksanaan
Penanganan hipertensi pada umumnya untuk mencapai tekanan
darah dalam batas-batas normal atau 130/80 mmHg. Pada pengidap
penyakit diabetes atau gagal ginjal menahun, besar tekanan darah yang
dianjurkan sebaiknya berada dibawah 130/80 mmHg.

10
Terdapat 2 cara penanggulangan hipertensi menurut FKUI
(1990:214-219) yaitu dengan nonfarmakologis dan dengan farmakologis.
Cara nonfarmakologis dengan cara mengubah kebiasaan hidup:
1. Restriksi natrium
Pembatasan natrium atau garam dapur terbukti efektif menurunkan
tekanan darah pada 60% pasien. Banyak orang menggunakan
garam pengganti untuk mengurangi asupan garam dapur.
2. Pendekatan diet
Dilakukan dengan pendekatan DASH (Dietary Approaches to Stop
Hypertension), yaitu megkonsumsi makanan yang kaya akan buah,
rendah lemak atau bebas dari lemak hewani. Pola diet ini cukp
menangani hipertensi berdasarkan riset NIH (National Institute of
Health) di Amerika Serikat.
3. Olahraga secara teratur
Penurunan berat badan dan olah raga aerobik yang teratur dapat
mencegah terjadinya hipertensi ringan dan sedang. Olah raga yang
teratur akan memperbaiki aliran darah dan membantu mengurangi
frekuensi denyut jantung dan tekanan darah. Upaya ini sangat
efektif dalam menurunkan tekanan darah walaupun terapi dengan
obat-obatan masih diperlukan bagi pasien dengan hipertensi derajat
sedang atau berat untuk menurunkan tekanan darahnya sampai ke
tingkat yang aman.

4. Menghindari stres
Terapi relaksasi seperti meditasi, menghindari stres lingkungan,
menghindari bunyi yang terlalu keras dan cahaya berintensitas
terang merupakan cara tambahan untuk menurunkan tekanan
darah. Metode “Jacobson’s Progressive Muscle Relaxation” dan
“biofeedback” juga digunakan, terutama untuk mengatur
pernafasan. Efektivitas terapi ini tentu sangat bergantung pada
sikap dan kepatuhan pasien.

Sedangkan dengan cara farmakologis yaitu dengan cara


memberikan obat-obatan anti hipertensi seperti deuretik seperti HTC,
higroton, lasix. Beta bloker seperti propanolol. Alfa bloker seperti

11
phentolamin, prozazine, nitroprusside captaril. Simpatholitic seperti
hidralazine, diazoxine. Antagonis kalsium seperti nefedipine (adalat).

Terapi cara lain yaitu dengan terapi Khiropratik terapi ini dilakukan
melalui perbaikan pada ruas tulang belakang, terutama pada tulang atlas
leher. Perbaikan langsung terlihat pada terapi minggu pertama sampai
dengan minggu kedelapan ( The Journal of Human Hypertension). Terjadi
penurunan rata-rata 17 mmHg untuk tekanan sistolik dan 10 mmHg untuk
tekanan diastolik, yang identik dengan hasil terapi yang dicapai dengan
menggunakan dua macam obat antihipertensi. Cara ini dilakukan dengan
penekanan dan tarikan pada jari jemari tangan pada ruas tulang belakang
tersebut atau dengan bantuan alat yang digetarkan oleh arus listrik.
Tujuannya adalah memperbaiki dan mengembalikan posisi tulang
belakang atau ligamen ke posisi normalnya. Tulang belakang sebagai
keluhan penyakit, termasuk hipertensi.

Sebelum terapi diberikan, pasien perlu ditanyakan mengenai gejala


dan keluhan yang dialaminya, ada tidaknya tanda- tanda osteoporosis atau
patah tulang dan riwayat trauma yang menciderai tulang punggung.
Khiropraktik menjadi pilihan pengobatan alternatif antara lain karena efek
samping obat antihipertensi yang mengganggu atau semata-mata karena
kebosanan pasien dengan menggunakan obat biasa dan ingin mencoba cara
lain.

Pengobatan hipertensi harus dilandasi beberapa prinsip menurut


FKUI (1990) yaitu pengobatan hipertensi sekunder harus lebih
mendahulukan pengobatan kauasal, pengobatan hipertensi esensial
ditujukan untuk menurunkan tekanan darah dengan harapan
memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya komplikasi, upaya
menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat anti
hipertensi, pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang
bahkan mungkin seumur hidup, pengobatan dengan menggunkan standard
triple therapy (STT) menjadi dasar pengobatan hipertensi.

