Anda di halaman 1dari 18

RHEA RENATA/1102012243

BPJS

Peserta BPJS Kesehatan adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam)
bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran, meliputi :
1. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI) : fakir miskin dan orang tidak mampu, dengan
penetapan peserta sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan.
2. Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non PBI), terdiri dari :

 Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya

a) Pegawai Negeri Sipil;

b) Anggota TNI;
c) Anggota Polri;
d) Pejabat Negara;
e) Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri;
f) Pegawai Swasta; dan
g) Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd f yang menerima Upah.
Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.

 Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya

a) Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri; dan

b) Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah.

Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.

· Bukan pekerja dan anggota keluarganya


a) Investor;
b) Pemberi Kerja;
c) Penerima Pensiun, terdiri dari :
ü Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun;
ü Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun;
ü Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun;
ü Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun yang mendapat hak pensiun;
ü Penerima pensiun lain; dan
ü Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun lain yang mendapat hak
pensiun.
d) Veteran;
e) Perintis Kemerdekaan;
f) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan; dan
g) Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd e yang mampu membayar iuran.

ANGGOTA KELUARGA YANG DITANGGUNG


1. Pekerja Penerima Upah :
· Keluarga inti meliputi istri/suami dan anak yang sah (anak kandung, anak tiri dan/atau anak
angkat), sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang.
· Anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak angkat yang sah, dengan kriteria:
a. Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri;
RHEA RENATA/1102012243

b. Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua puluh lima) tahun yang
masih melanjutkan pendidikan formal.
2. Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja : Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga
yang diinginkan (tidak terbatas).
3. Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang meliputi anak ke-4 dan seterusnya,
ayah, ibu dan mertua.
4. Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang meliputi kerabat lain seperti Saudara
kandung/ipar, asisten rumah tangga, dll.

Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan meliputi :

a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, yaitu pelayanan kesehatan non spesialistik mencakup:

1. Administrasi pelayanan

2. Pelayanan promotif dan preventif

3. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis

4. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif

5. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai

6. Transfusi darah sesuai kebutuhan medis

7. Pemeriksaan penunjang diagnosis laboratorium tingkat pertama

8. Rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi

b. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, yaitu pelayanan kesehatan mencakup:

1. Rawat jalan, meliputi:

a) Administrasi pelayanan

b) Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan sub
spesialis

c) Tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis

d) Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai

e) Pelayanan alat kesehatan implant

f) Pelayanan penunjang diagnostic lanjutan sesuai dengan indikasi medis

g) Rehabilitasi medis

h) Pelayanan darah
RHEA RENATA/1102012243

i) Peayanan kedokteran forensik

j) Pelayanan jenazah di fasilitas kesehatan

2. Rawat Inap yang meliputi:

a) Perawatan inap non intensif

b) Perawatan inap di ruang intensif

c) Pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri

IURAN

1. Bagi peserta Penerima Bantun Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan iuran dibayar oleh Pemerintah.

2. Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja pada Lembaga Pemerintahan terdiri dari
Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non
pegawai negeri sebesar 5% (lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan : 3%
(tiga persen) dibayar oleh pemberi kerja dan 2% (dua persen) dibayar oleh peserta.

3. Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja di BUMN, BUMD dan Swasta sebesar 4,5%
(empat koma lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan : 4% (empat persen)
dibayar oleh Pemberi Kerja dan 1% (satu persen) dibayar oleh Peserta.

4. Iuran untuk keluarga tambahan Pekerja Penerima Upah yang terdiri dari anak ke 4 dan seterusnya,
ayah, ibu dan mertua, besaran iuran sebesar sebesar 1% (satu persen) dari dari gaji atau upah per
orang per bulan, dibayar oleh pekerja penerima upah.

5. Iuran bagi kerabat lain dari pekerja penerima upah (seperti saudara kandung/ipar, asisten rumah
tangga, dll); peserta pekerja bukan penerima upah serta iuran peserta bukan pekerja adalah sebesar:

a. Sebesar Rp. 25.500,- (dua puluh lima ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan dengan
manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.

b. Sebesar Rp. 42.500,- (empat puluh dua ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan dengan
manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II.

c. Sebesar Rp. 59.500,- (lima puluh sembilan ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan dengan
manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.

6. Iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan janda, duda, atau anak yatim piatu
dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan, iurannya ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari 45%
(empat puluh lima persen) gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III/a dengan masa kerja
14 (empat belas) tahun per bulan, dibayar oleh Pemerintah.

7. Pembayaran iuran paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan

DENDA KETERLAMBATAN PEMBAYARAN IURAN


RHEA RENATA/1102012243

1. Keterlambatan pembayaran Iuran untuk Pekerja Penerima Upah dikenakan denda administratif
sebesar 2% (dua persen) per bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 3
(tiga) bulan, yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak oleh Pemberi Kerja.

2. Keterlambatan pembayaran Iuran untuk Peserta Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja dikenakan
denda keterlambatan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari total iuran yang tertunggak paling
banyak untuk waktu 6 (enam) bulan yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang
tertunggak.

PROSEDUR PENDAFTARAN PESERTA JKN BPJS KESEHATAN

A. Pendaftaran Bagi Penerima Bantuan Iuran / PBI

Pendataan Fakir Miskin dan Orang Tidak mampu yang menjadi peserta PBI dilakukan oleh
lembaga yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan di bidang statistik (Badan Pusat Statistik)
yang diverifikasi dan divalidasi oleh Kementerian Sosial.

Selain peserta PBI yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, juga terdapat penduduk yang
didaftarkan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan SK Gubernur/Bupati/Walikota bagi Pemda yang
mengintegrasikan program Jamkesda ke program JKN.

