Anda di halaman 1dari 31

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemberian MP ASI sebelum usia 6 bulan dapat membahayakan

bayi karena pencernaan bayi belum berkembang sempurna sehingga

belumdapatmencerna makanan dengan baik dan hanya akan menimbulkan

keluhan perut dan pencernaan yang bahkan dapat menimbulkan masalah

yang lebih serius seperti permasalahan gizi buruk, gamgguan metabolisme

tubuh tertentu serta diare (Suririnah, 2009). Diare merupakan infeksi usus

yang menyebabkankeadaan feses bayi encer dan berair, dengan frekuensi

lebih dari 3 kali perhari dan konsistensi lebih lembek atau cair. Mekanisme

penyebab timbulnya diare yaitu gangguan osmotik yang disebabkan oleh

makanan atauzat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan

osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan

elektrolit ke dalam rongga usus. Kemudian timbul diare karena

peningkatanisi rongga usus akibat makanan yang diberikan tidak sesuai,

serta gangguan motilitis usus berupa hiperperistaltik yang mengakibatkan

berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul

diare yang disebabkan jumlah makanan yang diberikan tidak sesuai

(Widjaja, 2002). Dari hasil studi pendahuluan tanggal 25 Juni 2018 di

dapatkan 68 Balita yang terdaftar di posyandu Anggrek Desa Aeng Sareh.

Jumlah bayi usia 0-6 bulan sekitar 30 bayi. Dari jumlah bayi yang usia 0-6

bulan ada yg sudah MP-ASI sehingga menyebabkan bayi mengalami

diare.

7
2

Sejak tahun 2006 Worl Health Organization (WHO) mencatat

jumlah ibu yangmemberi MP-ASI dibawah usia 2 bulan mencakup 64%

total bayi yang ada, 46% pada bayi usia 2-3 bulan, dan 14% pada bayi usia

4-6 bulan. Berdasarkan data hasil survey Demografi Kesehatan Indonesia

(SDKI) 2007 didapatkan data jumlah pemberian ASI eksklusif pada bayi

di usia kurang 2 bulan hanya mencakup 48,3% dari486 total bayi.

presentase tersebut menurun seiring dengan bertambahnya usia bayi yakni

34,4% pada bayi usia 2-3 bulan, 17,8%pada bayi usia 4-5 bulan, yang

lebih memprihatinkan sekitar 3 diantara sepuluh anak (28%) bayi dibawah

usia 2 bulantelah diberi susu formula dan 27,2% bayi usia 2-3 bulan telah

diberikan makanan tambahan (SDKI, 2007). Berdasarkan penelitian

Aditya 2015 di Kecamatan Singosari Kabupaten Malang di dapatkan

angka kejadian diare bayi usia 0-6 bulan yaitu 21 bayi.


Jenis MP-ASI pada bayiusia 6 bulan adalahmakanan semi cair

(dihaluskan) dan dimasak. MP-ASI yang boleh di konsumsi bayi usia 6

bulan berupa (bubur lunak) seperti bubur susu, yaitu tepung serealia

(misalnya, beras merah, beras putih dan terigu) dicampur dengan nasi tim

atau susu dicampur lauk (misalnya, daging dan hati) kemudiansayuran

(misalnya labu, kacang hijau, wortel, bayam) serta buah-buahan berupa

pisang, alpukat, apel, pir yang sudah dihancurkan atau disajikan dalam

bentuk jus.
Tujuan pemberian MP-ASI adalah agar kualitas dan kuantitas

untuk pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan bayi berkembang

pesat (Indiarti, 2009). Namun sebelum memperkenalkan MP-ASI bayi

harus diberi ASI eksklusif selama 6 bulan. Dimana ASI merupakan


3

makanan utama bayi 0-6 bulan yang mengandung nutrisi tinggi dan

berenergi tinggi. Bayi sudah dapat mengkonsumsi makanan berserat, jika

keterampilan mengunyah dan menelannya sudah berkembang. Demikian

jumlah makanan harus ditingkatkan porsinya secara bertahap sesuai

dengan isi lambung bayi. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan adalah

cara yang paling optimal dalam pemberian makanan kepada bayi (Indiarti,

2009). Tetapihal ini kurang diperhatikan oleh para ibu-ibu sehingga pada

usia 3-4 bulan mereka sudah memberikan MP-ASI. Akibatnya pemberian

MP-ASIpada umur yang terlalu dini akan dapat membahayakan bayi

karena pencernaan bayi belum berkembang sempurna sehingga belum

dapat mencerna makanan dengan baik danhanya akan menimbulkan

keluhan perut dan pencernaan yang bahkan dapat menimbulkan masalah

yang lebih serius seperti diare (Suririnah, 2009).


Bertambahnya usia bayi mengakibatkan bertambah pula kebutuhan

gizinya.Ketika bayi memasuki usia 6 bulan ke atas,beberapa elemen nutrisi

seperti karbohidrat,protein dan beberapa vitamin serta mineral yang

terkandung dalam ASI atau susu formula tidak lagi mencukupi,oleh sebab

itu setelah usia 6 bulan bayi perlu mulai di beri MP-ASI agar kebutuhan

gizi bayi terpenuhi.Dalam pemberian MP-ASI,yang perlu di perhatikan

adalah usia,frekuensi,porsi,jenis,dan cara pemberian MP-ASI pada tahap

awal.Pemberian MP-ASI yang tepat diharapkan tidak hanya dapat

memenuhi kebutuhan gizi bayi, namun juga merangsang keterampilan

makan dan merangsang rasa percaya diri pada bayi(Depkes RI,

2007).Pemberian MP-ASI setelah bayi umur 6 bulan,akan memberikan

perlindungan besar pada bayi dari berbagai macam penyakit hal ini di
4

sebabkan system imun pada bayi yang berusia kurang dari 6 bulan belum

sempurna, sehingga pemberian MP-ASI dini sam saja dengan membuka

pintu gerbang masuknya berbagai jenis kuman penyakit termasuk diare.