12
Tujuan dari pengobatan hipertensi adalah menurunkan angka morbiditas
sehingga upaya dalam menemukan obat anti hipertensi yang memenuhi
harapan terus dikembangkan.

2.9 Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit hipertensi
menurut TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:64) dan Dr. Budhi Setianto
(Depkes, 2007) adalah diantaranya: penyakit pembuluh darah otak
sepertistroke,perdarahan otak, transient ischemic attack (TIA). Penyakit
jantung seperti gagal jantung,angina pectoris, infark miocard acut (IMA).
Penyakit ginjal seperti gagal ginjal. Penyakit mata seperti perdarahan
retina, penebalan retina, dan odema pupil.

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Contoh Kasus


Ny. A usia 65 tahun di bawa ke RS pada tanggal 11 September 2018 jam
03.00 sore oleh suaminya dengan keluhan nyeri kepala, kaku di leher,
nyeri dada sebelah kiri menjalar sampai ke punggung belakang nyeri
terasa seperti di tusuk-tusuk dan skala nyeri 6 dan sudah kurang lebih
nyeri berlangsung selama 5 bulan, biasanya nyeri muncul pada saat
bangun tidur (ketika pindah posisi).
Dari hasil pemeriksaan di dapatkan : TD : 170/110 mmHg; N : 91x/menit
RR : 24x/menit, S : 36oC.
Pasien tampak meringis saat nyeri muncul, gelisah, karena nyerinya ini
pasien membatasi dirinya untuk berkomunikasi dengan keluarga dan tim

13
kesehatan. Didapatkan data; CRT > 3 detik, palpitasi, odem, nadi perifer
teraba lemah, dipsnea, pasien tampak lemah dan akhirnya bergantung pada
keluarga.

3.2 Pengkajian
I. Identitas Umum

A. Identitas Pasien
1. Nama : Ny. A
2. Jenis Kelamin : Perempuan
3. Tempat dan Tanggal Lahir : Manado, 02 februari 1953+
4. Usia : 65 tahun
5. Ruang : ICU RSUP.Prof.Dr.
R. D.Kandou Manado

6. No. Register : 123078


7. Agama : Islam
8. Golongan Darah :O
9. Tanggal MRS : 11 September 2018
10. Tanggal Pengkajian : 11 September 2018
Diagnosa Medis : Hipertensi
B. Identitas Suami
1. Nama : Tn. B
2. Tempat dan Tanggal Lahir : Yogyakarta, 27 April 1948
3. Usia : 70 Tahun
4. Agama : Islam
5. Alamat : Manado
6. Pekerjaan : Pensiun
7. Pendidikan Terakhir : SMA
II. Data Dasar
A. Keluhan Utama
Ny. A mengatakan bahwa nyeri kepala, kaku dileher, tersa mual,
nyeri dada sebelah kiri menjalar sampai punggung belakang, mual
tidak bisa tidur
Alasan Masuk Rumah Sakit
Kepala pusing tidak seperti biasanya, kaku di leher, nyeri dada
sebelah kiri menjalar sampai ke punggung belakang

Hasil pemeriksaan penunjang menunjukkan :


Hasil laboratorium :

NO Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Normal

1. Leukosit 6,800 /mk 400 - 1100

14
2. Hemoglobin 13,7 Gr% 12 - 14

3. Trombosit 172,00 % 150,00-450,00

4. Hematokrit 30,00 Ml 31,00-45,00

5. GDS 106 Mg/dl <200

6. Kreatin 1,0 Mg/dl 0,5 - 9

7. Eusinofil 2,00 % 1,00 - 3,00

8. Erirosit 3,60 /juta 4,60 - 5,50

Hasil EKG:
Adanya peningkatan depresi ST.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Dari hasil rekam medis didapatkan pasien terdiagnosa Hipertensi

Terapi yang Diberikan :


1. Lasix 40 mg (infus syiringe pump)
2. Infus NS
3. Antrain
4. nefedipine

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Hipertensi dan pernah keluar masuk RS
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Sudah mempunyai riwayat Hipertensi

III. Pola Fungsi Kesehatan

1. Pola Aktivitas dan Latihan

Kemampuan Perawatan Diri

Skor 0 : mandiri, 1 : dibantu sebagian, 2 : perlu bantuan orang


lain, 3 : perlu bantuan orang lain dan alat, 4 : tergantung pada
orang lain / tidak mampu.

