Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kesehatan jiwa

sebagai “keadaan sehat fisik, mental, dan sosial, bukan semata-mata keadaan

tanpa penyakit atau kelemahan.” Definisi ini menekankan kesehatan sebagai

suatu keadaan sejahtera yang positif, bukan sekedar tanpa penyakit. Tidak

ada satupun definisi universal kesehatan jiwa, tetapi kita dapat

menyimpulkan kesehatan jiwa seseorang dari prilakunya. Suatu kondisi sehat

emosional, psikologis, dan sosial yang terlihat dari hubungan interpersonal

yang memuaskan. Pada kasus skizofrenia hal itu tidak terjadi karena

kerusakan pada sistem neurotransmilter di otak.

Skizofrenia (schizophrenia) adalah gangguan yang terjadi pada

fungsi otak. Menurut Nancy Andreasen 2008 (dalam yosep 2011) dalam

Broken Brain, the Biological Revolutionin Psychiatry,bahwa bukti-bukti

terkini tentang skizofrenia merupakan suat hal yang melibatkan banyak

sekali faktor. Faktor-faktor ini meliputi perubahan struktur fisik otak,

perubahan struktur kimia otak, dan faktor genetik.

Skizofrenia adalah suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan

menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan, dan prilaku yang

aneh dan terganggu (Videbeck, 2008). Skizofrenia tidak disebabkan oleh

suatu penyakit badaniah, sebab dari dahulu hingga sekarang para sarjana

tidak dapat menemukan kelainan patologis-anatomis atau fisiologis yang

khas pada susunan saraf (dalam buku ilmu kedokteran Maramis 2009).

1
Adapun salah satu gejala dari skizofrenia adalah halusinasi.

Halusinasi adalah terganggunya persepsi sensori seseorang, di mana tidak

terdapat stimulus seperti mendengar suara-suara atau melihat sesuatu yang

sebenarnya tidak ada, atau mengalami suatu sensasi yang tidak ada pada

tubuhnya. Gejala yang biasanya timbul, yaitu klien merasakan ada suara dari

dalam dirinya. Kadang suara itu datang menyejukkan hati, memberi

kedamaian, tapi kadang suara itu menyuruhnya melakukan sesuatu yang

sangat berbahaya, seperti bunuh diri (Yosep, 2011).

World Health Organization (WHO) memperkirakan tidak kurang

dari 450 juta penderita gangguan jiwa ditemukan didunia, bahkan berdasarkan

data dari Study World Bank di beberapa negara menunjukkan 8,1% dari

kesehatan global masyarakat(Global BurdenDisease)disebabkan oleh masalah

gangguan jiwa. Angka tersebut menunjukkan jumlah penderita gangguan jiwa

dimasyarakat sangat tinggi.

Jumlah penderita gangguan jiwa se-indonesia dalam satu tahun

dengan jumlah penduduk 220 juta orang. Jumlah klien Gangguan jiwa di

Indonesia terdiri dari psikosa fungsional 520.000, sindroma otak organic akut

65.000, sindroma otak organic menahun 130.000, retardasi mental 2.600.000,

nerosa 6.500.000, psikosomatik 6.500.000, gangguan kepribadian 1.300.000,

ketergantungan obat 1.000 (Yosep, 2011).

Dengan meningkatnya angka gangguan jiwa di Indonesia pada

umumnya, maka perlunya dilakukan perawatan yang lebih intensif pada klien

dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi secara menyeluruh meliputi

biopsikososiospiritual, penanganan klien dengan gangguan persepsi sensori :

2
halusinasi pada khususnya dan gangguan jiwa pada umumnya, menekankan

ke arah profesionalisme profesi keperawatan (Stuart dan Sundeen, 1998 ).

Berdasarkan fakta-fakta seperti itu sudah seharusnya menjadi cacatan

bagi kita di Indonesia dalam mengatasi kesehatan jiwa yang sudah

mengkhawatirkan Karena secara nyata kondisi seperti itulah yang merupakan

salah satu pemicu yang memunculkan rasa stress, depresi dan berbagai

gangguan jiwa pada manusia, sehingga perawatan masalah dengan gangguan

persepsi sensori : halusinasi sangat memerlukan perhatian yang sungguh-

sungguh, karena seseorang yang mengalami gangguan jiwa dengan harga diri

rendah pasti akan merasa dirinya tidak berharga, tidak mampu, dan selalu

mengatakan bahwa dirinya tidak berguna, yang mana hal ini dapat memicu

seseorang mengalami stress. Menurut Mardiana (2008), dalam penelitiannya

menyebutkan bahwa keluarga memiliki fungsi strategis dalam menurunkan

angka kekambuhan gangguan persepsi sensori : halusinasi, meningkatkan

kemandirian dan taraf hidupnya .

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk membahas

masalah gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran di ruangan

Flamboyan RS Jiwa Prof SB Saanin padang tahun 2016.

1.2 Ruang Lingkup

Dalam ruang lingkup ini penulis hanya akan membahas tentang

gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran di ruangan Flamboyan

RS Jiwa Prof HB Saanin padang tahun 2016.

3
1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahu gambatan nyata tentang asuhan keperawatan

jiwa pada klien dengan perubahan persepsi sensori : Halusinasi

pendengaran di ruangan Flamboyan RS Jiwa Prof HB Saanin padang

tahun 2016.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian pada klien dengan gangguan persepsi

sensori : Halusinasi pendengaran.


b. Membuat diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan

persepsi sensori : halusinasi pendengaran.


c. Melakukan intervensi keperawatan pada klien gangguan persepsi

sensori : halusinasi pendengaran.


d. Melakukan tindakan keperawatan pada klien gangguan persepsi

sensori : halusinasi pendengaran.


e. Mengevaluasi hasil tindakan pada klien gangguan persepsi sensori :

halusinasi pendengaran.
f. Mendokumentasian asuhan keperawatan pada klien dengan

gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.


g. Dapat membandingkan antara kesenjangan teori dengan kenyataan

yang penulis temukan dilapangan.

1.4 Metode Penulisan

Dalam penulisan makalah ini kelompok menggunakan metode

deskriptif, dimana kelompok hanya memaparkan data yang sesungguhnya

pada kasus. Untuk menggali data teknik yang digunakan adalah penulis

4
mengadakan wawancara dengan pasien gangguan persepsi sensori halusinasi

pendengaran diruangan flamboyan, observasi kelompok melakukan

pengumpulan data dengan melakukan pengamatan secara langsung pada

klien, kelompok juga melakukan studi pustaka dengan mempelajari materi-

materi yang berkaitan dengan halusinasi pendengaran serta mencari

informasi literatur untuk memperkuat dan sebagai landasan toeori sesuai

dengan masalah yang dibahas dan dikonsultasikan dengan pembimbing. Data

sekunder kelompok dapatkan dari status klien.

1.5 Sistematika Penulisan

Pada sistem penulisan terdiri dari 5 BAB, yang diantaranya BAB 1

pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, tujuan penulisan, metode

penulisan, sitem matematika penulisan, dan manfaat penulisan. BAB II

terdiri dari pengertian, rentang respon, faktor penyebab, proses terjadi,

mekanisme koping, penatalaksanaan, dan prinsip tindakan keperawatan.