B. Pendafataran Bagi Peserta Pekerja Penerima Upah / PPU

1. Perusahaan / Badan usaha mendaftarkan seluruh karyawan beserta anggota keluarganya ke Kantor
BPJS Kesehatan dengan melampirkan :
a. Formulir Registrasi Badan Usaha / Badan Hukum Lainnya
b. Data Migrasi karyawan dan anggota keluarganya sesuai format yang ditentukan oleh BPJS
Kesehatan.
2. Perusahaan / Badan Usaha menerima nomor Virtual Account (VA) untuk dilakukan pembayaran
ke Bank yang telah bekerja sama (BRI/Mandiri/BNI)
3. Bukti Pembayaran iuran diserahkan ke Kantor BPJS Kesehatan untuk dicetakkan kartu JKN atau
mencetak e-ID secara mandiri oleh Perusahaan / Badan Usaha.

C. Pendaftaran Bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah / PBPU dan Bukan Pekerja

Ø Pendaftaran PBPU dan Bukan Pekerja


1. Calon peserta mendaftar secara perorangan di Kantor BPJS Kesehatan
2. Mendaftarkan seluruh anggota keluarga yang ada di Kartu Keluarga
3. Mengisi formulir Daftar Isian Peserta (DIP) dengan melampirkan :
- Fotokopi Kartu Keluarga (KK)
- Fotokopi KTP/Paspor, masing-masing 1 lembar
- Fotokopi Buku Tabungan salah satu peserta yang ada didalam Kartu Keluarga
- Pasfoto 3 x 4, masing-masing sebanyak 1 lembar.

4. Setelah mendaftar, calon peserta memperoleh Nomor Virtual Account (VA)


5. Melakukan pembayaran iuran ke Bank yang bekerja sama (BRI/Mandiri/BNI)
RHEA RENATA/1102012243

6. Bukti pembayaran iuran diserahkan ke kantor BPJS Kesehatan untuk dicetakkan kartu JKN.
Pendaftaran selain di Kantor BPJS Kesehatan, dapat melalui Website BPJS Kesehatan

Ø Pendaftaran Bukan Pekerja Melalui Entitas Berbadan Hukum (Pensiunan BUMN/BUMD)


Proses pendaftaran pensiunan yang dana pensiunnya dikelola oleh entitas berbadan hukum dapat
didaftarkan secara kolektif melalui entitas berbadan hukum yaitu dengan mengisi formulir
registrasi dan formulir migrasi data peserta.

PERSYARATAN MENJADI

FASILITAS KESEHATAN TIN GK AT PERTAMA

A. Untuk Klinik Pratama atau yang setara harus memiliki :

1. Surat Ijin Operasional

2. Surat Ijin Praktik (SIP) bagi dokter/dokter gigi dan Surat Ijin Praktik atau Surat Ijin Kerja
(SIP/SIK) bagi tenaga kesehatan lain

3. Surat Ijin Praktik Apoteker (SIPA) bagi Apoteker dalam hal klinik menyelenggarakan
pelayanan kefarmasian

4. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) badan

5. Perjanjian kerja sama dengan jejaring, jika diperlukan

6. Surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan Jaminan Kesehatan
Nasional

B. Untuk Praktik Dokter atau Dokter Gigi harus memiliki :

1. Surat Ijin Praktik

2. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

3. Perjanjian kerja sama dengan laboratorium, apotek, dan jejaring lainnya

4. Surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan JKN

C. Untuk Puskesmas atau yang setara harus memiliki :

1. Surat Ijin Operasional


RHEA RENATA/1102012243

2. Surat Ijin Praktik (SIP) bagi dokter/dokter gigi, Surat Ijin Praktik Apoteker (SIPA) bagi
Apoteker, dan Surat Ijin Praktik atau Surat Ijin Kerja (SIP/SIK) bagi tenaga kesehatan lain;

3. Perjanjian kerja sama dengan jejaring, jika diperlukan

4. Surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan JKN

D. Untuk Rumah Sakit Kelas D Pratama atau yang setara harus memiliki :

1. Surat Ijin Operasional

2. Surat Ijin Praktik (SIP) tenaga kesehatan yang berpraktik

3. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) badan

4. Perjanjian kerja sama dengan jejaring, jika diperlukan

5. Surat pernyataan kesediaan mematuhi ketentuan yang terkait dengan Jaminan Kesehatan
Nasional

Catatan :

· Persyaratan dan Formulir tersebut diserahkan kepada Kantor Cabang BPJS Kesehatan
setempat.

· Diutamakan Klinik Pratama untuk memiliki jejaring dengan Dokter Gigi, dan apabila Klinik
Pratama telah memenuhi persyaratan Kredensialing, serta sesuai dengan kebutuhan Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama pada wilayah Kantor Cabang, maka Klinik Pratama dapat melakukan
Perjanjian Kerja Sama dengan Kantor Cabang setempat.

Memahami dan menjelaskan sistem pembiayaan kesehatan di klinik kedokteran keluarga

1. Sumber-sumber dana pada klinik kedokteran keluarga


Sumber dana biaya kesehatan berbeda pada beberapa negara, namun secara garis besar berasal
dari :

a) Bersumber dari anggaran pemerintah. Pada sistem ini, biaya dan


penyelenggaraan pelayanan kesehatan sepenuhnya ditanggung oleh
pemerintah. Untuk negara yang kondisi keuangannya belum baik, sistem ini
sulit dilaksanakan karena memerlukan dana yang sangat besar.
b) Bersumber dari anggaran masyarakat. Dapat berasla dari individu ataupun
perusahaan. Sistem ini mengharapkan agar masyarakat (swasta) berperan
aktif secara mandiri dalam penyelenggaraan maupun pemanfaatannya. Hal ini
memberikan dampak adanya pelayanan-pelayanan kesehatan yang dilakukan
oleh pihak swasta, dengan fasilitas dan penggunaan alat-alat berteknologi
RHEA RENATA/1102012243

