Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fungi atau lebih dikenal dengan jamur merupakan kelompok organisme
eukariotik yang membentuk dunia jamur atau regnum fungi. Jamur pada
umumnya multiseluler (bersel banyak). Ciri-ciri jamur berbeda dengan
organisme lainnya dalam hal cara makan, struktur tubuh, pertumbuhan, dan
reproduksinya.
Jamur merupakan salah satu mikroorganisme penyebab penyakit pada
manusia. Jamur tumbuh dimana saja dekat dengan kehidupan manusia, baik
di udara, tanah, air, pakaian, bahkan di tubuh manusia sendiri. Ada ribuan
spesies yang berbeda dengan karakteristik yang berbeda yang berada di
kelas ini. Mereka terdiri dari dinding sel yang kaku dan juga memiliki
membran inti terikat. Organisme ini gagal untuk photosensitize karena
mereka tidak memiliki klorofil. Karena karakteristik unik dari jamur,
mereka telah dikategorikan ke dalam kelompok yang terpisah, berbeda dari
tumbuhan dan hewan.
Meskipun banyak jenis jamur yang bermanfaat bagi kita dalam
beberapa cara atau yang lain, ada spesies tertentu yang dapat menyebabkan
beberapa penyakit pada manusia. Jamur bisa menyebabkan penyakit yang
cukup parah bagi manusia. Penyakit yang disebabkan oleh jamur berasal
dari makanan yang kita makan sehari-hari, atau juga dari konsumsi jamur
beracun. Banyak orang meremehkan penyakit karena jamur, seperti panu
atau kurap. Padahal, penyakit ini bisa menular lewat persentuhan kulit, atau
juga dari pakaian yang terkontaminasi spora jamur. Banyak anggapan,
penyakit panu atau kurap sekadar masalah kosmetik. Bahkan, jamur bisa
mengenai manusia dari kepala hingga ujung kaki, dari bayi hingga orang
dewasa dan orang lanjut usia. Pada manusia jamur hidup pada lapisan
tanduk. Jamur itu kemudian melepaskan toksin yang bisa menimbulkan
peradangan dan iritasi berwarna merah dan gatal. Infeksinya bisa berupa
bercak-bercak warna putih, merah, atau hitam di kulit dengan bentuk
simetris. Ada pula infeksi yang berbentuk lapisan-lapisan sisik pada kulit.

