Anda di halaman 1dari 9

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa Sawit (Elaeis guinensis Jacq.) adalah salah satu jenis tanaman dari

famili Arecaceae yang menghasilkan minyak nabati yang dapat dimakan (edible

oil). Saat ini, kelapa sawit sangat diminati untuk dikelola dan ditanam. Daya tarik

penanaman kelapa sawit masih merupakan andalan sumber minyak nabati dan

bahan agroindustri (Sukamto, 2008).

Dalam perekonomian Indonesia komoditas kelapa sawit memegang

peranan yang cukup strategis karena komoditas ini mempunyai prospek yang

cerah sebagai sumber devisa. Disamping itu, minyak sawit merupakan bahan baku

minyak utama minyak goreng yang banyak di pakai di seluruh dunia, sehingga

secara terus menerus dapat menjaga stabilitas harga minyak sawit. Komoditas ini

pun mampu menciptakan kesempatan kerja yang luas dan meningkatkan

kesejahteraan masyarakat (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008).

Pengelolaan perkebunan kelapa sawit telah dimulai dari pembukaan

perkebunan, pembibitan, penanaman untuk panen. Indikator yang digunakan

dalam pengelolaan perkebunan adalah pemilihan tanah, bahan tanam, manajemen

teknis, manajemen saat panen, dan peduli lingkungan. Jika manajemen dilakukan

dan dilaksanakan dengan baik yang direkomendasikan mekanisme yang tepat

akan meningkatkan produktivitas tandan buah segar (TBS), efisiensi kerja dan

pembiayaan (Salmiyati et al. 2013).

Pemupukan pada tanaman kelapa sawit memegang peranan sangat penting

untuk mencapai produktivitas yang optimal, lebih dari 50% biaya tanaman

digunakan untuk pemupukan. Kelapa sawit yang saat ini dikembangkan umumnya
sangat responsif terhadap pemupukan (Hakim 2007).

Pemupukan bertujuan untuk menambah ketersediaan unsur hara di dalam

tanah agar tanaman dapat menyerapmya sesuai dengan kebutuhan. Pemupukan

yang baik mampu meningkatkan produksi hingga mencapai produktivitas yang

standar sesuai dengan kelas kesesuaian lahannya. Pemupukan dapat mendukung

produktivitas tanaman kelapa sawit, mengingat kelapa sawit tergolong tanaman

yang konsumtif terhadap unsur hara. Pemupukan harus memperhatikan beberapa

hal diantaranya daya serap akar, cara pemberian dan penempatan pupuk, waktu

pemberian, jenis dan dosis pupuk (Fauzi et al., 2012).

Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan paper ini adalah untuk menguji pemupukan Urea,

TSP, Kcl dan pupuk organik pada pembibitan utama kelapa sawit varietas

Dumpy.

Kegunaan Penulisan

Adapun kegunaan penulisan paper ini adalah merupakan salah satu

komponen penilaian Mata Kuliah Perkebunan A: Kelapa Sawit, Program Studi

Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dan

sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.


TINJAUAN PUSTAKA

Botani Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)

Tanaman kelapa sawit termasuk ke dalam Divisi Embryophyta

Siphonagama, Kelas Angiospermae, Ordo Monocotyledonae, Family Arecaceae

(dahulu disebut Palmae), Subfamili Cocoidae, Genus Elaeis, dan Spesies Elaeis

guineensis Jacq. (Pahan, 2011).

Kelapa sawit merupakan tumbuhan monokotil dengan sistem akar serabut.

Sistem akar serabut terdiri dari akar primer, sekunder, tersier, dan kuarterner.

Akar primer umumnya berdiameter 6-10 mm, keluar dari pangkal batang dan

menyebar secara horizontal. Akar primer bercabang membentuk akar sekunder

yang diameternya 2-4 mm. Akar sekunder bercabang membentuk akar tersier

yang berdiameter 0.7-1.2 mm dan umumnya bercabang lagi membentuk akar

kuarterner dengan diameter 0.1-0.3 mm dan panjang hanya 1-4 mm serta tidak

mengandung lignin (Pahan 2013).

Batang kelapa sawit tumbuh tegak lurus berkisar 30-60 cm tahun-1.

Batang tidak bercabang dan berdiameter 25-75 cm. Batang berfungsi sebagai

sistem pembuluh yang mengangkut air dan hara mineral dari akar melalui xilem

serta mengangkut hasil fotosintesis melalui floem. Batang juga sebagai penyangga

daun, bunga, buah dan sebagai penyimpan cadangan makanan.

(Lubis dan Widanarko, 2012).

Daun kelapa sawit terdiri dari beberapa bagian yaitu kumpulan anak daun

(leaflets) yang mempunyai helaian (lamina) dan tulang anak daun (midrib),

ranchis yang merupakan tempat anak daun melekat, tangkai daun (petiole) yang

merupakan bagian antara daun dan batang, dan seludang daun (sheath) yang
berfungsi sebagai pelindungan dari kuncup dan memberi kekuatan pada batang.