BAB III tinjuan kasus dimana pada BAB ini membahas tentang : pengkajian,

diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan implementasi. BAB IV

pembahasan di dalam BAB ini membahas tentang tinjauan teori dan tinjauan

kasus yang dibandingkan dengan teori-teori yang ada. BAB V penutup

meliputi kesimpulan dan saran.

1.6 Manfaat Penulisan

1. Bagi Klien
Hasil laporan kasus ini dapat digunakan oleh penderita agar dapat

mempercepat proses penyembuhan.


2. Bagi Petugas Kesehatan

5
Hasil laporan kasus ini dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan dalam mengambil keputusan atas kebijaksanaan untuk

mengatasi masalah yang berkaitan dengan gangguan persepsi sensori :

halusinasi pendengaran.
3. Bagi Profesi Keperawatan
Hasil laporan kasus ini dapat digunakan sebagai informasi

tambahan kususnya tentang asuhan keperawatan jiwa pada psien dengan

gangguan persepsi sensori : halusinasi pedengaran.


4. Bagi Penulis
Hasil laporan ini dapat meningkatkan wawasan dan pengetahan

mahasiswa dalam memberikan asuhan keperawatan jiwa pada pasien

gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Teori

2.1.1 Pengertian

6
Menurut Vascaloris(dalam yosep, 2011), halusinasi dapat di

definisikan sebagai terganggunya persepsi sensori seseorang, di mana

tidak terdapat stimulus. Tipe halusinasi yang paling sering adalah

halusinasi pendengaran (Auditory-hearing voices or sounds),

penglihatan (Visual-seeing persons or things), penciuman (Olfactory-

smelling Doors), pengecapan ( Gustatory-experiencing tastes).


Halusinasi adalah hilangnya kemempuan manusia dalam

membedakan rangsangan internal (fikiran) dan rangsangan eksternal

(dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan

tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien

sering mendengar suara padahal tidak ada orang yang berbicara (direja,

2011)
Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsangan

apapun pada panca indra seseorang pasien, yang terjadi dalam keadaan

sadar/ bangun, dasarnya mungkin organik, fungsional, psikotik ataupun

histerik. Klien yang salah terhadap lingkungan tanpa stimulus yang

nyata, memberi persepsi yang salah atau pendapat tentang sesuatu

tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata dan hilangnya kemampuan

manusia untuk membedakan rangsangan fikiran dan rangsangan

eksternal (dunia luat) (Maramis dalam trimelia 2011).

2.1.2 Rentang Respon Neurobiologis


MenurutAdaptif
Direja, 2011. Mal Adaptif

- Fikiran logis - Kadang- - Waham


- Persepsi kadang proses - Halusinasi
akurat fikir terganggu - Kerusakan
- Emosi - Ilusi proses emosi
konsisten - Emosi - Prilaku tidak
dengan berlebihan terorganisasi
pengalaman - Prilaku yang - Isolasi sosial
- Prilaku cocok tidak biasa
- Hubungan - Menarik diri
7
sosial
Harmonis
(Gambar 2.6 Rentang Respon Neurobiologis (Direja,2011).

a. Pikiran logis

Yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.

b. Persepsi akurat

Yaitu proses diterimanya rangsangan melalui panca indra yang

didahului oleh perhatian.

c. Emosi konsisten

Yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau efek keluar disertai

banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.

d. Perilaku sesuai

Perilaku individu berupa tindakan nyata dalam menyelesaikan

masalah masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya

umum yang berlaku.

e. Berhubungan sosial

Berhubungan dinamis menyangkut hubungan antar individu dan

individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerja sama.

8
f. Proses pikir terganggu (ilusi)

Yaitu manifestasi dari persepsi stimulus impuls eksternal melalui

alat panca indera yang memproduksi gambaran sensorik dan area

tertentu diotak kemudian diinterprestasikan sesuai dengan kejadian

yang telah dialami sebuelumnya.

g. Emosi berlebihan atau berkurang

Yaitu manifestasi perasaan dan efek keluar berlebihan atau kurang

h. Perilaku ganjil atau tak lazim

Yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata dalam menyelesaikan

masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau budaya

umum yang berlaku.

i. Menarik diri

Yaitu percobaan untuk menghindari interaksi orang lain,

menghindari hubungan dengan orang lain.

j. Isolasi sosial

Menghindar dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam

berinteraksi.

2.2.3 Faktor penyebab


Yosep, 2011 faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah :
A. Faktor Predisposisi
a. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya

rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien

9
tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustrasi, hilang percaya

diri atau lebih rentan terhadap stres.


b. Faktor sosiokultural
Seseorang yang mmerasa tidak diterima lingkungannya

sejak bayi (unwanted child) akan merasa disingkirkan , kesepian

dan tidak percaya pada lingkungannya.


c. Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa.

Adanya strees yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam

tubuh akan dihasilkan suat zat yang dapat bersifat halusinogenik

neurokimia seperti buffofenon dan dimetytanferase (DMP).

Akibat stres berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya

neurotransmilter otak. Misalnya terjadi ketidakseimbangan

acetylcholin dan dopamin.


d. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawaab

mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini

berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil

Keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih

kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam khayal.
e. Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh

dengan orangtua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia.


B. Faktor Presipitasi
Secara fisik klien dengan gangguan halusinasi timbul

gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan,

isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.

Penilaian induvidu terhadap stressor dan maslah koping dapat

mengindikasi kemungkinnan kekambuhan (kelliat,2006).

10
Faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah :

1) Biologis

Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang

mengatur proses informasi serta abnomalitas pada mekanisme

pintu masuk dalam otak akibat ketidakmampuan untuk secara

selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk

diinterpretasikan.

2) Sterss lingkungan
Ambang toleransi terhadap sress yang berinteraksi terhadap

stresor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan

prilaku.
3) sumber koping.
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam

menanggapi stressor.

2.2.4 Proses Terjadinya Halusinasi

1. Fase pertama (conforting)


Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stres, perasaan

terpisah, kesepian klien mungkin melamun atau mengfokuskan

pikiran padahal yang menyenangkan untuk menghilangkan

kecemasan, cara ini menolong untuk sementara.


2. Fase kedua (condeming)
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman

internal dan eksternal. Klien berada dalam tingkat listening pada

halusinasi. Pikiran internal menjadi menonjol. Gambaran suara dan

sensasi halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas, klien takut

apabila orang lain mendengar dan klien tidak mampu untuk

mengontrolnya. Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi

11
dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang

lain atau tempat lain.

3. Fase ketiga
Halusinasi menonjol, menguasai dan mengontrol klien

menjadi terbiasa dan tidak berdaya pada halusinasinya. Halusinasi

memberi kesenangan dan rasa aman yang sementara.