1
Itu tergantung pada jenis jamur yang menyerang. Oleh karena itu makalah ini
membahas tentang beberapa penyakit yang disebabkan oleh jamur.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penyusunan makalah ini ialah sebagai
berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan Cryptococcus neoformans ?
2. Apa yang dimaksud dengan Candida?
3. Apa yang dimaksud dengan Aspergillus?
4. Apa yang dimaksud dengan Malassezia furfur?
5. Apa yang dimaksud dengan Coccidioides immitis?
1.3 Tujuan Makalah
Adapun tujuan dalam penyusunan makalah ini ialah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui tentang jamur Cryptococcus neoformans.
2. Untuk mengetahui tentang jamur Candida.
3. Untuk mengetahi tentang jamur Aspergillus.
4. Untuk mengetahui tentang Malassezia furfur.
5. Untuk mengetahui tentang Coccidioides immitis.
1.4 Manfaat Makalah
Adapun manfaat dalam penyusunan makalah ini ialah sebagai berikut :
1. Agarmahasiswa dapat mengetahui tentang jamur Cryptococcus
neoformans.
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang jamur Candida.
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang jamur Aspergillus.
4. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang Malassezia furfur.
5. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang Coccidioides immitis.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Cryptococcus neoformans
2.1.1 Definisi
Cryptococcus pertama kali ditemukan pada tahun 1894 oleh Busse
dan Buschke yang melaporkan satu kasus pada seorang perempuan
usia 31 tahun yang mempunyai ulkus berukuran besar pada tibianya
dan ditemukan pembesaran kelenjar getah bening. Busse
mengobservasi bentuk seperti jamur pada pemeriksaan lesi secara
histologi dan kemudian mengkultur jamur tersebut yang awalnya
disebut sebagai Saccharomyces. Isolasi pertama Cryptococcus dari
lingkungan dilaporkan pada tahun 1894 sewaktu Sanfelice mengisolasi
jamur dari buah persik dan dinamakan Saccharomyces neoformans.
Pada tahun 1901 Vuillemin mengganti nama jamur itu menjadi
Cryptococcus hominis untuk membedakannya dari bentuk
Saccharomyces spp. Pada tahun 1976, Kwon-Chung menemukan dan
menggolongkan sebagai basidiomycete dan dinamakan Filobasidiella
neoformans. Akhirnya pada tahun 2003 seluruh genom C. neoformans
dapat ditentukan (Efrida, dkk, 2012).
2.1.2 Klasifikasi
Adapun klasifikasi Cryptococcus neoformans sebagai berikut :
Kerajaan : Fungi
Filum : Basidiomycota
Subfilium : Basidiomycotina
Kelas : Urediniomycetes
Ordo : Sporidiales
Famili : Sporidiobolaceae
Genus : Filobasidiella (Cryptococcus)
2.1.3 Morfologi dan Habitat
Cryptococcus neoformans adalah organisme dimorfik, merupakan
basidiomisetes yang bersifat saprofit, ditemukan di seluruh dunia
karena habitatnya adalah pada kotoran burung dan tanah yang

3
terkontaminasi kotoran burung. Basidiospora berukuran kecil yaitu 1,8
µm sampai 3,0 µm, dapat dalam bentuk sel ragi pada suhu 37°C atau
membentuk hifa dikariotik pada suhu 24°C. Secara mikroskopis
Cryptococcus neoformans di dalam jaringan atau cairan spinal
berbentuk sferis sampai oval dengan diameter 3 µm10 µm, sering
bertunas (budding) dan dikelilingi oleh kapsul yang tebal. Pada agar
Sabouraud dengan suhu kamar, koloni yang terbentuk berwarna
kecoklatan, mengkilat, dan mukoid (Efrida, dkk, 2012).
Cryptococcus neoformans diklasifikasikan kedalam lima serotipe
(A, B, C, D, dan AD) dan tiga varietas yaitu C. neoformans var.
neoformans (serotipe D), C. neoformans var. grubii (serotipe A), dan
C. neoformans var. gattii (serotipe B dan C). Pembagian serotipe
berdasarkan perbedaan epitop pada kapsulnya dan perbedaan reaksi
aglutinasi pada kapsul sesuai dengan polisakaridanya. Perbedaan
varietas ini berdasarkan pada kemampuan varietas gattii dalam
menggunakan glisin atau prolin sebagai sumber nitrogen satu-satunya
sedangkan varietas neoformans/grubii tidak. Varietas gattii juga
resisten terhadap canavanine sedangkan varietas neoformans/grubii
biasanya sensitif. Kesanggupan dalam menggunakan glisin dan
ketahanan terhadap canavanine digunakan dalam membedakan varietas
gattii dengan varietas neoformans/grubii. Pada Tabel berikut
ditampilkan perbedaan C. neoformans varietas neoformans dan
varietas gattii (Efrida, dkk, 2012).
2.1.4 Penularan
Penularan Spora dari jamur yang menyebabkan kriptokokus
dihasilkan di permukaan tanah (soil) dan terbawa dan tersebar kemana-
mana oleh angin, lalu terhirup manusia dan menimbulkan
infeksi.cryptococcus neoformans suka hidup di lingkungan yang
tercemar kotoran burung atau kelelawar. Kriptokokosis atau penyakit
yang disebut infeksi jamur Cryptococcus neoformans terjadi bila
seseorang termakan buah-buahan atau terminum susu yang telah
tercemari atau terkontaminasi dengan kotoran burung yang