Daun kelapa sawit adalah daun majemuk yang terdiri atas pelepah dengan panjang

berkisar 7-9 m. Jumlah anak daun setiap pelepah berkisar antara 250-400 helai.

Daun muda dan masih kuncup berwarna kuning pucat (Fauzi et al. 2012).

Kelapa sawit merupakan tanaman monoecious (berumah satu). Bunga

muncul dari ketiak daun. Setiap ketiak daun hanya dapat menghasilkan satu

infloresen (bunga majemuk). Bunga kelapa sawit terdiri kumpulan spikelet dan

tersusun dalam infloresen yang berbentuk spiral (Pahan, 2011).

Buah kelapa sawit termasuk drupe, terdiri dari pericarp (daging buah)

yang terbungkus oleh exocarp (kulit), mesocarp, dan endocarp (cangkang) yang

membungkus 1-4 inti/kernel. Sementara itu, inti memiliki testa (kulit), endosperm,

dan sebuag embrio (Pahan, 2011).

Pelepah tumbuh pada batang dan tersusun spiral secara teratur antara

pelepah satu dengan lainnya, yang disebut dengan phylotaksis, yaitu dengan

menggunakan rumus duduk 1/8. Artinya, setiap satu kali berputar melingkari

batang, terdapat pelepah sebanyak delapan helai. Tanaman yang normal memiliki

dua set spiral yang berselang 8 daun yang mengarah ke kanan dan berselang 13

daun mengarah ke kiri. Arah duduk daun sangat berguna untuk menentukan letak

duduk daun ke-9 dan ke-17 saat pengambilan contoh daun untuk kepentingan

analisis kandungan unsur hara (Fauzi et al. 2012).

Syarat Tumbuh

Iklim

Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah tropika basah

kawasan khatulistiwa 12o LU-12o LS. Kelapa sawit dapat tumbuh dan berbuah
hingga pada lahan dengan elevasi 1 000 meter di atas permukaan laut.

Pertumbuhan dan produktivitas optimal akan lebih baik jika ditanam pada lahan

dengan elevasi antara 0-500 meter di atas permukaan laut. Kelapa sawit dapat

tumbuh dan berproduksi, tetapi produksinya relatif rendah pada ketinggian tempat

lebih dari 500 meter di atas permukaan laut (Mangoensoekarjo 2007).

Bentuk wilayah sangat erat kaitannya dengan kedalaman efektif tanah.

Lahan datar dengan kemiringan lereng 0-3% dan umumnya memiliki kedalaman

efektif yang tebal (ketebalan tanah yang optimal untuk perkembangan perakaran

lebih dari 120 cm) adalah yang terbaik untuk kelapa sawit. Kelapa sawit juga

dapat ditanam di lahan yang memiliki kemiringan lereng 13-25% masih bisa

ditanam tetapi pertumbuhannya kurang baik (Sunarko 2008).

Tanaman kelapa sawit memerlukan suhu yang optimum sekitar 24-28oC,

minimum 18oC dan maksimum 32oC untuk tumbuh dengan baik. Tanaman kelapa

sawit bisa tumbuh baik pada tanah gembur, subur, berdrainase baik, permeabilitas

sedang, dan mempunyai solum yang tebal sekitar <75 cm. Tekstur tanah ringan

dengan kandungan pasir 20-60%, debu 10-40%, dan liat 20-50%, serta pH tanah

kisaran 5-5.5 (Lubis 1992).

Tanah

Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah podzolik, latosol, hidromorfik

kelabu, alluvial, atau regosol. Nilai pH optimum yang dikehendaki tanaman

kelapa sawit adalah 5,0-5,5. Kelapa sawit baik ditanam pada tanah yang gembur,

subur, datar, berdrainase baik, dan memiliki lapisan solum yang dalam tanpa

lapisan padas (Pahan 2013).

Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik di banyak jenis tanah
tetapi harus diperhatikan kondisi perairannya yang tidak kekurangan air pada

musim kemarau dan tidak tergenang air saat musim hujan. Pertumbuhan kelapa

sawit di daerah-daerah yang permukaan air tanahnya tinggi atau tergenang akan

menyebabkan kelapa sawit mengalami pembusukan serta pertumbuhan batang dan

daunnya tidak mengindikasikan produksi buah yang baik. Kesuburan tanah

sebagai media tumbuh kelapa sawit merupakan syarat mutlak bagi perkebunan

kelapa sawit (Selardi, 2003).

Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah Podzolik, Latosol,

Hidromorfik Kelabu, Alluvial atau Regosol, tanah gambut saprik, dataran pantai

dan muara sungai. Produksi kelapa sawit lebih tinggi jika di tanam di daerah

bertanah Podzolik. Kemiringan lahan kebun kelapa sawit sebaiknya tidak lebih

dari 15°. Jika kemiringan lahan sudah melebihi 15° maka diperlukan tindakan

konservasi tanah berupa pembuatan terasan, tapak kuda, rorak dan parit kaki bukit

(Sunarko, 2007).

