Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH GERONTIK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPERTENSI

Oleh Kelompok 2 :

1. Dikka Oktaria 16142010155


2. Fajri Ainur R 16142010157
3. Imam Taufik H 16142010159
4. Moh. Zahri 16142010165
5. Mujizat Anugrah Putra 16142010169
6. Nur Hasanah 16142010172
7. Nurul Astutik 16142010174
8. Robiatul Adawiyah 16142010181
9. Sri Rejeki 16142010185
10. Subaidi 16142010186

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

“NGUDIA HUSADA MADURA”

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

ridho dan kemudahan bagi kami untuk menyelesaikan makalah yang berjudul

“Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hipertensi” dengan tepat waktu.

Ucapan terimakasih kami berikan kepada semua pihak yang telah membantu

tersusunnya makalah ini, sehingga bisa terselesaikan dengan baik. Besar harapan

kami untuk memperoleh saran dan kritik yang menyangkut informasi dan metode

penyajian demi kesempurnaan makalah ini.

Melalui kata pengantar ini, kami meminta maaf dan mohon maklum bila

terdapat kekurangan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan

menambah wawasan dalam bidang kesehatan.

Bangkalan, November 2017

Kelompok 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 3

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum 3

1.3.2 Tujuan Khusus 3

1.4 Manfaat 3

BAB 2 TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Teori Hipertensi 5

2.2.1 Definisi 5

2.2.2 Klasifikasi Hipertensi 5

2.2.3 Etiologi 6

2.2.4 Tanda dan Gejala 6

2.2.5 Patofisiologi 7

2.2.6 Pemeriksaan Penunjang 9

2.2.7 Penatalaksanaan 10

2.2.8 Komplikasi 13

2.2.9 Web Of Caution 14

BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTENSI 15

3.1 Konsep Asuhan Keperawatan Hipertensi 15


BAB 4 PENUTUP

4.1 Simpulan 30

4.2 Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut kabo (2010) hipertensi adalah suatu kondisi medis yang kronis di

mana tekanan darah meningkat di atas tekanan darah yang disepakati normal.

Hipertensi adalah factor penyebab utama kematian karena stroke dan factor yang

memperberat infark miokard(serangan jantung). Kondisi tersebut merupakan

gangguan yang paling umum pada tekanan darah. Hiper merupakan gangguan

asimptomatik yang sering terjadi dengan peningkatan tekanan darah secra

persisten.diagnosa hipertensi pada orang dewasa dibuat saat bacaan diastolic rata-

rata dua atau lebih,paling sedikit dua kunjungan berikut adalah 90mmHg atau lebih

tinggi atau bila tekanan darah multiple sistolik rerata pada dua atau lebih kunjungan

berikutnya secara konsisten lebih tinggi dari 140mmHg. (Potter & Perry, 2005).

Di Amerika atau sekitar 60 juta individu dan hampir 1 milyar penduduk dunia

menderita hipertensi, dengan mayoritas dari populasi ini mempunyai risiko yang

tinggi untuk mendapatkan komplikasi kardiovaskuler. Data yang diperoleh dari

Framingham Heart Study menyatakan bahwa prevalensi hipertensi tetap akan

meningkat meskipun sudah dilakukan deteksi dini dengan dilakukan pengukuran

tekanan darah (TD) secara teratur. (Joint National Committee, JNC VII). Di

Indonesia banyaknya penderita Hipertensi diperkirakan 15 juta orang tetapi hanya

4% yang merupakan hipertensi terkontrol. Prevalensi 6-15% pada orang dewasa,

50% diantaranya tidak menyadari sebagai penderita hipertensi sehingga mereka

cenderung untuk menjadi hipertensi berat karena tidak menghindari dan tidak

mengetahui factor risikonya, dan 90% merupakan hipertensi esensial. Saat ini
penyakit degeneratif dan kardiovaskuler sudah merupakan salah satu masalah

kesehatan masyarakat di Indonesia.