4
mengandung jamur tersebut. Mastitis pada lembu bisa pula akibat
infeksi jamur Cryptococcus neoformans sehingga terminum susu
lembu yang mengidap mastitis bisa pula mengundang infeksi jamur
tersebut (Efrida, dkk, 2012).
2.1.5 Infeksi Cryptococcus neoformans
Kriptokokal meningitis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh
jamur berkapsul genus Cryptococcus yaitu Cryptococcus neoformans
yang mengenai sistem saraf pusat dengan gejala meningitis dan
meningoensefalitis . Penyakit ini muncul sebagai kasus sporadis yang
tersebar di seluruh dunia, merupakan infeksi oportunistik terutama
terjadi pada individu immunocompromised (umumnya pada penderita
HIV/AIDS), tetapi kasus dapat juga terjadi pada individu yang
imunokompeten (Efrida, dkk, 2012).
2.2. Candida
2.3.1 Definisi
Candida merupakan jamur yang mempunyai kemampuan untuk
tumbuh dalam dua bentuk yang berbeda yaitu blastopore
(blasroconidia) adalah bentuk fenotip yang bertanggung jawab dalam
tranmisi dan penyebaran, serta germinated yeast. Oleh karena itu
Candida disebut jamur dimorfik. Perbedaan ini tergantung pada faktor
eksternal yang mempengaruhi selama proses pertumbuhan
berlangsung. Bentuk fenotip dapat menginvasi jaringan dan
menimbulkan simptomatik karena dapat menghasilkan mycelia
(Eniba, dkk, 2016).
Kandidiasis adalah infeksi jamur yang terjadi karena tidak
terkontrolnya pertumbuhan dari spesies Candida yang dapat
menyebabkan sariawan, lesi pada kulit, vulvaginistis, candiduria,
gastrointestinal candidiasis yang menyebabkan gastriculcer, atau
bahkan dapat menjadi komplikasi kanker. Pada orang sehat hidup 30-
60% Candida albicans yang hidup normal tanpa adanya keluhan
namun dapat menjadi patogen bila terdapat faktor resiko seperti

5
menurunnya imunitas, gangguan endokrin, terapi antibiotik jangka
panjang, perokok dan kemoterapi (Eniba, dkk, 2016).
2.3.2 Klasifikasi
Adapun klasifikasi dari Candida albicans (Eniba, dkk, 2016)
sebagai berikut :
Divisi : Thallophyta
Subdivisi : Fungi
Kelas : Deuteromycetes
Ordo : Moniliases
Famili : Cryptococcaceae
Genus : Candida
Spesies : Candida albicans
2.3.3 Morfologi
Sel jamur Candida berbentuk bulat, lonjong atau bulat lonjong.
Koloninya pada medium padat sedikit timbul dari permukaan
medium, dengan permukaan halus, licin atau berlipat-lipat, berwarna
putih kekuningan dan berbau ragi. Besar koloni bergantung pada
umur. Pada tepi koloni dapat dilihat hifa semu sebagai benang-benang
halus yang masuk ke dalam medium. Pada medium cair jamur
biasanya tumbuh pada dasar tabung. C. albicans dapat meragikan
glukosa dan maltosa menghasilkan asam dan gas. Selain itu C.
albicans juga menghasilkan asam dari sukrosa dan tidak bereaksi
dengan laktosa (Eniba, dkk, 2016).
2.3.4 Penularan
Jamur C. albicans kadang-kadang merupakan flora normal pada
tubuh manusia. Cara penularan yaitu karena kontak secret dan ekskret
dari mulut, kulit, vagina dan tinja dari penderita ataupun “carrier”,
atau tertular melalui jalan lahir pada saat bayi dilahirkan, penularan
endogen. Masa inkubasi bervariasi 2-5 hari untuk lesi mulut pada
anak. Masa penularan diasumsikan menular ketika ditemukan lesi.