15
Aktivitas 0 1 2 3 4

Mandi 
Berpakaian 
Eleminasi 
Mobilisasi di tempat tidur 
Pindah 
Ambulasi 
Naik tangga 
Makan dan minum 
Gosok gigi 
Keterangan : Klien dapat melakukan aktivitas dengan bantuan orang
lain.

2. Pola Istirahat dan Tidur :

KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT

Jumlah Jam Tidur Siang ±2 jam Tidak bisa tidur

Jumlah Jam Tidur ± 4 jam ± 3 jam


Malam

Pengantar Tidur Keroncong -

Gangguan Tidur Insomnia Sering terbangun

Perasaan Waktu Bangun Tampak segar Lemah, Lesu

3. Pola Nutrisi – Metabolik

KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT

Frekuensi 3x sehari 1x sehari

Jenis Lunak Bubur

Porsi - -

Total Konsumsi - -

16
Keluhan - Makan terasa hambar

4. Pola Eliminasi

Eliminasi Urine

KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT

Frekuensi 5-6 x/sehari 2-3 x/sehari

Pancaran Sedang Sedang

Jumlah 200 cc 100 cc

Bau Khas amoniak Khas amoniak

Warna Kuning Kuning

Total Produksi Urin 800 – 1000 cc/hari >400 cc

Eliminasi Alvi

KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT

Frekuensi 3-4x/sehari 1-2x/sehari

Konsistensi Lunak Lunak

Bau Khas feses Khas feses

Warna Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan

5. Pola Kognitif dan Persepsi Sensori


Pola Kognitif : Klien membatasi berkomunikasi karena
nyeri yang dirasakan.

Persepsi Sensori

Penglihatan : Reflek terhadap cahaya, rabun dekat,


menggunakan alat bantu lihat ketika membaca.

17
Pendengaran : Pendengaran sedikit terganggu, telinga
kanan dan kiri tidak menggunakan alat bantu
dengar.

Penciuman : Klien mampu mencium bau-bauan.

Peraba : Kulit klien sentitif terhadap sentuhan,


masih bisa merasakan panas dan dingin.

Pengecapan : klien merasakan pahit saat minum.

6. Pola Konsep Diri


Harga diri : Klien tidak merasa malu dengan
kondisinya sekarang.

Ideal diri : Sikap klien sesuai dengan standart


perilaku, tidak menyimpang.

Identitas diri : Klien menyadari keadaannya saat ini, jika


klien sedang sakit.

Gambaran diri : Klien menyadari keadaannya sekarang,


tidak seperti dulu lagi.

Peran diri : Klien berperilaku sesuai biasanya di


lingkungannya sesuai dengan keadaan klien
sekarang.

Pemeriksaan Fisik
1) Status Kesehatan Umum
Keadaan/ penampilan umum:
Kesadaran : Composmentis
Tanda – tanda vital : TD : 170/110 mmHg
S : 36ºC
N : 91 x/menit
RR : 24 x/menit

18
HR : 110x/menit
BB : 50 kg
TB : 160 cm
2) Kepala
Simetris, Keadaan rambut beruban dan bersih, nyeri (+).
3) Muka
Simetris, warna kulit pucat.
4) Mata
Reflek pupil (+/+), konjungtiva normal, katarak (-).
5) Hidung
Bentuk dan lubang hidung normal, simetris, pernapasan cuping
hidung (-), secret (-).
6) Mulut
1. Bentuk : normal / simetris.
2. Bibir : Mukosa bibir tampak kering dan pucat.
3. Palatum : Normal.
4. Gusi : Merah muda.
7) Telinga
1. Posisi : Normal, simetris
2. Keadaan : Bersih, tidak ada serumen
8) Leher
Nyeri (+)
9) Dada
Retraksi otot dada (+)
10) Perut
Normal
11) Ekstremitas
CRT > 3 detik, Oedema (+), Palpitasi, Nadi perifer terasa lemah,
Dipsnea
12) Genetalia
Normal
Pemeriksaan Diagnostik

19
Hasil pemeriksaan penunjang menunjukkan :
Hasil laboratorium :

NO Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Normal

1. Leukosit 6,800 /mk 400 - 1100

2. Hemoglobin 13,7 Gr% 12 - 14

3. Trombosit 172,00 % 150,00-450,00

4. Hematokrit 30,00 Ml 31,00-45,00

5. GDS 106 Mg/dl <200

6. Kreatin 1,0 Mg/dl 0,5 - 9

7. Eusinofil 2,00 % 1,00 - 3,00

8. Erirosit 3,60 /juta 4,60 - 5,50

Pemeriksaan radiologi
Tidak terlihat pembesaran ventrikel kiri, kardiomegali.
Pemeriksaan EKG
Terjadi depresi pada segmen ST.