Hasil survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1972, 1986, dan 1992

menunjukkan peningkatan prevalensi penyakit kardiovaskuler yang menyolok

sebagai penyebab kematian dan sejak tahun 1993 diduga sebagai penyebab

kematian nomor satu. Penyakit tersebut timbul karena berbagai faktor risiko seperti

kebiasaan merokok, hipertensi, disiplidemia, diabetes melitus, obesitas, usia lanjut

dan riwayat keluarga. Dari faktor risiko diatas yang sangat erat kaitannya dengan

gizi adalah hipertensi, obesitas, displidemia, dan diabetes melitus. Medical record

rumah sakit islam samarinda, 2011 menggatakan Dewasa ini, penyakit infeksi telah

menggalami pergeseran oleh penyakit degenerative. Hal ini memberikan perhatian

kepada tenaga kesehatan khususnya keperawatan untuk meningkatkan pengetahuan

yang mendalaam terhadap penyakit degenerative, penyakit hipertensi merupakan

penyakit yang banyak di alami masyarakat dalam beberapa tahun terakhir.

Berdasarkan data diruang perawatan penyakit dalam khususnya ruang jabal rahmah

rumah sakit islam samarinda selama enam bulan terakhir tahun 2011. Hipertensi

menempati urutan pertama, yaitu 190 kasus,dengan jumlah pasien laki-laki 88

orang dan perempuan 102 orang.

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dapat dibedakan menjadi dua golongan

yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer meliputi lebih

kurang 90% dari seluruh pasien hipertensi dan 10% lainnya disebabkan oleh

disebabkan oleh hipertensi sekunder. Hanya 50% dari golongan hipertensi sekunder

dapat di ketahui penyebabnya dan dari golongan ini hanya beberapa persen yang

dapat diperbaiki kelainannya. Oleh karena itu upaya penaggulanan hipertensi


terhadap hipertensi primer baik menggenai pathogenesis maupun tentang

penggobatannya. Hipertensi tidak boleh di anggap penyakit yang ringan karena jika

terlambat memberikan pertolongan penyakit ini akan merenggut nyawa penderita.

Saat ini banyak penderita hipertensi yang tidak tahu atau tidak mengerti

penyakitnya bahkan banyak yang tidak tahu resiko dari penderita hipertensi apabila

tidak di atasi. Beberapa komplikasi penyakit yang sering terjadi akibat penyakit

hipertensi yang tidak cepat di atasi adalah stroke, insomnia, fertigo.

Dengan makin bertambahnya penduduk usia lanjut, bertambah pula penderita

golongan ini yang memerlukan pelayanan kesehatan. Berbeda dengan segmen

populasi lain, polulasi lanjut usia dimanapun selalu menunjukkan morbiditas dan

mortalitas yang lebih tinggi dibanding populasi lain. Disamping itu oleh karena

aspek disabilitas yang tinggi pada segmen populasi ini selalu membutuhkan derajat

keperawatan yang tinggi.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien lansia dengan hipertensi?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk menambah pengetahuan penulis terutama tentang lanjut usia dengan

hipertensi, sebagai pembelajaran tentang asuhan keperawatan gerontik.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengenal anatomi fisiologi dan proses penuaan pada lansia

2. Mampu menjelaskan tentang pengertian hipertensi

3. Mampu menjabarkan tentang etiologi hipertensi

4. Mampu menjabarkan tentang patofisiologi hipertensi


5. Mampu menyebutkan manifestasi klinis hipertensi

6. Mampu menjelaskan tentang perawatan, pengobatan dan pencegahan

hipertensi

7. Mampu menjabarkan komplikasi hipertensi

8. Mengetahui pemeriksan penunjang pada hipertensi

9. Memahami Asuhan Keperawatan pada pasien lansia dengan hipertensi

1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi keilmuwan

Dapat mengembangkan ilmunya, kepada individu, seprofesi dan masyarakat

lainnya.

1.4.2 Bagi mahasiswa

Mahasiswa khususnya dibidang kesehatan mampu mempelajari dan

mempraktekkan asuhan keperawatan pada pasien lansia dengan hipertensi.