tinggi disertai peningkatan biaya pemanfaatan atau penggunaannya oleh


pihak pemakai jasa layanan kesehatan tersebut.
c) Bantuan biaya dari dalam dan luar negeri. Sumber pembiayaan kesehatan,
khususnya untuk penatalaksanaan penyakit-penyakit tertentu sering diperoleh
dari bantuan biaya pihak lain, misalnya dari organisasi sosial ataupun
pemerintah negara lain. misalnya untuk penanganan HIV dan virus H5N1.
d) Gabungan anggaran pemerintah dan masyarakat. Sistem ini banyak diambil
oleh negara-negara di dunia karena dapar mengakomodasi kelemahan-
kelemahan yang timbul pada sumber pembiayaan kesehatan sebelumnya.
Tingginya biaya kesehatan yang dibutuhkan ditanggung sebagian oleh
pemerintah dengan menyediakan layanan kesehatan bersubsidi. Sistem ini
juga menuntut peran serta masyarakat dalam memenuhi biaya kesehatan yang
dibutuhkan dengan mengeluarkan biaya tambahan.

2. Mekanisme Pembayaran
Penyelenggaraan Subsistem Pembiayaan Kesehatan mengacu pada prinsip-prinsip
sebagai berikut:

1. Jumlah dana untuk kesehatan harus cukup tersedia dan dikelola secara berdaya-
guna, adil dan berkelanjutan yang didukung oleh transparansi dan akuntabilitas
2. Dana pemerintah diarahkan untuk pembiayaan upaya kesehatan masyarakat dan
upaya kesehatan perorangan bagi masyarakat rentan dan keluarga miskin
3. Dana masyarakat diarahkan untuk pembiayaan upaya kesehatan perorangan yang
terorganisir, adil, berhasil-guna dan berdaya-guna melalui jaminan pemeliharaan
kesehatan baik berdasarkan prinsip solidaritas sosial yang wajib maupun sukarela,
yang dilaksanakan secara bertahap
4. Pemberdayaan masyarakat dalam pembiayaan kesehatan diupayakan melalui
penghimpunan secara aktif dana sosial untuk kesehatan (misal: dana sehat) atau
memanfaatkan dana masyarakat yang telah terhimpun (misal: dana sosial
keagamaan) untuk kepentingan kesehatan
5. Pada dasarnya penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan pembiayaan
kesehatan di daerah merupakan tanggung jawab pemerintah daerah. Namun untuk
pemerataan pelayanan kesehatan, Pemerintah menyediakan dana perimbangan
(maching grant) bagi daerah yang kurang mampu

3. Jenis sistem pembiayaan


Jenis pelayanan kesehatan dan pembiayaan kesehatan antara lain :

1. Penataan Terpadu (managed care)


Merupakan pengurusan pembiayaan kesehatan sekaligus dengan pelayanan
kesehatan. Pada saat ini penataan terpadu telah banyak dilakukan di masyarakat
dengan program Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat atau JPKM. Managed
care membuat biaya pelayanan kesehatan yang dikeluarkan bisa lebih efisien.
RHEA RENATA/1102012243

Persyaratan agar pelayanan managed care di perusahaan dapat berhasil baik,


antara lain:

a. Para pekerja dan keluarganya yang ditanggung perusahaan harus sadar bahwa
kesehatannya merupakan tanggung jawab masing-masing atau tanggung
jawab individu. Perusahaan akan membantu upaya untuk mencapai derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya.
b. Para pekerja harus menyadari bahwa managed care menganut sistem rujukan.
c. Para pekerja harus menyadari bahwa ada pembatasan fasilitas berobat,
misalnya obat yang digunakan adalah obat generik kecuali bila keadaan
tertentu memerlukan life saving.
d. Prinsip kapitasi dan optimalisasi harus dilakukan

2. Sistem reimbursement
Perusahaan membayar biaya pengobatan berdasarkan fee for services. Sistem ini
memungkinkan terjadinya over utilization. Penyelewengan biaya kesehatan yang
dikeluarkan pun dapat terjadi akibat pemalsuan identitas dan jenis layanan oleh
karyawan maupun provider layanan kesehatan.

3. Asuransi
Perusahaan bisa menggunakan modal asuransi kesehatan dalam upaya
melaksanakan pelayanan kesehatan bagi pekerjanya. Dianjurkan agar asuransi
yang diambil adalah asuransi kesehatan yang mencakup seluruh jenis pelayanan
kesehatan (comprehensive), yaitu kuratif dan preventif. Asuransi tersebut
menanggung seluruh biaya kesehatan, atau group health insurance (namun kepada
pekerja dianjurkan agar tidak berobat secara berlebihan).

4. Pemberian Tunjangan Kesehatan

Perusahaan yang enggan dengan kesukaran biasanya memberikan tunjangan


kesehatan atau memberikan biaya kesehatan kepada pegawainya dalam bentuk
uang. Sakit maupun tidak sakit tunjangannya sama. Sebaiknya tunjangan ini
digunakan untuk mengikuti asuransi kesehatan (family health insurance).
Tujuannya adalah menghindari pembelanjaan biaya kesehatan untuk kepentingan
lain, misalnya untuk membeli rokok, minuman beralkohol, dan hal – hal lain yang
malah merugikan kesehatannya.
RHEA RENATA/1102012243

5. Rumah Sakit Perusahaan

Perusahaan yang mempunyai pegawai berjumlah besar akan lebih diuntungkan


apabila mengusahakan suatu rumah sakit untuk keperluan pegawainya dan
keluarga pegawai yang ditanggungnya. Menyangkut kesehatan pegawainya,
rumah sakit perusahaan harus menyiapkan rekam medis khusus, yang lebih
lengkap, dan perlu dievaluasi secara periodik. Perlu diingatkan bahwa pelayanan
kesehatan yang didapat dari rumah sakit perusahaan diupayakan bisa lebih baik
bila dibandingkan jika dilayani oleh rumah sakit lain. Dengan demikian, pegawai
perusahaan yang dirawat akan merasa puas dan bangga terhadap fasilitas yang
disediakan. Rasa senang menerima fasilitas kesehatan ini akan membuahkan
semangat bekerja untuk membalas jasa perusahaan yang dinikmatinya.

