Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH

GROWTH & DEVELOPMENT OF CRANIOMAXILLARY COMPLEX

Oleh :
Annisa Cahyani (160110120026)
Alysa Widyatari K. (160110120027)
Nurul Datin Jeliha (160110120028)
Maria M. Tantri (160110120029)
Astrid Widhowaty S. (160110120030)
Niza Tapiza (160110120031)
Andita Nurseptiani L. (160110120032)
Shintia Hawari (160110120033)
Finka Nur Ikhwani (160110120034)
Irene Mariani (160110120035)
Ratna Citra Nabila (160110120036)
Riza Artika Octaninda (160110120037)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG 2013
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul
“Growth & Development of Craniomaxillary Complex”.

Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan
tugas mata kuliah DSP 2.

Pada kesempatan ini pula penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu penulis hingga terwujudnya makalah ini.

Dengan selesainya makalah ini, penulis sangat mengharapkan kritikan yang bersifat
membangun dari semua pihak demi baiknya makalah ini.

Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.

Bandung, 16 September 2013

Penulis,

Kelompok Tutorial 3

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... 1

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................................................. 4

1.1 Latar Belakang ....................................................................................................................... 4

1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................................. 4

1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................................... 5

1.4 Manfaat Penulisan ................................................................................................................. 5

1.5 Metode Penulisan ................................................................................................................... 5

BAB II. PEMBAHASAN ............................................................................................................... 6

2.1. Pertumbuhan dan Perkembangan secara Umum .......................................................... 6

2.1.1 Definisi Pertumbuhan ........................................................................................................ 6

2.1.2 Definisi Perkembangan............................................................................................ 6

2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan .................. 7

2.3 Arkus Brankialis I-IV ........................................................................................................... 8

2.4 Sac dan Cleft.......................................................................................................................... 13

2.5 Tumbuh Kembang Jaringan Lunak Rongga Mulut .................................................... 14

2.5.1 Tumbuh kembang jaringan bibir ........................................................................... 14

2.5.2 Tumbuh kembang jaringan pipi ............................................................................. 15

2.5.3 Tumbuh kembang lidah ......................................................................................... 15

2.6 Tumbuh Kembang Jaringan Keras ................................................................................. 16

2.6.1 Proses Pembentukan Tulang .................................................................................. 16

2.6.2 Perubahan Bentuk dan Posisi Tulang .................................................................... 18

2.7 Tumbuh Kembang Kranium I .......................................................................................... 19

2.8 Tumbuh Kembang Neurokranium dan Viscerokranium ........................................... 21

2.8.1 Neurokranium ........................................................................................................ 21

2
2.8.2 Viscerokranium ..................................................................................................... 22

2.8.3 Kelainan ................................................................................................................. 26

2.8.4 Mekanisme Tumbuh Kembang Cranial Vault ....................................................... 27

2.8.5 Pengertian Pertumbuhan dan perkembangan Cranial Vault secara umum........... 29

2.8.6 Pertumbuhan dan perkembangan Cranial Vault pada bayi baru lahir .................. 30

2.9 Faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan kraniofasial dan faktor yang


mengganggunya ................................................................................................................... 31

2.10 Tumbuh Kembang Nasomaksilari: Orbita dan Hidung ............................................. 33

2.11 Tumbuh Kembang Nasomaksilari: Palatum, Segmen Intermaksila, Prosesus


Alveolaris............................................................................................................................... 35

2.12 Crouzon’s Syndrome ........................................................................................................... 38

2.12.1 Etiologi .................................................................................................................. 38

2.12.2 Definisi .................................................................................................................. 39

2.12.3 Tanda dan Gejala ................................................................................................... 40

2.12.4 Penanganan dan Pengobatan ................................................................................. 40

BAB III. PENUTUP ..................................................................................................................... 41

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 43

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertumbuhan adalah proses kenaikan volume yang bersifat irreversibel (tidak dapat
balik), dan terjadi karena adanya pertambahan jumlah sel dan pembesaran dari tiap-tiap
sel. Pada proses pertumbuhan biasa disertai dengan terjadinya perubahan bentuk.
Pertumbuhan dapat diukur dan dinyatakan secara kuantitatif.
Perkembangan adalah proses menuju dewasa. Proses perkembangan berjalan
sejajar dengan pertumbuhan. Berbeda dengan pertumbuhan, perkembangan merupakan
proses yang tidak dapat diukur. Dengan kata lain, perkembangan bersifat kualitatif, tidak
dapat dinyatakan dengan angka.
Dengan kata lain, makalah ini menjelaskan mengenai pertumbuhan dan
perkembangan dimulai dari bentuk sel yang terus membelah dan berdiferensiasi
membentuk suatu organ dan kemudian mengalami pematangan fungsi.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa definisi dari pertumbuhan dan perkembangan secara umum?
1.2.2 Apa yang dimaksud dengan Arkus Brankialis I-IV?
1.2.3 Apa yang dimaksud dengan Sac and Cleft?
1.2.4 Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan jaringan lunak?
1.2.5 Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan jaringan keras?
1.2.6 Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan kranium I?
1.2.7 Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan neurocranium (cranial vault, cranial
base) & viserocranium?
1.2.8 Apa faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan kraniofasial dan faktor yang
mengganggunya?
1.2.9 Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan nasomaksilari: orbital dan hidung?
1.2.10 Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan nasomaksilari: palatum, segmen
intermaksila, dan prosesus alveolaris?
1.2.11 Apa itu Crouzon’s Syndrome?

4
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan umum pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi criteria penilaian
dalam mata kuliah DSP 2. Sedangkan tujuan khususnya adalah untuk untuk menambah
pengetahuan mengenai pertumbuhan dan perkembangan dari Craniomaxillary Complex.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Mahasiswa dapat menjelaskan definisi pertumbuhan dan perkembangan secara
umum kemudian kaitannya dengan pertumbuhan dan perkembangan
Craniomaxillary Complex
1.4.2 Mahasiswa dapat menjelaskan mekanisme pertumbuhan dan perkembangan dari
Craniomaxillary Complex
1.5 Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan yaitu metode pustaka dan studi literature,
dimana kami mencari dan mengumpulkan informasi dari buku maupun sumber-sumber
lainnya seperti jurnal dan internet.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Pertumbuhan dan Perkembangan secara Umum


Pertumbuhan dan perkembangan seringkali disamaartikan walaupun sebenarnya
keduanya memiliki definisi yang berbeda. Berikut beberapa definisi dari pertumbuhan
dan perkembangan dari berbagai sumber:
2.1.1 Definisi Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah peningkatan dalam ukuran (Mosby's Dental Dictionary,
2008).
Pertumbuhan adalah perubahan dalam jumlah atau ukuran pada substansi
hidup yang merupakan aspek kuantitatif dari perkembangan biologis dan dapat
diukur dalam unit penambahan per unit waktu. Contoh: Monica mengalami
pertambahan tinggi badan sejumlah 5 cm dalam waktu 3 bulan.
Pertumbuhan adalah peningkatan berat dan dimensi spasial dari suatu organ
atau organisme. Tiga hal yang terjadi pada pertumbuhan adalah peningkatan jumlah,
ukuran, dan produk sel (Melfy & Alley, 2000).
Pertumbuhan yaitu perubahan besar, jumlah, ukuran, atau dimensi tingkat sel,
organ, maupun individu yang bisa diukur dengan ukuran berat atau panjang
(Soetjiningsih, 1998).
Pertumbuhan merupakan suatu peningkatan jumlah atau ukuran sel tubuh yang
ditunjukkan dengan adanya peningkatan ukuran dan berat seluruh bagian tubuh
(Supartini, 2004).
2.1.2. Definisi Perkembangan
Perkembangan merupakan proses pertumbuhan yang diikuti dengan
bertambahnya kedewasaan individu tersebut. Jadi, perkembangan sejalan dengan
proses pertumbuhan, karena sama-sama terjadi pertambahan volume sel, dan
bertambah kompleksnya susunan kimiawi sel. Dari pertumbuhan untuk menuju ke
proses perkembangan diikuti oleh proses diferensiasi untuk menuju proses
spesialisasi.
Tidak seperti pertumbuhan yang dapat diukur dan dinyatakan secara
kuantitatif, perkembangan tidak dapat dinyatakan dengan ukuran, tetapi dinyatakan
dengan perubahan bentuk dan tingkat kedewasaan.