3.3 Analisa Data


NO. DATA PENYEBAB MASALAH
1. DS: - Perubahan frekuensi Penurunan curah
dan irama jantung jantung
DO:

- TD : 170/110 mmHg,
- N: 91x/menit,
- RR : 24x/menit,
- S : 36oC,
- HR : 110x/menit
- Didapatkan data ; CRT >
3 detik, palpitasi, odem,
nadi perifer teraba
lemah, dipsnea, pasien
tampak lemah.
2. DS: Peningkatan Nyeri Kronik

20
P : pasien mengatakan nyeri Vaskuler Cerebral
pada kepala, kaku pada leher,
nyeri dada sebelah kiri
menjalar sampai ke
punggung.

Q : nyeri terasa seperti


ditusuk-tusuk.

R : nyeri di kepala, nyeri


pada dada sebelah kiri
menjalar sampai ke
punggung.

S : skala nyeri 6 (1-10).

T : nyeri muncul saat


banging tidur (ketika pindah
posisi).

DO:

Pasien tampak meringis saat


nyeri muncul, bersikap
menghindari posisi yang bisa
membuat nyeri timbul,
gelisah, tidak mampu
menuntaskan aktivitas.

3. DS:- Kelemahan Fisik Intoleransi Aktivitas

DO:

pasien tampak lemah dan


akhirnya bergantung pada
keluarga.

21
3.4 Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi dan
irama jantung
2. Nyeri kronis berhubungan dengan peningkatan vaskuler cerebral
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik

3.5 Intervensi Keperawatan


NO Diagnosa NOC NIC
1. Penurunan curah 1. Keefektifan Pompa 1. Kaji TTV dan catat
jantung Jantung kualitas denyutan
berhubungan Kriteria hasil : sentral dan perifer.
2. Kaji adanya palpitasi
dengan perubahan
1. Tidak adanya jantung dan odem
frekuensi dan irama
tanda-tanda sekitar tubuh.
jantung
palpitasi jantung 3. Monitor dan Atur
2. Tidak adanya odem keseimbangan cairan
sekitar tubuh dalam tubuh
3. Nadi perifer normal 4. Berikan terapi
4. Tidak ada tanda
relaksasi kepada
tanda dipsnea
5. HR normal pasien untuk
6. TTV Normal meminimalisir stres
7. Hasil EKG dalam
den mengoptimalkan
ambang batas
kinerja jantung.
normal. 5. Berikan terapi
oksigenasi yang sesuai
dengan kebutuhan
pasien
6. Kolaborasi dengan
dokter untuk
menentukan obat yang
sesuai untuk pasien
dengan tujuan dapat
menurunkan TD pada
ambang normal.
7. Lakukan pemeriksaan

22
EKG sesuai instruksi
dari dokter.
8. Kolaborasi pengobatan
dengan dokter untuk
menurunkan depresi
ST.

2. Nyeri kronis 1. Kontrol nyeri 1. Catat lokasi, lamanya


berhubungan Kriteria hasil : intensitas ( skala nyeri
dengan penigkatan 6 ) dan penyebaran.
1. Mampu mengontrol 2. Perhatikan tanda non
vaskuler cerebral
nyeri (tahu verbal (TD & N,
penyebab nyeri, , gelisah merintih,
mampu menggelepar).
menggunakan 3. Jelaskan penyebab
teknik nyeri dan observasi
nonfarmakologi terhadap perubahan
untuk mengurangi karakteristik nyeri.
4. Berikan tindakan
nyeri )
2. Pasien tidak lagi nyaman (massase area
menyeluh adanya nyeri, lingkungan
sakit kepala dan tenang, posisi nyaman
tampak nyaman ).
3. Dapat melaporkan 5. Minimalkan gangguan
bahwa nyeri lingkungan dan
berkurang dengan rangsangan
6. Anjurkan dan ajari
menggunakan
klien untuk bernafas
teknik kontrol nyeri
4. Skala nyeri dapat dalam, bimbingan
berkurang dengan imajinasi dan aktifitas
pemberian obat terapeutik, berikan
analgetik kompres hangat pada
5. TTV Normal area nyeri.
7. Kolaborasipemberian
obat analgetik dengan