6
2.3.5 Infeksi Candida albicans
C. albicans menimbulkan suatu keadaan yang disebut kandidiasis,
yaitu penyakit pada selaput lendir, mulut, vagina dan saluran
pencernaan. Infeksi terbanyak secara endogen, karena jemur telah ada
di dalam tubuh penderita, di dalam berbagi organ, terutama di dalam
usus. Infeksi biasanya terjadi bila ada faktor predisposisi. Oleh karena
itu C. albicans pada hakikatnya dimasukkan sebagian jamur oportinis.
Faktor-faktor predisposisi utama infeksi C. albicans pada hakikatnya
dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok pertama
menyuburkan pertumbuhan C. albicans seperti diabetes mellitus dan
kehamilan. Kelompok kedua yaitu memudahkan terjadinya invasi
jaringan atau penyakit yang melemahkan tubuh penderita, misalnya
penyakit menahun dan pemberian kortikosteroid (Eniba, dkk, 2016).
2.3. Aspergillus
2.3.1 Definisi
Aspergillus adalah jamur yang membentuk filamenfilamen
panjang bercabang, dan dalam media biakan membentuk miselia dan
konidiospora. Aspergillus berkembang biak dengan pembentukan
hifa atau tunas dan menghasilkan konidiofora pembentuk spora.
Sporanya tersebar bebas di udara terbuka sehingga inhalasinya tidak
dapat dihindarkan dan masuk melalui saluran pernapasan ke dalam
paru. Sebagai negara tropis Indonesia menjadi lahan subur
tumbuhnya jamur. Karena itu, penyakit- penyakit akibat jamur sering
kali menjangkiti masyarakat (Hasanah, 2017).
2.3.2 Klasifikasi
Adapun klasifikasi Aspergillus fumigates sebagai berikut (Arif,
2013) :
Superkingdom : Eukaryota
Kingdom : Fungi
Phylum : Ascomycota
Subphylum : Pezizomycotina
Class : Eurotiomycetes

7
Order : Eurotiales
Family : Trichocomaceae
Genus : Aspergillus
Species : Aspergillus fumigatus
2.3.3 Morfologi
Aspergillus fumigatus adalah jamur yang termasuk dalam kelas
Ascomycetes yang mudah diisolasi dari lingkungan udara. Jamur ini
dapat ditemukan di mana-mana pada tumbuh-tumbuhan yang telah
membusuk. Aspergillus fumigatus merupakan patogen manusia
terpenting dan penyakit yang terjadi pada orang dengan penurunan
sistem imun (imunosupresi) serta pasien dengan penyakit paru dasar.
Terdapat tiga jenis patologi pada penyakit paru: alergi, kolonisasi
dan invasi (Arif, 2013).
Aspergillus fumigatus memiliki tangkai-tangkai panjang
(konidiofor), konidiofora berseptat atau nonseptat yang muncul dari
sel kaki, pada ujung konidiofor muncul sebuah gelembung, keluar
dari gelembung ini muncul sterigma, pada sterigma muncul
konidium–konidium yang tersusun berurutan mirip bentuk untaian
mutiara yang mendukung kepalanya yang besar (vesikel). Di kepala
ini terdapat spora yang membangkitkan sel hasil dari rantai panjang
spora. Aspergillus fumigatus ini mampu tumbuh pada suhu 37°C
(Arif, 2013)
2.3.4 Penularan
Aspergillus merupakan jamur yang mampu hidup pada media
dengan derajat keasaman dan kandungan gula yang tinggi. Jamur ini
dapat menyebabkan pembusukan pada buah-buahan atau sayuran.
Aspergillus ada yang bersifat parasit, ada pula yang besifat saprofit.
Aspergillus yang bersifat parasit menyebabkan penyakit aspergillosis
pada unggas karena dapat memproduksi suatu zat racun yang disebut
dengan aflatoksin. Aspergillus Spp sering ditemukan pada bahan
pakan yang disimpan di dalam gudang dengan kelembaban tinggi.
Aspergillus Spp dianggap patogen karena dapat menyebabkan suatu