1.4.3 Bagi STIKes NGUDIA HUSADA MADURA

STIKES NGUDIA HUSADA MADURA bisa memberi fasilitas yang

memadai, agar para mahasiswa bisa mempelajari dan memahami dengan

baik tentang asuhan keperawatan pada pasien lansia dengan hipertensi.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Lanjut Usia

A. Pengertian lanjut usia

Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan

fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana

di ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan

reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan

kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut,

kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap

menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan

diri dengan kondisi lingkunganya (Darmojo, 2004).

Pengertian lansia (lanjut usa) menurut UU no 4 tahun 1965 adalah seseorang

yang mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk

keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain (Wahyudi,

2000) sedangkan menuru UU no.12 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia (lanjut

usia) adalah seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun (Depsos, 1999).

Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan

fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang

berakhir dengan kematian (Hutapea, 2005).


B. Batasan Umur Lanjut Usia

Dalam mengelompokkan usia seseorang, termasuk lanjut usia ada berbagai

macam batasan yang dapat digunakan. Organisasi kesehatan (WHO) dalam hari

kesehatan sedunia tahun 1982 dengan tema ‘’Health Of Elderly’’

mengklasifikasikan lanjut usia yang terbagi dalam berbagai kelompok, yaitu

(Nursasi, Fitriani,2002) :

1. Usia pertengahan (Middle Age) 45-59 tahun.

2. Usia lanjut (Elderly) 60-74 tahun.

3. Usia lanjut tua (Old) 75-90 tahun.

4. Usia sangat tua (Very Old) di atas 90 tahun.

Seperti halnya WHO, Departemen Kesehatan juga mengelompokkan lanjut

usia menjadi beberapa kelompok antara lain (Nursasi Fitriani,2002) :

1. Kelompok umur pertengahan (masa virilitas)

Yaitu suatu msa dimensi seseorang mempersiapkan diri untuk memasuki usia

lanjut. Biasanya pada masa ini seseorang masih menampakkan keperkasaan

fisik dan kematangan jiwa, masa ini terjdi antara umur 45-54 tahun.

2. Kelompok usia lanjut dini (masa prasenium)

Yaitu suatu masa dimana seseorang mulai memasuki usia lanjut. Masa ini

berlangsung antara umur 55-64 tahun.

3. Kelompok usia lanjut (masa senium)

Yaitu suatu masa yang terjadi pada saat seseorang berusia 65 tahun keatas.

Dalam UU RI No.13 tahun 1998 pasal 1 (2) dinyatakan bahwa yang dimaksud

dengan lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 keatas.

Demikian juga yang tercantum dalam program pelayanan kesehatan


menggunakan istilah lansia sesuai dengan yang tercantum dalam UU No.4

tahun 1965, yaitu tentang pemberian bantuan penghidupan terhadap orang

jompo. Dalam UU tersebut dinyatakan bahwa orang yang berhak mendapatkan

bantuan adalah mereka yang berumur 65 tahun ke atas. Hal ini dikaitkan

dengan masa pensiunan dari seorang pegawai negeri, dan merupakan salah satu

kelompok sasaran pembinaan kesehatan lanjut usia.

C. Klasifikasi Lansia

Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lamsia antara lain

(Maryam,dkk,2008) :

1. Pralansia (presenilis)

Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.

2. Lansia

Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.

3. Lansia resiko tinggi

Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau

lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI,2003).

D. Ciri dan Tanda Lanjut Usia

Proses menjadi tua ditandai oleh adanya berbagai macam perubahan. Proses

menjadi tua berlangsung dalam tiga tahap (Moehj,2003).

1. Tahap menjelang tua

Yaitu setelah usia 40 tahun dan tahap ini disebut tahap verilitas.
2. Tahap usia tua

Yaitu setelah mencapai usia 55 tahun dan disebut tahap presenium. Usia ini juga

disebut usia pensiun, karena di Indonesia setiap pegawai negeri sipil akan

memasuki masa setelah berusia 65 tahun.