4. Fase keempat (conkuerting)
Klien merasa terpaku dan tidak berdaya melepaskan diri dari

kontrol halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan

berubah menjadi mengancam, memerintah dan memarahi, klien

tidak dapat berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk

dengan halusinasinya. Klien mungkin berada dalam dunia yang

menakutkan dalam waktu yang sangat singkat, berapa jam atau

selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi

2.2.5 Mekanisme Koping

a. Denial

Menghindari kenyataan yang tidak disetujui dengan mengacuhkan

atau menolak untuk mengalami kenyataan.

b. Proyeksi

Meningkatkan pikiran / impuls dan terutama keinginan yang tidak

dapat ditoleransi perasaan emosional / motivasi kepada orang lain.

c. Regresi

Menghindari stress terhadap karakteristik perilaku diri terhadap

perkembangan yang lebih awal (Stuart, 2006)

12
2.1.6 Tanda dan Gejala
Tipe halusinasi menurut Videbeck dalam yosep, 2011

Jenis Halusinasi Data subjektif Data Objektif


Halusinasi dengar 1) Mendengar suara 1) Mengarahkan

(auditor-hearing menyuruh telinga pada sumber


2) Mendengar suara
voices or sounds) suara
atau bunyi 2) Bicara atau tertawa
3) Mendngar suara
sendiri
yang mengajak 3) Marah-marah tanpa

bercakap-cakap sebab
4) Mendengar 4) Menutup telinga
5) Mulut komat-kamit
seseorang yang 6) Ada gerakan tangan

sudah meninggal
5) Mendengar suara

yang mengancam

diri klien
Halusinasi 1) Melihat seseorang 1) Tatapan mata pada

penglihatan yang sudah tempat tertentu


2) Menunjuk ke arah
(visual-seeing meninggal, melihat
tertentu
persons or thing) makhluk tertentu, 3) Ketakutan pada

melihat bayangan, objek yang di lihat

hantu atau sesuatu

yang menakutkan.
Halusinasi 1) Mencium sesuatu 1) Ekspresi wajah

penciuman seperti bau mayat, sering mencium

(olfaktory- darah, bayi, feses sesuatu dengan

smelling Doors) atau bau parfum gerakan cuping


2) Klien sering
hidung,mengarahk

13
mengatakan sering an hidung ke

mencium bau tempat tertentu

sesuatu
3) Tipe halusinasi ini

sering menyertai

klien demensia,

kejang atau

penyakit

serebrovaskular
Halusinasi 1) Klien seperti 1) Mengusap,

perabaan(tactile- merasakan ada menggaruk-garuk

feeling bodily sesuatu yang meraba-raba

sensations) menggerayangi permukaan kulit.

tubuh seperti Terlihat

tangan, binatang menggerakkan

kecil,makhluk halus badan seperti


2) Merasakan sesuatu
merasaakan
di permukaan kulit,
sesuatu rabaan
merasakan sangat

panas atau dingin


Halusinasi 1) Klien seperti 1) Seperti mengecap

pengecapan merasakan makanan sesuatu. Gerakan

(gustatory- tertentu,rasa tertentu mengunyah,

experiencing atau mengunyah meludah atau

tastes) sesuatu muntah


Cenesthetic & 1) Klien 1) Klien terlihat

kinestetik melaporkan menatap tubuhnya

14
hallucinations bahwa fungsi sendiri dan terlihat

tubuhnya tidak merasakan sesuatu

dapat terdeteksi yang aneh tentang

misalnya tidak tubuhnya

ada denyutan di

otak, atau sensasi

pembentukan

urine dalam

tubuhnya

perasaan

tubuhnya

melayang di atas

bumi

2.1.7 Jenis Halusinasi


Deden dan rusli, 2013
1. Halusinasi patologis terdiri dari jenis :
A. Halusinasi Pendengaran (auditor)
Mendengar suara-suara / kebisingan, paling sering suara kata

yang jelas, berbicara dengan klien bahkan sampai percakapan

lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran

yang terdengar jelas dimana klien mendengar perkataan

bahwa pasien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang-

kadang dapat membahayakan.


B. Halusinasi Penglihatan (Visual)

15
Stimulus penglihatan dalam kilatan cahaya, gambar

giometris, gambar karton dan atau panorama yang luas dan

komplek. Penglihatan dapat berupa sesuatu yang

menyenangkan / sesuatu yang menakutkan


C. Halusinasi Penciuman (Olfactory)
Membau bau-bau seperti bau darah, urine, fases umumnya

bau- bau yang tidak menyenangkan atau bau harum seperti

bau parfum
D. Halusinasi Pengecapan ( Gustatory)
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urine, fases.

E. Halusinasi Perabaan (taktil)


Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus
yang jelas rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah,

benda mati atau orang lain.


2. Halusinasi non patologis
Menurut NAMI (National Alliance For Mentally III)

halusinasi dapat terjadi pada seseorang yang bukan penderita

gangguan jiwa. Pada umumnya terjadi pada klien yang

mengalami tress yang berlebihan atau kelelehan bis juga pengaruh

obat-obatan (Halusinasinogenik).
Halusinasi ini antara lain :
a. Halusinasi hipnogonik : Persepsi sensori yang palsu terjadi

saat sebelum seseorang jatuh tertidur.


b. Halusinasi hipnopomik : Persepsi sensori yang palsu terjadi

saat seseorang terbangun tidur.


2.1.8 Tahapan Halusinasi
Menurut direja, 2011
a. Fase pertama
Fase pertama, disebut dengan fase comporting yaitu fase

yang menyenangkan atau memberi rasa nyaman. Pada tahap ini

masuk dalam golongan nonpsikotik. Karakteristiknya yaitu klien

16
mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah,

kesepian yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Klien

mulai melamun dan memikirkan hal yang menyenangkan, cara ini

hanya menolong sementara. Prilaku klien tersenyum dan tertawa

yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan

mata cepat, respons verbal yang lambat jika sedang asyik dengan

halusinasinya, dan suka menyendiri.


b. Fase kedua
Fase kedua, disebut dengan fase condemming atau ansietas

berat yaitu halusinasi menjadi menjijikkan, termasuk dalam psikotik

ringan. Karakteristiknya pengalaman sensori menakutkan,

kecemasan meningkat, melamun, dan berfikir sendiri jadi

dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak

ingin orang lain tau dan ia tetap dapat mengontrolnya. Prilaku

klien : meningkatnya tanda-tanda sisitem syaraf otonum seperti

peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan

halusinasinya dan tidak dapat membedakan realitas.


c. Fase ketiga
Fase ketiga, disebut dengan fase controlling atau ansietas

berat yaitu pengalaman sensori menjadi berkuasa, termasuk dalam

gangguan psikotik. Karakteristiknya yaitu suara, bisikan, isi

halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien.

Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap

halusinasinya.Prilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi,

rentang perhatian hanya beberapa menit dan detik, tanda-tanda

17
fisik berupa berkeringat tremor dan tidak mampu mematuhi

perintah.
d. Fase keempat
Fase keempat, disebut fase conquering atau panic yaitu klien

lebur dengan halusinasinya, termasuk dalam psikotik berat.

Karakteristiknya, halusinasi berubah menjadi mengancam,

memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak

berdaya, hilang control, dan tidak dapat berhubungan secara nyata

dengan orang lain dilingkungan. Prilaku klien : prilaku teror akibat

panik, potensi bunuh diri, prilaku kekerasan, agitasi, menarik diri

atau katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah

kompleks, dan tidak mampu merespon lebih dari satu orang.

2.3 Konsep asuhan keparawatan jiwa

2.3.1 Pengkajian keperawatan jiwa

I.Identitas Diri
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, status

pernikahan, no RM, alamat, agama.


II.Alasan Masuk
Umumnya klien dengan halusinasi dibawa kerumah sakit karena

keluarga merasa tidak mampu merawat, terganggu karena prilaku

klien dan hal lain, gejala dinampakkan dirumah sehingga klien

dibawa kerumah sakit.

III.Faktor predisposisi
1. Faktor perkembanga terlambat

18
Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makan, minum, dan rasa

aman. Usia balita tidak terpenuhi kebutuhan otonomi. Usia

sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan


2. Faktor komunikasi dalam keluarga
Komunikasi peran ganda, tidak ada komunikasi, tidak ada

penghangatan, komunikasi dengan emosi berlebihan,

komunikasi tertutup, orangtua yang membandingkan anak-

anaknya, orangtua yang otoritas dan konflik dalam keluarga.


3. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan

lingkungan yang terlalu tinggi.


4. Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup

diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak

jelas, krisis peran, gambar diri negatif, dan koping deskrutif


5. Faktor biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak,

pembesaran vertikel, perubahan besar dan bentuk sel korteks

dan limbik
6. Faktor genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan

melalui kromoson tertntu. Namun demikian kromosom yang

keberapa yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai

sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen

skizofrenia adalah kromosom nomor enam, dengan kontribusi

genetik tambahan nomor 4,8,5 dan 22. Anak kembar identik

memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50%

jika salah satunya mengalami skizofrenia, sementara jika di

zygote peluangnya sebesar 15% seorang anak yang salah satu

19
orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15%

mengalami skizofrenia, sementara bila kedua oran tuanya

skizofrenia maka peluangnya menjadi 35%


IV. Faktor presipitasi
Faktor – faktor pencetus respon neurobiologis meliputi :
1. Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang

menerima dan memproses informasi di thalamus dan

frontal otak.
2. Mekanisme penghantaran listrik di syaraf terganggu

(mekanisme penerimaan abnormal)


3. Adanya hubungan yang bermusuh, tekanan, isolasi,

perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.


V. Fisik
Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan

tekanan darah), berat badan, tinggi badan serta keluhan fisik yang

dirasakan klien.

VI. Psikososial
Genogram : yaitu minimal tiga generasi yang dapat

menggambarkan hubungan klien dan keluarga dan jelaskan

masalah yang terkait dengan komunikasi, pengambilan keputusan.

Dan pola asuh.


VII. Mekanisme koping
 Regresi : menjadi malas beraktivitas sehari-hari
 Proyeksi : menjelaskan perubahan suatu persepsi dengan

berusaha untuk mengalihkan tanggung jawab kepada orang

lain
 Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik

dengan stimulus internal.


VIII. Status Mental
1. Penampilan
Data ini didapat memalui observasi perawat/keluarga :

20
a) Penampilan tidak rapi jika ujung rambut sampai ujung kaki

ada yang tidak rapi.misalnya rambut acak-acakan, kancing

baju tidak tepat, resleting tidak dikunci, baju terbalik, baju

tidak diganti-ganti.
b) Penggunaan pakaian tidak sesuai, misalnya pakaian dalam

dipakai diluar.
c) Cara berpakaian tidak seperti biasanya,jika pengguanaan

pakaian tidak tepat (waktu, tempat, identitas, situasi, kondisi)


d) Jelaskan hal-hal yang ditampilakan klien dan kondisi lain yang

tidak tercantum, seperti penampilan, usia, sikap tubuh, cara

jalan yang janggal.


e) Masalah keperawatan ditulis sesuai dengan data.
2. Pembicaraan
a) Clang association adalah ide yang saling berkaitan dan

didasarkan pada suara atau irama,bukan pada makna.contoh :

”saya akan minum pil kalau saya menengendarai mobil,tetapi

saya bukan jail ,saya tidak usil “


b) Neologisme adalah kata-kata yang dibuat oleh klien.contoh :

“saya takut terhadap grittiz disini,saya akan lari.apakah anda

gritiiz ? “
3. Aktivitas motorik
Data ini didapatkan melalui hasil observasi perawat/keluarga
a) Lesu, tegang, gelisah, sudah jelas.
b) Agitasi : gerakan motorik yang menunjukan kegelisahan.
c) Tik :gerakan-gerakan kecil pada otot yang tak terkontrol.
d) Grimasen : gerakan otot muka yang berubah-ubah yang

involunter.
e) Tremor : jari-jari tangan dan lidah tampak gemetar ketika klien

merentangkan jari-jari dan lidah.


f) Kompulsif : kegiatan yang dilakukan berulang-ulang,seperti

berulang kali mencuci tangan, mencuci muka, mandi,

mengeringkan tangan dan sebagainya.

21
4. Alam perasaan
a) Sedih, putus asa, gembira berlebihan sudah jelas
b) Ketakutan, objek yang ditakuti sudah jelas
c) Khawatir, objek yang ditakuti belum jelas
5. Afek
Data ini didapatkan melalui hasil observasi perawat/keluarga
a) Datar : tidak ada perubahan roman muka pada saat ada

stimulus yang mnyenangkan atau menyedihkan


b) Tumpul : hanya bereaksi bila ada stimulus emosi yang kuat
c) Labil : emosi yang cepat berubah-ubah
d) Tidak sesuai : emosi yang tidak sesuai atau bertentangan

dengan stimulus yang ada.


6. Interaksi selama wawancara
Data ini didapatkan melalui hasil wawancara dan observasi

perawat/keluarga :
a) Bermusuhan, tidak kooperatif, mudah tersinggung, sudah jelas
b) Kontak mata kurang : tidak mau menatap lawan bicara
c) Defensif : selalu berusaha mempertahankan pendapat dan

kebenaraan dirinya
d) Curiga : menunjukan sikap/perasaan tidak percaya pada orang

lain.
7. Isi pikir
Data didapatkan melalui wawancara
a) Obsesi : pikiran yang selalu muncul walaupun klien berusaha

menghilangkan nya.
b) Phobia : ketakutan yang patologis/tidak logis terhadap

objek/situasi tertentu.
c) Hipokondria : keyakinan terhadap adanya gangguan organ

dalam tubuh yang sebenarnya tidak ada.


d) Ide yang terkait : keyakianan klien terhadap kejadian yang

banyak di lingkungan yang bermakna dan terkait pada dirinya.


e) Pikiran magis : keyakin klien tentang kemampuaannya

melakukan hal-hal yang musathil/diluar kemampuannya.