8
penyakit saluran pernafasan, radang granulomatosis pada selaput
lendir, mata, telinga, kulit, meningen, bronchus dan paru-paru (Praja,
dkk, 2017).
2.3.5 Infeksi Aspergillus fumigatus
Aspergillosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Jamur
Aspergillus. Aspergillosis merupakan sebuah spectrum dari penyakit
manusia dan binatang yang disebabkan oleh anggota dari genus
Aspergillus. Aspergillosis merupakan infeksi opurtunistik, paling
sering terjadi pada paru-paru, dan disebabkan oleh spesies
Aspergillus yaitu Aspergillus fumigatus, jamur yang terutama
ditemukan pada pupuk kandang dan humus. Spora spesies ini dapat
diisap masuk ke dalam paru-paru dan menyebabkan infeksi kronik
atau aspergillosis diseminata, jika terjadi infeksi paru invasif oleh
Aspergillus (Hasanah, 2017).
Bentuk paling parah aspergillosis disebut aspergillosis paru
invasif. Kondisi ini terjadi ketika infeksi menyebar dengan cepat dari
paru-paru melalui aliran darah ke otak, jantung, ginjal, atau kulit.
Aspergillosis paru invasif umumnya terjadi pada orang dengan
sistem kekebalan tubuh melemah karena penyakit tertentu atau saat
menjalani kemoterapi. Tanda dan gejala tergantung pada organ yang
terkena, tetapi secara umum meliputi: demam dan menggigil, batuk
berdarah, pendarahan parah dari paru-paru, sesak napas, nyeri dada
dan nyeri sendi, mimisan, pembengkakan wajah pada satu sisi, lesi
kulit (lecet-lecet pada kulit) (Hasanah, 2017).
2.4. Malassezia Furfur
2.4.1 Definisi
Malassezia furfur adalah jamur lipofilik yang berperan sebagai
flora normal kulit manusia. Jika terjadi gangguan keseimbangan
antara hospes dan jamur, jamur dapat tumbuh subur dan berkembang
dari bentuk yeast menjadi miselial yang bersifat pathogen. Jamur ini
termasuk salah satu penyebab mikosis superfisialis yang mengenai

9
stratum korneum pada lapisan epidermis, golongan non dermatofita
(Sihombing, dkk, 2018).
2.4.2 Klasifikasi
Adapun klasifikasi Malassezia furfur ialah sebagai berikut
(Sihombing, dkk, 2018) :
Kerajaan : Fungi
Divisi : Basidiomycota
Kelas : Hymenomycetes
Ordo : Tremellales
Familia : Filobasidiaceae
Genus : Malassezia
Spesies : Malassezia furfur
2.4.3 Morfologi
Malassezia furfur mempunyai bentuk dimorfik, saat menginvasi
jaringan berbentuk seperti ragi (yeast like), tetapi jika hidup di
medium kultur akan membentuk miselium. Ragi Malassezia furfur
berbentuk oval-bulat atau seperti botol, berukuran 3 – 8 µm dan
bereproduksi dengan cara blastospora atau bertunas. Ragi ini mampu
membentuk hifa (fase hifa) yang bersifat invasif serta patogen. Pada
fase hifa terbentuk hifa bersepta yang mudah putus, sehingga
nampak hifa-hifa pendek, berujung bulat atau tumpul. Pada fase hifa
Malassezia furfur bereproduksi dengan menghasilkan mikrokonidia
dan makrokonidia, multiseptat, berbentuk gelondong yang jauh lebih
besar daripada mikrokonidianya. Komponen utama dinding selnya
terdiri dari gula (70%), protein (10%), lipid (10 – 15%) serta
sejumlah kecil nitrogen dan sulfur (Sihombing, dkk, 2018).
2.4.4 Infeksi Mallasezia furfur
Malassezia furfur yang semula berbentuk ragi akan berubah
menjadi bentuk miselial yang menyebabkan kelainan pada kulit.
Kondisi atau faktor predisposisi yang diduga dapat menyebabkan
perubahan tersebut berupa suhu dan kelembaban kulit yang tinggi,
faktor genetik, hiperhidrosis, kondisi imunosupresif, dan malnutrisi.

