IDENTITAS PRAKTIKAN
Nama : Dian Firdaus
NIM : 03031281419075.
Shift/Kelompok : Senin Pagi/5.
3.1. Tempe
Tempe dapat didefinisikan sebagai suatu massa hasil fermentasi kapang
dengan bahan baku biji-bijian yang terikat bersama oleh miselium kapang
tersebut. Tempe juga diklasifikasikan sebagai salah satu contoh produk fermentasi
kacang-kacangan dan/atau serealia yang menghasilkan protein nabati bertekstur
pengganti daging. Tempe dihasilkan dengan pemasakan dan pengupasan kedelai
serta inokulasi beberapa galur Rhizopus yang berbeda (R. oligosporus, R. oryzae,
dan R. stolonifer). Fermentasi pada tempe merupakan fermentasi kultur padat
yang melibatkan kapang, bakteri, dan juga khamir. Tempe yang baik dapat
dicirikan oleh permukaan yang ditutupi oleh miselium kapang secara merata,
kompak dan berwarna putih, antara butiran kacang dipenuhi oleh miselium dengan
ikatan yang kuat dan merata sehingga bila diiris tempe tersebut tidak hancur .
Fermentasi pada tempe merupakan jenis fermentasi yang dilakukan
untuk meningkatkan kualitas nilai gizi dan karakter pada analisa organoleptik.
Tempe di Indonesia pada umumnya terbuat dari kedelai. Tempe memiliki
beberapa keunggulan dibandingkan dengan kedelai. Isoflavon kedelai yang
dilaporkan dapat mencegah carcinoma payudara manusia dan sel kanker lambung
1
2
meningkat jumlahnya pada tempe. Komponen isoflavon pada tempe yang lain
adalah asam 3-hidroksiantranilat (HAA) yang efektif dalam mencegah
autooksidasi kedelai dan memiliki aktivitas antioksidatif yang tinggi baik di dalam
air, alkohol, maupun membran eritrosit. HAA tidak ditemukan dalam kedelai
namun diproduksi selama inkubasi Rhizopus oligosporus. Tempe sangat stabil
terhadap ketengikan. Minyak mentah yang diekstrak dengan heksana yang
dibandingkan dengan alkohol (2:1) dari tempe dilaporkan lebih stabil terhadap
oksidasi daripada minyak yang diekstrak dari kedelai.
Fermentasi tempe merombak protein menjadi asam-asam amino bebas
dan meningkatkan kadar peptida sehingga protein tempe memiliki kuantitas dan
kualitas lebih baik serta lebih mudah diserap dibandingkan protein kedelai.
Protein tempe merupakan salah satu alternatif protein hewani yang sangat
memadai. Di samping itu tempe juga dapat menghasilkan antibakteri yang tidak
dimiliki oleh kedelai. Fermentasi pada tempe juga meningkatkan kualitas dan
kuantitas zat-zat gizi kedelai asalnya antara lain vitamin B2, vitamin B12, niasin,
asam pantotenat, asam amino bebas, asam lemak bebas, fosfor, dan zat besi.
Metabolisme kapang dan bakteri selama proses fermentasi dapat
meningkatkan kandungan grup vitamin B, terutama riboflavin, niasin, vitamin B6,
dan vitamin B12. Beberapa galur Rhizopus memproduksi betakaroten sehingga
tempe yang difermentasi dengan kultur terseleksi dapat menjadi alternatif solusi di
berbagai negara-negara yang penduduknya mengalami kekurangan vitamin A.
Tempe juga mengandung ergosterol, prekursor vitamin D2, hasil aktivitas kapang
Rhizopus sp. yang tidak terdapat pada kedelai asalnya. Tempe dapat
menanggulangi anemia gizi besi dan berpotensi mencegah kanker. Tempe mampu
mencegah dan menanggulangi hiperkolesterolemia serta penyakit-penyakit yang
terkait seperti penyakit jantung dan atherosclerosis.
media tidak tersedia heme, BAL (Bakteri Asam Laktat) tidak akan memproduksi
katalase untuk menghilangkan hidrogen peroksida dan dengan demikian
menyebabkan akumulasi hidrogen peroksida. Efek bakterisidal dari hidrogen
peroksida disebabkan oleh efek oksidasi terhadap sel bakteri, protein sel yang
memiliki grup sulfihidril, dan struktur lipid membran sel.