Salah satu upaya pencegahan yang telah dilakukan oleh petugas

kesehatan di Puskesmas Banyuanyar untuk menanggulangi kejadian diare

akibat pola penyapihanyangsalah adalahdenganmeningkatkan pemahaman

orangtua (ibu-ibu) tentangwaktu yang tepat dalam pemberian MP-ASI

pada bayi usia 6 bulan, sedangkan pada bayi usia kurang dari 6 bulan

hanya diberikan ASI eksklusif saja (Depkes RI, 2006). Memberitahu

petugas kader untuk melakukan kegiatan penyuluhan tentang pengenalan

dan pemberian MP-ASI yang dilakukan secara bertahap baik bentuk

maupun jumlahnya, sesuai dengan kemampuan pencernaan bayi (Widodo,

2009). Berdasarkan alasan diatas peneliti tertarik melakukan penelitian

tentang “ Hubungan pemberianmakanan pendamping ASI dengan kejadian

diare pada bayi sebelum usia 6 bulan di Posyandu Anggrek”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan penelitian ini

adalah :Apakah ada hubunganantara pemberian MP-ASI dengan kejadian

diare pada bayi sebelum usia 6 bulan di Posyandu Anggrek Wilayah

Puskesmas Banyuanyar?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui hubungan antara pemberian MP-ASI dengan kejadian

diare pada bayi sebelum usia 6 bulan di Posyandu Anggrek Wilayah

Puskesmas Banyuanyar.
5

1.3.2 Tujuan khusus


a. Mengidentifikasi pemberian MP-ASI pada bayi sebelum usia 6

bulan di Posyandu Anggrek Wilayah Puskesmas Banyuanyar


b. Mengidentifikasi kejadian diare pada bayi sebelumusia 6 bulan di

Posyandu Anggrek Wilayah Puskesmas Banyuanyar


c. Menganalisia hubunganantara pemberian MP-ASI dengankejadian

diare pada bayi sebelum usia 6 bulan di wilayah Puskesmas Banyuanyar

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Teoritis
Hasil penelitian ini dapat menjelaskan hubungan antara pemberian

MP- ASI dengan kejadian diare sehingga dapat menjadi dasar

pengembangan ilmu keperawatan anak terutama pencegahan diare pada

anak
1.4.2 Praktis
Memberikan gambaran mengenai MP-ASI sehingga dapat

digunakan sebagai dasar dalam membuat program.


a. Ibu-Ibu yang Memiliki Bayi Kurang dari 6 Bulan
Memberikan informasi tentang hubungan pemberian MP-ASI

sebelum usia 6 bulan dengan kejadian diare, sehingga dapat

meningkatkan kesadaran ibu-ibu terhadap pentingnya pemberian ASI

eksklusif pada bayisebelum usia 6 bulan dan pemberian MP-ASI pada

bayi usia 6-8 bulan yang benar kepada bayi mereka agar terhindar dari

diare.
b. Bagi Para Kader
Memberikan informasi dan meningkatkan pengetahuan para

kader tentang hubungan pemberian MP-ASI secara dini dengan

kejadian diare sehingga dapat meningkatkan pelayanan para kader di

posyandu.
c. Bagi Tenaga Kesehatan
6

Penelitian ini dapat dijadikan dasar dan bahan masukan dalam

memberikanpendidikan kesehatan bagi masyarakat tentang waktu yang

tepat untuk memberikan MP-ASI.


1

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Makanan Pendamping ASI

2.1.1 Pengertian Makanan Pendamping ASI


Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau

minuman yang mengandung gizi diberikan kepada bayi atau anak usia 6-

24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain ASI (Depkes RI, 2006).

MP-ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung gizi diberikan

pada bayi atau anak untuk memenuhi kebutuhan gizinya di saat usia 6-24

bulan dan merupakan proses perubahan dari asupan susu menuju ke

makanan semi padat (Indiarti, 2009).


2.1.2 Usia pemberian makanan pendamping ASI
Menurut Depkes RI ( 2007 ) usia pada saat pertama kali pemberian

makanan pendamping ASI pada anak yang tepat dan benar adalah setelah

anak berusia6 bulan , dengan tujuan agar anak tidak mengalami infeksi

atau ganguan pencernaan akibat virus atau bakteri.Berdasarkan usia anak,

dapat dikatagorikan menjadi:


a. Pada usia 6 sampai 9 bulan
1) Memberikan makanan lumat dalam tiga kali sehari dengan

takaran yang cukup


2) Memberikanmakanan selingan satu hari sekali dengan porsi

kecil
3) Memperkenalkan bayi atau anak dengan beranekaragam

makanan

b. Pada usia lebih dari 9 sampai 12 bulan

7
2

1) Memberikan makanan lunak dalam 3 kali sehari dengan

takaran yang cukup


2) Memberikan makanan selingan 1hari sekali
3) Memperkenalkan bayi atau anak dengan beraneka ragam

makanan
c. Pada usia lebih dari 12 sampai 24 bulan
1) Memberikan makanan keluarga 3 kali sehari
2) Memberikan makanan selingan 2 kali sehari
3) Memberikan beraneka ragam bahan makanan setiap hari
2.1.3 Frekuensi pemberian makanan pendamping ASI
Menurut Depkes RI (2007) frekuensi dalam pemberian makanaan

pendamping ASI yang tepat biasanya di berikan 3 kali sehari.Pemberian

makanan pendamping ASI dalam frekuensi yang berlebihan atau di

berikan lebih dari 3 kali sehari,kemungkinan dapat terjadinya diare


2.1.4 Porsi pemberian makanan pendampingASI
Menurut Depkes RI (2007) untuk tiap kali makan,dalam pemberian

porsi yang tepat adalah :


a. Pada usia 6 bulan,beri 6 sendok makan
b. Pada usia 7 bulan,beri 7 sendok makan
c. Pada usia 8 bulan,beri 8 sendok makan
d. Pada usia 9 bulan,beri 9 sendok makan
e. Pada usia 10 bulan,beri 10 sendok makan,dan usia selanjutnya

porsi pemberiannya menyesuaikan dengan usia anak.