10
Contoh kelainan yang disebabkan oleh Malassezia furfur adalah
ketombe. Ketombe adalah pengelupasan sel stratun korneum yang
berlebihan di kulit kepala, berwarna keputih – putihan, dan disertai
rasa gatal. Nama lain dari ketombe adalah dandruff, pitiriasis sikam
pitiriasis simpleks kapitis, pitiriasis furfurasea dan seboroik kapitis.
Umumnya ketombe dianggap sebagai permulaan atau bentuk paling
ringan dari dermatitis seboroik yang mengenai kulit kepala
(Sihombing, dkk, 2018).
Gambaran klinis ketombe berupa sisik – sisik halus atau serbuk
kering yang berwarna putih abu – abu dan mengumpul pada
beberapa 13 lokasi permukaan kulit kepala atau menyeluruh.
Penderita biasanya mengeluh rasa gatal pada kulit kepala terutama
bila udara panas dan berkeringat kadang disertai kerontokan rambut.
Apabila skuama yang terlepas dari kulit kepala jatuh ke pakaian atau
bahu penderita maka akan menimbulkan gangguan estetika yang
tidak menyenangkan. Jika keadaan terus berlanjut dapat timbul
kebotakan setempat atau merata (Sihombing, dkk, 2018).
2.4.5 Penyebab
Beberapa penyebab serta faktor resiko yang memicu timbulnya
ketombe antara lain adalah (Yuniati, 2013) :
a. Peningkatan Pengelupasan sel keratin
Secara normal, lapisan kulit teratas akan diganti oleh sel-sel
dari lapisan dibawahnya. Pada kulit kepala juga mengalami
pengelupasan sel keratin kemudian digantikan dengan sel-sel
yang bergerak ke lapisan yang lebih atas. Pada keadaan normal,
proses ini berlangsung sebulan sekali, sedangkan pada keadaan
ketombe proses ini bias terjadi 10-15 hari sekali.
b. Mikroflora Normal
Mikroflora normal dikulit kepala berubah dari flora normal
menjadi pathogen dan menginduksi inflamasi dan deskuamasi
diperkirakan melalui pengaktifan system komplemen sehingga
menimbulkan reaksi inflamasi serta pengeluaran lipase yang

11
menguraikan trigliserida pada sebum menjadi asam lemak bebas
yang bersifat iritan bagi kulit kepala dan menimbulkan ketombe.
c. Kelenjar Sebasea
Kelenjar sebasea menghasilkan sebum dikulit kepala. Jika
jumlahnya berlebih serta adanya pengaruh mikroorganisme akan
menyebabkan ketombe. Kadar sebum bias dipengaruhi oleh
konsumsi lemak yang berlebih yang mencapai kelenjar sebasea
dan akhirnya menjadi bahan pembentuk sebum. Stress psikis juga
menyebabkan peningkatan aktivitas kelenjar sebasea.
2.5. Coccidioides immitis
2.5.1 Definisi
Coccidioides Immitis adalah suatu jamur tanah yang
menyebabkan koksidioidomikosis (Demam San Joaquin, Demam
Lembah). Demam Lembah, disebut demikian karena infeksi ini
berasal dari koksidioidomikosis yang sifatnya endemic pada
beberapa daerah kering di Barat daya Amerika Serikat dan Amerika
Latin. Koksidioidomikosis biasanya menyerang paru-paru. Tetapi
infeksi ini biasanya sembuh sendiri, penyebaran jarang terjadi, tetapi
sifatnya mematikan (Sutanto, 2008).
2.5.2 Klasifikasi
Adapun klasifikasi dari Coccidioides immitis ialah sebagai
berikut (Sutanto, 2008) :
Kingdom : Fungi
Filum : Ascomycota
Kelas : Euascomycetes
Ordo : Onygenales
Family : Onygenaceae
Genus : Coccidioides
2.5.3 Morfologi
C. immitis adalah jamur dimorfik. Di tanah dan dalam biakkan
suhu kamar C.immitis membentuk koloni filamen. Hifa jamur ini
membentuk artrospora dan mengalami fragmentasi. Artrospora ini