Secara universal, beberapa jenis asuransi kesehatan yang berkembang di


Indonesia :

 Asuransi Kesehatan Sosial (Social Health Insurance)

Asuransi ini memegang teguh prinsipnya bahwa kesehatan adalah sebuah


pelayanan sosial, pelayanan kesehatan tidak boleh semata-mata diberikan
berdasarkan status sosial mayarakat sehingga semua lapisan berhak untuk
memperoleh jaminan pelayanan kesehatan.

Asuransi Kesehatan Sosial dilaksanakan menggunakan prinsip :

a) Keikutsertaan bersifat wajib


b) Menyertakan tenaga kerja dan keluarganya
c) Iuran/premi berdasarkan gaji/pendapatan
d) Untuk Askes menetapkan 2% dari gaji pokok PNS
e) Premi untuk tenaga kerja ditanggung bersama (50%) oleh pemberi
kerja dan tenaga kerja
f) Premi tidak ditentukan oleh resiko perorangan tetapi didasarkan
pada resiko kelompok
g) Tidak diperlukan pemeriksaan kesehatan awal
h) Jaminan pemeliharaan kesehatan bersifat menyeluruh
i) Peran pemerintah sangat besar untuk mendorong berkembangnya
asuransi kesehatan sosial di Indonesia
RHEA RENATA/1102012243

Semua PNS diwajibkan untuk mengikuti asuransi kesehatan. Di Indonesia,


asuransi kesehatan bagi PNS dan penerima pensiun dikelola oleh PT.
Askes

 Asuransi Kehatan Komersial Perorangan (Private Voluntary Health


Insurance)

Model asuransi kesehatan ini juga berkembang di Indonesia, dapat dibeli


preminya baik oleh individu maupun segmen masyarakat kelas menengah
ke atas.

Asuransi kesehatan komersial perorangan mempunyai prinsip kerja


sebagai berikut :

a) Kepesertaannya bersifat perorangan dan sukarela


b) Iuran/premi berdasarkan angka absolut, ditetapkan berdasar jenis
tanggungan yang dipilih
c) Premi didasarkan atas resiko perorangan dan ditentukan oleh faktor
usia, jenis kelamin, dan jenis pekerjaan
d) Dilakukan pemeriksaan kesehatan awal
e) Santunan diberikan sesuai kontrak
f) Peranan pemerintah relatif kecil

Di Indonesia, produk asuransi kesehatan komersial dikelola oleh Lipo


Life, BNI Life, Tugu mandiri dan sebagainya

 Asuransi Kesehatan Komersial Kelompok (Regulated Voluntary Health


Insurance)
Prinsip-prinsip dasar sebagai berikut :
a) Keikutsertaannya bersifat sukarela tetapi berkelompok
b) Iuran / preminya dibayar berdasarkan atas angka absolut
c) Perhitungan premi bersifat community rating yang berlaku untuk
kelompok masyarakat
d) Santunan diberikan sesuai kontrak
e) Tidak diperlukan pemeriksaan awal
f) Peranan pemerintah cukup besar dengan membuat undang-undang

Di Indonesia, asuransi kesehatan sukarela juga dikelola oleh PT. Askes

4. Tujuan pembiayaan kesehatan


Tujuan pembiayaan kesehatan adalah tersedianya pembiayaan kesehatan dengan jumlah
yang mencukupi, teralokasi secara adil dan termanfaatkan secara berhasil-guna dan
RHEA RENATA/1102012243

berdaya-guna, untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna


meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Pokok utama dalam pembiayaan kesehatan adalah:
a) Mengupayakan kucukupan dan kesinambungan pembiayaan kesehatan pafa tingkat
pusat dan daerah
b) Mengupayakan pengurangan pembiayaan OOP dan meniadakan hambatan
pembiayaan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan terutama kelompok miskin dan
rentan melalui pengembangan jaminan
c) Peningkatan efisiensi dan efektifitas pembiayaan kesehatan
Memahami dan Menjelaskan Managemen Klinik Dokter keluarga

Program menjaga mutu adalah suatu upaya yang berkesinambunagn, sistematis dan
objektif dalam memantau dan menilai pelayanan yang diselenggrakan dibandingkan dengan
standar yang telah ditetapkan, serta menyelesaikan masalah yang ditemukan untuk memeperbaiki
mutu pelayanan. (Maltos and Keller, 1989)

Karakteristik program menjaga mutu ada empat macam :

