Anda di halaman 1dari 12

PEMBUATAN PREPARAT SMEAR (APUSAN) DARAH MANUSIA

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROTEKNIK

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Mikroteknik


Yang dibimbing oleh Drs. Soelisetijono, M. Si

Oleh:
Kelompok 8
Ratri Arum Apsari (160342606243)
Offering GHK 2016

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
Februari 2019
A. Tujuan
1. Untuk mengetahui cara pembuatan preparat apusan darah dengan menggunakan
pewarnaan Wright.
2. Untuk mengetahui cara pembuatan preparat apusan darah dengan menggunakan
pewarnaan Giemsa.

B. Dasar Teori
Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian yaitu plasma darah dan
sel darah. Sel darah terdiri dari tiga jenis yaitu eritrosit, leukosit dan trombosit. Volume
darah secara keseluruhan adalah satu per dua belas berat badan atau kira-kira lima liter.
Sekitar 55% adalah plasma darah, sedang 45% sisanya terdiri dari sel darah (Evelyn,
2008).
Sel darah merah (eritrosit) berbentuk bikonkaf dengan diameter sekitar 7
mikron. Bentuk bikonkaf memungkinkan gerakan keluar masuk sel secara cepat dan
mudah. Berwarna kuning kemerahan, karena didalamnya mengandung suatu zat yang
disebut sebagai hemoglobin. Sel darah merah tidak memiliki inti sel, mitokondria dan
ribosom. Hemoglobin pada eritrosit berfungsi untuk mengikat oksigen (Handayani,
2008).

Gambar 1. Sel darah merah (eritrosit) (Siswanto, 2017)


Leukosit memiliki sebuah inti yang bentuk dan ukurannya bervariasi sehingga
mudah dibedakan dengan eritrosit dan trombosit. Terdapat 5 jenis leukosit yang utama,
yaitu neutrofil, eosinofil, basofil, limfosit, dan monosit. Eosinofil merupakan salah satu
jenis sel leukosit yang memiliki ciri-ciri khas diantaranya sel bulat, inti biasanya hanya
memiliki 2 lobus, kromatin berwarna ungu, sitoplasma mengandung banyak granula
eosinofilik (jingga) yang berukuran sama besar dan lebih besar dibandingkan granula
neutrofil (Riswanto, 2013). Sel darah putih (leukosit) memiliki bentuk yang dapat
berubah ubah. Mempunyai berbagai macam inti sel sehingga dapat dibedakan menurut
inti selnya. Fungsi leukosit adalah untuk mamfogosit penyakit maupun zat asing dalam
tubuh. Sel darah putih terdiri atas berbagai jenis seperti berikut (Handayani, 2008) :
a. Granulosit
1. Neutrofil
Juga disebut granulosit karena berisi enzim yang mengandung granul-
granul, jumlahnya paling banyak. Neutrofil membantu melindungi tubuh
melawan infeksi bakteri dan jamur dan mencerna benda asing sisa-sisa
peradangan. Ada 2 jenis neutrofil, yaitu neutrofil berbentuk pita (imatur, belum
matang) dan neutrofil bersegmen (matur, matang). Menurut Sloane (2003),
neutrofil memiliki granula kecil berwarna merah muda dalam sitoplasmanya.
Nukleusnya memiliki tiga sampai lima lobus yang terhubungkan dengan benang
kromatin tipis. Diameternya mencapai 9 µm samapai 12 µm.( Meyer DJ,
Harvey JW. 2004).

Gambar 2. Neutrofil (Siswanto, 2017)


2. Eosinofil
Eosinofil memiliki granula sitoplasma yang kasar dan besar, dengan
pewarnaan oranye kemerahan. Sel ini memiliki nukleus berlobus dua, dan
berdiameter 12 µm sampai 15 µm. Berfungsi sebagai fagositik lemah.
Jumlahnya akan meningkat saat terjadi alergi atau penyakit parasit, tetapi akan
berkurang selama stress berkepanjangan. Selain itu eosinofil juga membunuh
parasit, merusak sel-sel kanker dan berperan dalam respon alergi. ( Meyer DJ,
Harvey JW. 2004).

Gambar 3. Eosinofil (Siswanto, 2017)


3. Basofil
Basofil memiliki sejumlah granula sitoplasma besar yang bentuknya tidak
beraturan dan akan berwarna keunguan sampai hitam serta memperlihatkan nukleus
berbentuk S. diameternya sekitar 12 µm sampai 15 µm. Basofil juga berperan dalam
respon alergi. Sel ini mengandung histamin.( Meyer DJ, Harvey JW. 2004).

Gambar 4. Basofil (Siswanto, 2017)


b. Agranulosit
1. Limfosit
Memiliki nukleus yang besar dan bulat, hampir menempati seluruh sel.
Sel limfosit berkembang dalam jaringan limfe. Ukurannya sekitar 7-15 mikron.
Jumlahnya 20-25% dan berfungsi untuk memfagosit benda asing yang masuk
kedalam tubuh. Limfosit ada dua macam, yaitu limfosit T dan limfosit B
(Handayani, 2008).

Gambar 5. Limfosit (Siswanto, 2017)


2. Monosit
Memiliki ukuran yang lebih besar daripada limfosit, protoplasmanya
besar, berwarna biru sedikit abu abu, dan mempunyai bintik sedikit kemerahan.
Inti sel bulat atau panjang (Handayani, 2008).

Gambar 6. Monosit (Siswanto, 2017)


Di Indonesia, pewarnaan yang umum digunakan ialah pewarnaan Giemsa sebab
Giemsa lebih tahan lama dalam iklim tropis. Beberapa klinik juga menggunakan
pewarna Wright dalam mewarnai apusan darah tepi. Terkadang pewarnaan Giemsa juga
dikombinasikan dengan Wright, dimana diharapkan kelebihan dari tiap-tiap zat warna
Giemsa dan Wright bisa didapatkan dan akan menjadikan sediaan apus darah tepi lebih
jelas terlihat secara mikroskopis dan jadi lebih tahan lama (Riswanto, 2013).
Pewarnaan wright digunakan untuk memeriksa morfologi sel darah merah
maupun sel darah putih untuk menghitung jenis sel darah putih (difcount). Pewarna
wright bisa ddidapatkan dalam bentuk serbuk maupun dalam bentuk cair siap pakai.
Sebelum digunakan pewarna wright serbuk hars dilarutkan dengan metanol 60 ml untuk
0,1 gram serbuk wright. Setelah dilarutkan disimpan didalam botol berwarna dan baru
bisa digunakan setelah 10 hari penyimpanan. Dalam penyimpanan usahakan botol
tertutup rapat agar udara lembab tidak masuk kedalam, serta kocok setiap hari botol
(Subowo, 1992).
Giemsa adalah suatu reagen yang digunakan dalam pewarnaan giemsa. Tinta
giemsa terssun atas campuran pewarna eosin, methylene blue dan methylene azure.
Campuran methylene blue dan methylene azure kan membentuk aosinat yang membuat
hsil pewarnaan menjadi lebih stabil. Pewarnaan giemsa umumnya digunakan untuk
mewarnai parasitseperti Plasmodium penyebab malaria. Namun, pewarnaan giemsa
juga dapat digunakan dalam histologi karena dapat mewarnai kromatin, membran inti
sel, maupun komponen sel lainnya dengan kualitas yang bagus (Rudyatmi, 2011).
Prinsip dari pewarnaan giemsa adalah presipitasi hitam yang terbentuk dari
penambahan larutan metilen blue dan eosin yang dilarutkan didalam metanol.
Pewarnaan giemsa ini dilakukan untuk membedakan antara inti sel dengan morfologi
sitoplasma dari sel darah merah, sel darah putih, trombosit, maupun parasit yang
terdapat didalam darah. Pewarnaan giemsa merupakan pewarnaan yang paling bagus
digunakan untuk mengdentifikasi adanya parasit yang ada didalam darah (Marianti,
2010).