3. Tahap usia lanjut

Yaitu masa setelah usia 65 tahun,Biasanya perubahan-perubahan yang terjadi

lebih dominan mengakibatkan kemunduran dari pada perbaikan atau pemulihan.

Berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, diantaranya (Depkes,2005) :

1. Perubahan biologis yang dapat terlihat sabagai gejala-gejala kemunduran fisik

antara lain :

a. Kulit mulai mengendur dan pada wajah timbul keriput serta garis-garis yang

menetap.

b. Rambut mulai berubah dan menjadi putih.

c. Gigi mulai ompong.

d. Penglihatan dan pendengaran berkurang.

e. Mudah lelah.

f. Gerakan menjadi lambat dan kurang lincah.

g. Kerampingan tubuh menghilang serta tampak penimbunan lemak terutama

pada bagian perut dan pinggul.

2. Perubahan atau kemunduran kemampuan kognitif antara lain sebagai berikut:

a. Mudah lupa (ingatan tidak berfungsi dengan baik)

b. Ingatan kepada hal-hal yang terjadi di maa muda lebih baik daripada kepada

hal-hal yang baru terjadi, dan yang pertama dilupakan adalah nama-nama.
c. Orientasi umum dan persepsi terhadap waktu ruang/tempat juga mengalami

kemundurn. Hal ini berhubungan erat dengan daya ingat yang telah

mengalami kemunduran serta pandangan yang biasanya sudah mulai

menyempit.

d. Meskipun telah memiliki banyak pengalaman, tetap skor yang dicapai dalam

test-test intelegensi menjadi lebih rendah.

3. Perubahan psikososial adalah perubahan yang terjadi pada seseorang

menyangkut hubungan dengan orang lain, seperti (Mudhasih,2004) :

a. Pensiun, dimana penilaian seseorang sering dihubungkan dengan

produktifitas dalam bekerja, sedangkan identitas seseorang dikaitkan dengan

peranan dalam pekerjaan.

b. Merasakan atau sadar akan kematian.

c. Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan, sehingga

mengalami keterbatasan dalam beraktifitas.

d. Perubahan ekonomi, akibat pemberhentian dari pekerjaan, selain itu

meningkatkan biaya hidup pada saat penghasilan berkurang, serta

bertambahnya biaya pengobatan.

e. Kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial.

f. Perubahan terhadap gambaran diri dan konsep diri.

E. Masalah Kesehatan Pada Lanjut Usia

1. Kurang bergerak : gangguan fisik, jiwa, dan faktor lingkungan dapat

menyebabkan lansia kurang bergerak. Penyebab yang paling sering adalah

gangguan tulang,sendi dan otot, gangguan saraf, dan penyakit jantung.


2. Instabilitas : penyebab terjatuh pada lansia dapat berupa faktor intrinsik baik

karena proses menua,penyakit maupun faktor ekstrinsik misalnya pada obat-

obatan tertentu dan faktor lingkungan.

3. Gangguan intelektual : merupakan kumpulan gejala klinik yang meliputi

ganguan fungsi intelektual dan ingatan yang cukup berat sehingga menyebabkan

terganggunya aktifitas kehidupan sehari-hari.

4. Gangguan panca indra, komunikasi, dan kulit : akibat proses menua semua

panca indra fungsinya berkurang demikian juga pada otak, saraf dan otot-otot

yang digunakan untuk berbicara dapat menyebabkan terganggunya komunikasi,

sedangkan kulit menjadi lebih kering, rapuh dan mudah rusak dengan trauma

yang minimal.

5. Gangguan tidur : dua proses normal yang paling penting dalam kehidupan

manusia adalah makan dan tidur. Jadi dalam keadaan normal maka pada

umumnya manusia dapat menikmati makan enak dan tidur nyenyak. berbagai

keluhan gangguan tidur pada lansia yakni sulit untuk masuk dalam proses tidur,

tidak dalam dan mudah terbangun,banyak mimpi, terbangun dini hari.

