Anda di halaman 1dari 4

AMINAH FITRIANI (2017104103111126)

BAB 6

MUHAMMADIYAH SEBAGAI GERAKAN ISLAM YANG BERWATAK TAJDID

A. Pendahuluan

Marxisme tidak dilahirkan oleh Karl Marx di meja perpustakaan British Museum.
Pancasila tidak ditemukan Bung Karno di halaman belakang sebuah rumah di Pegangsaan
Timur. Apakah masuk akal jika dikatakan Kiai Dahlan mendirikan Muhammadiyah ketika
beliau – saat tengah malam hampir dini hari – makan bakmi di pinggir Kauman?

Muhammadiyah lahir oleh proses panjang, paduan semangat dan percikan


permenungan yang tak cuma milik orang seorang. Kiai Dahlan membaca Al Afghani.
Sementara Syujak, Fahruddin, dan kawan kawan mengkaji Kiai Dahlan. Semuanya membaca,
mengkaji, mengamati, sejumlah buku, berita Koran, melihat hidup, mengalaminya dan
berkomunikasi dengan jutaan jiwa yang takut, yang berharap bahkan yang membisu.

Pendiri awal Muhammadiyah memilih melakukan gerakan Islam melalui organisasi di


dasarkan pada rujukan keagamaan. Ada sebuah kaidah ushul, yaitu “ma la yatim al-wajib illa
bihi fa huma wajib”, bahwa jika suatu urusan tidak akan sempurna manakala tanpa alat,maka
alat itu menjadi wajib adanya. Organisasi merupakan alat dakwah Islam sebagai hasil dari
pengamatan dan penelaahan dan pengalaman nyata mengenai masyarakat muslim ketika itu.
Ayat teologi yang sering disebut sebagai inspirasi yang menggerakan Kiai Ahmad Dahlan
mendirikan Muhammadiyah adalah Surat Ali Imran ayat ke-104,yang memerintahkan adanya
sekelompok orang untuk mengajak kepada islam,menyuruh pada yang ma’ruf, dan mencegah
dari yang munkar. Sebagai syarat untuk mendapat keberuntungan,keberhasilan dakwah sulit
dicapai secara perseorangan oleh karena itu, Allah memerintahkannya dalam bentuk umat
yang merupakan kumpulan individu yang mempunyai visi,misi,strategi dan program yang
sama.

Pada era awal, kebodohan masyarakat secara umum disebabkan karena penjajahan,
baik oleh sesama manusia maupun oleh corak budaya dan kepercayaan. Untuk membebaskan
masyarakat dari kolonialisme asing. Kiai Ahmad Dahlan melakukan lompatan kultural justru
dengan cara mengadospsiaspek aspek positif dari kultur asing itu, yang kemudian
diterapkannya dalam corak dakwah kultural yang dikembangkan muhammadiyah, antara lain
melalui jalur pendidikan,pembentukan panti-panti sosial,dan balai pengobatan. Jadi, ibarat
seorang pendekar berilmu tinggi, Kiai Dahlan berusaha mengalahkan lawan justru dengan
memanfaatkan jurus-jurus lawannya. Kiai Dahlan melawan kolonialisme Barat dengan aspek-
aspek positif dengan apa yang dibawa dibarat. Agak unik memang, tapi dengan cara itulah
Kiai Dahlan mengalahkan kolonialisme dengan cara yang elegan dan bermartabat. Bukan
dengan cara eskapisme anti-Barat yang membuat masyarakat semakin terbelakang, yang
bahkan pada batas-batas tertentu telah melahirkan penyakit inferioritas yang amat
parah.(Muslim Abdurrahman,2003:6-7)

B. Tajdid Menurut Faham Muhammadiyah

Tajdid berarti pembaharuan, peningkatan, dan pengembangan. Dalam arti Pemurnian,


tajdid dimaksudkan sebagai pemeliharamatan ajaran Islam yang berazas pada al-Qur’an dan
as Sunnah maqbullah.dalam arti peningkatan pengembangan dan modernisasi,tajdid
dimaksudkan sebagai penafsiran pengamalan. Untuk melaksanakan tajdid diperlukan
aktualisasi akal pikiran yang cerdas dan akal budi yang bersih yang dijiwai ajaran islam.
Tajdid merupakan suatu proses pembaharuan dalam umat islam untuk menuju pada suatu
kondisi yang lebih baik. Muhammadiyah dalam memaknai tajdid mengandung dua
pengertian,yakni pemurnian (purifikasi), dan pembaruan (dinamisasi). Tajdid dalam
pandangan Muhammadiyah yang bersifat purfikasi adalah “Tandhif al-Aqidah”, yaitu
purifikasi terhadap aqidah Islamiyah. Dalam arti aqidah islam itu harus dibersihkan betul dari
segenap “rowasyia asy-syrik” yakni elemen-elemen syirik. Akidah meeupakan keyakinan
hidup atau keimanan dengan meliputi semua hal yang harus diyakini oleh semua muslim.
Langkah-langkah dakwah dan tajdid Muhammadiyah tersebut tercermin dalam kepeloporan
mendirikan sekolah islam modern, pelayaran kesehatan, penyantunan anak-anak yatim
miskin melalui gerakan Al- Ma’un, dan mendobrak praktik pemikiran Islam yang jumud
dengan ijtihad.Karena itu dalam masyarakat umum Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan
pembaruan (tajdid), bahkan tajdid sudah melekat dalam Muhammadiyah. Karena
kepeloporan dalam pembaruan itu maka Muhammadiyah juga dikenal sebagai gerakan
reformisme atau modernisme Islam (Nashir, 2006: xxii-xxiv).