C. Alat dan Bahan


1. Alat 2. Bahan
- Mikroskop - Alkohol 70%
- Lanset darah - Darah
- Kaca benda - Zat warna Wright
- Keca penutup - Zat warna Giemsa
- Pipet - Metil alkohol absolut
- Bolpoin - Entelan

D. Prosedur
1. Sediaan Semir Darah dengan Pewarnaan Wright
Dibersihkan jari manis dengan kapas yang dibasahi alkohol 70% dan dikeringkan
dari alkohol

Dibersihkan lanset darah dengan alkohol 70%

Ditusukan jari dengan lanset dan darah pertama dihapus dengan kapas

Diteteskan secara langsung darah yang keluar berikutnya di atas kaca benda

Disentuhkan kaca benda baru pada tetesan darah membentuk sudut 30°C dengan
kaca benda pertama
Didorong tetesan darah ke ujung yang lain dengan cepat dan merata sehingga
membentuk lapisan darah yang tipis

Dibiarkan semir darah itu menjadi kering

Dilingkari atau dibatasi semir darah dengan pensil/bolpoin

Diteteskan beberapa tetes larutan zat warna Wright ke atas semir darah tersebut
dan dibiarkan selama 1 menit

Diteteskan akuades di atasnya dalam jumlah yang sama dengan zat warna dan
dibiarkan selama 3 menit

Dicuci semir darah dengan air yang mengalir

Dibiarkan sampai kering di udara

Ditetesi dengan entelan

Ditutup dengan kaca penutup

2. Sediaan Semir Darah dengan Pewarnaan Giemsa


Dibersihkan jari manis dengan kapas yang dibasahi alkohol 70% dan dikeringkan
dari alkohol

Dibersihkan lanset darah dengan alkohol 70%

Ditusukan jari dengan lanset dan darah pertama dihapus dengan kapas

Diteteskan secara langsung darah yang keluar berikutnya di atas kaca benda

Disentuhkan kaca benda baru pada tetesan darah membentuk sudut 30°C dengan
kaca benda pertama

Didorong tetesan darah ke ujung yang lain dengan cepat dan merata sehingga
membentuk lapisan darah yang tipis

Dibiarkan semir darah itu menjadi kering

Dilingkari atau dibatasi semir darah dengan pensil/bolpoin

Direndam semir darah tersebut dengan metil alkohol absolut

Dibiarkan selama 5 – 10 menit kemudian dikeringkan

Cuci dengan air mengalir


Periksa di bawah mikroskop, jika warnanya kurang baik maka direndam dalam zat
warna lagi selama 10-20 menit

Dikeringkan di udara

Ditetesi entelan

Ditutup dengan kaca penutup.

E. Hasil dan Analisis


No. Hasil Pengamatan Gambae Perngamatan
1. Gambar Pengamatan Apusan Darah dengan
Pewarnaan Giemsa

Perbesaran 40 x 10
Keterangan
a. Eritrosit
b. Limfosit
2. Gambar Pengamatan Apusan Darah dengan
Pewarnaan Giemsa

Perbesaran 40 x 10
Keterangan :
a. Eritrosit
b. Basofil

3. Gambar Pengamatan Apusan Darah dengan


Pewarnaan Giemsa

Perbesaran 40 x 10

Keterangan :
a. Eritrosit
b. Neutrofil
4. Gambar Pengamatan Apusan Darah dengan
Pewarnaan Wright

Perbesaran 40 x 10

Keterangan :
a. Eritrosit
b. Basofil

Dalam pengamatan semir (apusan) darah dilakukan dua teknik pewarnaan yakni
Wright dan Giemsa. Hasil pengamatan dengan menggunakan zat warna Wright dengan
perbesaran 40x10 didapatkan sel darah merah (eritrosit) dan hanya jenis sel darah putih
yang basofil. Sedangkan hasil pengamatan menggunakan zat warna Giemsa dengan
perbesaran 40 x 10 didapatkan sel darah merah (eritrosit) dan sel darah putih antara lain
limfosit, basofil dan neutrofil.