1) Program menjaga mutu harus dilakukan secara berkesinambungan. Artinya


pelaksanaan program menjaga mutu tidak hanya satu kali, tetapi harus terus menerus.
Dalam kaitan perlunya memenuhi sifat berkesinambungan, program menjaga mutu
sering pula disebut dengan nama program meningkatkan mutu berkelanjutan
(continous quality improvement program).
2) Program menjaga mutu harus dilaksanakan secara simpatis. Artinya pelaksanaan
program menjaga mutu harus mengikuti alur kegiatan serta sasaran yang baku. Alur
kegiatan yang dimaksud dimulai dengan menetapkan masalah dan penyebab masalah
mutu, dilanjutkan dengan menetapkan dan melaksanakan upaya penyelesaian
masalah, untuk kemudian diakhiri dengan melakukan penilaian serta menyusun
saran-saran untuk tindak lanjut. Sedangkan sasaran yang dimaksud adalah semua
unsur pelayanan yakni lingkungan, masukan proses serta keluaran pelayanan.
3) Program menjaga mutu harus dilaksanakan secara objektif. Artinya pelaksanaan
program menjaga mutu, terutama pada waktu menetapkan masalah penyebab
masalah dan penilaian, tidak dipengaruhi oleh berbagai pertimbangan lain. Kecuali
atas dasar data yang ditemukan. Untuk menjamin objektifitas, dipergunakanlah
berbagai standar dan indikator.
4) Program menjaga mutu harus dilakukan secara terpadu. Artinya pelaksanaan
program menjaga mutu harus terpadu dengan pelayanan yang diselengarakan,
bukanlah program menjaga mutu yang baik. Karena adanya sifat terpadu ini.
Program menjaga mutu disebut pula sebagai manajamen mutu terpadu (total quality
management).
RHEA RENATA/1102012243

Unsur program menjaga mutu banyak macamnya. Unsur-unsur yang dimaksud :

1) Mutu pelayanan. Mutu pelayanan yang dimaksud adalah menunjuk kepada tingkat
kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggrakan, yang di satu pihak dapat
menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tinkat kepuasan rata-rata
penduduk, serta di pihak lain tata cara penyelengaraannya sesuai dengan kode etik
dari standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan.
2) Sasaran program menjaga mutu. Untuk melaksanakan hal ini diperkukan empat hal :
a. Unsur masukan. Yang dimaksud adalah semua hal yang diperlukan untuk dapat
menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Yang termasuk dalam hal ini adalah
tenaga pelaksana, sarana dan dana.
b. Unsur lingkungan. Yang dimakud lingkungan adalah keadaan sekitar yang
mempengaruhi pelayanana kesehatan. Untuk satu saran pelayanan kesehatan
yang terpenting adalah kebijakan (policy), struktur organisasi (organization) serta
sistem manajemen (management) yang diterapkan.
c. Unsur proses. Yang dimaksud dengan unsur proses di sini adalah semua tindakan
yang dilakukan pada pelayanan kesehatan. Tindakan ini secara umum dapat
dibedakan atas dua macam. Pertama, tindakan medis (medical procedure) mulai
dari anamesis sampai dengan pengobatan. Kedua, tindakan non medis (non
medical procedure) seperti tata cara rekam medis, persetujuan tindakan medis,
penerimaan dan perawatan pasien dan lain selanjutnya yang seperti ini.
d. Unsur keluaran. Yang dimaksud dengan unsur keluaran adalah yang menunjukan
pada penampilan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan. Penampilan
pelyanan tersebut dibedakan atas dua macam :
a) Penampilan aspek media (medical performance) seperti misalnya
kesembuhan penyakit, kecacatan dan atau kematian.
b) Penampilan aspek non medis (non mediacal performance) seperti misalnya
kepuasan dan keluhan pasien.

Memahami dan Menjelaskan Sistem Pembiayaan Kesehatan dalam Syariah Islam

Pengertian

Penyelenggaraan kesehatan dalam pandangan Islam termasuk pengertian riayatus su’un


(pelayanan umum) yang wajib dilakukan oleh negara atas seluruh rakyatnya, baik muslim
maupun non muslim, kaya ataupun miskin. Seluruh biaya yang diperlukan secara wajib di
tanggung oleh Baitul Mal (kas negara). Adapun peran non-pemerintah (swasta) dalam
pembiayaan kesehatan bukanlah hal yang utama.
Negara bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan dasar itu. Nabi saw Bersabda :
“Imam (Khalifah) laksana pengembala dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya” (HR al-
Bukhari). Tidak terpenuhinya atau terjaminnya kesehatan dan pengobatan akan mendatangkan
dharar bagi masyarakat. Oleh karena itu, penyediaan layanan kesehatan menjadi tanggung jawab
dan kewajiban negara (Khilafah). Khilafah wajib membangun berbagai rumah sakit, klinik,
laboratorium medis, apotik , pusat dan lembaga litbang kesehatan, sekolah kedokteran , apoteker,
perawat, bidan dan sekolah lainnya yang menghasilkan tenaga medis, serta berbagai sarana
prasarana kesehatan dan pengobatan lainnya.
RHEA RENATA/1102012243

Semua pelayanan kesehatan dan pengobatan harus dikelola sesuai dengan aturan syariah.
Juga harus memperhatikan faktor ihsan dalam pelayanan yaitu wajib memenuhi 3 (tiga) prinsip
baku yang berlaku umum untuk setiap pelayanan masyarakat dalam sistem Islam: pertama,
sederhana dalam peraturan (tidak berbelit-belit). Kedua, cepat dalam pelayanan. Ketiga,
profesional dalam pelayanan, yakni dikerjakan oleh orang yang kompeten dan amanah
Konsep dasar asuransi syariah adalah tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan (al
birri wat taqwa). Konsep tersebut sebagai landasan yang diterapkan dalam setiap perjanjian
transaksi bisnis dalam wujud tolong menolong (akad takafuli) yang menjadikan semua peserta
sebagai keluarga besar yang saling menanggung satu sama lain di dalam menghadapi resiko,
yang kita kenal sebagai sharing of risk, sebagaimana firman Allah SWT yang memerintahkan
kepada kita untuk taawun (tolong menolong) yang berbentuk al birri wat taqwa (kebaikan dan
ketakwaan) dan melarang taawun dalam bentuk al itsmi wal udwan (dosa dan permusuhan).
Firman Allah dalam surat al-Baqarah 188, 'Dan janganlah kalian memakan harta di antara
kamu sekalian dengan jalan yang bathil, dan janganlah kalian bawa urusan harta itu kepada
hakim yang dengan maksud kalian hendak memakan sebagian harta orang lain dengan jalan
dosa, padahal kamu tahu." Hadist Nabi Muhammad SAW, "Mukmin terhadap mukmin yang lain
seperti suatu bangunan memperkuat satu sama lain," Dan "Orang-orang mukmin dalam
kecintaan dan kasih sayang mereka seperti satu badan. Apabila satu anggota badan menderita
sakit, maka seluruh badan merasakannya.

Sistem Pembiayaan Kesehatan Dalam Islam

Asuransi Syariah (Takaful)

1) Arti Kata Takaful

Secara bahasa, takaful ( ‫ ) تكافل‬berasal dari akar kata ( ‫ ) ك ف ل‬yang artinya menolong,
memberi nafkah dan mengambil alih perkara seseorang. Dalam Al-Qur'an tidak dijumpai
kata takaful, namun ada sejumlah kata yang seakar dengan kata takaful, seperti dalam :

QS. Thoha/ 20 : 40

ُ‫ِإذْ ت ْمشِي أ ُ ْختُك فتقُو ُل ه ْل أد ُلُّ ُك ْم على م ْن ي ْكفُلُه‬

"(yaitu) ketika saudaramu yang perempuan berjalan, lalu ia berkata kepada (keluarga
Fir'aun): 'Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya?"

QS. Annisa/ 04 : 85 :

‫وم ْن ي ْشف ْع شفاعةً سيِئةً ي ُك ْن لهُ ِك ْف ٌل ِم ْنها‬

"Dan barangsiapa yang memberi syafa'at yang buruk, niscaya ia akan memikul bahagian
(dosa) daripadanya.."
RHEA RENATA/1102012243

Asuransi Syariah (Ta'min, Takaful atau Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan
tolong menolong diantara sejumlah orang/ pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan / atau
tabarru' yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad
(perikatan) yang sesuai dengan syariah.

Akad yang sesuai dengan syariah adalah yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir
(perjudian), riba, dzulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat.

2) Cikal Bakal Asuransi Syariah


a. Al-Aqila ( ‫) العاقلة‬

Yaitu saling memikul atau bertanggung jawab untuk keluarganya. Jika salah satu
anggota suku terbunuh oleh anggota suku yang lain, pewaris korban akan dibayar
dengan uang darah (diyat) sebagai konpensasi saudara terdekat dari terbunuh. Saudara
terdekat dari pembunuh disebut aqilah. Lalu mereka mengumpulkan dana (al-kanzu)
yang diperuntukkan membantu keluarga yang terlibat dalam pembunuhan tidak
sengaja.

b. Al-Muwalah ( ‫) الموالة‬

Yaitu perjanjian jaminan. Penjamin menjamin seseroang yang tidak memiliki waris
dan tidak diketahui ahli warisnya. Penjamin setuju untuk menanggung bayaran dia,
jika orang yang dijamin tersebut melakukan jinayah. Apabila orang yang dijamin
meninggal, maka penjamin boleh mewarisi hartanya sepanjang tidak ada ahli
warisnya.

Penyelenggaraan kesehatan dalam pandangan Islam termasuk pengertian riayatus


su’un(pelayanan umum) yang wajib dilakukan oleh negara atas seluruh rakyatnya, baik
muslim maupun non muslim, kaya ataupun miskin. Seluruh biaya yang diperlukan secara
wajib di tanggung oleh Baitul Mal (kas negara). Adapun peran non-pemerintah (swasta)
dalam pembiayaan kesehatan bukanlah hal yang utama.

Negara bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan dasar itu. Nabi saw
Bersabda: “Imam (Khalifah) laksana pengembala dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya” (
HR al-Bukhari).

Beberapa perbedaan asuransi syariah dengan asuransi konvensional, di antaranya


adalah sebagai berikut:
 Akad (Perjanjian)
◦ Setiap perjanjian transaksi bisnis di antara pihak-pihak yang melakukannya harus
jelas secara hukum ataupun non-hukum untuk mempermudah jalannya kegiatan
bisnis tersebut saat ini dan masa mendatang. Akad dalam praktek muamalah menjadi
RHEA RENATA/1102012243

dasar yang menentukan sah atau tidaknya suatu kegiatan transaksi secara syariah. Hal
tersebut menjadi sangat menentukan di dalam praktek asuransi syariah. Akad antara
perusahaan dengan peserta harus jelas, menggunakan akad jual beli (tadabuli) atau
tolong menolong (takaful).
◦ Akad pada asuransi konvensional didasarkan pada akad tadabuli atau perjanjian jual
beli. Syarat sahnya suatu perjanjian jual beli didasarkan atas adanya penjual, pembeli,
harga, dan barang yang diperjual-belikan. Sementara itu di dalam perjanjian yang
diterapkan dalam asuransi konvensional hanya memenuhi persyaratan adanya
penjual, pembeli dan barang yang diperjual-belikan. Sedangkan untuk harga tidak
dapat dijelaskan secara kuantitas, berapa besar premi yang harus dibayarkan oleh
peserta asuransi utnuk mendapatkan sejumlah uang pertanggungan. Karena hanya
Allah yang tahu kapan kita meninggal. Perusahaan akan membayarkan uang
pertanggunggan sesuai dengan perjanjian, akan tetapi jumlah premi yang akan
disetorkan oleh peserta tidak jelas tergantung usia. Jika peserta dipanjangkan usia
maka perusahaan akan untung namun apabila peserta baru sekali membayar
ditakdirkan meninggal maka perusahaan akan rugi. Dengan demikian menurut
pandangan syariah terjadi cacat karena ketidakjelasan (gharar) dalam hal berapa
besar yang akan dibayarkan oleh pemegang polis (pada produk saving) atau berapa
besar yang akan diterima pemegang polis (pada produk non-saving).

 Gharar (Ketidakjelasan)
◦ Definisi gharar menurut Madzhab Syafii adalah apa-apa yang akibatnya tersembunyi
dalam pandangan kita dan akibat yang paling kita takuti.
◦ Gharar/ketidakjelasan itu terjadi pada asuransi konvensional, dikarenakan tidak
adanya batas waktu pembayaran premi yang didasarkan atas usia tertanggung,
sementara kita sepakat bahwa usia seseorang berada di tangan Yang Mahakuasa. Jika
baru sekali seorang tertanggung membayar premi ditakdirkan meninggal, perusahaan
akan rugi sementara pihak tertanggung merasa untung secara materi. Jika tertanggung
dipanjangkan usianya, perusahaan akan untung dan tertanggung merasa rugi secara
financial. Dengan kata lain kedua belah pihak tidak mengetahui seberapa lama
masing-masing pihak menjalankan transaksi tersebut. Ketidakjelasan jangka waktu
pembayaran dan jumlah pembayaran mengakibatkan ketidaklengkapan suatu rukun
akad, yang kita kenal sebagai gharar. Para ulama berpendapat bahwa perjanjian jual
beli/akad tadabuli tersebut cacat secara hukum.
◦ Pada asuransi syariah akad tadabuli diganti dengan akad takafuli, yaitu suatu niat
tolong-menolong sesama peserta apabila ada yang ditakdirkan mendapat musibah.
Mekanisme ini oleh para ulama dianggap paling selamat, karena kita menghindari
larangan Allah dalam praktik muamalah yang gharar.
◦ Pada akad asuransi konvensional dana peserta menjadi milik perusahaan asuransi
(transfer of fund). Sedangkan dalam asuransi syariah, dana yang terkumpul adalah
milik peserta (shahibul mal) dan perusahaan asuransi syariah (mudharib) tidak bisa
mengklaim menjadi milik perusahaan.

 Tabarru dan Tabungan


◦ Tabarru berasal dari kata tabarraa-yatabarra-tabarrawan, yang artinya sumbangan
atau derma. Orang yang menyumbang disebut mutabarri (dermawan). Niat
RHEA RENATA/1102012243

bertabbaru bermaksud memberikan dana kebajikan secara ikhlas untuk tujuan saling
membantu satu sama lain sesama peserta asuransi syariah, ketika di antaranya ada
yang mendapat musibah. Oleh karena itu dana tabarru disimpan dalam rekening
khusus. Apabila ada yang tertimpa musibah, dana klaim yang diberikan adalah dari
rekening tabarru yang sudah diniatkan oleh sesama peserta untuk saling menolong.
◦ Menyisihkan harta untuk tujuan membantu orang yang terkena musibah sangat
dianjurkan dalam agama Islam, dan akan mendapat balasan yang sangat besar di
hadapan Allah, sebagaimana digambarkan dalam hadist Nabi SAW,"Barang siapa
memenuhi hajat saudaranya maka Allah akan memenuhi hajatnya."(HR Bukhari
Muslim dan Abu Daud).
◦ Untuk produk asuransi jiwa syariah yang mengandung unsur saving maka dana yang
dititipkan oleh peserta (premi) selain terdiri dari unsur dana tabarru terdapat pula
unsur dana tabungan yang digunakan sebagai dana investasi oleh perusahaan.
Sementara investasi pada asuransi kerugian syariah menggunakan dana tabarru
karena tidak ada unsur saving. Hasil dari investasi akan dibagikan kepada peserta
sesuai dengan akad awal. Jika peserta mengundurkan diri maka dana tabungan
beserta hasilnya akan dikembalikan kepada peserta secara penuh.
◦ Prof. Mustafa Ahmad Zarqa berkata bahwa dalam asuransi konvensional terdapat
unsur gharar yang pada gilirannya menimbulkan qimar. Sedangkan al qimar sama
dengan al maisir. Muhammad Fadli Yusuf menjelaskan unsur maisir dalam asuransi
konvensional karena adanya unsur gharar, terutama dalam kasus asuransi jiwa.
Apabila pemegang polis asuransi jiwa meninggal dunia sebelum periode akhir polis
asuransinya dan telah membayar preminya sebagian, maka ahliwaris akan menerima
sejumlah uang tertentu. Pemegang polistidak mengetahui dari mana dan bagaimana
cara perusahaan asuransi konvensional membayarkan uang pertanggungannya. Hal
ini dipandang karena keuntungan yang diperoleh berasal dari keberanian mengambil
risiko oleh perusahaan yang bersangkutan. Muhammad Fadli Yusuf mengatakan,
tetapi apabila pemegang polis mengambil asuransi itu tidak dapat disebut judi. Yang
boleh disebut judi jika perusahaan asuransi mengandalkan banyak/sedikitnya klaim
yang dibayar. Sebab keuntungan perusahaan asuransi sangat dipengaruhi oleh banyak
/sedikitnya klaim yang dibayarkannya.

 Riba
◦ Dalam hal riba, semua asuransi konvensional menginvestasikan dananya dengan
bunga, yang berarti selalu melibatkan diri dalam riba. Hal demikian juga dilakukan
saat perhitungan kepada peserta, dilakukan dengan menghitung keuntungan di depan.
Investasi asuransi konvensional mengacu pada peraturan pemerintah yaitu investasi
wajib dilakukan pada jenis investasi yang aman dan menguntungkan serta memiliki
likuiditas yang sesuai dengan kewajiban yang harus dipenuhi. Begitu pula dengan
Keputusan Menteri Keuangan No. 424/KMK.6/2003 Tentang Kesehatan Keuangan
Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Semua jenis investasi yang diatur
dalam peraturan pemerintah dan KMK dilakukan berdasarkan sistem bunga.
◦ Asuransi syariah menyimpan dananya di bnak yang berdasarkan syariat Islam dengan
sistem mudharabah. Untuk berbagai bentuk investasi lainnya didasarkan atas
petunjuk Dewan Pengawas Syariah. Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imron ayat
130,"Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan riba yang memang
RHEA RENATA/1102012243

riba itu bersifat berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu
mendapatkan keberuntungan." Hadist, "Rasulullah mengutuk pemakaian riba,
pemberi makan riba, penulisnya dan saksinya seraya bersabda kepada mereka semua
sama."(HR Muslim)

 Dana Hangus
◦ Ketidakadilan yang terjadi pada asuransi konvensional ketika seorang peserta karena
suatu sebab tertentu terpaksa mengundurkan diri sebelum masa reversing period.
Sementara ia telah beberapa kali membayar premi atau telah membayar sejumlah
uang premi. Karena kondisi tersebut maka dana yang telah dibayarkan tersebut
menjadi hangus. Demikian juga pada asuransi non-saving atau asuransi kerugian jika
habis masa kontrak dan tidak terjadi klaim, maka premi yang dibayarkan akan hangus
dan menjadi milik perusahaan.
◦ Kebijakan dana hangus yang diterapkan oleh asuransi konvensional akan
menimbulkan ketidakadilan dan merugikan peserta asuransi terutama bagi mereka
yang tidak mampu melanjutkan karena suatu hal. Di satu sisi peserta tidak punya dana
untuk melanjutkan, sedangkan jika ia tidak melanjutkan dana yang sudah masuk akan
hangus. Kondisi ini mengakibatkan posisi yang dizalimi. Prinsip muamalah melarang
kita saling menzalimi, laa dharaa wala dhirara ( tidak ada yang merugikan dan
dirugikan).
◦ Asuransi syariah dalam mekanismenya tidak mengenal dana hangus, karena nilai
tunai telah diberlakukan sejak awal peserta masuk asuransi. Bagi peserta yang baru
masuk karena satu dan lain hal mengundurkan diri maka dana/premi yang
sebelumnya dimasukkan dapat diambil kembali kecuali sebagian kecil dana yang
dniatkan sebagai dana tabarru (dana kebajikan). Hal yang sama berlaku pula pada
asuransi kerugian. Jika selama dan selesai masa kontrak tidak terjadi klaim, maka
asuransi syariah akan membagikan sebagian dana/premi tersebut dengan pola bagi
hasil 60:40 atau 70:30 sesuai kesepakatan si awal perjanjian (akad). Jadi premi yang
dibayarkan pada awal tahun masih dapat dikembalikan sebagian ke peserta (tidak
hangus). Jumlahnya sangat tergantung dari hasil investasinya.

Pandangan islam mengenai asuransi kesehatan

Melibatkan diri ke dalam asuransi ini, adalah merupakan salah satu ikhtiar untuk
mengahadapi masa depan dan masa tua. Namun karena masalah asuransi ini tidak dijelaskan
secara tegas dalam nash, maka masalahnya dipandang sebagai masalah ijtihadi, yaitu masalah
yang mungkin masih diperdebatkan dan tentunya perbedaan pendapat sukar dihindari. Ada
beberapa pandangan atau pendapat mengenai asuransi ditinjau dari fiqh Islam :

1) Asuransi itu haram dalam segala bentuknya, temasuk asuransi jiwa. Pendapat ini
dikemukakan oleh Sayyid Sabiq, Abdullah al-Qalqii (mufti Yordania), Yusuf
Qardhawi dan Muhammad Bakhil al-Muth‘i (mufti Mesir). Alasannya :
a. Asuransi sama dengan judi.
b. Asuransi mengandung unsur-unsur tidak pasti.
c. Asuransi mengandung unsur riba atau renten.
RHEA RENATA/1102012243

d. Asuransi mengandung unsur pemerasan, karena pemegang polis, apabila tidak


bisa melanjutkan pembayaran preminya, akan hilang premi yang sudah dibayar
atau dikurangi.
e. Premi-premi yang sudah dibayar akan diputar dalam praktek-praktek riba.
f. Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai.
g. Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis, dan sama halnya dengan
mendahului takdir Allah.
2) Asuransi konvensional diperbolehkan. Pendapat kedua ini dikemukakan oleh Abd.
Wahab Khalaf, Mustafa Akhmad Zarqa (guru besar Hukum Islam Fakultas Syari‘ah
Universitas Syria), Muhammad Yusuf Musa (guru besar Hukum Isalm Universitas
Cairo Mesir), dan Abd. Rakhman Isa (pengarang kitab al-Muamallha al-Haditsah wa
Ahkamuha). Mereka beralasan :
a. Tidak ada nash (al-Qur‘an dan Sunnah) yang melarang asuransi.
b. Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak.
c. Saling menguntungkan kedua belah pihak.
d. Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum, sebab premi-premi yang
terkumpul dapat diinvestasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan
pembangunan.
e. Asuransi termasuk akad mudhrabah (bagi hasil).
f. Asuransi termasuk koperasi (Syirkah Ta‘awuniyah).
g. Asuransi dianalogikan (qiyaskan) dengan sistem pensiun seperti taspen.
3) Asuransi yang bersifat sosial diperbolehkan dan yang bersifat komersial diharamkan.
Pendapat ketiga ini dianut antara lain oleh Muhammad Abdu Zahrah (guru besar
Hukum Islam pada Universitas Cairo). Alasan kelompok ketiga ini sama dengan
kelompok pertama dalam asuransi yang bersifat komersial (haram) dan sama pula
dengan alasan kelompok kedua, dalam asuransi yang bersifat sosial (boleh).

Anda mungkin juga menyukai