2.1.5 Jenis makanan pendamping ASI
Dalam pemilihan jenis makanan,biasanya diawali dengan proses

pengenalan terlebih dahulu mengenai jenis makanan yang tidak

menyebabkan alergi,umumnya yang mengandung kadar protein paling

rendah seperti serelia (beras merah atau beras putih).Khusus

sayuran,mulailah dengan yang rasanya hambar seperti kentang,kacang

hijau,labu,zucchini.Kemudian memperkenalkan makanan buah seperti

alpukat, pisang, apel dan pir.


Menurut Depkes RI (2007) jenis makanan pendamping ASI yang

baik adalah yang terbuat dari bahan makanan yang segar,seperti


3

tempe,kacang kacangan,telur ayam,hati ayam,ikan,sayur mayur dan buah

buahan.Jenis jenis makanan pendamping yang tepat dan diberikan sesuai

usia anak adalah sebagai berikut :


a. Makanan lumat
Makanan lumat adalah makanan yang dihancurkan,dihaluskan

atau disaring dan bentuknya lebih lembut atau halus tanpa

ampas.Biasanya makanan lumat ini diberikan saat anak berusia 6

sampai 9 bulan,contohnya berupa bubur susu,bubur sumsum,pisang

saring atau dikerok,pepaya saring dan nasi tim saring.


b. Makanan lunak
Makanan lunak adalah makanan yang dimasak dengan banyak

air atau teksturnya agak kasar dari makanan lumat.Makanan lunak ini

diberikan ketika anak usia 9 sampai 12 bulan.Makanan ini berupa

bubur nasi,bubur ayam,nasi tim,kentang puri.


c. Makanan padat
Makanan padat adalah makanan lunak yang tidak tampak berair

dan biasanya di sebut makanan keluarga.Makanan ini mulai dikenalkan

pada anak usia 12-24 bulan,contohnya berupa lontong,nasi,lauk

pauk,sayur bersantan,dan buah-buahan.


2.1.6 Cara pemberian makanan pendamping ASI
MenurutDepkes RI (2007) pemberian makanan pendamping ASI

pada anak yang tepat dan benar adalah :


a. Selalu mencuci tangan sebelum mulai mempersiapkan makanan

pada bayi atau anak.


b. Mencuci bahan makanan (sayuran,beras,ikan,daging dll) dengan

air mengalir sebelum diolah menjadi makanan yg akan di berikan

kepada bayi atau anak.


c. Mencuci kembali peralatan dapur sebelum dan sesudah di gunakan

untuk memasak,walaupun peralatan tersebut tampak bersih.


4

d. Peralatan makanan bayi atau anak,seperti mangkok,sendok,dan

cangkir,harus dicuci kembali sebelum di gunakan oleh bayi dan anak.


e. Dalam pemberian makanan pendamping pada bayi atau

anak,hendaknya berdasarkan tahapan usia anak.


f. Jangan menyimpan makanan yang tidak dihabiskan bayi atau anak.

Ludah yang terbawa oleh sendok bayi atau anak akan menyebarkan

bakteri.

2.2 Diare pada Anak


2.2.1 Pengertian Diare
Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali

pada bayi, konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula

bercampur lendir dan darah atau lendir saja (Ngastiyah, 2003).


Diare adalah buang air besar dengan jumlah tinja yang lebih

banyak dari biasanya (normalnya 100-200 ml/jam), dengan tinja berbentuk

cairan dan frekwensi defekasi yang meningkat (Mansjoer, 2001).


Diare merupakan gejala yang terjadi karena kelainan yang

melibatkan fungsi pencernaan, penyerapan dan sekresi (Wong, 2008).


Diare adalah kondisi dimana terjadi frekwensi defekasi abnormal

(≥ 3x/hari), serta perubahan dalam isinya (≥ 200 gram/hari) dengan

kosistensi cair (Smeltzer, 2001).


Diare dapat disebabkan oleh intoksikasi makanan, makanan pedas,

makanan yang mengandung bakteri atau toksin. Alergi terhadap makanan

tertentu seperti susu sapi, terjadi malabsorbsi karbohidrat, disakarida,

lemak, protein, vitamin dan mineral (Ahira, 2011).


2.2.2 Tanda dan Gejala Diare
Mula-mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya

meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada. Frekuensi buang air

besar yang lebih dari 4 kali pada bayi dan 3 kali pada anak: konsistensi

feses encer, dapat pula bercampur dengan lendir dan darah atau hanya
5

lendir saja. Individu mengalami perubahan dalam kebiasaan BAB yang

normal, ditandai dengan seringnya kehilangan cairan dan feses yang tidak

berbentuk (Nursalam, 2005). Warna tinja makin lama berubah berubah

kehijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya

timbul lecet karena sering defekasi dan tinja makin lama makin asam

sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang

tidak diabsorsi oleh usus selama diare (Ngastiyah, 2003).