9 Proses pikir ( data diperoleh dari observasi saat wawancara )
a. Sirkumstansia : pembicaraan yang berbelit-belit tetapi

sampai pada tujuan pembicaraan

22
b. Tangensial : pembicaraan yang berbelit-belit, tetapi

tidak sampai pada tujuan


c. Kehilangan asosiasi : pembicaraan tidak ada hubungan

antara satu kalimat dengan kalimat lainnya dan klien

tidak menyadarinya.
d. Flinht of ideas : pembicaraan yang melombat dari satu

topik ke topik lainnya, masih ada hubungan yang tidak

logis dan tidak sampai pada tujuan


e. Bloking : pembicaraan berhenti tiba-tiba tanpa ada

gangguan ekternal kemudian dilanjutkan kembali


f. Perseverasi : pembicaraan yang berulang berkali-kali
g. Jelaskan apa yang dikatakan oleh klien pada saat

wawancara
h. Masalah keperawanan sesuai dengan data
10 Tingkat kesadaran
Data tentang bingung dan sedasi diperoleh melalui wawancara dan

observasi, stupor diperoleh melalui observasi, orientasi klien

(waktu,temapt,orang) diperoleh melalui wawancara. Pada

skizofrenia klien bingung, tampak bingung dan kacau.stupor :

gangguan motorik seperti kekakuan,gerakan-gerakan yang

diulang, anggota tubuh klien dapat dikatakan dalam sikap

canggung dan dipertahankan klien, tapi klien mengerti semua yang

terjadi dilingkungan. Orientasi waktu, tempat, orang jelas,


11 Memori
Data diperoleh melalui wawancara
a. Gangguan daya ingat jangka panjang
b. Gangguan ingat jangka pendek
c. Gangguan daya ingat saat ini
d. Konfabulasi
12 Tingkat konsentrasi dan berhitung
Data diperoleh melalui wawancara
a. Mudah dialihkan
b. Tidak mampu berkonsentrasi
c. Tidak mampu berhitung

23
13 Kemampuan penilaian
a. Gangguan kemampuan penilaian ringan : dapat mengambil

Keputusan yang sederhana dengan bantuan orang lain.


b. Gangguan kemamuan penilaian bermakna : tidak mampu

mengambil Keputusan walaupun dibantu orang lain


14 Daya tilik diri
Data tilik juga terganggu,terutama selama proses

penyakit.semakin lama beberapa klien dapat mempelajari

penyakiynya,mengantisipasi masalah dan mencari bantuan yang

teoat sesuai kebuuhan.akan tetapi klien yang skizofrenia yang

gagal memahami penyakitnya menyebabkan masalh jangka

panjang,penyakit tersebut menimbulkan kesulitan yang kronis.

IX. Pengetahuan

Data didapat melalui wawancara pada klien. Pada tiap item

yang dimiliki oleh klien simpulkan dalam masalah.

X. Aspek medis

Diagnosa medic klien yang telah di rumuskan oleh dokter

yang merawat.

2.2.2 Daftar Masalah

Ada beberapa diagnosa keperawatan yang sering ditemukan pada klien

dengan halusinasi menurut keliat (2006) yaitu:

A. Resiko prilaku kekerasan : Terhadap diri sendiri dan orang lain.

24
B. Perubahan proses fikir
C. Perubahan sensori/ persepsi
D. Gangguan identitas pribadi
E. Hambatan komunikasi verbal
Diagnosis keperawanan NANDA yang didasarkan pada pengkajian

tanda negatif dan kemampuan fungsional meliputi :


A. Defisit perawatan diri
B. Isolasi sosial
C. Defisit aktivitas pengalihan
D. Perubahan pemeliharaan kesehatan
E. Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik.

2.1.3 Pohon masalah

Resiko Prilaku menciderai diri gangguan

pemeliharaan kesehatan

Akibat Gangguan Persepsi Sensori:

Halusinasi Pendengaran

Penyebab Isolasi Sosial : Menarik Diri defisit perawatan diri

Gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah kronis

(Gambar 2.2 Pohon masalah gangguan persepsi sensori : Halusinasi

pendengaran. Keliat,2006).

2.1.3 Kemungkinan Diagnosa Keperawatan


Menurut Yosep,2011 :
A. Resiko tinggi prilaku kekerasan
B. Gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran
C. Isolasi sosial : menarik diri
D. Harga diri rendah kronis
E. Intoleransi aktivitas
F. Gangguan pemeliharaan kesehatan

25
BAB III
TINJAUAN KASUS

Ruang rawat : Wisma Flamboyan Tanggal dirawat : 27 Agustus 2016


I. Identitas

Nama : Tn. A

Umur : 42 Tahun

Informan : Status dan klien

Jenis Kelamin : Laki-laki

No. RM : 02.83.96

Ruang : Wisma Flamboyan

Tanggal Masuk : 12 - 05 - 2016

Tanggal Pengkajian : 22- 09- 2016

Alamat : Solok, Jl. Andaleh Selayo Gelanggang tanah


Kubung, Solok
II. Alasan masuk
Klien masuk RSJ Prof. HB Sa’anin Padang pada tanggal 12/Mei/2016

melalui IGD diantar keluarga dengan keluhan ± 3 hari ini klien gelisah,

emosi labil , banyak bicara sendiri dan tertawa sendiri, pada saat dirumah

klien marah-marah tanpa sebab, bicara ngaur dan kasar, klien gelisah, jalan

mondar mandir, memecah kaca merusak alat rumah tangga dan memukul

keluarganya. Klien juga mendengar suara-suara seperti bisikan dan

26
mengganggu klien dan menyuruh memukul lantai, dan mengatakan klien

bodoh.
.
III. Faktor predisposisi
a. Gangguan jiwa masa lalu
Keluarga mengatakan keadaannya seperti ini sejak tahun 1998 yang

lalu. Ini merupakan ke 3 kalinya klien masuk rumah sakit jiwa prof HB

Sa,anin Padang, terakhir klien dirawat pada bulan Juni 2015. Pasien

biasanya diantar keluarga kerumah sakit jiwa karena pasien gelisah dan

melempar barang-barang dirumah.


b. Pengobatan sebelumnya
Pengobatan klien kurang berhasil setelah pulang kerumah, pada saat

dirumah pasien minum obat tidak teratur. Terkadang obatnya tidak

diminum dan kemudian penyakit klien kambuh kembali, klien banyak

menyendiri.

Masalah Keperawatan : Ketidakefektifan penatalaksanaan program

terapeutik
c. Riwayat trauma
1) Aniaya Fisik
Klien mengatakan pada waktu masih kecil pernah dipukul dan

mendapatkan penganiayaan secara fisik oleh ayahnya. Klien juga

pernah sebagai pelaku kekerasan, klien mengatakan pernah memukul

keluarganya, dengan tangan kosong dan menggunakan kayu, karena

keluarganya tidak menghargainya dan tidak memberi uang.


2) Aniaya Seksual
Klien mengatakan tidak pernah mengalami penganiayaan seksual

baik sebagai pelaku, korban maupun saksi.


3) Penolakan
Pasien mengatakan tidak pernah mendapatkan penolakan dari orang

sekitarnya.
Masalah Keperawatan : Resiko perilaku kekerasan
d. Riwayat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa

27
Klien mengatakan tidak keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
e. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
Klien mengatakan pasien pernah menjadi korban kekerasan oleh

ayahnya pada waktu kecil. Pasien sering dipukul karena pasien tidak

mengikuti perkataan ayahnya dan sering membantah. Pasien juga

mengatakan pernah diikat keluarga karena memukul tetangga dan

membanting barang rumah tangga. Pasien juga mendapatkan ejekan dari

tetangganya yang mengatakan pasien langsung bahwa pasien gila. Pasien

tampak kesal pada saat menceritakan masa lalunya. Selama diruangan

pasien terlihat menentang pintu kamarnya, meludah kearah petugas,

pasien lebih memilih untuk diisolasi karena takut mencederai orang lain.
Masalah Keperawatan : resiko perilaku kekerasan
IV. Fisik
1. Tanda - Tanda Vital :
TD : 120/80 mmHg
N : 80 x/i
S : 36,6
P : 23 x/i

2. Ukuran : TB : 163 cm BB : 50 kg
3. Pada saat pengkajian pasien tidak mempunyai keluhan fisik,
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah

V. Psikososial
I. Genogram

Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal

28
: Pasien
: Serumah
Klien merupakan anak ke 6 dari 7 bersaudara. Semenjak sakit klien

dirawat oleh adik dan ibunya. Pengambil keputusan di dalam keluarga adalah

ayahnya. Klien mengatakan semenjak kecil di didik dan diasuh oleh ayahnya,

klien belum berkeluarga. Klien mengatakan tidak ada keluarga yang

mengalami gangguan jiwa.

