Anda di halaman 1dari 7

Pengungkapan Supremasi Hukum dalam kasus Lima Pekerja PT.

Liwaus Sabena
Tidak Menggunakan Helm Pengaman Pada Proyek Laboratorium Bahasa Terpadu
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro
Oleh : Kelompok 5

1. Pendahuluan
Helm merupakan bagian dari alat pengaman diri yang wajib digunakan oleh pekerja
konstruksi bangunan. Dimana helm (safety helmet) berfungsi melindungi kepala dari
bahaya, misal terbentur dinding, jatuh dari ketinggian ataupun tertimpa material. Pada
tanggal 14 September 2016 kami melakukan pengamatan terhadap pekerja disekitar
proyek pembangunan bangunan laboratorium Bahasa terpadu Fakultas Ilmu Budaya
Undip guna mengorek info dan data data lapangan mengenai tugas pencarian kasus
untuk tugas mata kuliah Pendidikan kewarganegaraan. Pada saat itu juga kami masuk
ke dalam proyek dan melihat 5 pekerja dari PT.Liwaus Sabena tidak mengenakan
helm keselamatan, maka dari itu kami menilai bahwa hal tersebut merupakan
pelanggaran prosedur keselamatan dalam dunia teknik sipil. Menurut perkiraan kami
hal tersebut tersebut terjadi karena kurangnya kesadaran dari para pekerja akan
keamanan dirinya.

2. Tujuan
Mengungkap supremasi hukum dalam kasus Lima Pekerja PT. Liwaus Sabena
Tidak Menggunakan Helm Pengaman Pada Proyek Laboratorium Bahasa Terpadu
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

3. Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang kami gunakan untuk mengungkap kasus ini adalah :
1. Pengamatan
Pada penelitian ini kami melukakn pengamatan secara visual pada proyek
pembangunan Laboratorium Bahasa Terpadu FIB Undip.
2. Wawancara
Pada penelitian ini kami melakukan dialog dengan memberikan beberapa
pertanyaan beberapa pihak yang terkait dengan kasus untuk mendapatkan
informasi yang dibutuhkan

4. Fakta dan data


a. Fakta yang didapatkan dari lapangan
Idenstitas para pekerja
1. Nama : Sugiyo
Umur : 27 tahun
Asal : Ungaran
2. Nama : Wahyu Wijaya
Umur : 25 tahun
Asal : Ungaran
3. Nama : Daroji
Umur : 32
Asal : Salatiga
4. Nama : Widodo
Umur : 37 tahun
Asal : Salatiga
5. Nama : Rudi
Umur : 27 tahun
Asal : Ungaran

Melalui hasil pengamatan secara visual kami mendapati bahwa 5 pekerja bangunan proyek
pembangunan Laboratorium Bahasa Terpadu FIB Undip tidak mengenakan helm pengaman
ketika bekerja. Kemudian melalui hasil wawancara kelima orang pekerja tersebut kami
menanyakan beberapa pertanyaan yang meliputi :
1. “Mengapa anda tidak menggunakan helm proyek pada saat bekerja?”
Jawaban : “ribet kalau harus pakai helm dan memang tidak biasa menggunakan helm”

2. “Apakah disediakan helm proyek?”


Jawaban : “disediakan kok,tapi males aja mau pakai”

3. “Bagaimana jika terjadi kecelakaan kerja dan kepala anda mengalami cidera?”
Jawaban : “ya bagaimana ya, sepertinya si tidak terjadi. Kalua terjadi ya musibah”
4. “Apakah pernah ditegur oleh pengawas karena tidak menggunakan helm proyek?”
Jawaban : “tidak pernah di tegur”
Kami meyimpulkan jawaban dari setiap pertanyaan tersebut yaitu
1. Kelima pekerja tersebut sudah merasa terbiasa tidak menggunakan helm pada saat bekerja
dan juga malas untuk menggunakan helm. Karena dianggap “ribet” ketika menggunakan
helm
2. Disediakan Helm tapi malas memakai.
3. Para pekerja merasa sudah yakin tidak akan terjadi kecelakaan kerja.
4. Belum pernah ditegur oleh pengawas terkait penggunaan helm proyek pada saat bekerja.

Hasil penggalian informasi kepada kontraktor pengawas

Bahwa pihak kontraktor sudah memberikan fasilitas helm pengaman tapi tidak menghimbau
kelima pekerja yang tidak memakai helm. Karena pihak pengawas juga menilai itu menjadi hal yang
sudah biasa bagi pekerja.