2.2.3 Faktor Penyebab Diare
a. Menurut Depkes RI (2000)
1) Faktor Lingkungan
a) Pasokan air tidak memadai.
b) Air terkontaminasi tinja.
c) Fasilitas kebersihan kurang.
d) Kebersihan pribadi buruk, misalnya tidak mencuci tangan

setelah buang air.


e) Kebersihan rumah buruk, misalnya tidak membuang tinja

anak di WC.
f) Metode penyiapan dan penyimpanan makanan tidak

higienes. Misalnya makanan dimasak tanpa dicuci terlebih

dahulu atau tidak menutup makanan yang telah dimasak.


2) Praktik Penyapihan yang Salah
a) Pemberian ASI eksklusif dihentikan sebelum bayi berusia 6

bulan dan melalui pemberian susu melalui botol.


b) Berhenti menyusui sebelum anak berusia setahun.
c) Pemberian makanan pendamping ASI sebelum usia 6 bulan

3) Faktor Individu

Kurang gizi. Frekuensi, durasi dan keparahan diare lebih

tinggi pada anak-anak kurang gizi. Mereka juga lebih beresiko

untuk mengalami komplikasi diare. kurangnya mekanisme

pertahanan alami tubuh. Misalnya, diare lebih lazim terjadi pada


6

anak-anak, baik yang mengidap campak atau yang mengalami

campak.

4) Produksi asam lambung berkurang.


5) Gerakan pada usus berkurang yang mempengaruhi aliran

makanan yang normal


b. Faktor DiareMenurut Roy (2003)
1) Jenis makanan yang diberikan salah.
Pemberian makanan pendamping pada usia sangat dini

dapat menyebabkan muntah, diare dan menangis. Kembali pada

diet susu dapat memperbaiki kondisi, diikuti dengan kembali

memperkenalkan makanan padat secara hati-hati.


2) Kuantitas makanan yang diberikan salah.
Baik kekurangan atau kelebihan dapat mengakibatkan

muntah-muntah atau menangis. Pada awal penambahan berat

badan secara konsisten buruk. Pemberian makanan yang berlebihan

pada awalnya dapat meningkatkan berat badan secara berlebihan

pula, namun setelah itu beratnya dapat menurun.

3) Cara pemberian makanan yang salah.


Pemberian ASI menuntun bimbingan dan pertolongan dari

orang yang berpengelaman. Kesulitan dalam pemberian susu botol

hanya dapt diketahui dengan mengamati bagaimana bayi makan


2.2.4 Patogenesis Diare
Mekanisme timbulnya diare berdasarkan patofisiologinya

(Ngastiyah, 2003).
a. Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap

akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi

sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolik ke dalam rongga usus.


b. Gangguan sekresi
7

Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus

akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga

usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi

rongga usus.
c. Gangguan motilitis usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan

usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila

peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul

berlebihan, selanjutnya timbul diare pula.

2.2.5 Komplikasi Diare (Ngastiyah, 2003)

Akibat diare, kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak

dapat terjadi berbagai komplikasi sebagai berikut:


a. Dehidrasi
Kekurangan cairan eksternal terjadi karena penurunan asupan

cairan dan kelebihan pengeluaran cairan. Tubuh akan merespons

kekurangan cairan tubuh dengan mengosongkan cairan vaskuler.

Sebagai kompensasi akibat penurunan cairan interstisial, tubuh akan

mengalirkan cairan keluar sel. Pengosongan cairan ini terjadi pada

pasien diare dan muntah. Kehilangan cairan ekstrasel secara berlebihan

menyebabkan volume ekstrasel berkurang (hipovolume) dan perubahan

hematokrit.
Macam-macam dehidrasi berdasarkan derajatnya:
1) Dehidrasi berat, dengan ciri-cirinya:
a) Pengeluaran atau kehilangan cairan sebanyak 4-6 liter.
b) Serum natrium mencapai 159-166mEq/lt.
c) Hipotensi.
d) Turgor kulit buruk.
e) Oliguria.
f) Nadi dan pernapasan meningkat.
g) Kehilangan cairan mencapai > 10% BB.
2) Dehidrasi sedang, dengan ciri-cirinya:
a) Kehilangan cairan 2-4 lt atau antara 5-10%BB.
8

b) Serum natrium mencapai 152-158 mEq/lt.


c) Mata cekung.

3) Dehidrasi ringan, dengan cirri-ciri kehilangan cairannya

mencapai 5% BB atau 1,5-2 liter.

a) Renjatan hipovolemik.

b) Hipoglikemia (dengan gejala meteorismus, hipotonik otot

lemah, bradikardia dan perubahan elektrokardiogram).

c) Intoleransi sekunder akibat perubahan vili mukosa usus dan

defisiensi enzim lactose.

d) Kejang, terjadi pada dehidrasi hipertonik

e) Malnutrisi energi protein (akibat muntah, diare jika lama

atau kronik).

2.2.6 Cara Penanganan Diare (Ngastiyah, 2003)

Berikan minum sebanyak-banyaknya. 1 gelas setiap kali setelah

buang air besar. Cairan halus mengandung elektrolit seperti oralit. Bila

tidak ada oralit dapat diberikan larutan gula garam dengan 1 gelas air

matang yang agak dingin dilarutkan dalam 1 sendok teh gula pasir dan 1

jimpit garam dapur. Pengganti air matang dapat diganti air teh atau air

tajin. Untuk bayi dibawah umur 6 bulan, oralit dilarutkan 2 kali lebih encer

(untuk 1 gelas menjadi 2 gelas).

2.3 Konsep Bayi


2.3.1 Pengertian
Bayi merupakan anak usia 0-24 bulan dengan masa pertumbuhan

dan perkembangan yang pesat, sehingga sering disebut sabagai periode

emas (dapat diwujudkan apabila pada masa ini bayi dan anak memperoleh
9

asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang optimal) sekaligus periode

kritis (apabila bayi dan anak pada masa ini tidak memperoleh makanan

sesuai kebutuhan gizinya dan akan mengganggu tumbuh kembang bayi

dan anak, baik pada sat ini maupun selanjutnya) (Depkes RI, 2006).
2.3.2 Tahap Perkembangan Keterampilan Makan pada Bayi
a. Bulan pertama ( 0-3 bulan)
Pada minggu-minggu pertama setelah bayi lahir, gerakan

menghisap puting susu dan gerakkan refleks menelan adalah gerakkan-

gerakkan yang penting dan sistem pencernaan. Makanan yang

diberikan halus dalam bentuk cair. Kapasitas perut juga kecil, sehingga

makanan harus dalam porsi yang kecil tetapi sering diberikan.

Keduanya berukuran sama. Selama bulan pertama tersebut perlu

ditekankan pemberian ASI saja tanpa makanan lain sebagai satu cara

untuk mendapatkan bayi yang sehat dan tidak rewel (Suharjo, 2002).
b. Perkembangan Bayi Usia3-6 Bulan
Pada usia 3-6 bulan, bayi mulai dapat menggigit, mengunyah dan

memamah makanan. Pada masa ini anak mulai tumbuh giginya, suka

memasukkan barang ke dalam mulutnya, menyukai rasa baru dan

mulai dapat mengunyah. Pada usia 6 bulan bayi sudah mampu makan

biskuit dengan tangan dan mulai meraih benda yang ada di meja. Jika

pada masa ini bayi tampak lapar meskipun sering mendapatkan ASI,

atau berat badannya tidak mengalami penambahan yang cukup, ini

merupakan tanda bahwa bayi membutuhkan makanan tambahan

(Widodo, 2009). Sedangkan pada usia bayi 7 bulan ibu dapat

menambahkan protein dalam diet bayi. Makanan yang mengadung

protein dapat meliputi daging, keju, kuning telur, tahu dan tempe.

(Suririnah, 2009).
10

c. Perkembangan Bayi Usia 9-12 Bulan


Usia sembilan bulan adalah masa bayi masih membutuhkan ASI.

Namun ASI bukanlah satu-satunya sumber makanan dan gizi utama

bayi. Bayi di usia Sembilan bulan pencernaannya semakin berkembang

dia sudah dapat mencerna makanan yang lebih kasar dari ASI.

Makanan yang diberikan bisa bubur, tim saring dan tim biasa. Bayi di

usia ini masih harus makan makanan yang seimbang untuk memajukan

perkembangan zat-zat gizi yang harus dipenuhi oleh bayi. Jenis

makanan bayi usia 9-12 tentu berbeda dengan usia bayi enam bulan.

Sebab ada berbagai makanan yang tidak diperbolehkan untuk bayi usia

enam bulan namun diperbolehkan untuk bayi usia sembilan bulan

keatas sebab bayi di usia enam bulan pencernaannya belum sebagus

usia sembilan bulan walaupun belum sesempurna orang dewasa.


Jenis makanan yang boleh dikonsumsi oleh bayi usia 9-12 bulan

adalah beras (beras ketan, beras putih dan beras merah), tepung

(tepung terigu, tepung sagu, tepung maizena, tepung hunkwe yang

terbuat dari kacang hijau dan tepung havermout terbuat dari biji

gandum), daging, ayam, ikan, hati, telur buah, sayuran, tahu tempe,

susu dan keju (Indiarti, 2009).

2.3.3 Gizi Seimbang yang diperlukan Bayi (Suririnah, 2009)

Untuk bayi yang diberikan ASI eksklusif, ASI dapat memenuhi

kebutuhan gizi bayi selama 4-6 bulan pertama. Setelah 4-6 bulan bayi

memerlukan makanan tambahan karena kebutuhan gizi bayi meningkat,

dan tidak seluruhnya dapat dipenuhi oleh ASI. Namun, bukan berarti
11

pemberian ASI dihentikan. ASI tetap dianjurkan sampai anak berusia 2

tahun, jika masih ada produksi ASI.

Menu makanan ideal untuk bayi adalah yang memiliki gizi

seimbang, yaitu gizi yang mengandung karbohidrat, protein, lemak dan

mineral yang sesuai dengan kebutuhannya. Gizi seimbang ini sudah dapat

diterapkan ketika bayi sudah mulai makan makanan tim, saat usia 6 bulan.

Dua kelompok dasar makanan yang utama adalah karbohidrat,

buah dan sayuran, diikuti makanan yang kaya protein dan susu, sedangkan

gula, lemak dan minyak hanya diberikan pada jumlah yang sedikit,

biasanya sudah terpenuhi secara alamiah dari sumber makanan yang lain.

Kegunaan dari menu seimbang antara lain:

a. Karbohidratsebagai sumber energi utama

b. Protein sebagai sumber bahan-bahan yang dibutuhkan untuk

membantu pertumbuhan dan perbaikan sel-sel.


c. Lemak sebagai sumber energi, asam lemak esensial dan pelarut

vitamin A,D,E dan K.


d. Vitamin dan mineral untuk menjaga stamina dan kesehatan tubuh.
e. Serat untuk membantu kerja usus dengan baik.
Memberikan gizi yang seimbang sangat penting, karena akan

membangun pertumbuhan fisik anak yang sehat, meningkatkan daya tahan

tubuhnya untuk melawan berbagai penyakit dan mengajarkan kebiasaan

makan yang sehat sejak dini. Adapun jadwal pemberian makanan bayi

perhari sesuai tahap perkembangan tiap usia:

Tabel 2.1 Jadwal Pemberian Makanan Bayi per hari

Usia Makanan Berapa kali per 24 jam

4-6 bulan ASI, Susu Formula, Sesuai keinginan bayi


1 kali
12

Buah dan Bubur Susu

6-7 bulan ASI, Sesuai keinginan bayi


Susu Formula, 4-5 x 200 cc/hari
Buah, Bubur Susu dan 1 kali
Nasi Tim

7-8 bulan ASI, Sesuai keinginan bayi


Susu Formula, 4x 200 cc/hari
Buah, Bubur Susu dan 1 kali
Nasi Tim 2kali

9-12 bulan ASI, Sesuai keinginan bayi


Susu Formula, 3-4 x 200 cc/hari
Buah, 1 kali
Nasi Tim 3 kali
Selingan Makanan 1 kali

Sumber: Suririna (2009)

2.3.4 Cara Mengolah Makanan Bayi (Indiarti, 2009)

a. Membuat Makanan Sendiri


Membuat makanan sendiri untuk bayi memang tidak praktis

seperti makanan siap saji. Namun makanan yang dibuat sendiri lebih

baik dari makanan siap saji. Keuntungan bila kita membuat makanan

sendiri adalah:
1) Membuat sendiri makanan bayi akan lebih bervariasi.
Jika ibu memasak sendiri untuk bayi maka buahnya dapat

berganti-ganti. Walaupun jika beli di supermarket banyak juga

pilihan rasa makanan bayi siap saji namun variasi sedikit. Ibu juga

dapat menyesuaikan kesukaan bayi. Ibu dapat memperkenalkan

maknan dengan baik karena variatif. Dengan demikian bayi tidak

akan bosan dan dapat memenuhi kebutuhan bayi dengan seimbang.


2) Bayi akan lebih menyukai makanan yang dipilihnya sendiri.
Bayi akan menyukai makanan yang dipilihnya sendiri. Jika

makanan yang dibuat oleh ibu adalah makanan yang variatif maka

bayi akan memilih dari sekian banyak variatif pilihan yang

diberikan bayi. Membuat sendiri makanan bagi bayi anda,


13

membuat anda bebas menambahkan bumbu-bumbu dan

mengkombinasi rasa, sehingga waktu makan bagi bayi anda

menjadi saat yang menyenangkan.


3) Praktis dan tanpa bahan pengawet.
Ternyata membuat makanan bayi tidak sulit dan tidak repot

seperti yang di bayangkan kebanyakan orang, sebab hanya

denganwaktu sepuluh menit kita dapat membuat makanan untuk

bayi. Tinggal menghaluskan dengan blender dan memberinya

sedikit susu dan gula.


4) Murah jika dibanding dengan makanan instan.
Makanan bayi yang dibuat sendiri harganya sangat murah.

Membuat makanan bayi sendiri juga sangat hemat biaya, sebab

makanan bisa dibeli kapan saja, dengan mempergunakan bahan

makanan lokal dan yang sering dikonsumsi keluarga.

5) Makanan buatan sendiri lebih lezat.


Bayi dapat mengecap rasa, mengenali warna dan bau

walaupun belum sesempurna manusia dewasa. Makanan lezat

adalah makanan yang disajikan dari bahan segar.


b. Cara Menyimpan Makanan Bayi
Cara menyimpan makanan bayi sangatlah mudah. Cara

penyimpanannya setelah dimasak maka dinginkanlah makanan.

Setelah dingin tuangkan ke cetakan es batu dan bekukanlah. Setelah itu

keluarkan dari cetakan masukan 2-4 potong kedalam plastik. Apabila

akan disajikan keluarkan sesuai kebutuhan.


Hal-hal yang tidak boleh dilakukan:
1) Jangan menyimpan sisa makanan bayi dari mangkuk sisa

makan. Misalnya ibu menyisikan sedikit makan siang untuk bayi

dan diberikan lagi pada bayi waktu malam hari. Ambilah porsi
14

sesuai dengan kebutuhan perut bayi. Sebab bekas air liur bayi yang

menempel pada sendok dapat menjadi tumbuh kembang bakteri.


2) Jangan meninggalkan makanan yang sudah dimasak di atas

meja dengan suhu ruangan lebih dari satu jam. Sebab bakteri yang

dibawa akan menempel pada makanan.


3) Jika membuat makanan cadangan maka tuliskan keterangan

pada kemasan sebelum memasukkan dalam kulkas.


4) Makanan yang dibekukan harus berada pada temperature 00

celcius atau kurang dari 00 celcius


5) Jangan gunakan cadangan makanan lebih dari satu bulan.
6) Makanan beku yang sudah dicairkan tidak boleh dibekukan

kembali tanpa dimasak terlebih dahulu.


1

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual

Ibu yang mengasuh anak

Faktorpredisposisi
Pemberian MP-ASI Faktor lingkungan
- Umur - Air tidak memadai
- Frekwensi
Porsi pemberian MP-ASI - Air terkontaminasi tinja
- Jenis MP-ASI - Fasilitas kebersihan kurang
- Cara pemberian MP-ASI - Kebersihan pribadi kurang
Bayi usia 0-6 bulan -Kejadian
Kebersihan
diarerumah buruk
- Metode penyiapan dan
Penyimpanan makanan
Keterangan: Tidak higinis
= Tidak diteliti
= Yang diteliti
= Mempengaruhi
Gambar 3.1 Gambar Kerangka Konsep Hubungan Pemberian Makanan
Pendamping ASI dengan Kejadian Diare pada Bayi Sebelum Usia 6
Bulan menurut Depkes (2000), Ngastiyah (2003)

3.2 Hipotesis Penelitian


Hipotesis adalah suatu asumsi pernyataan tentang hubungan dua
24
atau lebih variabel yang diharapkan bisa menjawab suatu pertanyaan

dalam riset (Nursalam, 2008).


Dalam penelitian ini penulis merumuskan hipotesa sebagai berikut:

H0 : Tidak ada hubungan antarapemberian makanan pendamping ASI dengan

kejadian diare pada bayi sebelum usia 6 bulan

7
2

H1 : Ada hubungan antara pemberian makanan pendamping ASI dengan

kejadian diare pada bayi sebelum usia 6 bulan


1

BAB 4

METODE PENELITIAN

Metode penelitian sebagai suatu cara untuk memperoleh kebenaran ilmu

pengetahuan atau pemecahan suatu masalah (Notoatmodjo,2005:19). Pemilihan

metode penelitian sangat ditentukan oleh beberapa hal yaitu obyek penelitian,

sumberdata, waktu, dan dana yang tersedia, jumlahtenaga peneliti, dan teknik

yang di gunakanuntuk mengelola data apabila data sudah terkumpul. Pada bagian

ini akan disajikan antara lain desain atau rancangan penelitian, kerangka kerja,

identifikasi variabel, definisi operasional, populasi, sample, sampling,

pengumpulan data dan analisis data, masalah etika penelitian dan keterbatasan

(Hidayat, 2009).

4.1 Desain Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, desain penelitian yang digunakan

adalah desain penelitian analitik case control yaitu suatupenelitian (survey)

analitik yang menyangkut bagaimana faktor resiko di pelajari

(Notoatmodjo,2010). Setelah itu dilakukan pendekatan retrospektif yaitu

penelitianyangberusaha melihat ke belakang (backword looking),artinya

pengumpulan data di mulai dari efek atau akibat yang telah terjadi

(Notoatmodjo,2010).

4.2 Kerangka Kerja

7
2

Kerangka kerja merupakan langkah-langkah yang akan dilakukan

dalam penelitian yang ditulis dalam bentuk kerangka atau alur penelitian.

Penulisan kerangka kerja dalam penelitian keperawatan dapat disajikan

dalam bentuk alur penelitian terutama variabel yang akan digunakan dalam

penelitian (Hidayat, 2003.

Populasi
Semua ibu yang memiliki bayi sebelum usia 6 bulan di posyandu Takong desa Aeng Sareh
sebanyak 30 orang

Total Sampling

Sampel
Semua ibu yang memiliki bayi sebelum usia 6 bulan di posyandu Takong desa
Aeng Sareh sebanyak 30 orang

Desain penelitian
Analitic Case Control

Faktor resiko Faktor resiko


Pemberian MP-ASI Kasus Pemberian MP-ASI Kontrol

Pengumpulan Data
Kuesioner

Pengolahan Data dan Analisa Data


1.Editing,Coding,Scoring,Tabulating
2.Uji Korelasi Chi-square

Penyajian Hasil
Tabel dan Narasi

Kesimpulan

Gambar 4.1 Kerangka Kerja Hubungan Pemberian Makanan Pendamping ASI


dengan Kejadian Diare pada Bayi Sebelum Usia 6 Bulan
4.3 Populasi Sampel dan Sampling
3

4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian adalah wilayah generalisasi yang terdiri

atas: obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian

ditarik kesimpulan. (Sugiyono, 2007). Jumlah populasi pada penelitian ini

adalah sebanyak 30 orang.

4.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi tersebut (Sugiyono,2007). Pada penelitian ini besar sampel

yang diambil adalah menggunakan sampel jenuh/total populasi yaitu 30

orang.

4.3.3 Sampling

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat

mewakili populasi (Nursalam,2003:97). Teknik sampling dalam penelitian

ini menggunakan teknik total sampling yaitu proses menyeleksi porsi dari

populasi untuk mewakili populasi (Nursalam,2008).

4.4 Identifikasi Variabel

4.4.1 Variabel Independent

Variabel independent yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pemberian MP-ASI pada bayi sebelum usia 6 bulan.

4.4.2 Variabel Dependen

Variabel dependent yang digunakan adalah kejadian diare pada


bayi sebelum usia 6 bulan.
4.5 Definisi Operasional
4

Adalah mendefinisikan variabel secaraoperasiona l berdasarkan

karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkanpeneliti untuk

melakukan observasi atau pengukuran secaracermat terhadap suatu obyek

atau fenomena (Hidayat, 2009).

Tabel 4.1 Definisi operasional penelitian tentang pengaruh pemberian MP ASI


dengan kejadian diare pada anak usia kurang dari 6 bulan

Variabel Definisi Operasional Alat ukur Skala Hasil Ukur


Variable Tindakan ibu yang Kuesioner Nominal Jawaban:
independen memberikan makananselain Benar : 1
Pemberian ASI pada bayi usia kurang Salah : 0
makanan dari 6 bulan.
pendamping
ASI

Variabel Riwayat BAB cair lebih dari Register Nominal Tidak terjadi : 1
Dependent: 3 kali yang dialami bayi usia Terjadi : 0
Kejadian diare dibawah 6 bulan.

4.6 Pengumpulan dan Pengolahan Data

4.6.1 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian atau alat ukur penelitian adalah alat guna

mengumpulkan data penelitian (Machfoedz, 2007). Instrumen pada

penelitian ini baik variabel dependent maupun independen diambil dengan

menggunakan kuesioner.

4.6.2 Lokasi dan WaktuPenelitian

Penelitian ini di dilaksanakan di Posyandu Anggrek Wilayah

Puskesmas Banyuanyarpada bulan Desember 2018.

4.6.3 Prosedur Pengumpulan Data


5

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek

dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu

penelitian (Nursalam, 2003). Proses penelitian ini dilakukan dengan

beberapa tahap yaitu :


a. Memohon surat rekomendasi dari Fakultas Keperawatan

Universitas Wiraraja Sumenep untuk mengurus perijinan pengambilan

data awal dari tempat penelitian,serta surat permuhonan kepada Badan

Kesejahteraan Bangsa dan Perlindungan Politik Kabupaten Sampang.


b. Memberikan inform consent dan juga kesediaan menjadi responden
c. Membagikan seluruh kuesioner dalam satu waktu untuk dikerjakan

satu waktu
d. Setelah kuesioner di isi oles responden, maka selanjutnya

dilakukan pengecekan terhadap pengisian kuesioner oleh responden

untuk memastikan bahwa kuesioner telah di isi lengkap oleh

responden.
e. Setelah data terkumpul maka langkah selanjutnya dilakukan proses

pengolahan data.

4.6.4 Pengolahan Data

a. Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data

yang diperoleh atau dikumpulkan.Setelah kuesioner diisi oleh

responden dan dikumpulkan saya melakukan pemeriksaan mengenai

data dan tulisan yang sudah diisi lengkap atau tidak. Sehingga dapat

memudahkan peneliti untuk melanjutkan ke tahap berikutnya yaitu

coding

b. Coding
6

Coding adalah usaha memberikan kode pada jawaban

responden. Apabila yang digunakan adalah analisis kuantitatif, kode

yang diberikan adalah angka. Jika angka itu berlaku sebagai skala

pengukuran, angka itu disebut skor. Data yang sudah terkumpul perlu

diberi kode pada setiap lembar jawaban untuk memudahkan analisis.

Pemberian kode pada setiap jawaban sangat penting artinya jika

pengolahan dilakukan dengan komputer (Nazir, 2003).

Kode pemberian MPASI :

1) Tidak diberikan MPASI kode 1

2) Diberikan MPASI kode 2

Sedangkan untuk kode kejadian diare :

1) Tidak terjadi kode 1

2) Terjadi kode 2

c. Scoring

Scoring adalah memberikan skor terhadap semua item yang

perlu diberi skor (Arikunto, 2002). Untuk pemberian MPASI

skoringnya adalah :

1) Diberikan MPASI jika sebelum 6 bulan sudah mendapatkan

makanan tambahan.

2) Tidak diberikan MPASI jika sampai 6 bulan bayi hanya

minum ASI saja.

Sedangkan untuk skoring kejadian diare adalah :

1) Diare jika bayi BAB lebih dari 3 kali sehari dengan

konsistensi cair.
7

2) Tidak diare jika bayi BAB kurang dari 3 kali sehari dengan

konsistensi padat.

d. Tabulating

Tabulasi adalah usaha untuk menyajikan data, terutama

pengolahan data yang akan menjurus keanalisis kuantitatif. Biasanya

pengolahan data seperti ini menggunakan tabel, baik tabel distribusi

frekuensi maupun tabel silang (Wasis, 2008).

Rumus yang di gunakan :

P = ∑ fX 100 %
n
Keterangan:

P : hasil persentase

∑ f: Jumlah jawaban yang benar

n: Jumlah pertanyaan

e. Interprestasi data

Hasil pengolahan data yang di sajikan secara kualitatif

dikelompokkan menurut skala sebagai berikut :

1) 100% =Seluruhnya

2) 76% - 99% =Hampir seluruhnya

3) 51% - 75% =Sebagian besar

4) 50% =Setengahnya

5) 25% - 49% =Hampir setengahnya

6) 1% - 24% =Sebagian kecil

7) 0% = Tidak satu pun


8

4.7 Analisa Data

Setelah hasil scoring terkumpul kemudian ditabulasi dan dianalisis

data secara statistik deskriptifproporsipresentasi, penyajian menggunakan

tabel distribusi. Metode analisa data yang digunakan adalah uji chi square

untuk mengetahui hubungan antara pemberian MPASI dengan kejadian

diare pada anak usia kurang dari 6 bulan uji statistic ini menggunakan

bantuan (Statistical Package for the Social Sciences) SPSS.

4.8 Masalah Etika

Penelitian ini dilakukan setelah mendapatkan ijin dari Kepala

Puskesmas Banyuanyar. Setelah surat tersebut disetujui, peneliti

melakukan kegiatan pengumpulan data dengan mempertimbangkan etika

responden, yang antara lain sebagai berikut:

4.8.1 Lembar persetujuan penelitian (Informed consent)

Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan responden

penelitian dengan memberikan lembar persetujuan (Informed consent).

Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan

memberikanlembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan

informed consent adalah agar subyek mengerti maksud dan tujuan

penelitian, mengetahui dampaknya, jika subyek bersedia maka mereka

harus menandatangani lembar persetujuan dan jika responden tidak

bersedia maka peneliti harus menghormati hak responden (Hidayat 2003).

Peneliti menjamin hak-hak responden dengan cara menjaga kerahasiaan

identitas responden serta memberikan penjelasan tentang maksud dan

tujuan penelitian.
9

4.8.2 Tanpa nama (Anonimity)

Nama subyek tidak dicantumkan pada lembar pengumpul data.

Untuk mengetahui keikutsertaan responden, peneliti menuliskan kode atau

nomor pada masing-masing lembar pengumpul data.

4.8.3 Confiedentiality

Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari responden

dijaga kerahasiaannya oleh peneliti, dengan hanya menyajikan kelompok

data yang relevan sebagai hasil riset tanpa mengungkap sumber informasi

secara perorangan.

4.8.4 Keterbatasan penelitian

Penelitian ini melibatkan subjek penelitian dalam jumlah terbatas,

yakni sebanyak 30 responden, sehingga hasilnya belum dapat

digeneralisasikan pada kelompok subjek dengan jumlah yang besar.

Anda mungkin juga menyukai