23
dokter.
3. Intoleransi aktifitas 1 Energi Psikomotor 1. Kaji toleransi pasien
berhubungan Kriteria Hasil : terhadap aktivitas,
dengan kelemahan sampai dari mana
1. Pasien tampak segar
fisik pasien bisa melakukan
kembali dan tidak
aktifitas
ada tanda kelemahan 2. Kaji kesiapan dan
fisik kesanggupan pasien
2. Pasien dapat
untuk meningkatkan
melakukan aktifitas
aktivitas
secara mandiri tanpa 3. Beri terapi aktifitas
bergantung pada dan latihan pergerakan
keluarga sendi pada pasien
sedikit demi sedikit
4. Berikan alat bantu
pasien untuk
membantu
mempermudah pasien
dalam melakukan
aktifitas
5. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk memberikan
nutrisi yang tepat
untuk menambah
energi pasien untuk
bisa melakukan
aktifitasnya

3.6 Implementasi
Pukul
No. Tanggal No.DX Tindakan Paraf
(WIB)
1. 11 15.00 D.0008 1. Mengukur TTV dan mencatat
September kualitas denyutan sentral dan
2018 perifer.
2. Memberikan terapi oksigenasi

24
15.05 yang sesuai dengan kebutuhan
pasien.
3. Memonitor dan mengatur
keseimbangan cairan dalam
15.15
tubuh.
4. Berkolaborasi dengan dokter
untuk menentukan obat yang
15.28
sesuai untuk pasien dengan
tujuan dapat menurunkan TD
pada ambang normal.
5. Memberikan terapi relaksasi
kepada pasien untuk
meminimalisir stres den
15.32
mengoptimalkan kinerja
jantung.
6. Melakukan pemeriksaan EKG
sesuai instruksi dari dokter.
15.50

2. 11 16.05 D.0078 1. Mencatat lokasi, lamanya


September intensitas, dan penyebaran
2018 nyeri.
16.10 2. Memperhatikan dan memeriksa
tanda non verbal yang meliputi:
mengukur TD, menghitung
nadi, menginspeksi adanya
tanda gelisah, merintih, dan
menggelepar.
16.14 3. Menjelaskan penyebab nyeri
dan mengobservasi terhadap
perubahan karakteristik nyeri.
16.28 4. Memberikan tindakan nyaman

25
bagi pasien yang meliputi:
memberikan posisi yang
nyaman bagi pasien, memijat
pada area nyeri, memberikan
lingkungan yang tenang..
16.35
5. Menganjurkan dan mengajarkan
klien untuk bernafas dalam,
imajinasi terbimbing, distraksi.
17.00
6. Memberikan kompres hangat
pada area nyeri.
7. Berkolaborasi dengan tim medis
17.05
lain untuk menurunkan tingkat
nyeri menggunakan analgestik.
3. 12 08.15 D.0056 1. Menanyakan kesiapan dan
September kesanggupan pasien untuk
2018 meningkatkan aktivitas.
2. Memberikan terapi aktivitas dan
08.20
latihan pergerakan sendi sedikit
demi sedikit.
3. Memberikan alat bantu pasien
08.50
untuk membantu mempermudah
pasien dalam melakukan
aktivitas dan mengajari cara
memakainya.
4. Berkolaborasi dengan ahli gizi
untuk memberikan nutrisi yang
09.20 tepat untuk menambah energy
pasien untuk bisa melakukan
aktivitasnya.

3.7 Evaluasi
Diagnosa
S O A P
Keperawatan
Penurunan - TD : 140/90 mmHg Masalah Intervensi

26
curah jantung N : 81x/menit RR ; teratasi dilanjutkan :
berhubungan 23x/menit, S : sebagian
1. Monitor dan
dengan 36,6oC, HR : 19
Atur
perubahan x/menit
keseimbangan
frekuensi dan
Didapatkan data ; cairan dalam
irama jantung
CRT:<2, tidak tubuh
tampak palpitasi,
2.Berikan terapi
masih terdapat
oksigenasi yang
odem, nadi perifer
sesuai dengan
teraba masih lemah,
kebutuhan pasien
dipsnea, pasien
masih tampak 3. Kolaborasi
lemah. dengan dokter
untuk
Hasil EKG segmen
menentukan obat
ST masih
yang sesuai
menunjukkan
untuk pasien
depresi.
dengan tujuan
dapat
menurunkan TD
pada ambang
normal.

4. Monitor hasil
EKG sesuai
instruksi dari
dokter.

5. Kolaborasi
pengobatan
dengan dokter
untuk
menurunkan

27
depresi ST.

Nyeri kronik Pasien 1. Pasien mampu Masalah Intervensi


berhubungan mengatakan, mengontrol nyeri teratasi dilanjutkan :
dengan masih (pasien tahu sebagian
1. Observasi
peningkatan merasakan penyebab dari
tingkat nyeri
vaskuler sakit kepala nyeri yang
PQRST.
cerebral. saat nyeri muncul, dan
2. Monitor TTV
muncul mampu
3. Lakukan
ketika menggunakan
kolaborasi
pindah terapi non
dengan tim
posisi. farmakologi
medis lain
untuk
untuk
mengurangi
menurunkan
nyeri).
TD dalam
2. Pasien tidak lagi
ambang
mengeluh adanya
normal.
sakit kepala dan
4. Berikan
sudah sedikit
tindakan
tampak nyaman.
nyaman bagi
3. Pasien dapat
pasien yang
melaporkan
meliputi:
bahwa nyeri
berikan
dapat berkurang
posisi yang
dengan
nyaman bagi
menggunakan
pasien, pijat
teknik control
pada area
nyeri.
nyeri,
4. Nyeri dapat
berikan
berkurang
lingkungan
dengan
yang tenang.
pemberian obat

28
analgetik. 5. Berikan
5. TD : 140/100 kompres
mmHg, Suhu : hangat pada
360C, N : area nyeri.
88x/menit, RR :
22x/menit
Intoleransi - 1. Pasien sudah Masalah Intervensi
aktivitas tampak segar belum dilanjutkan :
1. Berikan
berhubungan kembali dan teratasi
terapi
dengan masih ada tanda
aktivitas dan
kelemahan kelemahan fisik.
2. Pasien latihan
fisik.
melakukan pergerakan
aktivitas masih sendi sedikit
dibantu oleh demi sedikit.
2. Berikan alat
keluarga.
bantu pasien
untuk
membantu
mempermud
ah pasien
dalam
melakukan
aktivitas dan
ajari pasien
cara
memakainya.

BAB 4
PENUTUP

29
4.1 Kesimpulan
Smelttzer dan Bare (2002 : 896) mengemukakan bahwa hipertensi
merupakan tekanan darah persisten atau terus menerus hingga melebihi
batas normal dimana tekanan sistolik 140 mmHg dan tekanan diatstole
diatas 90 mmHg.
Pada lansia rentan terkena hipertensi karena terdapat banyak
penurunan fungsi organ yang meliputi penurunan elastisitas dinding aorta,
katup jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa darah menurun ,
hilangnya elastisitas pembuluh darah, serta meningkatnya resistensi
pembuluh darah perifer
Menurut TIM POKJA RS Harapan Kita membagi hipertensi
menjadi 6 tingkat : hipertensi perbatasan, hipertensi ringan, hipertensi
sedang, hipertensi berat, hipertensi maligna, hipertensi sistolik.
Manifestasi klinis menurut (Stockslanger, 2007) diantaranya:
terbangun dengan sakit kepala pada bagian oksipital, pusing, kehilangan
ingtan, palpitasi, keletihan, impotensi.
Komplikasi yang biasa ditimbulkan diantaranya : penyakit
pembuluh darah otak seperti stroke, perdarahan otak, transient ischemic
attack, gagal jantung, angina pectoris, infark miocard acut, gagal
ginjalperdarahan retina, dan odema pupil.
Pemeriksaan fisik dan diagnostik ysng dapat dilakukan yaitu:
urinalis, urografi ekskretorik, pemeriksaan darah, elektrokardiografi, sinar-
X, oftalmoskopi, oral captopril.
Penanganan hipertensi antara lain restriksi natrium, pendekatan
diet, olah raga secara teratur, menghindari stress.

4.2 Saran
Sebagai petugas kesehatan lebih meningkatkan promosi kesehatan
tentang diet hipertensi pada masyarakat khususnya pada keluarga dan
penderita hipertensi. Bagi masyarakat khususnya penderita hipertensi
agar dapat memeriksakan tekanan darah secara rutin dan meminum
obat. Bagi penderita hipertensi agar dapat menciptakan tidur yang
optimal dan manajemen stress.

30

Anda mungkin juga menyukai