II. Konsep diri


a. Citra tubuh
Klien menyukai seluruh bagian tubuhnya dan tidak ada bagian

tubuh yang tidak disukainya.


b. Identitas diri
Klien mengatakan kalau ia adalah seorang laki-laki dan puas dengan

jenis kelamin yang dimilikinya. Pendidikan terakhir klien sampai

tamat SMA. Dirumah klien hanya sebagai anak dan membantu

orang tuanya.
c. Peran diri
Dirumah klien sebagai adik, kakak dari saudaranya dan sebagai

anak.
d. Ideal diri
Klien mengatakan ingin cepat pulang dari RSJ dan berkumpul

dengan keluarganya dan ingin bekerja dengan layak seperti orang

pada umumnya.
e. Harga diri
Klien mengatakan kalau dirinya disayangi oleh keluarganya dan

klien mengatakan hubungan dengan keluarganya cukup baik, namun

klien mengatakan hubungan dengan masyarakat dan teman-teman

merasa kurang dihargai karena orang mengejek dengan kondisinya

pada saat ini.


Masalah Keperawatan : Harga diri rendah

III. Hubungan sosial

29
a. Orang terdekat
Klien mengatakan dirumah hanya dekat dengan ibu dan adiknya.

Diruangan klien mengatakan tidak ada teman dekatnya.


b. Peran serta dalam kegiatan kelompok
Klien mengatakan saat dirumah klien jarang mengikuti kegiatan

kelompok dimasyarakat, klien juga mengatakan lebih suka berdiam

diri dirumah. diruangan klien jarang mengikuti aktifitas kelompok

seperti penyuluhan, TAK, senam.


c. Hubungan dengan orang lain
Klien mengatakan tidak mau mengikuti kegiatan masyarakat, klien

mengatakan malu dengan keadaannya karena, tetangga tau klien

dirawat di Rumah Sakit Jiwa. Selama diruangan rawatan pasien

jarang berkomunikasi dengan teman-temannya, pasien lebih suka

dikurung diruangan isolasi dari pada berinteraksi dengan pasien lain.


Masalah Keperawatan : isolasi sosial
IV. Spiritual
a. Nilai dan Keyakinan
Klien mengatakan ia beragama islam dan mengetahui jika

melakukan shalat itu wajib.


V. Status Mental
a. Penampilan
Klien mengatakan mandi 2x sehari, klien mengatakan mandi memakai

sabun dan cuci rambut jika ada shampo. Klien mengatakan gosok gigi

kadang ada dan kadang tidak. Penampilan klien tampak tidak rapi, gigi

klien kotor dan berbau, rambut klien tampak kurang bersih, berkerak.
Masalah keperawatan : Defisit Perawatan Diri
b. Pembicaraan
Klien berbicara lambat, klien mampu memulai pembicaraan. Klien bisa

memulai pembicaraan, saat berbicara ada kontak mata.


Masalah keperawatan : tidak ada masalah
c. Aktivitas motorik
Klien terkadang tampak tegang dan gelisah, klien sering meludah

sembarangan.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah

30
d. Alam perasaan
Terkadang klien tampak sedih dan merasa tampak putus asa terhadap

diri dan keadaannya, pasien mengatakan ia sedih karena merindukan

keluarganya dan ingin cepat pulang.


Masalah keperawatan : Keputusaan
e. Afek
Afek klien datar, tidak ada perubahan roman muka yang terjadi

pada klien pada saat klien mengatakan sedih dengan keadaannya

sekarang.
Masalah keperawatan : Hambatan komunikasi verbal

f. Interaksi selama wawancara


Selama berinteraksi dengan klien kontak mata ada dan klien dapat

menjawab pertanyaan, terkadang klien terlihat bingung dengan hal yang

disampaikan.
g. Persepsi
Klien mengatakan mendengar suara-suara bisikan, Klien mengatakan

bisikan itu menyuruh untuk memukul lantai, dan mengatakan bahwa

pasien bodoh. Klien mengatakan mendengar suara hanya beberapa detik

saja, suara itu muncul kadang sedang menyendiri, Klien mengatakan

tidak bisa mengendalikan diri pada saat mendengar suara tersebut, klien

dapat memukul apapun yang dihadapannya apabila mendengar suara-

suara tersebut. Klien tampak sering mondar-mandir dalam mulut klien

komat-kamit, klien juga tampak gelisah apabila mendengar suara

tersebut, klien sering tampak bicara sendiri, klien lebih memilih untuk di

isolasi apabila gelisah agar tidak menimbulkan bahaya pada teman yang

lain.
Masalah keperawatan : Gangguan persepsi sensori : halusinasi

pendengaran

31
h. Proses pikir
sirkumstansial, saat berbicara dengan klien, pembicaraan kadang

berbelit-belit tapi sampai pada tujuan pembicaraan.


Masalah keperawatan : Ganggauan proses fikir

i. Isi pikir
Pada saat interaksi tidak ada keyakinan yang berebihan yang

dipertahankan secara terus menerus. Dan klien tidak ada merasa curiga

terhadap perawat
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah
j. Tingkat kesadaran
Klien mengatakan ia menyadari bahwa ia berada di RSJ, klien

mengetahui nama orang tuanya. Pada saat interaksi klien dapat

menyebutkan tanggal, waktu dan tempat. Tetapi klien tidak dapat

mengetahui semua nama perawat diruangan.


Masalah keperawatan : Tidak ada masalah
k. Memori
Pasien tidak mengalami gangguan jangka panjang dan jangka

pendek. Hal ini dapat dibuktikan dengan pasien dapat menyebutkan

kenapa ia dirawat dan kapan ia pertama kali dirawat.