Pembibitan Utama dan Pemupukan

Pembibitan awal (pre-nursery) pada tahap ini bertujuan untuk memperoleh

pertumbuhan bibit yang merata sebelum dipindahkan ke pembibitan utama. Media

persemaian biasanya dipilih pasir atau tanah berpasir. Pembibitan awal dapat

dilakukan dengan menggunakan polibag kecil atau bedengan yang telah diberi

naungan. Sedikit demi sedikit naungan dalam persemaian dikurangi dan akhirnya

dihilangkan sama sekali. Akan tetapi di daerah yang sangat terik, naungan tetap

dipertahankan sesuai kebutuhannya (Sunarko, 2007).

Pembibitan utama (main-nursery) yaitu bibit dari pembibitan awal

(prenursery) dipindahkan ke dalam polibag dengan ukuran 40x50 cm atau 40x60


cm setebal 0,11 mm yang berisi 15-30 kg tanah lapisan atas yang diayak. Pada

fase pembibitan utama naungan tidak lagi dibutuhkan. Bibit yang telah

dipindahkan kedalam polibag besar di susun dengan jarak tanam 90x90cm atau

70x70cm (Fauzi et al., 2012).

Pemeliharaan pada pembibitan utama meliputi penyiraman dilakukan dua

kali sehari pada pagi dan sore hari. Kebutuhan air sekitar 2 liter untuk setiap

polibag. Penyiangan gulma dilakuakan 2-3 kali dalam sebulan atau disesuaikan

dengan pertumbuhan gulma. Pemupukkan kelapa sawit di pembibitan utama lebih

dianjurkan menggunakan pupuk majemuk, karena lebih menurunkan biaya

transportasi dan biaya pemupukan yang lebih rendah serta pemberian beberapa

unsur sekaligus akan efektif dibandingkan dengan pemberian pupuk tunggal.

Komposisi pupuk majemuk (N:P:K:Mg) yang digunakan dengan perbandingan

12:12:17:2 sebanyak 230 gram/bibit (Fauzi et al., 2012).

Pemupukan merupakan suatu upaya untuk menyediakan unsur hara yang

cukup guna mendorong pertumbuhan generatif tanaman dan produksi tandan buah

segar secara maksimum dan ekonomis, serta ketahanan terhadap hama dan

penyakit. Kelapa sawit yang saat ini dikembangkan umumnya sangat responsif

terhadap pemupukan sehingga kurangnya atau tidak tercukupinya unsur hara

makro dan mikro pada tanaman kelapa sawit ini akan menimbulkan gejala

defisiensi yang spesifik disamping turunnya pertumbuhan dan hasil tanaman

kelapa sawit itu sendiri (Hadi, 2004).

Tidak tersedianya unsur hara makro dan mikro, dapat mengakibatkan

hambatan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit.

Kekurangan salah satu atau beberapa unsur hara tanaman makro dan mikro dapat
diperbaiki dengan penambahan unsur hara atau biasa disebut dengan pemupukan

pada tanahnya (Hadi, 2004).


DAFTAR PUSTAKA

Fauzi Y, Widyastuti Y E, Satyawibawa I, Hartono R. 2012. Kelapa Sawit:


Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan
Pemasaran. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Fauzi Y, Widyastuti Y E, Satyawibawa I, Hartono R. 2012. Kelapa Sawit:


Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan
Pemasaran. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Hadi, Muh. Mustafa. 2004. Teknik Berkebun Kelapa Sawit. Yogyakarta: Adicita
Karya Nusa

Hakim M. 2007. Kelapa Sawit, Teknis Agronomis dan Manajemennya. Jakarta


(ID): Lembaga Pupuk Indonesia.

Lubis A U. 1992. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Di Indonesia. Pematang


Siantar (ID): Pusat Penelitian Kelapa Sawit Marihat.

Lubis R.E. dan Widanarko A. 2012. Buku Pintar Kelapa Sawit. Agromedia
Pustaka,Jakarta.

Mangoensoekarjo S. 2007. Manajemen Tanah dan Pemupukan Budidaya


Perkebunan. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.

Mangoensoekerjo, S. Dan H. Semangun. 2008. Manajemen Agribisnis Kelapa


Sawit.Yogyakarta (ID) : Universitas Gajah Mada press.

Pahan I. 2013. Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari Hulu
hingga Hilir. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Pahan, I. 2011. Panduan Lengkap Kelapa Sawit: Manajemen Agribisnis dari


Hulu hingga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta. 286 hlm.

Salmiyati, Heryansyah A, Idayu I, Supriyanto E. 2013.Oil palm plantations


management effects on pruductivity fresh fruit bunch (FFB). APCBEE
Procedia [Internet].

Selardi. 2003. Budidaya Kelapa Sawit. Jakarta : Agromedia Pustaka.

Sukamto, ITN. 2008. 58 Kiat Meningkatkan Produktivitas dan Mutu Kelapa


Sawit. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Sunarko, 2007. Petunjuk Praktis Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit.


Agromedia Pustaka. Jakarta.

Sunarko. 2008. Petunjuk Praktis Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit. Jakarta
(ID): Agromedia Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai