Mahasiswa adalah anggota masyarakat yang berada pada tatanan elit karena pendidikan
intelektual yang dimilikinya, yang dengan demikian mempunyai kekhasan fungsi, peran dan
tanggung jawab. Pada dasarnya mahasiswa memiliki identitas diri yang tersusun dalam
sebuah istilah yang tidak asing di telinga yaitu “Tri Darma Perguruan Tinggi”. Istilah ini jika
diartikan ke dalam bahasa indonesia berarti tiga janji perguruan tinggi yaitu pendidikan,
penelitian dan pengabdian masyarakat. Dari identitas dirinya tersebut, secara tidak
langsung mahasiswa mempunyai tanggung jawab intelektual, sosial, dan moral. Mahasiswa
memiliki peran istimewa yang harus dipikul, yaitu sebagai agent of change, social
control, iron stock, dan moral forcedalam masyarakat.
Saat ini, posisi mahasiswa dalam tatanan sosial kehidupan bermasyarakat adalah
sebagai tulang punggung negara dan tonggak kemajuan bangsa. Harapan akan adanya
perubahan untuk menuju Indonesia yang lebih baik ada di pundak mahasiswa sebagai agent
of change. Hal ini menjadi kewajiban yang harus dituntaskan oleh mahasiswa mengingat
masa depan bangsa Indonesia ada di tangan mereka. Mahasiswa tidak lagi berperan sebagai
individu yang hanya memikirkan masa depan pribadi, namun secara sadar bersedia untuk
mengabdikan dirinya bagi kemajuan bangsa di masa mendatang. Berdasarkan bunyi Tri
Darma Perguruan Tinggi yang ketiga, mahasiswa harus bisa bersosialisasi dan berkontribusi
secara nyata melalui pengabdian masyarakat.
Namun saat ini memang mahasiswa dalam kehidupanya tidak dapat memberikan
contoh dan keteladanan yang baik dan telah meninggalkan amanah dan tanggung jawabnya
sebagai kaum terpelajar. Jika hari ini kegiatan mahasiswa berorientasi pada hedonisme,
lebih suka mengisi waktu luang mereka dengan agenda rutin pacaran, dan jika hari ini
mahasiswa lebih suka dengan kegiatan festival musik dan kompetisi (entertainment) dengan
alasan kreativitas, dibanding memperhatikan dan memperbaiki kondisi masyarakat dan
mengalihkan kreativitasnya pada hal-hal yang menyentuh ke masyarakat, maka mahasiswa
semacam ini adalah potret “generasi khilaf”, yaitu generasi yang terlena dan lupa akan tugas
dan tanggung jawabnya sebagai seorang pemuda dan mahasiswa. Seharusnya menjadi
mahasiswa bukan sekedar mencari nilai tinggi pada selembar ijazah, apalagi sejuta
kesenangan belaka, tetapi mahasiswa harus menciptakan nilai tinggi pada berbagai lini
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa mahasiswa harus menumbuhkan jiwa sosial dengan
menjunjung tinggi solidaritas yang tidak dibatasi oleh kepentingan kelompok, namun
solidaritas yang universal yang dapat melepaskan keangkuhan dan kesombongan.
Mahasiswa tidak bisa melihat penderitaan orang lain, tidak bisa melihat adanya kaum
tertindas dan dibiarkan begitu saja. Mahasiswa dengan sifat kasih dan sayangnya turun dan
memberikan bantuan bagi siapa saja yang memerlukan. Betapa peran sosial mahasiswa jauh
dari pragmatisme, dan masyarakat dapat merasakan bahwa mahasiswa adalah bagian yang
tidak dapat terpisahkan dari masyarakat, bagian dari solusi masalah yang mereka hadapi,
dan sebagai iron stock yang akan merubah bangsa ini menjadi lebih baik di masa mendatang.