6. Daya tahan tubuh menurun : daya tahan tubuh menurun pada lansia

merupakan salah satu fungsi tubuh yang terganggu dengan bertambahnya usia.

Demikian juga penggunaan berbagai obat, keadaan gizi yang kurang, dan

penurunan fungsi organ-organ tubuh.


7. Impotensi : merupakan ketidakmampuan untuk mencapai ereksi yang cukup

untuk melakukan senggama yang memuaskan yang terjadi paling sedikit 3

bulan. Penyebab disfungsi ereksi pada lansia adanya hambatan aliran darah ke

dalam alat kelamin sebagai adanya kekakuan pada dinding pembuluh darah baik

karena proses menua maupun penyakit.

8. Beser : merupaka salah satu masalah yang terjadi pada lansia yaitu keluar air

seni tanpa disadari dalam jumlah yang cukup yang dapat mengakibatkan

masalah kesehatan dan sosial

9. Infeksi : merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting pada lansia,

beberapa faktor resiko yang menyebabkan infeksi karena kekurangan gizi,

kekebalan tubuh yang menurun, dan berkurangnya fungsi berbagai organ tubuh,

dan terdapatnya beberapa penyakit yang menyebabkan daya tahan tubuh

menurun yang akan mengakibatkan timbulya infeksi.

10. Kontipasi : beberapa faktor yang mempermudah konstipasi seperti kurangnya

gerakan fisik, makanan yang kurang mengandung serat, kurang minum, akibat

pemberian obat tertentu.

11. Depresi : perubahan status sosial, bertambahnya penyakit dan berkurangnya

kemandirian sosial serta perubahan akibat proses menua akan mengakibatkan

depresi pada lansia. Dan gejala depresi pada lansia antara lain : perasaan sedih,

tidak bahagia, sering menangis, kesepian, tidur terganggu, pikiran dan gerakan

tubuh lamban.
12. Kurang gizi : kurang gizi pada lansia dapat disebabkan perubahan lingkungan

maupun kondisi kesehatan. Faktor lingkungan dapat erupa ketidaktahuan untuk

memilih makanan yang bergizi, isolasi sosial, kemiskinan, hidup seorang diri,

gangguan tidur, kehilangan pasangan hidup.

13. Tidak punya uang : dengan semakin bertambahnya usia maka kemampuan

fisik dan mental akan berkurang secara perlahan, yang menyebabkan

ketidakmampuan tubuh dalam mengerjakan pekerjaan sehingga tidak dapat

memberikan penghasilan.

14. Penyakit akibat obat-obatan : pada lansia yang sering menggunakan obat-

obatan dalam jangka waktu yang lama tanpa pengawsan dokter dapat

menyebabkan timbulnya penyakit akibat pemakaian obat-obatan ang sering

digunakan.

15. Penyakit kronis : jantung, diabetes, hipertensi.

16. Kesehatan mulut : penyakit gigi,susah menelan, mulut kering.

17. Kemiskinan

2.2 KONSEP HIPERTENSI

A. Pengertian hipertensi

Hipertensi didefinisikan adanya kenaikan tekanan darah yang persisten. Pada

orang dewasa rata-rata tekanan sistolik sama atau di atas 140 mm Hg dan tekanan

diastolik sama atau di atas 90 mm Hg , menurut American Heart Association, rata-

rata dari dua kali pemeriksaan yang berbeda dalam dua minggu. Menurut

Pusdiknakes Depkes disebutkan hipertensi adalah peningkatan tekanan darah

sistolik diatas standar dihubungkan dengan usia.


Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi dua golongan

besar, yaitu :

1. Hipertensi esensial (hipertensi primer / idiopathic) yaitu hipertensi yang tidak

diketahui penyebabnya, sebanyak 90 % kasus.

2. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain ,

sebanyak 10 % .