12
ringan dan mudah terbawa oleh angin dan terhirup ke dalam paru.
Pada suhu 37 C, C. immitis membentuk koloni yang terdiri dari
sferul yang berisi endospora (Sutanto, 2008).
2.5.4 Penularan
Daerah endemic C. immitis adalah daerah – daerah kering. Jamur
ini ditemukan dalam tanah dan jaringan binatang pengerat. Di dalam
tanah, terjadi pembentukan artrospora dan berkecambah. Sedangkan
di dalam jaringan binatang pengerat, terjadi pembentukan sferul
dengan endospora. Tetapi saat dilakukan penelitian, binatang
pengerat yang terinfeksi jamur ini tidak menambah penyebarannya
dengan menularkannya pada manusia. Jadi peluang terbesar terhadap
infeksi C.immitis ini adalah lewat tanah. Miselium dari jamur ini ada
di tanah. Miselium itu mengandung hifa yang merupakan alat
perkembangbiakan vegetative jamur. Hifanya berupa Hifa “aerial”.
Hifa ini memiliki banyak inti sel dengan jalur – jalur sitoplasma
berjalan melalui septum spora diantara sel – sel. Hifa ini secara
bergantian membentuk artospora dan sel – sel kosong. Artrospora ini
sifatnya ringan, mengapung di udara , dan sangat mudah
menimbulkan infeksi (Sutanto, 2008).
Jika Artrospora ini terhirup oleh manusia, spora – spora yang
menular ini berkembang menjadi sferul jaringan. Sferul ini
bentuknya bulat seperti bola yang garis tengahnya 15 – 60 μm
dengan dinding yang tebal dan berbias ganda. Endospora nantinya
akan terbentuk dalam sferul tersebut dan mengisinya. Waktu
dindingnya pecah, endospora dikeluarkan ke dalam jaringan
sekitarnya (dalam tubuh manusia), dimana endospora membesar
membentuk sferul yang baru. Di dalam tubuh manusia terdapat
bentuk bulatan – bulatan kecil tempat tumbuhnya endospora.
Endospora dilepaskan saat sudah masak, lalu membengkak dan
menjadi bulatan-bulatan baru (Sutanto, 2008).

13
2.5.5 Infeksi Coccidioides immitis
Infeksi dari jamur ini didapat melalui inhalasi artrospora yang
terdapat di udara. Infeksi pernafasan yang nantinya timbul dapat
bersifat asimptomatis dan mungkin hanya terbukti dengan
pembentukan antibody presipitasi dan tes kulit positif dalam 2-3
minggu. Disamping itu penyakit yang menyerupai influenza, yang
disertai demam, lesu, batuk, dan rasa sakit di seluruh tubuh juga
dapat terjadi (Sutanto, 2008).
Kurang dari 1% orang yang terinfeksi C. immitis, penyakitnya
berkembang menjadi bentuk yang menyebar dan sangat fatal. Hal ini
dapat sangat menyolok terlihat pada wanita yang sedang hamil. Ini
disebabkan karena kadar estradiol dan progesterone yang meningkat
pada wanita hamil dapat menambah pertumbuhan C. immitis.
Sebagian besar orang dapat dianggap kebal terhadap reinfeksi,
setelah tes – tes kulitnya menjadi positif. Akan tetapi, bila individu
seperti ini kekebalannya ditekan dengan obat atau penyakit,
penyebarannya dapat terjadi beberapa tahun setelah infeksi
primernya. Koksidioidomikosis yang menyebar dapat disamakan
juga dengan tuberkolosis, dengan lesi pada banyak organ tubuh,
tulang dan susunan saraf pusat (Sutanto, 2008).