6
Dapat dikatakan, perkembangan adalah diferensiasi sel membentuk struktur
dan fungsi tertentu. Contoh perkembangan adalah perubahan susunan dan fungsi
suatu organ (misalnya perkembangan otak) (Tim Biologi, 2004).
Perkembangan adalah proses di mana suatu individu menuju kedewasaan
(maturity) (Mosby's Dental Dictionary, 2008).
Perkembangan menggambarkan keadaaan suatu organ atau organisme menuju
maturity (Melfy & Alley, 2000).

2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan


2.2.1 Faktor Genetik

Faktor ini merupakan faktor utama dalam pertumbuhan manusia dalam awal
pertumbuhannya. Faktor ini sangat berpengaruh dalam proses pertumbuhan dari
mulai dikandung sampai dewasa. Contoh-contoh faktor genetik yang dimiliki
manusia : postur tubuh, warna rambut, warna kulit, sifat, tempramen, dan beberapa
penyakit menurun. Faktor genetik ini sulit untuk diubah atau dihindari, begitu pula
halnya pada penyakit menurun. Namun dengan baiknya faktor-faktor lain yang
diperlukan selama pertumbuhan, tidak menutup kemungkinan bahwa faktor genetik
ini akan menunjukan efek yang tidak begitu menonjol.

2.2.2 Faktor Nutrisi/Gizi


Faktor Nutrisi sangat berpengaruh dalam proses pertumbuhan manusia, dengan
nutrisi yang baik dan cukup secara teratur, proses pertumbuhan akan berjalan dengan
baik dan sehat. Nutrisi juga berpengaruh dalam kehamilan, bila ibu hamil memakan
makanan yang bergizi baik selama kehamilan,maka kecacatan pada janin akan lebih
kecil kemungkinannya daripada bila ibu hamil tidak memakan makanan yang bergizi
baik.
2.2.3 Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan ini merupakan faktor eksternal dalam pertumbuhan namun
memiliki pengaruh yang sama besar dengan faktor-faktor lainnya. Salah satu contoh
dari faktor lingkungan adalah lingkungan kandungan dari janin. Bila ibu hamil
mempunyai nutrisi yang cukup dengan asupan makanan yang cukup, maka
lingkungan janin tersebut baik, sebaliknya bila ibu hamil tidak memiliki nutrisi yang

7
cukup, maka lingkungan janin juga buruk dan kemungkinan pertumbuhan janin
tersebut menjadi buruk semakin besar.
Lingkungan juga tidak menutup kemungkinan untuk menjadi faktor yang dapat
menyebabkan kecacatan pada janin. Contoh faktor lingkungan yang lain adalah
lingkungan yang lebih luas yaitu lingkungan alam sekitar. Sinar, sinar x, polusi juga
merupakan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan.
2.2.4 Faktor Hormon
Dihasilkan oleh kelenjar endokrin atau kelenjar buntu, yaitu suatu kelencar yang
tidak mempunyai saluran.
1. Hormon tiroksin, dihasilkan oleh kelenjar gondok/tiroid. Hormon ini
mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan metabolisme karbohidrat
dalam tubuh. Kekurangan hormon ini dapat mengakibatkan mixoedema yaitu
kegemukan.
2. Hormon pertumbuhan (Growth hormon - GH). Hormon ini dihasilkan oleh
hipofisis bagian depan. Hormon ini disebut juga hormon somatotropin (STH).
Berperan dalam mempengaruhi kecepatan pertumbuhan seseorang. Pada masa
pertumbuhan, kelebihan hormon ini mengakibatkan pertumbuhan raksasa
(gigantisme). Sedangkan jika kekurangan hormon ini dapat menyebabkan
pertumbuhan yang kerdil (kretinisme). Kelebihan hormon ini pada orang dewasa
akan menyebabkan tubuh bagian tertentu membesar. Kelainan ini disebut
akrogemali.
3. Hormon testosteron, berperan mengatur perkembangan organ reproduksi dan
munculnya tanda-tanda kelamin sekunder pada pria.
4. Hormon estrogen/progesteron, berperan mengatur perkembangan organ
reproduksi dan munculnya tanda-tanda kelamin sekunder pada wanita.

2.3 Arkus Brankialis I-IV


Gambaran paling khas dalam perkembangan kepala dan leher adalah
terbentuknya lengkung (arkus) faring (dulu disebut arkus brankhialis karena
berbentuk seperti insang (branchia) pada ikan). Arkus-arkus ini tampak dalam
perkembangan minggu ke-4 dan ke-5 serta ikut menentukan tampilan luar mudigah
yang khas. Pada mulanya, arkus-arkus ini berupa batang jaringan mesenkim yang
dipisahkan oleh celah-celah dalam, yang dikenal sebagai celah branchial atau celah
faring. Bersamaan dengan perkembangan arkus dan celah tersebut, sejumlah kantung

8
yaitu kantung faring , tampak disepanjang dinding lateral faring yang merupakan
bagian paling cranial dari usus primitive depan. Kantong-kantong ini menembus
mesenkim sekitarnya tetapi tidak membentuk hubungan langsung dengan celah-celah
luar. Oleh karena itu sekalipun perkembanganarkus, celah, dan kantung faring mirip
proses pembentukan insang pada ikan dan amfibi, pada mudigah manusia insang
sebenarnya (branchia) tidak pernah terbentuk, oleh karena itu dipakai istilah arkus,
celah dan kantung faring untuk mudigah manusia.

Arkus faring tidak ikut membentuk leher, tetapi memainkan peran pentingdalam
pembentukan kepala. Pada akhir minggu ke-4, bagian pusat wajah dibentuk oleh
stomodeum, yang dikelilingi oleh pasangan pertama arkus faring. Ketika mudigah
berusia 4 ½ minggu, dapat dikenali lima buah tonjolan mesenkim yaitu:
prominensiamandibularis (arkus faring I) di sebelah kaudal stomodeum; prominensia
maksilaris (bagian dorsal dari arkus faring I) di sebelah lateral stomodeum; dan
prominensia frontonasalis, suatu tonjolan yang agak membulat di sebelah kranial
stomodeum. Perkembangan wajah selanjutnya dilengkapi dengan pembentukan
prominensia nasalis.Diferensiasi struktur yang berasal dari kantong, celah, dan arkus
bergantung pada interaksi epitel-mesenkim.

9
2.3.1 Arkus Faring

Setiap arkus faring terdiri atas sebuah inti jaringan mesenkim yang bagian
luarnya dibungkus oleh ektoderm permukaan dan di bagian dalamnya oleh epitel yang
berasal dari endoderm. Selain mesenkim yang berasal dari mesoderm paraksial dan
lempeng lateral, inti tiap tiap arkus faring menerima banyak sekali sel Krista neuralis
yang bermigrasi ke dalam arkus faring untuk berkontribusi pada komponen rangka
wajah. Mesoderm arkus yang asli membentuk susunan otot di wajah dan leher.
Dengan demikian, setiap arkus faring mempunyai unsur ototnya sendiri. Unsur
ototpada masing-masing arkusmempunyai saraf kranialnya sendiri dan kemana pun
sel otot ini bermigrasi, sel-sel tersebut akan membawa unsur saraf kranial
bersamanya. Selain itu setiap arkus mempunyai unsur arterinya sendiri.

10
2.3.2 Arkus Faring Pertama

Arkus faring pertama terdiri atas satu bagian dorsal (prominensia maksilaris)
yang meluas di bawah daerah mata, dan satu bagian ventral (prominensia
mandibularis)yang mengandung tulang rawan Meckel. Pada perkembangan
selanjutnya, tulang rawan Meckel menghilang kecuali dua bagian kecil di ujung

11
dorsal dan masing-masing membentuk inkus dan malleus. Mesenkim prominensia
maksilaris selanjutnya membentuk premaksila, maksila, os zygomaticum, dan bagian
os temporalis melalui osifikasiintramembran. Mandibula juga terbentuk melalui
osifikasiintramembran dari jaringan mesenkim yang mengelilingi tulang rawan
Meckel. Selain itu arkus faring pertama ikut dalam pembentukan tulang telinga
tengah.