F. Pembahasan
Dalam pembuatan preparat smear (apusan) darah untuk mengetahui
morfologi sel darah, digunakan dua macam pewarnaan yaitu pewarnaan Wright
dan Giemsa. Kedua tipe pewarnaan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan
masing-masing.
Dalam proses pembuatan preparat apusan darah menggunakan pewarna
wright, lebih mudah dilakukan daripada prosedur yang dilakukan untuk pewarnaan
giemsa. Selain itu pembuatan preparat apusan dengan pewarna wright, tidak
membutuhkan waktu yang lama. Namun, pada umumnya hasil pewarnaan dengan
menggunakan pewarna wright kurang bagus (Handayani, 2017). Penggunaan pewarna
Wright di Indonesia disebabkan zat warna Wright telah mengandung metil alkohol
dalam konsentrasi tinggi, sehingga tidak perlu dilakukan fiksasi. Kelebihan dari
pewarnaan Wright yaitu plasma dan inti sel lebih jelas terlihat. Hal itu disebabkan
karena komposisi dari Wright, yang terdiri dari methylene blue yang akan memberi
warna biru pada inti (nukleus) yang mengandung DNA dan eosin yang memberi
warna merah pada sitoplasma. Sedangkan kekurangan pewarna Wright yaitu tidak
tahan lama dalam iklim tropis (Freund, 2012).
Sedangkan pada pembuatan preparat dengan menggunakan pewarna Giemsa,
umumnya menghasilkan hasil pewarnaan yang lebih bagus dibandingkan dengan
preparat apusan menggunakan pewarna wright sehingga nampak jelas morfologi sel
darah apabila damati dengan menggunakan mikroskop, namun pada pembuatan
preparat apusan darah dengan pewarnaan Giemsa ini memiliki prosedur yang lebih
sulit, serta dalam prosesnya membutuhkan waktu lama, sehingga diperlukan
praktikan yang terampil untuk melakukannya (Handayani, 2017).
Di Indonesia, pewarnaan yang umum digunakan untuk mewarnai apus darah
tepI adalah Gimesa. Giemsa sangat baik untuk mengidentifikasi berbagai sel
granulosit dan sel-sel darah lainnya, menghasilkan gambaran inti yang jelas, sangat
baik dalam membedakan komponen basofilik atau eosinofilik dari sel limfoid dan
mieloid, dan keunggulan utama Giemsa ialah lebih tahan lama dalam iklim tropis dan
sangat baik untuk mempelajari parasit-parasit darah (Barcia, 2007).
Dalam metode pewarnaan Giemsa terdapat prosesdur dimana semir darah perlu
direndam dalam metil alkohol. Alkohol ini berfungsi sebagai dehidrasi, yang berperan
dalam proses dehidrasi adalah proses pengeluaran air dari dalam jaringan. Apabila
prosesnya tidak sempurna maka air akan tetap ada di dalam jaringan dan seiring dengan
berjalannya waktu akan dapat menyebabkan rusaknya preparat lebih cepat. Fungsi dari
pembasuhan preparat menggunakan air keran adalah untuk mengurangi adanya
pewarnaan yang terlalu pekat pada preparat. Diakhir pembuatan preparat, akan
digunakan entelan yang berfungsi sebagai perekat antara preparat dengan kaca penutup.
(Sundoro, 1983).
Berdasarkan hasil pengamata bahwa pada preparat apusan darah menggunakan
pewarnaan Giemsa didapatkan adanya sel darah merah (eritrosit) yang berbentuk
bikonkaf atau cekung di bagian tengahnya. Sesuai dengan pernyataan Handayani
(2008) bahwa bentuk bikonkaf akibat adanya intisel, mitokondria dan ribosom akan
memudahkan gerakan eritrosit ketika masuk dan melewati serta bergerak diantara sel.
Selanjutnya pada pewarnaan Giemsa juga ditemukan adanya sel darah putih (leukosit)
yakni neutrofil, basofil dan limfosit. Dikatakan neutrofil karena pada pengamatan dapat
dilihat bahwa nukleusnya memiliki tiga sampai lima lobus yang terhubungkan dengan
benang kromatin tipis sesuai dengan pernyataan Meyer dan Harvey (2004). Selanjutnya
ditemukan pula bentukan basofil dimana basofil memiliki sejumlah granula sitoplasma
besar yang bentuknya tidak beraturan dan akan berwarna keunguan sampai hitam. Basofil
berperan dalam respon alergi. Sel ini mengandung histamine ( Meyer, DJ., Harvey, JW. 2004).
Dan yang terakhir ditemukan limfosit yang memiliki bentukan bulat tengah hampir menempati
seluruh isi sel dimana sesuai dengan pernyataan Handayani (2008) yakni limfosit memiliki
nukleus yang besar dan bulat, hampir menempati seluruh sel. Sel limfosit berkembang
dalam jaringan limfe. Ukurannya sekitar 7-15 mikron. Jumlahnya 20-25% dan
berfungsi untuk memfagosit benda asing yang masuk kedalam tubuh. Kemudian pada
pewarnaan Wright hanya ditemukan eritrosit dan basofil.
G. Kesimpulan
1. Pembuatan preparat apusan darah dengan menggunakan pewarnaan Wright
membutuhkan waktu yang tidak lama namun hasil preparat kurang bagus saat
diamati.
2. Pembuatan preparat apusan darah dengan menggunakan pewarnaan Giemsa
memiliki hasil yang jelas dan tajam saat diamati meskipun prosesnya membutuhkan
waktu yang lama.
DAFTAR RUJUKAN
Ardina, R. dan Rosalinda, S. 2018. Morfologi Eosinofil Pada Apusan Darah Tepi
Menggunakan Pewarnaan Giemsa, Wright, dan Kombinasi Wright-Giemsa.
Jurnal Surya Medika Volume 3 No. 2 (2018)
Barcia, J.J. 2007. The Giemsa Stain: Its History and Applications. International
Journal of Surgical Pathology. 15 (3) : 292-296
Handayani, Nursasi. 2017. Petunjuk Praktikum Mikroteknik Hewan. Malang: Universitas
Negeri Malang.
Handayani, W., Haribowo, dan Sulistyo, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada
Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika
Freund, M. H. 2012. Atlas Hematologi : Praktikum Hematologi dengan Mikroskop, Edisi
11. Jakarta: Kedokteran EGC.
Marianti, Aditya. 2010. Petunjuk Praktikum fisiologi Hewan. Semarang : Biologi FMIPA
UNNES.
Meyer, D.J. Harvey J.W. 2004. Veterinary Laboratory Medicine Interpretation and
Diagnosis. Philadelphia: Saunders.
Riswanto. 2013. Pemeriksaan Laboratorium Hematologi. Yogyakarta: Alfamedia dan
Kanal Medika.
Rudyatmi, Eli. 2011. Bahan Ajar Mikroteknik. Semarang: Jurusan Biologi FMIPA
UNNES.
Siswanto. 2017. Darah dan Cairan Tubuh. Denpasar : Laboratorium Fisiologi Verteriner
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana.
Sloane, E. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.
Subowo. 1992. Histologi Umum. Jakarta: PT.Bumi Aksara.
Sundoro, S.H. 1983. Metode Pewarnaan (Histologis dan Histokimia). Jakarta: Penerbit
Bhrataro Karya Aksara.

Anda mungkin juga menyukai