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Cryptococcus neoformans adalah organisme dimorfik, merupakan
basidiomisetes yang bersifat saprofit, ditemukan di seluruh dunia karena
habitatnya adalah pada kotoran burung dan tanah yang terkontaminasi
kotoran burung. Candida merupakan jamur yang mempunyai kemampuan
untuk tumbuh dalam dua bentuk yang berbeda yaitu blastopore
(blasroconidia) adalah bentuk fenotip yang bertanggung jawab dalam
tranmisi dan penyebaran, serta germinated yeast. Aspergillus adalah jamur
yang membentuk filamenfilamen panjang bercabang, dan dalam media
biakan membentuk miselia dan konidiospora. Aspergillus berkembang biak
dengan pembentukan hifa atau tunas dan menghasilkan konidiofora
pembentuk spora.
Malassezia furfur adalah jamur lipofilik yang berperan sebagai flora
normal kulit manusia. Jika terjadi gangguan keseimbangan antara hospes
dan jamur, jamur dapat tumbuh subur dan berkembang dari bentuk yeast
menjadi miselial yang bersifat pathogen. Coccidioides Immitis adalah suatu
jamur tanah yang menyebabkan koksidioidomikosis (Demam San Joaquin,
Demam Lembah).
3.2 Saran
Saran yang dapat disampaikan ialah dengan adanya makalah ini dapat
digunakan sebagai referensi untuk menambah pengetahuan dan wawasan
para pembaca mengenai jamur yang sifatnya pathogen sehingga dapat
menyebabkan penyakit pada manusia.

15
DAFTAR PUSTAKA

Arif, N. A. 2013. Penyakit Aspergillosis. Universitas Hasanuddin. Makassar.


Sulawesi Selatan.

Efrida., Desiekawati. 2012. Kriptokokal Meningitis : Aspek Klinis dan Diagnosis


Laboratorium. Jurnal Kesehatan Andalas 1(1) : 39-44.

Eniba, J., Rini, M. C., Siti, N. E., Yetti, R., Zulfan, M. 2016. Candidias. Stikes
Duta Gama Klaten. Jawa Tengah.

Hasanah, U. 2017. Mengenal Aspergillosis, Infeksi Jamur Genus Aspergillus.


Jurnal Keluarga Sehat Sejahtera 15(30) : 76-86.

Praja, R. N., Aditya, Y. 2017. Isolasi dan Identifikasi Aspergillus Sp Pada Paru-
Paru Ayam Kampung Yang di Jual di Pasar Banyuwangi. Jurnal Medik
Veteriner 1(1) : 6-11.

Sihombing, M. A., Winarto., I. Sarawati. 2018. Uji Efektivitas Antijamur Ekstrak


Biji Pepaya (Carica Pepaya L.) Terhadap Pertumbuhan Malassezia furfur
Secara In Vitro. Jurnal Kedokteran Diponegoro 7(2) : 724-732.

Sutanto, S. A. 2008. Coccidioides immitis. Universitas Sanata Dharma.


Yogyakarta.

Yuniati, S. 2013. Formulasi Shampo Antiketombe Eksrak Teh Hitam dan Teh
Hijau serta Uji Aktivitasnya Terhadap Pityrosporum ovale. Skripsi. Fakultas
Farmasi. Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Jawa Tengah.

16

Anda mungkin juga menyukai