Susunan otot dari lengkung faring pertama dibentuk oleh otot mastikasi (m.
temporalis, m. masseter, m. pterygoideus),venter anterior m. digastricus, m.
mylohyoideus, m. tensor tympani, dan m. tensor veli palatini. Persarafan ke otot-otot
arkus faring pertama ini diberikan oleh cabang mandibular dari nervus trigeminus.
Karena mesenkim dari arkus faring pertama juga ikut membentuk dermis wajah,
persarafan sensorik ke kulit wajah diberikan oleh nervus ophtalmicus, n. maxillaris
dan cabang-cabang mandibula dari nervus trigeminus.

Otot otot pada arkus yang berbeda tidak selalu melekat ke unsur tulang atau
tulang rawan pada arkusnya sendiri, tetapi kadang-kadang bermigrasi ke daerah di
sekitarnya. Akan tetapi,asal usul otot ini selalu dapat di telusuri,karena persarafannya
datang dari arkus asalnya.

2.3.3 Arkus Faring Kedua

Tulang rawan arkus kedua atau lengkung hyoid (tulang rawan Reichert)
membentuk stapes,processus styloideus, os temporalis,ligamentum stylohyoideus, dan
di ventral, membentuk cornu minus dan bagian atascorpus os hyoid. Otot-otot arkus
hyoid adalah m. stapedius, m stylohyoideus, venter posterior m. Digastricus,
m.auricularis, dan otot-otot ekspresi wajah. Nervus facialis, saraf dari arkus kedua,
mempersarafi semua otot ini.

2.3.4 Arkus Faring Ketiga

Tulang rawan arkus faring ketiga membentuk bagian bawah corpus dan cornu
majus os hyoid. Susunan ototnya terbatas pada m. stylopharyngeus. Otot-otot
inidipersarafi oleh nervus glossopharyngeus, saraf dari arkus ketiga.

2.3.5 Arkus Faring Keempat dan Keenam

12
Unsur tulang rawan dari arkus faring keempat dan keenam bersatu membentuk
tulang rawan thyroidea,cricoidea,arythenoidea,corniculata, dan cuneiforme pada
laring. Otot-otot arkus ke empat(m. Cricothyroideus,m. Levator veli palatini, dan mm.
Constrictors pharyngei) dipersarafi oleh ramus laryngeus superior nervus vagus,saraf
dari arkus keempat. Akan tetapi,otot-otot instrinsik laring dipersarafi oleh ramus
laryngeus recurrens nervus vagus, saraf dari lengkung keenam.

2.4 Sac dan Cleft


2.4.1 Derifatif dari Kantung Faringeal
Kantung faringeal merupakan ekstensi dari perkembangan faring yang terletak
di sela-sela antarapermukaan dalam dari lengkungan.Pasangan pertama dari kantung
berada diantara lengkung I dan II. Kantung pertama akan berkembang menjadi cavitas
timpani, saluran eustachius, dan antrum mastoideus.
Kantung kedua, endoderm membentuk garis batas dari kripta tonsil palatine.
Jaringan limfoid dari tonsil terbentuk dari mesenkim disekeliling kripta daripada dari
kantung endoderm. Kantung ketiga mempunyai bagian dorsal yang membentuk
kelenjar parathyroid dan bagian ventral akan terbentuk menjadi thymus. Kelenjar
parathyroid awal dan timus kehilangan keterkaitan dengan faring dan bermigrasi ke
leher.

13
Kantung keempat juga memiliki bagian dorsal dan ventral. Bagian dorsal
membentuk menjadi kelenjar parathyroid superior, dimana bagian ventral menjadi
badan ultimobranchial. Badan ultimobranchial berfusi menjadi kelenjar thyroid, dan
selnya terdifusi tersebar pada thyroid dan berdiferensiasi menjadi sel parafolikuler (sel
C), yang memproduksi calcitonin. Kantung kelima biasanya mengalami regresi.

2.4.2 Derifatif dari Cleft faringeal


Permukaan eksternal dari bagai kepala dan leher dari embrio memperlihatkan
empat pasang darialur pharyngeal atau cleft, yang berada diantara arkus. Alur 1
berada diantara arkus 1 dan arkus 2 dan satu – satunya alur yang berkembang menjadi
sebuah struktur pada orang dewasa, yang bernama meatus auditorius eksternal.
Jaringan mesenkim dari arkus II dan III berploriferasi dan menutupi alur yang tersisa,
membentuk cavitas berisi cairan yang termporari yang bernama sinus cervical.
Normalnya sinus cervical dan alur 2- 4 menghilang saat perkembangan leher. Sinus
cervical sangat jarang bertahan setelah melahirkan. Dapat memiliki hubungan
patologis dengan faring, yang disebut sinus faringeal dan bagian luar dari leher, yang
disebut fistula pharyngeal.

2.5 Tumbuh Kembang Jaringan Lunak Rongga Mulut


2.5.1 Tumbuh kembang jaringan bibir
Bibir dibagi menjadi bibir atas dan bibir bawah yang mengelilingi rongga mulut.
Keduanya memiliki otot rangka yang tersusun atas otot orbicularis oris. Bibir atas
dipisahkan dari pipi oleh nasolabial groove, sedangkan bibir bawah dipisahkan dari

14
dagu oleh labiomental groove. Bibir bawah dan bibir atas bertemu pada labial
commisure.
Bibir atas terbentuk pada minggu ke-7 dimana prominensia maxillaris
bertambah besar dan tumbuh ke arah medial sehingga menekan prominensia nasalis
mediana ke arah garis tengah. Selanjutnya celah antara prominensia maxillaris dan
prominensia nasalis mediana lenyap karena keduanya menyatu sehingga bibir atas
terbentuk. Pada saat yang sama, bibir bawah dan rahang dibentuk oleh prominensia
mandibularis.
Zona vermilion merupakan daerah merah pada bibir yang jelas dengan kulit
pada wajah. Banyak kelenjar labial yang mengeluarkan mucus terdapat dalam lapisan
dalam submukosa bibir pada daerah transisi menuju membran mukosa rongga mulut.
Vestibule merupakan daerah antara bibir, pipi, dan gigi. Lipatan jaringan yang
dibentuk vestibule di antara bibir dan gigi disebut lipatan vestibular atau mukolabial.
2.5.2 Tumbuh kembang jaringan pipi
Pipi terletak antara labial commisure dan mukosa ramus-mandibula. Pipi
memiliki otot rangka yang tersusun atas otot bucinator. Beberapa kelenjar penghasil
mukus yang dikenal dengan kelenjar molar terletak di dalam lapisan submukosa pada
bagian dalam pipi, yang dilapisi oleh membran mukosa rongga mulut (epitel
bertingkat nonkeratin). Vestibule bersambung dari daerah di antara bibir dan gigi
posterior. Lipatan jaringan yang terbentuk oleh vestibule di antara bibir dan gigi
dsebut lipatan vestibular atau mukolabial. Daerah retromolar merupakan area di mana
vestibule dan rongga mulut tepat bertemu. Saluran parotid mengalir rongga mulut
pada papilla parotid, terletak sepanjang membran mukosa pipi bersebrangan dengan
molar kedua rahang atas.
2.5.3 Tumbuh kembang lidah
Lidah dibentuk dari beberapa turunan yang berbeda. Mukosa lidah atau bagian
dua pertiga anterior lidah dibentuk arkus pharyngeal pertama, sedangkan mukosa
pangkal lidah atau sepertiga posterior lidah dibentuk arkus pharyngeal ketiga. Lidah
mulai dibentuk pada akhir minggu ke-4 intra uterin berupa penebalan dasar pharynx
primitif ke foramen cecum. Penebalan ini disebut tuberculum impar. Dua penebalan
lidah lateral juga terbentuk berdekatan dengan tuberculum impar. Ketiga struktur ini
terbentuk sebagai hasil proliferasi mesenkin arkus pertama. Lidah lateral secara cepat
menebal dan menyatu dengan tuberculum impar membentuk badan lidah.

15
Bagian sepertiga posterior atau pangkal lidah dibentuk dari hypobranchial
eminence, turunan dari arkus phrayngeal ketiga. Hypobranchial eminence lalu
menyatu dengan tuberculum impar dan penebalan lidah lateral. Garis batas antara
badan lidah dan pangkal lidah disebut terminal sulcus dimana foramen cecum
ditemukan di tengahnya.
Persyarafan mukosa badan lidah hampir seluruhnya berasal dari syaraf arkus
pharyngeal pertama, yaitu nervus trigeminus sedangkan persyarafan mukosa pangkal
lidah berasal dari syaraf arkus pharyngeal ketiga, yaitu nervus glossopharyngeal. Otot
rangka lidah dipersyarafi oleh nervus hypoglossus.

2.6 Tumbuh Kembang Jaringan Keras


2.6.1 Proses Pembentukan Tulang
2.6.1.1 Osifikasi Endokondral
Didahului oleh suatu model tulang rawan hialin. Osifikasi ini Membentuk
tulang panjang dan pendek.
Mekanisme
A. Kondrosit membelah, hipertrofi, matur, dan model tulang rawan hialin
mulai mengalami kalsifikasi.
B. Difusi nutrien dan gas berkurang  kondrosit mati, matriks yang
mengalami fragmentasi dan kalsifikasi berfungsi sbg kerangka
struktural untuk pengendapan tulang.
C. Sel-sel perikondrialis memperlihatkan potensi osteogenik  terbentuk
suatu kerah periosteal  periosteum

16
D. Sel-sel mesenkim dari lapisan dalam periosteum berdiferensiasi
menjadi sel osteoprogenitor
E. Pembuluh darah dari periosteum menginvasi model tulang rawan yang
telah mengalamai kalsifikasi dan degenerasi.
F. Sel osteoprogenitor  osteoblas.
G. Osteoblas dikelilingi oleh tulang dalam lakuna mirip-lubang 
osteosit.
H. Osteosit membentuk suatu hubungan antarsel melalui kanalikuli.

Pusat Osifikasi Primer

Pusat osifikasi primer yaitu jaringan mesenkim, osteoblast, dan pembuluh


darah. Osifikasi terjadi ditulang yang sedang tumbuh dimana bermula pada
diafase.

Pusat Osifikasi sekunder

Pusat osifikasi sekunder bermulanya pada epifase.

2.6.1.2 Osifikasi Intramembranous


Terjadi di dalam membran jaringan. Pertumbuhan tulang tidak didahului oleh
model tulang rawan tetapi dari mesenkim jaringan ikat. Sel – sel mesenkim
berdiferensiasi secara langsung menjadi osteoblas (sel pembentuk tulang) yang
menghasilkan matriks osteoid, yang cepat mengalami kalsifikasi. Osteoid
kemudian bertambah sehingga berbentuk lempeng – lempeng atau trabekula yang
tebal. Selanjutnya terjadi proses pengendapan garam kalsium fosfat pada sebagian

17
dari matriksnya sehingga bersisa sebagai selapis tipismatriks osteoid disekeliling
osteoblast. Dengan menebalnya trabekula, beberapa osteoblas akan terbenam
dalam matriks yang mengapur sehingga sel tersebut dinamakan osteosit. Sel-sel
osteosit lalu terperangkap di dalam kanalikuli. Pada bagian yang nantinya akan
menjadi tulang padat, rongga yang memisahkan trabekula sangat sempit,
sebaliknya pada bagian yang nantinya akan menjadi tulang berongga, jaringan
pengikat yang masih ada akan berubah menjadi sum-sum tulang yang akan
menghasilkan sel–sel darah.

Bagian tulang yang dibentuk melalui penulangan intramembranosa:


mandibula, maksila, klavikula, dan hampir seluruh tulang pipih tengkorak. Pada
bayi baru lahir, ubun – ubun (fonticulli) pada tengkorak adalah daerah berselaput
lunak tempat osifikasi intamembranosa.
2.6.2 Perubahan Bentuk dan Posisi Tulang
Perubahan apapun pada morfologi atau hubungan spasial dapat dicapai oleh 2 proses,
yaitu:
a. Remodelling
Remodelling meliputi 2 proses, yaitu aposisi oleh osteoblast dan resorpsi oleh
osteoclast. Meskipun kedua proses tersebut dapat terjadi secara bersamaan pada

18
tulang yang sama, kedua proses tersebut tidak harus sama jumlahnya dan
berlawanan arahnya.

Proses remodeling mengakibatkan adanya perubahan differensial dan alterasi


pada ukuran juga morfologi tulang tersebut.

b. Translation dan Displacement


1. Primary Translation:
Sebagai akibat dari remodeling dan perubahan pada ukuran dan bentuknya,
tulang juga akan mengalami perubahan posisi.
2. Secondary Translation:
Terjadi saat pertumbuhan salah satu tulang mengakibatkan perubahan posisi
spasial dari tulang penghubung.

Primary Translation dan Secondary Translation dapat terjadi secara


bersamaan.

2.7 Tumbuh Kembang Kranium I

Perkembangan kepala yang tediri dari cranium dan rahang bawah, merupakan
gabungan dari morfogenesis dan pertumbuhan dari ketiga bagian utama kepala, yang
berasal dari neural crest dan jaringan mesodermal paraksial. Ketiga bagian kepala ini
terdiri dari :

19
1. Neurokranium, termasuk di bawah ini:
a. Vault kepala atau kalvaria : Secara pilogenetik, struktur ini tampak
melindungi otak yang baru, terbentuk berasal dari tulang intramembranosis,
serta disebut desmokranium (desmos: membrane).
b. Dasar kranial : berasal dari dasar kranial pilogenetik yang lama yang
mempunyai hubungan dengan kapsul indra pencium dan pendengar; berasal
dari tulang endokondral neural crest dengn tulang rawannya yang disebut
kondrokranium (kondros : tulang rawan).
2. Wajah (Komplek Orognothofacial): berasal dari modifikasi lengkung brankial
pilogenetik yang lama; berasal dari tulang intramembranosis, serta disebut
splanknokranium (splankos: viskus) atau viserokranium (viskus : organ); komplek
ini membentuk otot oromastikasi dan tulang rahang.
3. Alat-alat kunyah : Gigi-gigi, berasal dari plakosis ectodermal, yang tercermin
pada perkembangan embriologi gigi dari ectodermal mulut (lamina gigi).

Gbr : Asal Embrionik Tengkorak


Dasar kranial umumnya terdiri baik dari elemen neurokranial maupun elemen
wajah. Alat kunyah terdiri dari elemen wajah dan gigi. Setiap bagian kraniofasial ini
mempunyai sifat pertumbuhan, perkembangan, penyempurnaan dan fungsi yang
berbeda-beda. Tetapi setiap unit tetap berhubungan dengan unit yang lain, sehingga
diperlukan pertumbuhan yang teratur untuk terjadinya perkembangan yang normal.
Kegagalan terjadinya hubungan dari berbagai pola pertumbuhan local, atau ketidak
teraturan pertumbuhan, dari berbagai bagian dapat menyebabkan terjadinya hubungan

20
kraniofacial yang tidak normal, dan merupakan salah satu penyebab dari maloklusi
gigi. Bila neurokranium dan wajah, keduanya mempunyai tipe pembentukan tulang
intra membranosis dan endokondral, tulang dari alat pengunyah umumnya berasal
dari ectodermal, dengan neural crest yang merupakan asal mesenkim, yang
membentuk dentin, pulpa, sementum dan periodontal ligamen.

Diferensiasi dan pertumbuhan kondrokranium tampaknya sudah ditentukan


secara genetik, dan hanya sedikit terpengaruh oleh keadaan lingkungan, penyakit
pembentukan tulang endokondral tercermin pada kelainan bentuk dasar tengkorak.