Masalah keperawatan : Tidak ada masalah
l. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Klien mudah beralih tidak mampu berkosentrasi, perhatian klien mudah

berganti dari satu objek ke objek yang lain. Klien dapat berhitung

secara sederhana.
Masalah keperawatan : Gangguan proses fikir

m. Kemampuan penilaian
Klien mampu mengambil keputusan sederhana. Seperti saat disuruh

memilih mandi dulu baru makan atau makan dulu baru mandi. Klien

mengatakan mandi dulu, baru makan.


n. Daya tili diri

32
Klien tidak mengingkari penyakit yang dideritanya dan klien mengetahui

tentang penyakitnya.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah
VI. Kebutuhan Persiapan Pulang
a. Makan
Dalam memenuhi kebutuhan makan dan minum, klien mampu sendiri

tanpa bantuan perawat, klien makan 3 x sehari.


b. BAK/BAB
Klien mengatakan mampu menggunakan dan membersihkan wc, setelah

menggunakan wc klien bisa membersihkan dan merapikan diri/ pakaian

setelah kembalinya dari wc. Klien mampu BAB/BAK dengan bantuan

minimal.
c. Mandi
Pasien mengatakan mandi 2x, pasien mandi memakai sabun, dan cuci

rambut jika ada sampo,pasien mengatakan terkadang gosok gigi dan

terkadang tidak, gigi klien klien terlihat kotor dan berbau, rambut klien

terlihat kurang bersih dan berketombe


Masalah Keperawatan : Gangguan pemeliharaan kesehatan

d. Berpakaian
Klien mandiri dalam berpakaian, klien mampu memilih dan memakai

pakaian sendiri
e. Istirahat dan tidur
Klien tidur siang 2-3 jam dan tidur malam lebih kurang 8 jam, sebelum

tidur klien makan dan minum obat.


f. Penggunaan obat
Klien tau cara minum obat, keuntungan minum obat, kerugian tidak

minum obat dan minum obat secara teratur, meskipun harus diarahkan

terlebih dahulu.
g. Pemeliharaan Kesehatan
Klien mengatakan jika ia diperbolehkan pulang, klien akan rajin minum

obat dan rajin mengontrol ulang dirinya ke rumah sakit.


h. Kegiatan didalam rumah

33
Klien mengatakan sebelum ia masuk rumah sakit, klien sering

menyendiri sendiri.
i. Kegiatan diluar rumah
Klien mengatakan dulu sebelum masuk RSJ klien sering main sa teman-

temannya
VII. Mekanisme Koping
Klien mengatakan jika ada masalah klien tidak mau menceritakannya kepada

orang lain walaupun sama keluarganya. Klien memilih untuk

memendamkannya sendiri.
Mekanisme Koping : ketidakefektifan koping individual
VIII. Masalah Psikososial dan Lingkungan
a. Masalah dengan kelompok
Klien mengatakan tidak ada terlibat dalam kelompok atau organisasi
b. Masalah dengan lingkungan
Klien mengatakan tidak ada masalah dengan orang disekitarnya
c. Masalah dengan pendidikan
Klien mengatakan saat ini klien sudah lulus SMA sejak 3 tahun yang

lalu, tidak ada masalah di sekolahan


d. Masalah dengan pekerjaan
Saat ini klien belum memiliki pekerjaan, klien hanya membantu

kakaknya dirumah
e. Masalah ekonomi
Klien dibiayai oleh kakaknya
f. Masalah dengan pelayanan kesehatan
Klien mengatakan tidak ada masalah dengan pelayanan kesehatan
IX. Pengetahuan
Klien mengatakan tau tentang penyakitnya dan apa penyebab penyakitnya.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah
X. Aspek Medik
Terapi medik : Skizofrenia Paranoid
1. Tanggal 25 September 2016
a. Risperidon 2 x 2 mg
b. Flozapine 2 x 200 mg
c. Trihexipenidil 3 x 2 mg
d. Fluoxetine 1 x 20 mg
e. Flunarizin 2 x 5 mg

XI. ANALISA DATA

NO DATA MASALAH
1. Data Subjektif Gangguan persepsi

34
 Klien mengatakan mendengar suara- Sensori : Halusinasi

suara bisikan, Klien mengatakan Pendengaran.

bisikan itu menyuruh untuk memukul

lantai, dan mengatakan bahwa pasien

bodoh.
 Klien mengatakan mendengar suara

hanya beberapa detik saja, suara itu

muncul kadang sedang menyendiri.


 klien lebih memilih untuk di isolasi

apabila gelisah agar tidak

menimbulkan bahaya pada teman

yang lain.
 Klien mengatakan tidak bisa

mengendalikan diri pada saat

mendengar suara tersebut, klien

dapat memukul apapun yang

dihadapannya apabila mendengar

suara-suara tersebut.

Data Objektif

 Klien tampak sering mondar-mandir

dalam mulut klien komat-kamit.


 Klien juga tampak gelisah apabila

mendengar suara tersebut.


 Klien sering tampak bicara sendiri
2. Data Subjektif Isolasi Sosial

 Klien mengatakan saat dirumah klien

jarang mengikuti kegiatan kelompok

35
dimasyarakat, klien juga mengatakan

lebih suka berdiam diri dirumah.


 Klien mengatakan tidak mau

mengikuti kegiatan masyarakat, klien

mengatakan malu dengan keadaannya

karena, tetangga tau klien dirawat di

Rumah Sakit Jiwa.

Data Objektif

 Klien jarang mengikuti aktifitas

kelompok seperti penyuluhan, TAK,

senam.
 Selama diruangan rawatan pasien

jarang berkomunikasi dengan teman-

temannya, pasien lebih suka dikurung

diruangan isolasi dari pada

berinteraksi dengan pasien lain.


3. Data Subjektif Resiko Perilaku

 Keluarga mengatakan pada saat Kekerasan.

dirumah klien marah-marah tanpa

sebab, bicara ngaur dan kasar, klien

gelisah, jalan mondar mandir,

memecah kaca merusak alat rumah

tangga dan memukul keluarganya.


 klien mengatakan pernah memukul

keluarganya, dengan tangan kosong

dan menggunakan kayu, karena

36
keluarganya tidak menghargainya

dan tidak memberi uang.

Data Objektif

 Selama diruangan pasien terlihat

menentang pintu kamarnya, meludah

kearah petugas, pasien lebih memilih

untuk diisolasi karena takut

mencederai orang lain.


4. Data Subjektif Gangguan konsep

 klien mengatakan hubungan dengan diri :Harga Diri Rendah

masyarakat dan teman-teman merasa

kurang dihargai karena orang

mengejek dengan kondisinya pada

saat ini.

Data Objektif

 pasien lebih memilih untuk diisolasi


5. Data Subjektif Defisit perawatan Diri

 Pasien mengatakan mandi 2x, pasien

mandi memakai sabun, dan cuci

rambut jika ada sampo,pasien


 Mengatakan terkadang gosok gigi

dan terkadang tidak,

DO:

 Gigi klien klien terlihat kotor dan

berbau, rambut klien terlihat kurang

37
bersih dan berketombe
6. Data Subjektif Ketidakefektifan

 Keluarga mengatakan Pengobatan penatalaksanaan program

klien kurang berhasil setelah pulang terapeutik

kerumah, pada saat dirumah pasien

minum obat tidak teratur. Terkadang

obatnya tidak diminum dan kemudian

penyakit klien kambuh kembali, klien

banyak menyendiri.

Data Objektif:-

7. Data Subjektif :- Hambatan Komunikasi

Data Objektif: Verbal.

 Afek klien datar, tidak ada perubahan

roman muka yang terjadi pada klien

pada saat klien mengatakan sedih

dengan keadaannya sekarang.


8. Data Subjektif:- Gangguan Proses Pikir

Data Objektif:

 Sirkumstansial, saat berbicara dengan

klien, pembicaraan kadang berbelit-

belit tapi sampai pada tujuan

pembicaraan.
 Klien mudah beralih tidak mampu

berkosentrasi, perhatian klien mudah

berganti dari satu objek ke objek

38
yang lain. Klien dapat berhitung

secara sederhana.
13. Data Subjektif Gangguan Pemeliharaan

 Pasien mengatakan mandi 2x, pasien Kesehatan

mandi memakai sabun, dan cuci

rambut jika ada sampo,pasien


 Mengatakan terkadang gosok gigi

dan terkadang tidak,

Data Objektif

 Gigi klien klien terlihat kotor dan

berbau, rambut klien terlihat kurang

bersih dan berketombe


14. Data Subjektif Ketidakefektifan Kopinng

 Klien mengatakan jika ada masalah Individual.

klien tidak mau menceritakannya

kepada orang lain walaupun sama

keluarganya.
 Klien memilih untuk

memendamkannya sendiri

DO: -.