Sejak awal berdirinya Muhammadiyah menmpatkan diri sebagai salah satu gerakan untuk
menyebarluaskan ajaran agama Islam sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an dan As
sunnah sekaligus membersihkan berbagai amalan yang secara jelas menyimpang dari ajaran
Islam baik berupa khufarat,syirik maupun bid’ah lewat gerakan dakwah. Sifat tajdid yang
dikenalkan muhammadiyah sebenarnya tidak hanya sebatas upaya memurnikan ajaran islam,
melainkan juga termasuk dalam upaya melakukan berbagai pembaharuan dalam tata cara
pelaksanaan ajaran Islam dalam kehidupan bermasyarakat.

Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam yang menjalankan dakwah dan tajdid melalui
sistem organisasi yang selalu dinamis dan tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip Islam
yang kokoh berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah Shahihah. Bukan semata-mata untuk
pemurnian belaka, tetapi sekaligus pembaruan dalam menjawab dan memandu kehidupan di
tengah perkembangan zaman. Dengan demikian karakter gerakan Muhammadiyah itu
dakwah dan tajdid, yang juga mengandung dimensi pemurnian (tandhif al-aiqdah al-
islamiyyah) sekaligus pembaruan (tajdid fi al-Islam). Bukan semata-mata dakwah, teatpi juga
pembaruan . Bukan semata-mata pemurnian, tetapi juga pemurnian. Pemurnian berarti
“pengotentikan”, kembali pada Islam yang benar-benar murni atau asli sebagaimana ajaran
Al-Qur’an dan Sunnah Nabi yang Shahihah (maqbullah), dengan mengembangkan ijtihad
sesuai dengan manhaj Tarjih.

C. Model-model Tajdid dalam Muhammadiyah

Model tajdid muhammadiyah dapat dibagi dalam tiga bidang, yaitu bidang keagamaan,
pendidikan dan kemasyarakatan.

1. Bidang Keagamaan

Pembaharuan dalam bidang keagamaan adalah penemuan kembali ajaran atau prinsip
dasar yang berlaku abadi, yang karena waktu lingkungan situasi dan kondisi mungkin
menyebabkan dasar-dasar tersebut kurang jelas dan tertutup oleh kebiasan dan pemikiran
tambahan lain. Pembaharuan dalam bidang kaagamaan adalah memurnikan kembali atau
mengembalikan kepada aslinya, oleh karena itu dalam pelaksanaan agama baik yang
menyangkut akidah atau pun ibadah harus sesuai dengan aslinya, yang sebagai mana
diperintahkan dalam Al-Qur’an dan as sunah.

2. Bidang Pendidikan

Dalam bidang ini, Muhammadiyah mempelopori dan meyelenggarakan sejumlah


pembaharuan dan inovasi yang lebih nyata. Bagi Muhammdiyah pendidikan memiliki arti
yang penting dalam penyebaran ajaran islam, karena melalui bidang pendidikan pemahaman
tentang islam dapat diwariskan dan ditanamkan dari generasi kegenerasi. Pembaharuan dari
segi pendidikan memiliki dua segi yaitu :
a. Segi cita-cita Dari segi ini ingin membentuk manusia muslim yang baik budi, alim
dalam agama, luas dalam pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, dan bersidia
berjuang untuk kemajuan masyarakatnya.
b. Segi teknik pengajaran Dari segi ini lebih banyak berhubungan dengan cara
penyelenggaraan pengajaran. Dengan mengambil unsur-unsur yang baik dari sistem
pendidikan barat dan sistem pendidikan tradisonal, muhammadiyah berhasil
membangun sistem pendidikan sendiri. Seperti sekolah model barat yang dimasukkan
pelajaran agama didalamnya, sekolah agama dengan menyertakan perlajaran umum.
3. Bidang Sosial Kemasyarakatan

Muhammadiyah merintis bidang sosial kemasyarakatan dengan mendirikan rumah


sakit, piklinik, panti auhan, rumah singgah, panti jompo, Pusat kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM), posyandu lansia yang dikelola melalui amal usahanya dan bukan secara individual
sebagai mana dilakukan orang pada umumnya. Usaha pembaharuan dalam bidang sosial
kemasyarakatan ditandai dengan didirikannya Pertolongan Kesengsaraan Oemoem (PKO)di
tahun 1923. Perhatian terhadap kesengsaraan orang lain merupakan kewajiban orang muslim,
sebagai perwujudan tuntunan agama yang jelas untuk ber amal ma’ruf dan juga sebagai
bentuk pengamalan firman Allah dalam surat Al-ma’un 107: 1-7. Pesan yang terkandung
dalam surat Al-Ma’un adalah ajaran tolong menolong sebagai bentuk dari amal shaleh yang
dapat menunculkan solidaritas yang berujung pada mahabbah atau saling mencintai yang
dimulai dari ta’aruf(mengenal), tafahum(memahami), lalu tadhamun (saling menghargai).

Anda mungkin juga menyukai