2.8 Tumbuh Kembang Neurokranium dan Viscerokranium


2.8.1 Neurokranium
Neurokranium dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

1. Neurokranium membranosa
Bagian ini terdiri dari tulang pipih yang mengelilingi otak sebagai
suatu kubah (cranial vault) yang ditandai oleh spikula-spikula yang menyebar
dari pusat penulangan ke arah tepi. Cranial vault berasal dari krista neuralis
dan mesoderm paraksial. Pada saat lahir, cranial vault masih terpisah satu
sama lain oleh jaringan penghubung yang disebut sutura.
2. Nurokranium kartilagonosa atau kondrokranium
Neurokranium kartilagonosa atau kondrokranium tengkorak pada
awalnya terdiri dari sejumlah kartilago terpisah yang selanjutnya akan
membentuk basis cranium dan pertumbuhannya berlangsung sepanjang
pertemuan os.ethmoidale, os.spheniodale, dan os.oksipital. Pertumbuhan ini,
akan mengakibatkan kranium bertambah panjang dan mendorong mandibula
ke depan. Pada waktu yang sama, skeleton fasial juga tumbuh ke anterior dan
inferior. Pertumbuhan ini erat kaitannya dengan pertumbuhan maksila,
mandibula, dan nasofaring (Graber, 1985).
Tulang-tulang yang terletak di depan batas rostral notokord yang
berakhir di ketinggian kelenjar hipofisis di tengah sela turcica, berasal dari sel
krista neuralis. Sel-sel krista neuralis yang berasal dari neuroektoderm
membentuk wajah dan sebagian besar tulang tengkorak. Sel-sel ini rentan
terhadap berbagai teratogen saat meninggalkan neuroektoderm. Karena itu,
tidak mengherankan jika kelainan kraniofasial adalah cacat lahir yang relatif

21
umum dijumpai. Tulang-tulang ini membentuk kondrokranium prekodral.
Tulang-tulang yang terletak posterior dari batas ini berasal dari skleretom
oksipital yang dibentuk oleh mesoderm paraksial dan membentuk
kondrokranium korda. Dasar tengkorak terbentuk ketika kartilago-kartilago ini
menyatu dan mengalami penulangan melalui osifikasi endokondral (Gambar
1).

Gambar 1 Pandangan dorsal


kondrokranium atau dasar
tengkorak, pada orang dewasa
yang memperlihatkan tulang-
tulang yang terbentuk melalui
osifikasi endokondral. Tulang-
tulang yang membentuk bagian
rostral dan separuh rostral sela
turcica berasal dari krista neuralis
dan membentuk kondokranium
prekodral (di depan notokord)
(biru). Tulang-tulang yang membentuk bagian posterior dari bagian ini berasal
dari medoserm paraksial (kondrokranium kordal) (merah).
2.8.2 Viscerokranium
Terdiri dari tulang-tulang wajah yang terbentuk dari dua arkus faring pertama.
Arkus pertama membentuk, bagian dorsal, prosesus maksilaris yang berjalan ke
depan dibawah regio mata dan membentuk os maksila, os zigomatikum, dan
sebagian dari os temporale. Bagian ventral membentuk prosesus mandibularis
yang mengandung kartilago merkel. Tulang-tulang wajah berkembang secara
intramembranosis dari pusat osifikasi.

22
Gbr : Pandanga lateral dari kepala dan leher fetus.

Perlekatan rangka wajah anteriorinferior terhadap dasar kalvaria menentukan


pengaruh kondrokranial terhadap pertumbuhan wajah. Daerah perlekatan jelas
dibatasi oleh fisura pterigomaksila dan fosa pterigopalatina anatara tulang spenoid
dari dasar kalvaria dan maksila serta tulang palatina dari permukaan belakang wajah.
Tulang zigomatik melekat pada rangka kalvaria pada sutura frontozigomatik dan
temporozigomati. Tulang maksila dan nasal dari permukaan anterior melekat pada
kalvaria di sutura frontomaksila dan frontonasal. Letak ketiga pasang rongga organ
antara rangka neural dan wajah memperumit perlekatan kedua komponen tengkorak,
satu sama lain mempengaruhi pertumbuhan rangka wajah. Mata, rongga hidung, dan
septumnya, serta telinga luar, terletak sepanjang batas sepertiga atas dan tengah dari
wajah berfungsi sebagai matrik fungsional dalam menentukan aspek-aspek tertentu
dari pola pertumbuhan wajah. Lidah, gigi, dan otot oromastikasi juga terletak antara
sepertiga bawah dan tengah, serta berfungsi untuk mempengaruhi pertumbuhan
rangka wajah.

Pertumbuhan mata menghasilkangaya perluasan yang memisahkan rangka


neural dan wajah, terutama pada sutura frontomaksila dan frontozigomatik, serta
berperan dalam menambah tinggi tengkorak. Mata tampak bergeser ke tengah dari
letaknya semula di samping pada wajah primitif, karena perluasan yang hebat dari
lobe frontal dan temporal dari otak, pada perkembangan awal kranial.

23
Bola mata pada mulanya bertumbuh dengan cepat, mengikuti pola pertumbuhan
dan berperan pada pelebaran wajah fetus yang berjalan dengan cepat. Orbit
menyempurnakan setengah dari pertumbuhan postnatal selama 2 tahun pertama
kehidupan, sehingga terlihat terlalu besar pada wajah anak. Otak dan bola mata,
bertumbuh secara bersamaan dengan cepat mengisi ruangan.

Gbr : Anatomis tulang wajah.

Rongga nasal, terutama septum nasal, berpengaruh dalam menentukan bentuk


wajah. Pada fetus, ligamen septomaksila muncul dari sisi dan tepi anteriorinferior
septum nasa, dan nasal, dan masuk ke bagian depan tulang hidung meneruskan
pertumbuhan septum ke maksila. Pertumbuhan maksila diarahkan ke depan dan
bawah melalui tulang rawan septum.

Tarikan dan dorongan dari pertumbuhan septum nasal akan memisahkan


berbagai sutura frontomaksila, frontonasal, frontozigomatik, dan zigomatikomaksila.
Pertumbuhan bola mata, otak, dan tulang rawan sikondrosal speno-osipital, juga
berfungsi untuk memisahkan sutura-sutura wajah. Selain itu, kondisi sutura ini akan
menyebabkan sutura terkena daya dari otot kunyah, sebagai bantalan terhadap tekanan
kunyah yang diteruskan melalui tulang-tulang disekitarnya.

24
Gbr : Skema Maksila

Gaya fungsional pada wajah akan menimbulkan berbagai efek pada sutura. Jadi,
sutura temporozygomatik pada lengkung zigomatil akan tumbuh lebih dominan ke
arah anteroposterior.

Pertumbuhan anteroposterior pada sutura nasomaksila, menghasilkan jembatan


hidung yang lebih tinggi. Sutura frontomaksila, frontozigomatik, frontonasal,
etmoidomaksila, dan frontoetmoidal merupakan daerah pertumbuhan terutama ke arah
vertikal, sebagai akibat perluasan bola mata dan septum nasal. Bila pertumbuhan
septum nasal kurang sempurna, tinggi sepertiga tengah wajah kurang terpengaruh, di
banding dimensi anteroposterior, menghasilkan wajah yang cekung.

Gbr : Arah pertumbuhan dan resorpsi tulang wajah.

Perluasan lateral dari sutura zigomatikomaksila oleh mata dan pertumbuhan


pada sutura intermaksila, akan melebarkan wajah. Lebar wajah kurang proposional
dibanding dengan neurokranium, pada neonatal, daripada di orang dewasa. Wajah
25
bayi baru lahir dua kali lebih lebar dibanding tingginya, dari pada orang dewasa, dan
akan menyesuaikan diri ke proporsi dewasa selama anak-anak.

Gbr : Tengkorak fetus, neonatal, dam dewasa


yang menunjukkan pertumbuhan relatif dari wajah
dan neokranium.

Pertumbuhan daerah sutura terbesar adalah pada umur 4 tahun. Setelah itu,
sutura hanya berfungsi sebagai daerah penggabungan fibrous dari tulang-tulang
tengkorak, memungkinkan adanya penyesuaian melalui aposisi dan remodeling
permukaan.

Remodeling terjadi pada seluruh permukaan tulang, untuk menyesuaikan tulang


dengan posisinya yang baru setelah pergeseran. Yang paling menarik disini adalah
deposisi tulang sepanjang tulang sepanjang tepi alveolar maksila dan mandibula,
membentuk prosesus alveolar tempat berkembanganya benih gigi. Pertumbuhan
prosesus alveolar akan menambah tinggi vertikal wajah dan kedalaman palatum.
Deposisi tulang pada tuberositas maksila akan merangsang pergeseran ke depan dari
seluruh maksila. Ruang kosong dari rongga nasal juga mempengaruhi pertumbuhan
dan bentuk wajah.

2.8.3 Kelainan

Kelainan perkembangan wajah berasal dari morfogenesis acak pada beberapa


tingkat perkembangan dan dapat bersifat genetik atau lingkungan. Beberapa tingkat
kelainan kongenital berasal pada perkembangan jaringan neural crest yang terganggu,
yang membentuk sebagian besar rangka dan jaringan ikat primordia wajah.

26
Treacher Collin Syndrome: Sindrom klinis dari distorsis mandibula, dengan pipi
yang kempot, disebabkan oleh hipoplasia yang hebat atau tidak adanya sigoma.

Down syndrome: Sindrom ini menunjukkan tulang nasal yang kurang menonjol,
dan pendek atau bahkan tidak ada, menyebabkan terbentuknya ‘saddle nose’ dan
maksila yang ukurannya tidak normal.

Crouzon syndrome: Sindrom autosomal dominan dengan gejala yang bervariasi


disebabkan oleh mutasi gen pertumbuhan FGFR 2 pada kromosom 10. Sindrom ini
terjadi dikarenakan penyatuan sutura yang terlalu dini.

2.8.4 Mekanisme Tumbuh Kembang Cranial Vault


Cranium dibagi menjadi 2 bagian yaitu cranial vault (ruang cranial) dan basis
cranii. Cranial vault adalah bagian kranium yang membentuk tutup kepala atau
menutupi otak. Cranial vault ini terdiri atas enam tulang pipih yaitu os frontalis, dua
buah os parietalis, dua buah os temporalis, dan os occipitalis.

27
Gambar Bagian Cranial Vault

Fungsi utama cranial vault adalah untuk melindungi otak yang menutupi
permukaan atas dan luar otak. Pertumbuhan cranial vault diimbangi dengan
pertumbuhan otak yang akan menyebabkan terjadinya tekanan pada sutura sehingga
akan merangsang pembentukan tulang melalui proses pertumbuhan sutura.
Tulang cranial vault dihubungkan satu sama lain dengan sutura dan tulang
kompleks nasomaxillaris, melalui proses aposisi-resorbsi. Resorbsi pada permukaan
dalam pada saat kranium tumbuh menjadi lebih besar menjaga agar tulang cranial
vault tetap pipih.
Proses osifikasi dimulai dari tengah dan kemudian memperlihatkan pertanda
bentuk anatomis tulang, proses pertumbuhan adalah hasil dari aktivitas periosteal
pada permukaan tulang. Pembentukan kembali dan pertumbuhan biasanya terjadi
pada garis periosteum yang berkontak dengan daerah di antara tulang tengkorak
adjacent, yaitu sutura cranial, tetapi, aktivitas periosteal juga akan mengubah
permukaan dalam dan luar tulang-tulang ini.
Untuk dapat menyesuaikan dengan cepat terhadap otak yang semakin
membesar, pertumbuhan cranial vault terjadi pada daerah sutura coronal, sagital,
parietal, temporal, dan occipital. Pertumbuhan sutura-sutura intramembran ini
menggantikan fontanels yang terdapat pada saat lahir. Salah satu fungsi fontanels
adalah untuk memungkinkan kelenturan cranium yang cukup pada saat kelahiran.
Ukuran kavitas cranial mencapai 87% ukuran dewasa pada usia 2 tahun, 90%
ukuran dewasa pada usia 5 tahun, dan 98% ukuran dewasa pada usia 15 tahun.
Antara usia 15 tahun dan masa dewasa, perubahan pertumbuhan kavitas cranial terjadi
karena pneumatisasi (pembentukan kavitas pada jaringan) pada sinus frontalis dan
penebalan bagian anterior tulang frontalis.
Struktur utama atau artikulasi dari tulang cranial adalah:

28
1. Sutura coronal, berada diantara tulang frontal dan parietal, mulai menutup
pada umur 24 tahun dan menutup seluruhnya pada umur 35 tahun.
2. Sutura sagital, terletak di antara kedua tulang parietal. Sutura sagital mulai
menutup pada umur 22 tahun dan menutup seluruhnya pada umur 30 tahun.
3. Suturan lamboidal, memisahkan kedua tulang parietal dari tulang occipital.
Sutura ini mulai menutup sekitar umur 29 tahun.
4. Sutura lateral anterior-posterior, yang berada di antara tulang temporal dan
tulang parietal.
2.8.5 Pengertian Pertumbuhan dan perkembangan Cranial Vault secara
umum
Sutura merupakan pertemuan dari sindesmoses yang terbentuk di antara
membran tulang kepala. Pertumbuhan tulang calvaria dihubungkan dengan sistem
sutura dan lapisan permukaan yang relatif kecil pada kedua sisi, yaitu ektokranial dan
endokranial.
Perkembangan terutama terjadi di daerah sutura. Tulang calvaria yang
membungkus otak, semua pembuluh darah besar, pembuluh darah, saraf, dan sumsum
tulang belakang masuk dan keluar melalui dasar tengkorak. Letak foramina
berhubungan dengan dasar tengkorak, sehingga bukan merupakan faktor dalam
pertumbuhan atap tengkorak. Tulang-tulang cranial vault dihubungkan satu dengan
yang lainnya dengan sutura, dan tulang-tulang kompleks nasomaxillary dihubungkan
bersama-sama dan dengan cranial vault oleh sistem sutural yang menyediakan tempat
untuk pertumbuhan dan penyesuaian.
Pertumbuhan atap tengkorak tergantung reaksi sutura terhadap perluasan
permukaan otak. Kecepatan pertumbuhan cranial vault juga tergantung dengan
pertumbuhan otak. Pertumbuhan otak sebagian besar selesai pada anak usia dini,
cranial vault adalah salah satu daerah pertama kraniofasial kerangka untuk mencapai
ukuran penuh, meskipun sutura sudah paten untuk beberapa saat setelah sebagian
besar pertumbuhan berakhir.
Untuk mengakomodasi otak yang berkembang pesat, pertumbuhan adaptif
terjadi pada sutura koronal, sagital, parietal, temporal, dan oksipital. Pertumbuhan
intramembraneous sutural ini menggantikan sistem fontanels, yang hadir pada saat
lahir. Sistem fontanels terjadi pada saat menjelang kelahiran, yaitu di mana keenam
tulang pipih terpisah ke samping oleh jaringat ikat longgar dan membentuk ruangan di
antaranya. Fontanels sendiri mencakup anterior fontanels. Posterior fontanels,

29
sphenoid fontanels, dan mastoid fontanels. Kemudian celah atau ruangan tersebut
diikuti dengan deformasi tulang dalam jumlah besar saat kelahiran. Salah satu fungsi
fontanels adalah untuk memungkinkan fleksibilitas tempurung kepala selama proses
kelahiran.
Setelah kelahiran, aposisi tulang sepanjang tepi dari fontanels mengurangi
ruangan dengan cukup cepat, tetapi tulang tetap dipisahkan oleh lapisan tipis
poriesteum, garis sutura, untuk beberapa tahun yang keudaian akan terus berfusi
selama hidup. Meskipun berukuran kecil, aposisi tulang baru di daerah sutura adalah
mekanisme utama untuk pertumbuhan cranial vault. Walaupun sebagian besar
pertumbuhan cranial vault terjadi pada daerah sutura, ada tendensi dari tulang yang
dihilangkan dari permukaan dalam cranial vault, kemudian pada saat yang sama,
tulang baru dibentuk pada permukaan luar. Perubahan permukaan dalam dan luar ini
memungkinkan terjadinya perubahan kontur selama pertumbuhan

2.8.6 Pertumbuhan dan perkembangan Cranial Vault pada bayi baru lahir
Pada saat lahir, tulang-tulang datar pada tengkorak agak terpisah jauh dengan
jaringan penghubung longgar di sekitarnya. Permukaan yang terbuka ini bernama
fontanels, yang memungkinkan sejumlah deformasi tengkorak saat lahir. Hal ini
penting dalam proses kelahiran, kepala bayi yang besar dapat melewati jalur lahir.
Setelah lahir, tulang-tulang pada tepi fontanels menghilangkan daerah-daerah yang
terbuka ini dengan cepat, menyisakan sambungan tulang yang berupa sutura
periosteum yang tipis selama beberapa tahun, terkadang akan menyatu pada saat
dewasa.
Fungsi fontanels: memungkinkan fleksibilitas tempurung kepala selama proses
kelahiran.
Meskipun ukurannya kecil, aposisi tulang baru pada sutura-sutura ini merupakan
hal yang penting dalam mekanisme pertumbuhan cranial vault. Walaupun sebagian
30
besar pertumbuhan cranial vault terjadi pada sutura, terdapat kemungkinan
dihilangkannya tulang dari permukaan dalam cranial vault, dan pada saat yang sama,
tulang baru bertambah pada permukaan luar. Proses pembentukan kembali tulang-
tulang pada permukaan dalam dan luar ini memungkinkan perubahan bentuk selama
pertumbuhan.