XII. Daftar Masalah Keperawatan


1. Gangguan persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran.
2. Isolasi Sosial
3. Resiko Perilaku Kekerasan.
4. Gangguan konsep diri :HDR
5. Defisit perawatan Diri
6. Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik
7. Hambatan Komunikasi Verbal
8. Gangguan Proses Pikir
9. Gangguan Pemeliharaan Kesehatan

39
10. Ketidakefektifan Kopinng Individual.
XIII. Pohon Masalah

Resiko Pk

Gangguan persepsi sensori :halusinasi pendengaran

Isolassi sosial

Gangguan konsep diri :HDR DPD

Berduka Disfungsional

Ketidakefektifan penatalaksanaan

program terapeutik.

XIV. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran.


2. Isolasi Sosial
3. Resiko Perilaku Kekerasan.
4. Gangguan konsep diri :HDR
5. Defisit perawatan Diri

XV. Rencana Keperawatan

NO DIAGNOSA/TUJUAN KRITERIA HASIL INTERVENSI

40
1. Gangguan Persepsi Setelah dilakukan 2 kali SP 1 klien

Sensori : (Halusinasi pertemuan klien : 1. Bina hubungan saling

Pendengaran) - dapat menyebutkan isi, percaya


2. Identifikasi halusinasi
Tujuan : waktu, frekuensi,
(jenis, isi, frekuensi,
klien mampu situasi pencetus dan
situasi, waktu,
- Mengenali halusinasi perasaan saat halusinasi
perasaan, respon
yang dialaminya muncul 3. Latih mengontrol
- mengontrol halusinasi - Mampu menjelaskan
- mengikuti program dengan cara
dan memperagakan
pengobatan secara menghardik
cara mengontrol 4. Masukkan latihan
optimal
halusinasi menghardik ke dalam

jadwal kegiatan

harian

41
Keluarga mampu : Setelah 2 kali pertemuan, SP 1 Keluarga

- Merawat dan terlibat keluarga mampu 1. Diskusikan masalah

dalam perawatan klien menjelaskan tentang yang dirasakan

baik dirumah sakit halusinasi. keluarga dalam

maupun dirumah. merawat pasien.


- Menjadi system 2. Jelaskan pengertian

pendukung yang halusinasi, jenis

efektif untuk klien halusinasi yang

dialami pasien,

proses terjadinya,

dan cara merawat

pasien halusinasi.
3. Jelaskan cara

merawat halusinasi
4. Latih cara merawat

42
Setelah dua 2 pertemuan SP 2 klien

k;ien : 1. Evaluasi tanda dan

- Mampu menyebutkan gejala halusinasi


2. Validasi kemempuan
kegiatan yang telah
pasien melakukan
dilakukan
- Mampu menjelaskan latihan menghardik

cara mengotrol dan berikan pujian


3. Evaluasi manfaat
halusinasi dengan
melakukan
minum obat
menghardik
4. Latih cara

mengontrol

halusinasi deng obat

(jelaskan 6 benar :

jenis, guna, dosis,

frekuensi, cara,

continuitas minum

obat)
5. Masukkan kedalam

jadwal kegiatan

untuk latihan

menghardik dan

minum obat.

43
Setelah 2 kali pertemuan, SP 2 Keluarga

keluarga mampu 1. Evaluassi

mempraktekkan cara kemampuan keluarga

merawat klien halusinasi mengidentifikasi

gejala halusinasi.
2. Validasi kemampuan

keluarga dalam

membimbing pasien

melaksanakan latihan

menghardik.
3. Evaluasi manfaat

yang dirasakan dalam

merawat, berikan

pujian.
4. Jelaskan 6 benar cara

membertikan obat,

latih cara.
5. Anjurkan membantu

pasien sesuai jadwal

dan memberi pujian.

44
Setelah 1 kali pertemuan SP 3 klien

klien mampu 1. Evaluasi tanda dan

- Menyebutkan kegiatan gejala halusinasi


2. Validasi kemampuan
yang dilakukan
- Mampu membuat pasien melakukan

jadwal kegiatan harian latihan menghardik

dan memperagakannya dan jadwal minum

obat, berikan pujian


3. Evaluasi manfaat

melakukan

menghardik dan

minum obat sesuai

jadwal.

4. Latih cara

mengontrol

halusinasi deng cara

bercakap-cakap
5. Masukkan pada

jadwal kegiatan

untuk latihan

menghardik, minum

obat dan bercakap-

cakap.

45
Setelah 1 kali pertemuan, SP 3 Keluarga

keluarga mampu 1. Evaluasi kemampuan

membantu pasien untuk keluarga

mengontrol halusinasi mengidentifikasi

dengan bercakap-cakap. gejala halusinasi.


2. Validasi kemampuan

keluarga dalam

membimbing pasien

melaksanakan

kegiatan yang telah

dilatih : menghardik

dan patuh minum

obat.
3. Evaluasi manfaat

yang dirasakan

keluarga dalam

merawat, beri pujian.


4. Jelaskan cara

bercakap-cakap dan

melakukan kegiatan

untuk mengontrol

halusinasi.
5. Latih dan sediakan

waktu bercakap-

cakap dengan pasien

terutama saat

halusinasi

46
Setelah 1 kali pertemuan : SP 4 klien

- Mampu menyabutkan 1. Evaluasi tanda dan

kegiatan yang telah gejala halusinasi


2. Validasi kemampuan
dilakukan
- Mampu menje;laskan klien melakukan

cara mengontrol klatihan menghardik,

halusinasi dengan minum obat sesuai

melakukan kegiatan jadwal, dan bercakap-

harian. cakap dengan orang

lain, berikan pujian.


3. Evaluasi manfaat

melakukan

menghardik minum

47
obat sesuai jadwal,

dan bercakap-cakap

dengan orang lain.


4. Latih cara

mengontrol

halusinasi dengan

melakukan kegiatan

harian (mulai dua

kegiatan)
5. Masukkan pada

jadwal kegiatan

untuk latihan

menghardik, minum

obat, bercakap-cakap

dan kegiatan harian.

48
- Setelah 1 kali SP 4 Keluarga

pertemuan, keluarga 1. Evaluasi kemampuan

mampu menjelaskan keluarga

follow up pasien mengidentifikasi

ketika pulang. gejala halusinasi.


2. Validasi kemampuan

keluarga dalam

membimbing pasien

melaksanakan

kegiatan yang telah

dilatih : menghardik,

patuh minum obat,

dan bercakap-cakap

dengan orang lain.


3. Evaluasi manfaat

yang dirasakan

keluarga Dalam

merawat , berikan

pujian.
4. Jelaskan follow up ke

PKM, tanda kambuh

dan rujukan.
5. Anjurkkan membantu

pasien sesuai jadwal,

beri pujian.

49
50

Anda mungkin juga menyukai