Di dalam proyek tidak terdapat perwakilan dari safety officer yang bertanggungjawab melakukan
pengawasan terhadap keselamatan pekerja

Dokumentasi foto :
Foto kelima pekerja bangunan yang tidak menggunakan helm pengaman.

Foto bendera K3 yang seharusnya menandakan bahwa proyek tersebut mengutamakan “safety first”
kepada seluruh pekerjanya

5. Analisis Fakta dan data


Pada setiap pekerjaan, ancaman bahaya kecelakaan pasti selalu ada. Pekerjaan konstruksi adalah salah
satunya. Kecelakaan ini bisa menyebabkan ancaman serius pada kesehatan dan keselamatan baik
dalam jangka pendek maupun panjang. Oleh karena itu, keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dalam
pelaksanaan pekerjaan konstruksi harus diperhatikan.

Pelaksanaan K3 dalam pekerjaan konstruksi dapat dilakukan dengan berbagai macam cara.
Perlindungan keselamatan diawali dengan penggunaan alat pelindung diri (APD) dan sarana
kesehatan kerja yang baik. Selanjutnya, perilaku kerja yang baik dan penggunaan peralatan kerja yang
benar.

Salah satu alat pengaman diri (APD) yang wajib dipakai oleh pekerja konstruksi adalah helm
pengaman (safety helmet).

Pengertian :
Safety helmet dirancang guna melindungi kepala dari special resisting penetration seperti
terbentur dengan pipa, atap dan kemungkinan jatuhnya benda dari atas. Cara penggunaan Helm Safety
yang benar akan memberikan perlindungan maksimal bagi kepala . Penggunaan Helm Safety secara
tepat dan benar dapat mengurangi konsekuensi yang timbul ketika terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan.

Bagian – bagian dari safety helmet

1. Brim : adalah bagian terluar dari helm yang keras guna melindungi kepala.
2. Suspension : Peredam benturan biasanya berbentuk tali yang memberi jarak antara lapisan
terluar dengan kepala kita.
3. Peak : Moncong helm yang melindungi bagian mata.
4. Chin strap : adalah tali yang dipasang didagu agar helm tidak mudah lepas.
5. Nape strap : adalah bagian yang bersifat adjustable yang berguna untuk mennyesuaikan
sehingga fit di kepala kita.

Bahaya yang terjadi bila tidak memakai safety helmet :

Kepala merupakan organ paling vital pada manusia, ketika kita sedang bekerja pastilah ada
seuatu kejadian yang tak terduga dan tak diinginkan oleh kita, misalnya ketika kita bekerja di
konstruksi bangunan, kejatuhan benda-benda seperti batu bata dan lain-lain bisa saja terjadi, oleh
karena itu keselamatan kerja perlu diperhatikan, bila tidak ketika kejadian yang tak kita ingikan terjadi
bisa saja kita terkena beberapa resiko yaitu gagar otak, hilang ingatan, dan yang terburuk kematian,
maka dari itu keselamatan kerja perlu di utamakan.

Dalam kasus ini didapati bahwa terdapat 5 pekerja dari PT.Liwaus Sabena yang tidak
memakai helm pengaman (safety helmet) ketika bekerja pada proyek pembangunan laboratorium
Bahasa terpadu FIB Undip. Dari fakta yang didapatkan dari lapangan pekerja enggan memakai helm
pengaman yang sudah disediakan oleh pihak kontraktor.

Kontraktor adalah pelaksana konstruksi. Kontraktor wajib menyediakan segala sarana yang
dibutuhkan untuk membangun suatu proyek termasuk mengadakan alat pengaman bagi pekerja dan
menjamin keselamatan kerja para pekerjanya.

Safety officer adalah petugas / pekerja dan pelaksana konstruksi untuk melaksanakan K3 di
bidang konstruksi. Fungsi dari safety officer adalah mengawasi jalannya K3 dalam berjalannya suatu
proyek. Namun ternyata pada proyek pembangunan Laboratorium Bahasa Terpadu FIB Undip tidak
dijumpai safety officer yang bertanggungjawab mengawasi berlangsungnya K3 (Keselamatan dan
kesehatan Kerja) di dalam proyek. Terbukti dengan adanya pekerja yang tidak memakai helm
dibiarkan bekerja begitu saja.

6. Pemecahan masalah
Tema pengungkapan kasus yang dipakai adalah “Supremasi hukum dalam bidang Teknik Sipil”.
Kasus “5 Pekerja PT.Liwaus Sabena tidak menggunakan helm pengaman pada proyek Laboratorium
Bahasa Terpadu Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro” ini diangkat karena helm adalah
salah satu unsur sarana K3 (Keamanan dan Kesehatan Kerja) dimana K3 sendiri memiliki aturan dan
standar yang jelas dalam UU, kasus ini dianggap melanggar hukum pidana K3 dalam dunia teknik
sipil.