Gambar. Cranial Vault bayi baru lahir

2.9 Faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan kraniofasial dan faktor yang


mengganggunya

Gen-Gen yang Berkaitan dengan Cacat Tulang Kraniofasial

Gen Kromosom Kelainan Fenotipe

FGFR 1 8p12 Sindrom Pfeiffer Kraniosinostosis, ibu


jari tangan dan kaki
lebar,tengkorak
seperti daun
semanggi, wajah
kurang berkembang.

FGFR 2 10q26  Sindrom Pfeiffer  Sama


 Sindrom Apert  Kraniosinostosis,
 Sindrom Jackson – wajah kurang
Weiss berkembang,

31
 Sindrom Crouzon sindaktili, simetris
tangan dan kaki.
 Kraniosinostosis,
wajah kurang
berkembang,
anomali kaki,
tangan biasanya
tidak terkena
 Kraniosinostosis,
wajah kurang
berkembang, tidak
ada cacat tangan
dan kaki.
FGFR 3 4p16 Akondroplasia Kerdil dengan
ekstremitas
Displasia tanatofonik
pendek, wajah
(tipe 1)
kurang
Displasia tanatofonik berkembang
(tipe 2)
Femur pendek
Hipokondroplasia melengkung,
dengan atau tanpa
tengkorak bentuk
semanggi

Femur relative
panjang, tengkorak
berbentuk
semanggi parah

Bentuk
skondroplasia
yang lebih ringan
dengan gambaran
kraniofasial

32
normal

MXS2 5q35 Kraniosinostosis tipe Kraniosinostosis


Boston

TWIST Kraniosinostosis,
hypoplasia bagian
tengah wajah, langit-
langit sumbing,
anomaly vertebra,
kelainan tangan dan
kaki

TABEL 1. Gen-gen yang mempengaruhi kecacatan pada bagian kraniofasial. Langman edisi
10a

2.10 Tumbuh Kembang Nasomaksilari: Orbita dan Hidung


2.10.1 Orbita

Orbita adalah rongga berbentuk piramida pada kerangka wajah. Bagian yang
dilapisi periosteum disebut periorbital fascia. Orbita memiliki empat dinding dan
satu puncak, yaitu:

• Dinding superior: dibentuk fascies orbitalis ossis frontalis

• Dinding medial: dibentuk os ethmoid, sebagian os frontal dan lacrimal, dan


os sphenoidal

• Dinding inferior: dibentuk os maxilla dan sebagian os zygomaticum dan


palatinum

• Dinding lateral: dibentuk processus frontalis ossis zygomaticum dan ala


mayor ossis sphenoidalis

• Puncak orbita: canalis opticus

33
2.10.2 Hidung

Tumbuh kembang hidung dimulai sejak minggu ke-5 kehamilan. Pada minggu
ini perkembangan stomodeum mulai dikelilingi oleh beberapa prosessus dan
mesenkim. Pada bagian kaudal, dikelilingi oleh prosessus mandibularis yang
berasal dari lengkungan bronkialis pertama sedangkan pada bagian lateral
dikelilingi oleh prosesus maksilaris yang diliputi oleh ektoderm. Pada bagian
kranial dikelilingi oleh prosessus frontonasalis, pada permukaan prosessus
frontonasalis ektoderm membentuk plakod nasal yang kemudian akan berkembang
menjadi prosessus nasal medialis dan prosessus nasal lateralis dimana diantara
keduanya terdapat nasal pit.

Perkembangan hidung terus berlanjut pada minggu ke-6 kehamilan. Pada


minggu ini nasal pit semakin dalam dan membentuk nasal sacs. Pada awalnya nasal
sacs dengan rongga mulut dipisahkan oleh oronasal membran tetapi pada minggu
ke-7 membran tersebut putus sehingga nasal sacs dan rongga mulut dihibungkan
oleh primitive choana. Pada minggu ke-7 ini pula choana bergerak dan berubah
lokasi menjadi diantara rongga nasal dan faring setelah terjadinya pembentukan
palatum sekunder.

Pada minggu ke-9 terjadi fusi prosessus nasal medial yang dimulai dari bagian
superior hingga palatum keras primordium kemudian bagian superior, middle, dan
inferior choncae membentuk dinding lateral di masing-masing rongga nasal.
Selanjutnya ektodermal epithelium berubah menjadi olfactory epithelium dan sel
olfactory dari olfactory epithelium memberikan serat-serat olfactory di ujung dan

34
tumbuh menjadi olfactory bulb.

Pertumbuhan tulang hidung lengkap terjadi sekitar umur 10 tahun. Sinus-sinus


paranasal mencapai luas maksimum pada masa pubertas dengan ikut membentuk
wajah yang tetap.

Pertumbuhan tulang hidung lengkap sekitar umur 10tahun. Setelah itu, hanya
terjadi pertumbuhan kartilago dan jaringan lunak yang terjadi sangat pesat pada
masa remaja yang menyebabkan hidung sangat menonjol terutama pada laki-laki.

2.11 Tumbuh Kembang Nasomaksilari: Palatum, Segmen Intermaksila, Prosesus


Alveolaris
2.11.1 Segmen Intermaksila

Akibat pertumbuhan prominensia maksilaris ke medial, kedua prominensia


nasalis mediana menyatu tidak saja di permukaan tetapi juga di bagian yang lebih
dalam. Struktur yang terbentuk oleh keduatonjolan yang menyatu tersebut adalah
segmen intermaksila

Struktur ini terdiri dari :

I. Komponen bibir, membentuk filtrum bibir atas


II. Komponen rahang atas, membawa empat gigi seri

35
III. Komponen langit-langit , membentuk palatum primer berbentuk
segitiga

Segmen intermaksila bersambungan dengan bagian rostral septum nasale


yang dibentuk oleh prominensia frontalis.

2.11.2 Palatum Sekunder

Pertumbuhan palatine shelves atau bilah- bilah palatum muncul pada


minggu keenam perkembangan dan mengarah oblik ke bawah di kedua sisi lidah.

Pada minggu ketujuh, bilah-bilah palatum bergerak ke atas untuk


memperoleh posisi horizontal di atas lidah dan menyatu, membentuk palatum
sekunder.

36
Disebelah anterior, bilah-bilah palatum menyatu dengan palatum
primeryang berbentuk segitiga, dan foramen insisivum adalah tanda utama di garis
tengah antarapalatum primer dan sekunder. Pada saat ang bersamaan dengan
menyatunya kedua bilah-bilah palatum, septum nasale tumbuh ke bawah dan
bergabung dengan bagian sefalik yang baru terbentuk

2.11.3 Prosesus Alveolaris

Perubahan bentuk tulang maxilla melibatkan penurunan dinding posterior


dalam tuberositas maxillaris, yang dapat menghasilkan perpanjangan banyaknya
arcus maxillaris. Penurunan pada pemukaan luar dalam tuberositas dan resapan
pada permukaan dalam menyebabkan terapungnya lempeng cortical ke arah
belakang dan tempat untuk cavitas pneumatic membesar.

Pemanjangan posterior pada rahang bagian atas menggabungkan


pemindahan utama pada maxilla, yang mengarahkan ke arah anterior dan sama
dengan jumlah pemanjangan posterior. Keseluruhan peningkatan panjang dari
maxilla membuat kekuatan daya tarik, yang menginisiasi adaptasi daya tarik
pertumbuhan sutura.

37
Dalam kaitannya dengan pertumbuhan fossa cranialis medialis, maxilla,
anterior basis cranialis, kepala depan, dan zygomaticum menggeser ke arah depan.
Proses ini memimpin ke pemindahan sekunder pada maxilla, contohnya ini
berubah tempat secara pasif karena expansi dari fossa cranialis medialis tanpa
pertumbuhan dari prosesus maxilaris itu sendiri dengan sendirinya terlibat. Luas
dari pemindahan sekunder bersesuaian dengan derajat dari perluasan anterior pada
fossa cranialis medialis.

2.12 Crouzon’s Syndrome

Craniosinostosis adalah cacat lahir dimana satu atau lebih sutura yang
menyatukan tengkorak menyatu secara premature sebelum otak bayi terbentuk
penuh. Craniosinostosis dapat memengaruhi satu atau lebih sutura. Terdapat
berbagai macam craniosinostosis, salah satunya adalah Crouzon’s Syndrome.

2.12.1 Etiologi

Penyebab utama crouzon’s syndrome adalah mutasi gen pertumbuhan


fibroblast growth factor receptor 2 (FGFR2) pada kromosom 10. FGFR2 adalah
satu dari 4 fibroblast growth receptor yang terlibat dalam proses penting contohnya
adalah signaling pada sel imatur untuk menjadi sel tulang selama perkembangan

38
embrio. Mutasi yang muncul menyebabkan FGFR2 signaling berlebihan sehingga
mempercepat fusi tulang pada cranium secara dini.

2.12.2 Definisi

Crouzon menggambarkan tiga kelainan bentuk tulang calvaria, anomali wajah,


dan exophthalmos. Penyakit ini dikarakteristikkan dengan tulang calvaria yang
terlalu cepat menutup dan sutura basis cranial dan juga seperti halnya orbital dan
maksila secara kompleks (craniosynostosis).

Pada saat sutura tertutup, pertumbuhan sutura secara tegak lurus menjadi
terbatas dan tulang menjadi struktur yang tunggal. Keseimbangan pertumbuhan
terjadi pada saat mempertahankan terbukanya sutura untuk perkembangan otak.
Semakin besar frekuensi sutura synostosis akan mengakibatkan penyatuan yang
cepat dari sutura basis cranium, hipoplasia midfacial, orbital yang dangkal, dorsum
nasal yang pendek, hipoplasia maksila, dan terkadang terjadi penyumbatan
pernafasan atas.

Jika kedua orangtua tidak menderita crouzon’s syndrome, kesempatan kedua


anak lahir dengan crouzon’s syndrome sangat kecil. Jika salah satu orangtua
menderita crouzon’s syndrome, kemungkinan bahwa setiap kehamilan akan
menghasilkan anak dengan sindrom adalah 1 dari 2 (50% resiko). Jika ada anggota
keluarga lain menderita crouzon’s syndrome, maka resiko terjadinya crouzon’s
syndrome untuk setiap kehamilan sebesar 50%.

39
2.12.3 Tanda dan Gejala
1. Pembentukan tulang kepala yang terlalu cepat (craniosynostosis)
2. Perkembangan yang lambat dari hidung dan soket mata (midface hypoplasia)
3. Hidung berbentuk paruh
4. Mikrotia pada telinga
5. Kehilangan atau mengecilnya kanal telinga (congenital aural atresia)
6. Penyakit ini menyebabkan kehilangan pendengaran
7. Anomaly pada tangan dan kaki (bukan syndactyly)
8. Acanthosis nigricans
9. Mandibula prognosi, gigi rahang atas crowded oligodontia, deft palate,
makrodontia, maksila atrisia
10. Jarak yang lebar antara kedua mata (hypertelorism)

2.12.4 Penanganan dan Pengobatan

Penganganan dan pengobatan Crouzon’s syndrome dapat berbeda tergantung


pada kondisi pasien dan penyakit yang dideritanya. Pilihan pengobatan adalah :

1. Bedah Ortognatik
2. Kraniotomi
3. Osteotomi Le Fort Maksiliari
4. Osteotomi Pemisahan Sagital Rahang
5. Terapi Wicara

Selain itu tidak ada cara untuk mencegah crouzon syndrome. Satu-satunya
cara yang dapat dilakukan adalah jika anda menderita crouzon syndrome atau
memiliki sejarah sindrom tersebut, maka anda dapat berkonsultasi dengan konsuler
genetic ketika memutuskan untuk memiliki anak.

40
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pertumbuhan merupakan suatu peningkatan jumlah atau ukuran sel tubuh


yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan ukuran dan berat seluruh bagian
tubuh (Supartini, 2004).

Perkembangan merupakan proses pertumbuhan yang diikuti dengan


bertambahnya kedewasaan individu tersebut. Jadi, perkembangan sejalan dengan
proses pertumbuhan, karena sama-sama terjadi pertambahan volume sel, dan
bertambah kompleksnya susunan kimiawi sel. Dari pertumbuhan untuk menuju ke
proses perkembangan diikuti oleh proses diferensiasi untuk menuju proses
spesialisasi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan antara


lain: factor genetik, nutrisi/gizi, lingkungan, dan hormon.

Gambaran paling khas dalam perkembangan kepala dan leher adalah


terbentuknya lengkung (arkus) faring (dulu disebut arkus brankhialis karena
berbentuk seperti insang (branchia) pada ikan). Arkus-arkus ini tampak dalam
perkembangan minggu ke-4 dan ke-5 serta ikut menentukan tampilan luar
mudigah yang khas.
Kelainan perkembangan wajah berasal dari morfogenesis acak pada
beberapa tingkat perkembangan dan dapat bersifat genetik atau lingkungan.
Beberapa tingkat kelainan kongenital berasal pada perkembangan jaringan neural
crest yang terganggu, yang membentuk sebagian besar rangka dan jaringan ikat
primordia wajah.

Crouzon syndrome: Sindrom autosomal dominan dengan gejala yang


bervariasi disebabkan oleh mutasi gen pertumbuhan FGFR 2 pada kromosom 10.
Sindrom ini terjadi dikarenakan penyatuan sutura yang terlalu dini
(craniosinostosis).

Crouzon menggambarkan tiga kelainan bentuk tulang calvaria, anomali


wajah, dan exophthalmos. Penyakit ini dikarakteristikkan dengan tulang calvaria

41
yang terlalu cepat menutup dan sutura basis cranial dan juga seperti halnya orbital
dan maksila secara kompleks (craniosynostosis).

3.2 Saran

Proses pertumbuhan dan perkembangan suatu individu banyak dipengaruhi


oleh berbagai faktor oleh karena itu akan lebih baik bila memerhatikan nutrisi
serta lingkungan juga faktor-faktor internal yang ada untuk mencapai
pertumbuhan dan perkembangan yang optimal.

Penganganan dan pengobatan Crouzon’s syndrome dapat berbeda tergantung


pada kondisi pasien dan penyakit yang dideritanya. Pilihan pengobatan adalah :

1. Bedah Ortognatik

2. Kraniotomi

3. Osteotomi Le Fort Maksiliari

4. Osteotomi Pemisahan Sagital Rahang

5. Terapi Wicara

Selain itu tidak ada cara untuk mencegah crouzon syndrome. Satu-satunya
cara yang dapat dilakukan adalah jika anda menderita crouzon syndrome atau
memiliki sejarah sindrom tersebut, maka anda dapat berkonsultasi dengan
konsuler genetic ketika memutuskan untuk memiliki anak.

42
DAFTAR PUSTAKA

Bishara, S.E. 2001. Textbook of orthodontic. Philaddelphia: W.B. Saunders Company


th
Moyers, R.E. 1988. Handbook of orthodontic. 4 ed. London: Year Book Medical Publisher,
INC
Sadler, T. W. 2012. Langman's Medical Embryology. 12th ed. Lippincott Williams &Wilkins.

43

Anda mungkin juga menyukai