Asam organik utama yang ditemukan setelah tahap perendaman adalah
asam laktat yaitu sekitar 80% dari seluruh asam organik yang ditemukan dalam air
rendaman. Demikian pula setelah perendaman selama 24 jam pada suhu 30oC,
asam organik utama yang ditemukan dalam air rendaman kedelai hasil
pengasaman alami teknologi backsloping adalah asam laktat (2.1% weight/volume
air rendaman), sedangkan asam asetat (0,3% weight/volume air rendaman) dan
asam sitrat (0,5% weight/volume air rendaman) ditemukan pula dalam jumlah
lebih sedikit. Pengasaman alami dengan perendaman kedelai tidak mempengaruhi
citarasa tempe yang dihasilkan karena kapang Rhizopus dapat memproduksi
amonia dalam jumlah yang cukup untuk menetralisir asam. Proses pemasakan
dalam air (kedelai : air = 1 : 6.5) setelah perendaman untuk menurunkan
konsentrasi asam laktat dan asam asetat hingga 45% dan 51% .
Asam dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu asam lipofilik dan asam
karboksilat. Asam lipofilik seperti asam asetat dan turunannya, asam propionat,
asam laktat, dan asam kaprilat merupakan komponen yang relatif nonpolar.
Komponen ini umumnya ditambahkan ke dalam bahan pangan karena properti
antimikroba yang dimilikinya. Asam karboksilat lebih polar daripada asam
lipofilik dan umumnya digunakan karena efek secondary (rasa, pengkelat ion
logam, reaksi sinergis dengan antioksidan, mengkontrol pembentukan gel pektin,
mencegah pencoklatan) daripada efek antimikrobanya.
Efek antimikroba dari asam sangat bergantung pada pH dan pada bentuk
tidak terdisosiasi asam tersebut. Bagian yang tidak terdisosiasi dari suatu molekul
dipercaya merupakan faktor yang bertanggungjawab terhadap efek antimikroba.
Bentuk terdisosiasi asam lemah, tidak dapat menembus dinding sel
mikroorganisme. Bentuk tidak terdisosiasi dari asam lemah dapat menembus
bagian dalam sel dengan cepat karena kelarutannya dalam lemak sehingga mampu
berdifusi melewati plasma membran dan berdisosiasi di dalam sel.
Asam lipofilik dalam bentuk tidak terdisosiasi dapat menembus sel
mikroba, dan pada pH intraseluler yang lebih tinggi, terdisosiasi memproduksi ion
hidrogen, dan menggangu fungsi metabolisme esensial seperti translokasi substrat
dan fosforilasi oksidatif, serta menurunkan pH intraseluler mikroba. Oleh karena
itu, penggunaan asam yang bertujuan untuk pengawetan lebih baik digunakan
pada nilai pH yang mendekati pKa. Pada suatu nilai pH, asam yang memiliki nilai
pKa tertinggi, akan memiliki bentuk tidak terdisosiasi lebih banyak dan dengan
demikian memiliki aktivitas antimikroba yang lebih tinggi.
Selama ini asam laktat merupakan pilihan yang utama sebagai bahan
pengasam dalam pembuatan tempe. Jika tidak mungkin memperoleh asam laktat,
asam cuka dapat digunakan sebagai alternatif. Jumlah asam yang ditambahkan
beragam tergantung suhu dan nilai pH akhir kedelai prefermentasi. Penggunaan
bahan pengasam menambah biaya produksi namun mempersingkat waktu
produksi tempe. Pengasaman kimiawi menguntungkan untuk produksi tempe
skala industri karena hanya membutuhkan waktu 2-3 jam bila dibandingkan
dengan cara tradisional yang membutuhkan waktu 20-30 jam.