Dalam UU nomor 1 tahun 1970 dijelaskan bahwa seluruh tempat kerja memiliki resiko atau
bahaya dan pengurus (kontraktor) harus menjamin keslamatan kerja pekerjanya. Sedangkan dalam
kasus ini jelas terdapat pelanggaran terhadap pasal tersebut karena mengabaikan keselamatan pekerja
konstruksi dengan membiarkan pekerja tidak memakai helm keselamatan.

Dalam UU No.1 Tahun 1970 pasal 13 disebutkan bahwa Barang siapa akan memasuki
sesuatu tempat kerja, diwajibkan mentaati semua petunjuk keselamatan kerja dan memakai alat-alat
perlindungan diri yang diwajibkan. Jadi semua pekerja yang ada didalam proyek wajib untuk
menggunakan alat perlindungan diri baik itu pekerja buruh,engineer,maupun pengawas. Hal ini juga
diatur dalam peraturan Menakertrans Nomor PER.08/MEN/VII/2010 pasal 4.

Pada UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dijelaskan bahwa pengusaha


berkewajiban untuk melakukan pembinaan dan pelatihan pada tenaga kerjanya. Hal ini juga termaktub
dalam UU No.1 Tahun 1970 pasal 9. Sedangkan dalam kasus ini jelas terdapat pelanggaran terhadap
pasal tersebut karena tidak adanya pembinaan, pengawasan ataupun pelatihan dari pihak pengusaha
kepada pekerja.

Disebutkan juga dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU


Ketenagakerjaan), khususnya mengenai tenaga kerja dalam hubungan kerja (berdasarkan perjanjian
kerja) pada dasarnya adalah merupakan hubungan hukum perdata (privaatrecht). Namun, agar
manusia sebagai makhluk Ilahi tidak dieksploitasi (exploitation de long parlong) dan agar tidak terjadi
pelanggaran hak azasi manusia (HAM), maka Negara mengatur (melalui UU) perlindungan kepada
tenaga kerja serta memperketat persyaratan (administratif) untuk mempekerjakan seorang tenaga
kerja.

Pada UU No.1 Tahun 1970 pasal 15 disebutkan pula bahwa apabila melanggar ketentuan –
ketentuan yang berlaku maka :
1. Pelaksanaan ketentuan tersebut pada pasal-pasal di atas diatur lebih lanjut dengan peraturan
perundangan.
2. Peraturan perundangan tersebut pada ayat (1) dapat memberikan ancaman pidana atas
pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau
denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah).
3. Tindak pidana tersebut adalah pelanggaran.

Ditinjau dari fakta di Lapangan tampak pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja dan tidak
adanya pengawasan dari pihak safety officer selaku controler dari berjalannya prosedur keselamatan
kerja. Seharusnya pihak Disnakertrans (Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi) melakukan
penintdakan atas pelanggaran tersebut.

Hal yang paling pentinng untuk mewujudkan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja di
dalam proyek adalah dari pekerja sendiri harus meningkatkan kepekaan akan keselamatan diri, serta
pengawasan dan pembinaan oleh pengawas mengenai K3.

Solusi untuk menangani kasus tersebut adalah :

1. Pihak kontraktor yang bersangkutan harus melakukan sosialisai pentingnya mengenakan helm
pengaman kepada para pekerjanya. Pendekatan secara personal biasanya lebih berdampak.

2. Menyediakan helm pengaman dan mewajiban pekerjanya menggunakannya.


3. Melakukan pengawasan berkala terhadap pekerja dalam menggunakan alat pengaman diri
khususnya helm.
4. Menempatkan safety officer sebagai pengawas jalannya prosedur K3 di dalam proyek.
5. Memberikan sanksi yang sesuai dengan undang – undang yang berlaku. Sehingga pihak yang
menjadi objek menjadi taat terhadap prosedur keselamatan yang berlaku.

Saran
1. Disnakertrans dan PU sebaiknya melakukan pengecekan rutin kepada kontraktor mengenai
penyediaan APD pada pekerjanya.
2. Perlu adanya penyuluhan pentingnya penggunaan APD oleh pihak Kontraktor dan atau
Disnakertrans kepada pekerja.
3. Pihak kontraktor sebaiknya melakukan pendekatan pada pekerjanya

Anda mungkin juga menyukai