B. Faktor Predisposisi

1. Faktor keturunan

2. Ciri perseorangan

3. Kebiasaan Hidup.

Kebiasaan hidup yang yang sering menyebabkan hipertensi adalah :

a) Konsumsi garam yang tinggi,

b) Kegemukan atau makan berlebihan

c) Stres dan ketegangan jiwa

d) Pengaruh lain yang dapat menyebabkan naiknya tekanan darah adalah

sebagai berikut : merokok: karena merangsang sistem adrenergik dan

meningkatkan tekanan darah ; minum alkohol, minum obat-obat, misal;

ephedrin, Prednison, epinefrin.

C. Patofisiologi

Kerja jantung terutama ditentukan oleh besarnya curah jantung dan tahanan

perifer. Curah jantung pada penderita hipertensi umumnya normal. Kelainannya

terutama pada peninggian tahanan perifer. Kenaikan tahanan perifer ini disebabkan

karena vasokonstriksi arteriol akibat naiknya tonus otot polos pembuluh darah

tersebut. Bila hipertensi sudah berjalan cukup lama maka akan dijumpai perubahan-
perubahan struktural pada pembuluh darah arteriol berupa penebalan tunika interna

dan hipertropi tunika media. Dengan adanya hipertropi dan hiperplasi, maka

sirkulasi darah dalam otot jantung tidak mencukupi lagi sehingga terjadi anoksia

relatif. Keadaan ini dapat diperkuat dengan adanya sklerosis koroner.

D. Usaha Pencegahan Hipertensi.

1. Mengurangi konsumsi garam

2. Menghindari kegemukan

3. Membatasi konsumsi lemak

4. Olahraga teratur

5. Makan banyak sayur segar

6. Tidak merokok dan tidak minum alkohol

7. Latihan relaksasi atau meditasi

8. Berusaha membina hidup yang positif.

E. Penanggulangan Hipertensi

1. Nonfarmakologis.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendekatan nonfarmakologis

termasuk penurunan berat badan, pembatasan alkohol, natrium dan tembakau,

latihan dan relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan pada setiap

terapi antihipertensi. Apabila penderita hipertensi ringan berada dalam resiko tinggi

(pria, perokok) atau bila tekanan darah diastoliknya diatas 85 sampai 95 mmHg dan

sistoliknya di atas 130 sampai 139 mmHg, maka perlu dimulai terapi obat-obatan.

2. Farmakologis.

a) Diuretik: Hidrochlortiasid,Furosemid.

b) Betabloker: Proparnolol.
c) Alfabloker: Prazosin.

d) Penghambat ACE: Kaptopril.

e) Antagonis Kalsium: Diltiasem (Farmakologi FKUI, 2005).

F. Komplikasi

Komplikasi yang dapat timbul bila hipertensi tidak terkontrol adalah

1. Krisis Hipertensi

2. Penyakut jantung dan pembuluh darah : penyakit jantung koroner dan penyakit

jantung hipertensi adalah dua bentuk utama penyakit jantung yang timbul pada

penderita hipertensi.

3. Penyakit jantung cerebrovaskuler : hipertensi adalah faktor resiko paling penting

untuk timbulnya stroke. Kekerapan dari stroke bertambah dengan setiap

kenaikan tekanan darah.

4. Ensefalopati hipertensi yaitu sindroma yang ditandai dengan perubahan

neurologis mendadak atau sub akut yang timbul sebagai akibat tekanan arteri

yang meningkat dan kembali normal apabila tekanan darah diturunkan.

5. Nefrosklerosis karena hipertensi.

6. Retinopati hipertenssi.
G. Pathways

1.1.4 Pathway
BAB 3

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN LANSIA DENGAN

HIPERTENSI

1. Pengkajian

a. Aktifitas/ istirahat

Gejala : Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.

Tanda : Frekwensi jantung meningkat, perubahan irama jantung

b. Sirkulasi

Gejala : Riwayat hipertensi, penyakit jantung koroner.

Tanda : Kenaikan tekanan darah, tachycardi, disarythmia.

c. Integritas Ego

Gejala : Ancietas, depresi, marah kronik, faktor-faktor stress.

Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, otot mulai tegang.

d. Eliminasi

Riwayat penyakit ginjal, obstruksi.

e. Makanan/ cairan

Gejala : Makanan yang disukai (tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol),

mual, muntah, perubahan berat badan (naik/ turun), riwayat penggunaan

diuretik.

Tanda: Berat badan normal atau obesitas, adanya oedem.

f. Neurosensori

Gejala : Keluhan pusing berdenyut, sakit kepala sub oksipital, gangguan


g. Penglihatan.

Tanda : Status mental: orientasi, isi bicara, proses berpikir,memori,

perubahan retina optik.

Respon motorik : penurunan kekuatan genggaman tangan.

h. Nyeri/ ketidaknyamanan

Gejala : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, nyeri abdomen/ masssa.

i. Pernafasan

Gejala : Dyspnea yang berkaitan dengan aktifitas/ kerja, tacyhpnea, batuk

dengan/ tanpa sputum, riwayat merokok.

Tanda : Bunyi nafas tambahan, cyanosis, distress respirasi/ penggunaan alat

bantu pernafasan.

j. Keamanan

Gejala : Gangguan koordinasi, cara berjalan.

2. Fisiologis/fisik

a. Status gizi
𝐾𝑔𝐵𝐵
IMT = (𝑇𝐵)2

Normal laki laki = 18 – 25

Normal wanita = 17 – 23

b. Intake cairan dalam 24 jam

- Kondisi kulit

- Kondisi bibir , mukosa mulut, gigi

- Riwayat pengobatan, alkhohol, zat adiktif lainnya

- Evaluasi kemampuan penglihatan , pendengaran dan mobilitas


- Keluhan yang berhubungan dengan nutrisi : gangguan sistem digestif,

nafsu makan, makanan yang disukai dan tidak disukai, rasa dan aroma

serta kebiasaan waktu makan ( 2 –3 X sehari, snak dll.

c. Psikososial/afektif

 Kebiasaan saat makan ( makan sendiri, sambil nonton TV,dll).

 Situasi lingkungan (kapasitas penyediaan makanan, pengolahan dan

penyimpanan makanan).

 Sosiokultural yang berlaku yang mempengaruhi pola nutrisi dan

eleminasi.

 Kondisi depresi yang dapat mengganggu pemenuhan nutrisi.

 Pemeriksaan tambahan/laborat

d. Analisa darah :

 Kreatinin : indeks massa otot.

 Serum protein khususnya untuk sintesa antibodi dan limfosit, dalam

kekebalan seluler, enzym, hormon, struktur sel yang luas, struktur

jaringan.

 Hb: untuk mengkaji anemia, jumlah sel-sel terhadap volume cairan

(viskositas).

 BUN: memberi informasi tentang fungsi ginjal.

 Glukosa: mengkaji hiperglikemi yang dapat diakibatkan oleh

peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan hipertensi).

 Kalsium dan Kalium serum.

 Kolesterol dan trygliserid.

 Px tyroid.
 Urin analisa.

 Foto dada.

 CT Scan, EKG.

3. Diagnosa

I. Nyeri (akut), sakit kepala sehubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler

serebral.

 Hasil yang diharapkan: melapor nyeri/ ketidaknyamanan berkurang.

 Intervensi:

1. Pertahankan tirah baring selama fase akut.

2. Beri tindakan non farmakologik untuk menghilangkan nyeri seperti

pijat punggung, leher, tenang, tehnik relaksasi.

3. Meminimalkan aktifitas vasokonstriksi yang dapat meningkatkan nyeri

kepala,misal: membungkuk, mengejan saat buang air besar.

4. Kolaborasi dalam pemberian analgetika, anti ancietas.

II. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan penurunan fungsi motorik

sekunder terhadap kerusakan neuron motorik atas.

 Kriteria: Klien akan menunjukkan tindakan untuk meningkatkan

mobilitas.

 Intervensi:

1. Ajarkan klien untuk melakukan latihan rentang gerak aktif pada

ekstremitas yang tidak sakit pada sedikitnya empat kali sehari.

R/ Rentang gerak aktif meningkatkan massa, tonus dan kekuatan otot

serta memperbaiki fungsi jantung dan pernafasan.


2. Lakukan latihan rentang gerak pasif pada ekstremitas yang sakit tiga

sampai empat kali sehari. Lakukan latihan dengan perlahan untuk

memberikan waktu agar otot rileks dan sangga ekstremitas di atas

dan di bawah sendi untuk mencegah regangan pada sendi dan

jaringan.

R/ Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak

digunakan. Kontraktur pada otot fleksor dan adduktor dapat terjadi

karena otot ini lebih kuat dari ekstensor dan abduktor.

3. Bila klien di tempat tidur lakukan tindakan untuk meluruskan postur

tubuh.

R/ Mobilitas dan kerusakan fungsi neurosensori yang

berkepanjangan dapat menyebabkan kontraktur permanen.

4. Siapkan mobilisasi progresif.

R/ Tirah baring lama atau penurunan volume darah dapat

menyebabkan penurunan tekanan darah tiba-tiba (hipotensi

orthostatik) karena darah kembali ke sirkulasi perifer. Peningkatan

aktivitas secara bertahap akan menurunkan keletihan dan

peningkatan tahanan.

5. Secara perlahan bantu klien maju dari ROM aktif ke aktivitas

fungsional sesuai indikasi.

6. Memberikan dorongan pada klien untuk melakukan secara teratur.


III. Resiko tinggi terhadap cedera yang berhubungan dengan defisit lapang

pandang, motorik atau persepsi.

 Kriteria hasil : Mengidentifikasi faktor yang meningkatkan resiko terhadap

cedera. Memperagakan tindakan keamanan untuk mencegah

cedera.Meminta bantuan bila diperlukan.

 Intervensi:

 Lakukan tindakan untuk mengurangi bahaya lingkungan.R/ Membantu

menurunkan cedera.

 Bila penurunan sensitifitas taktil menjadi masalah ajarkan klien untuk

melakukan:

 Kaji suhu air mandi dan bantalan pemanas sebelum digunakan.

 Kaji ekstremitas setiap hari terhadap cedera yang tak

terdeteksiPertahankan kaki tetap hangat dan kering serta kulit

dilemaskan dengan lotion emoltion.

R/ Kerusakan sensori pasca CVA dapat mempengaruhi persepsi klien

terhadap suhu.

 Lakukan tindakan untuk mengurangi resiko yang berkenaan dengan

pengunaan alat bantu.

R/ Penggunaan lat bantu yang tidak tepat atau tidak pas dapat meyebabkan

regangan atau jatuh.

 Anjurkan klien dan keluarga untuk memaksimalkan keamanan di

rumah.

R/ Klein dengan masalah mobilitas, memerlukan pemasangan alat

bantu ini
DAFTAR PUSTAKA

Agus Purwadianto (2000), Kedaruratan Medik: Pedoman Penatalaksanaan


Praktis, Binarupa Aksara, Jakarta.

Callahan, Barton, Schumaker (1997), Seri Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan


gawat Darurat Medis, Binarupa Aksara, Jakarta.

Carpenito Lynda Juall (2000), Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Pada Praktek


Klinik, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Decker DL. (1990). Social Gerontology an Introduction to Dinamyc of Aging. Little


Brown and Company. Boston

Doenges marilynn (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.

Evelyn C.pearce (1999), Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Penerbit PT


Gramedia, Jakarta.

Gallo, J.J (1998). Buku Saku Gerontologi Edisi 2. Aliha Bahasa James Veldman.
EGC. Jakarta

Guyton and Hall (1997), Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.

Hudak and Gallo (1996), Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.

Lueckenotte.A.G. (1996). Gerontologic Nursing. Mosby Year Book. Missouri

Nugroho.W. (2000). Keperawatan Gerontik. Gramedia. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai