Oleh :
1
BAB I
PENDAHULUAN
Saat ini pelabuhan tidak hanya berfungsi sebagai pintu keluar masuk barang,
lebih dari itu sudah merupakan sebagai sentra industri, pusat perdagangan dan
pariwisata yang banyak menyerap tenaga kerja. Mobilisasi yang tinggi dari aktivitas
cepat dan beragam, sehingga akan berpotensi menimbulkan dampak yang merugikan
kapal, barang dan orang, sekaligus sebagai pintu gerbang transformasi penyebaran
adanya penyakit karantina, penyakit menular baru (new emerging diseases), maupun
penyakit tersebut merupakan dampak negatif dari diberlakukannya pasar bebas atau
era globalisasi, dan dapat menimbulkan kerugian besar baik pada sektor ekonomi,
perdagangan, sosial budaya, maupun politik yang berdampak besar kepada suatu
tugas pokok dan fungsi melaksanakan pencegahan masuk dan keluarnya penyakit,
penyakit potensial wabah, surveilans epidemiologi, kekarantinaan, pengendalian
terhadap penyakit baru dan penyakit muncul kembali, bioterorisme, unsur biologi,
kimia dan pengamanan radiasi diwilayah kerja Bandar udara, pos lintas batas darat
dan pelabuhan.4
negara peserta untuk melakukan tindakan terhadap bagasi, kargo, petikemas, alat
angkut, barang-barang, paket pos atau jenazah manusia untuk menghilangkan infeksi
atau kontaminasi termasuk vektor dan reservoir, tanpa pembatasan perjalanan dan
perdagangan. 5
yaitu : sub bagian tata usaha, seksi pengendalian karantina Seurvailans Epidemiologi,
seksi Pengendalian Risiko Lingkungan, seksi Upaya Kesehatan dan Lintas Wilayah,
Adapun tujuan dari kegiatan ini terbagi menjadi tujuan umum dan tujuan
khusus, yaitu :
Pekanbaru.
Kabupaten Siak.
c. Bagi FK UNRI
TINJAUAN PUSTAKA
Teknis (UPT) dari Kementerian Kesehatan yang berada di bawah dan bertanggung
P2P). KKP Kelas II Pekanbaru terletak di Provinsi Riau dan beralamat di jalan
Rajawali Sakti Panam Pekanbaru. Berdasarkan Permenkes nomor 2348 tahun 2011,
KKP Kelas II Pekanbaru memiliki 6 (Enam) wilayah kerja. Wilayah kerja tersebut
yaitu:4
1. Wilker Buatan
OMKABA serta pengamanan terhadap penyakit baru dan penyakit yang muncul
kembali, bioterorisme, unsur biologi, kimia dan pengamanan radiasi di wilayah kerja
bandara, pelabuhan, dan lintas batas darat negara. (Peraturan Menteri Kesehatan
Pelabuhan) : 4
1. Pelaksanaan kekarantinaan
5. Pelaksanaan pengamanan radiasi pengion dan non pengion, biologi, dan kimia;
Kejadian Luar Biasa (KLB) dan bencana bidang kesehatan, serta kesehatan
matra termasuk
15. Pelaksanaan pelatihan teknis bidang kesehatan bandara, pelabuhan, dan lintas
1. Promosi kesehatan
1)Survey Nyamuk
3)Survey Lalat
4)Pemberantasan lalat
5)Survey jentik
dalam masa inkubasi, dan/atau pemisahan peti kemas, alat angkut, atau barang
apapun yang diduga terkontaminasi dari orang dan/atau Barang yang mengandung
1. Perencanaan kegiatan
5. Evaluasi
BAB III
DESKRIPSI KEGIATAN
3.1.1 Pendahuluan
manusia untuk menyeberang dari satu wilayah ke wilayah lainnya. Tak hanya
lain. Namun, kapal juga digunakan untuk mengangkut barang dari satu wilayah ke
wilayah lainnya melalui lintas laut. Karena sebagian manusia (penumpang ataupun
awak kapal) banyak menghabiskan waktu di dalam kapal, maka keadaan sanitasi
kapal yang baik perlu dijaga dan dipantau terus menerus demi kesehatan para
usaha yang ditujukan terhadap faktor risiko lingkungan dikapal untuk memutuskan
antara lain dapur, ruang penyediaan makanan, palka, gudang, kamar anak buah kapal,
penyediaan air bersih, dan penyajian makanan serta pengendalian vektor penular
secara fisik, kesehatan, estetika dan daya tahan hidup manusia. Sanitasi yang buruk
Institusi yang terkait dalam hal pemeriksaan sanitasi kapal adalah kantor
kapal yaitu diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
terbatas di wilayah kerja Pelabuhan atau Bandara dan Lintas Batas, serta
pengendalian dampak kesehatan lingkungan. Selain itu salah satu fungsi penting KKP
wabah nasional sesuai penyakit yang berkaitan dengan lalu lintas internasional,
guna memperoleh surat izin kesehatan berlayar (SIKB) yang selanjutnya akan
Pekanbaru.
Telah dilakukan pemeriksaan sanitasi kapal pada 6 area. Didapatkan hasil yaitu
area yang memenuhi standar seperti palka, ruang penumpang, Air Balast, Air
tergenang, Ruang mesin dan 1 area tidak memenuhi standar yaitu fasilitas medis.
lalat, kecoa, tikus dan nyamuk pada 6 area. Tidak ada ditemukan tanda-tanda vector
terdapat di kapal. Didapatkan hasil, tidak lengkap ketersediaan obat-obatan yang ada
di kapal.
Untuk alat kesehatan di kapal, tidak lengkap alat kesehatan di kapal maupun
3.2.1 Pendahuluan
keberadaan lalat di kapal yang dilakukan secara visual dengan adanya lalat hidup.
Keberadaan lalat dapat menjadi ancaman yang serius bagi kesehatan manusia. Lalat
rumah (M. domestica) dapat membawa lebih dari 20 penyakit pada hewan dan
Pengamatan
sampah.
2. Pengamatan di 10 titik :
Periode
Jumlah lalat (ekor)
waktu Total
30 detik T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10
3 4 5 1 0 0 1 0 0 0 14
3. Hasil pengamatan :
X = Total n/5
= 14/5
= 2,8 (sedang)
3.3 Pemeriksaan kesehatan (Pre Flight Medical Check Up) pada crew
pesawat.
termasuk kru lain seperti pramugari dan pengendali lalu lintas udara (air traffic
controller). Terdapat standar peraturan kesehatan yang harus dilakukan secara rutin
oleh setiap maskapai penerbangan di Indonesia. Salah satunya adalah pilot harus
menjalanis tes medis terlebih dahulu sebelum mendapatkan izin terbang. Izin terbang
tersebut dikeluarka dalam jangka enam bulan, satu tahun, hingga dua tahun,
tergantung pada aturan yang berlaku. Pemeriksaan rutin yang diperiksa setiap pilot
pemeriksaan alkohol.
a. Pelayanan Kesehatan Kru Pesawat Terbang
Pendahuluan
bahwa kondisi kesehatan kru pesawat terbang dalam keadaan baik untuk
penerbangan.
kesehatan seluruh kru pesawat yang akan terbang. Hasil pemeriksaan oleh
Kegiatan ini dilaksanakan pada tgl 23 oktober 2018 pukul 05.30 WIB,
Kesimpulan :
Seluruh kru pesawat terbang Garuda Indonesia Airline yang diperiksa dalam
keadaan baik (< 160/100 mmHg) dan tidak ada alkohol yang terdeteksi pada
yang kemudian direvisi pada tahun 1973, 1981, 1983 dan tahun 2005.
perairan dengan batas-batas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara
mendarat dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat
keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang
lainnya. Kegiatan yang dilakukan di bandara Sultan Syarif Kasim II yaitu survey
larva Aedes Aegypti, pengambilan sampel air dan pemeriksaan Tempat Pengelolaan
Kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan oleh pihak
terkait penyakit yang ditularkan melalui nyamuk. Salah satu cara yang
oleh nyamuk seperti zika, DBD, dll. Prinsip utama dalam pengendalian
Kegiatan ini dilaksanakan pada tgl 23 oktober 2018 pukul 05.30 WIB,
dengan melihat langsung bangunan dan kontainer baik yang ada jentik maupun yang bebas dari jentik.
Alat yang digunakan: botol sampel (untuk menaruh larva), cidukan, center, pipet kecil, botol sampel air.
Sumber air bersih di Bandara Sultan Syarif Kasim II bersumber dari sumur artesis. Sumber air tersebut digunakan untuk
memenuhi kebutuhan toilet dan mushola serta sebagai sumber air untuk mencuci peralatan makan restoran di lingkungan
bandara. Pengambilan dan pemeriksaan air bersih dilaksanakan setiap bulan. Pemeriksaan air dilakukan secara fisik, kimia dan
bakteriologi. Secara keseluruhan sampel air memenuhi syarat sebagai air bersih.
Pengawasan makanan dan minuman merupakan salah satu bagian yang penting, dalam segala aktivitas kesehatan
masyarakat, mengingat adanya kemungkinan penyakit-penyakit akibat makanan dan minuman.Pengawasan makanan dan
minuman meliputi kegiatan usaha yang ditujukan kepada kebersihan dan kemurnian makanan dan minuman agar tidak
1
menimbulkan penyakit.Kemurnian disini dimaksud murni menurut penglihatan maupun rasa.
Makanan dan minuman dibuat di berbagai tempat pengelolaan makanan dan minuman, seperti jasa boga, rumah makan atau
restoran, depot air minum, industri rumah tangga pangan, sentra makanan jajanan, dan TPM lainnya.TPM merupakan sarana
TPM merupakan salah satu istilah yang ada pada tupoksi Dinas Kesehatan.Sejalan dengan meningkatnya jumlah dan jenis
TPM yang sangat beragam, dan makin beragam pula produk makanan dan minuman yang dihasilkan. Dengan ini maka perlu
adanya pengawasan yang diatur dalam Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan bab 6 upaya kesehatan pasal
Hygiene sanitasi tempat pengelolaan makanan di bandar udara memiliki standar operasional prosedur yang digunakan
untuk tempat pengelolaan makanan di bandar udara. Standar operasional prosedur untuk rumah makan dan restoran adalah
Keputusan Menteri Kesehatan RI NO. 1098/Menkes/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah Makan Dan
Restoran. Standar operasional prosedur untuk jasaboga adalah Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1096/Menkes/Per/VI/2011 Tentang Higiene Sanitasi Jasaboga. Standar operasional prosedur untuk makanan jajanan adalah
Keputusan Menteri Kesehatan RI NO. 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan
Jajanan.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1098/Menkes/Per/VII/2003, Rumah Makan adalah
setiap tempat usaha komersial yang ruang lingkup kegiatannya menyediakan makanan dan minuman untuk umum di tempat
usahanya. Sedangkan restoran adalah salah satu jenis usaha jasa pangan yang bertempat disebagian atau seluruh bangunan yang
permanen dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan, penyajian dan penjualan
makanan dan minuman bagi umum ditempat usahanya. Hasil kegiatan pemeriksaan tempat pengelolaan makanan di GH Corner
mendapatkan skor 818 yang artinya tingkat mutu /laik hygiene sanitasi sudah baik dan Palm & Bistro mendapatkan skor 894
3.5.1 Pendahuluan
Infeksi meningococcus dapat terjadi secara endemik maupun epidemik. Secara klinis keduanya tidak dapat dibedakan,
tetapi serogroup dari strain yang terlibat berbeda. Kasus endemik pada negara-negara berkembang disebabkan oleh strain
serogroup B yang biasanya menyerang usia dibawah 5 tahun, kebanyakan kasus terjadi pada usia antara 6 bulan dan 2 tahun.
Kasus epidemik disebabkan oleh strain serogroup A dan C, yang mempunyai kecendrungan untuk menyerang usia yang lebih
tua.
Lebih dari setengah kasus meningococcus terjadi pada umur antara 1 dan 10 tahun. Penyakit ini relatif jarang didapatkan
pada bayi usia ≤ 3 bulan. Kurang dari 10% terjadi pada pasien usia lebih dari 45 tahun. Di AS dan Finland, hampir 55% kasus
pada usia dibawah 3 tahun selama keadaan nonepidemik, sedangkan di Zaria, Negeria insiden tertinggi terjadi pada pasien usia 5
sampai 9 tahun. Keadaan geografis dan populasi tertentu merupakan predisposisi untuk terjadinya penyakit epidemik.
Daerah Sub-saharan Meningitis Belt (Upper volta, Dahomey, Ghana dan Mali di barat, hingga Niger, Nigeria, Chad,
Sudan di timur) di mulai pada musism panas/winter dry season (November-Desember),mencapai puncaknya pada akhir April-
awal Mei, saat angin gurun Harmattan berkepanjangan dan tingginya suhu udara sepanjang hari diakhiri secara mendadak
dengan dimulainya musim penghujan. Walaupun terpaparnya populasi yang rentan terhadap strain baru yang virulen mungkin
merupakan penyebab epidemik, beberapa faktor lain termasuk lingkungan yang padat penduduk, adanya kuman saluran nafas
pathogen lain, hygiene yang rendah dan lingkungan yang buruk merupakan pencetus untuk terjadinya infeksi epidemik. Infeksi
Telah terbukti bahwa tidak didapatkan adanya host antara, reservoar atau transmisi dari hewan ke manusia pada infeksi
M. meningitidis. Nasofarings merupakan reservoar alami bagi meningococcus, transmisi dari kuman tersebut terjadi lewat
saluran pernafasan (airbone droplets), serta kontak seperti dalam keluarga atau situasi recruit training.
Pada suatu studi yang dilakukan oleh Artenstein dkk, didapatkan bahwa sebagian besar partikel dari droplet saluran nafas
mengandung meningococcus. Meningococcus bisa didapatkan pada kultur dari nasofaring dari manusia sehat, keadaan ini
disebut carrier. Hal tersebut dapat meningeal tergantung kepada kemampuan dari kapsel polisakarida untuk menghambat
aktivitas sistim komplemen bakterisidal yang klasik dan menginhibisi phagositosis neutrophil. Aktivasi dari sistim komplemen
merupakan hal yang sangat penting dalam mekanisme pertahanan terhadap infeksi N. meningitidis. Pasien dengan defisiensi dari
komponen terminal komponen (C5, C6, C7, C8 dan mungkin C9) merupakan resiko tinggi untuk terinfeksi Neisseria (termasuk
N. Meningitidis).
Meningitis meningokokkus masih menjadi ancaman kesehatan bagi jemaah haji dan umrah pada saat ini dan dimasa
yang akan datang. Hal ini disebabkan karena kejadian Meningitis meningokokkus masih berjangkit di berbagai negara yang
mengirimkan jemaah haji. terutama di Afrika. Tahun 1988 WHO merekomendasikan setiap jemaah haji yang datang ke Arab
Saudi mendapatkan vaksinasi meningitis. Kasus meningitis pada Jemaah Haji Indonesia terjadi pada tahull 1987, dimana wabah
meningitis di Arab Saudi pada musim haji dengan konfirmasi kasus sebanyak 99 orang dan meninggal 40 orang (CFR=40,4%).
Mengacu kepada surat dari, kerajaan Saudi Arabia (Nota Diplomatik dari Ke Dubes Saudi Arabia Jakarta no: 588/PKNI/06/61)
bahwa setiap jemaah haji, tenaga kerja dan umroh harus mendapat imunisasi meningitis untuk mendapatkan visa.
Ketentuan imunisasi meningitis adalah wajib bagi setiap jemaah haji dan umrah, baik jemaah haji/umrah Indonesia
maupun jemaah haji/umrah dari negara lain Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2016 tentang Penyelenggaraan
Ibadah Haji, Bab II pasal 3, menyatakan bahwa Penyelenggaraan ibadah haji bertujuan untuk memberikan pembinaan,
pelayanan, dan perlindungan yang sebaik-baiknya bagi Jemaah Haji sehingga Jemaah Haji dapat menunaikan ibadahnya sesuai
dengan ketentuan ajaran agama Islam. Bab VIII pasal 31 ayat 1 berbunyi pembinaan dan pelayanan kesehatan ibadah haji, baik
pada saat persiapan maupun pelaksanaan Penyelenggaraan 'Ibadah Haji dilakukan oleh Kementerian Kesehatan.
Tujuan Penyelenggaraan Kesehatan Haji adalah meningkatkan kondisi kesehatan jemaah haji sebelum keberangkatan,
selama menunaikan ibadah, sampai tiba kembali di tanah air serta mencegah terjadinya transmisi penyakit menular yang
mungkin terbawa keluar / masuk oleh jemaah haji Kepmenkes Nomor 442/Menkes/SKNI/2009 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Kesehatan Haji menyatakan bahwa semua jemaah haji dan petugas harus divaksinasi meningitis yang berlaku
selama 3 tahun. Prioritas jenis imunisasi saat ini adalah imunisasi meningitis (ACW135Y) bagi semua jemaah dan petugas yang
dilaksanakan di Puskesmas atau Rumah Sakit Kabupaten/Kota yang ditunjuk oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
5. Peraturan Pemerintah No.13 tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak;
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.356/MENKES/PER/IV/2008 tentang Organisasi & Tata Kerja Kantor Kesehatan
Pelabuhan;
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.4241Menkes/SWIV12007 tentang Pedoman Upaya Kesehatan
9. Peraturan Menteri Kesehatin .RI No. 131lMenkeslPerllllll984 tentangPengamananKesehatan Perjalanan Peserta Umrah;
10. Instruksi Direktur .Jenderal Pengendalian Penyakit' dan Penyehatan Lingkungan No.HK.07.01/D111.4/217/2008
3.5.3 Tujuan
Kegiatan vaksinasi dilakukan di Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) induk kelas II, Pekanbaru. Pada pagi hari Kamis
II. Peralatan :
2. Thermometer
3. Coldchain
4. Coolbox
5. Ice pack
6. Nierbeken
7. Gunting
III. Bahan
2. Pelarut
3. Alkohol Swab
4. Handscoen
IV. Formulir:
4. Buku ICV
a. Jenis kegiatan
Pendaftaran
Pemberian Vaksinasi
Pemeriksaan Laboratorium
b. Langkah-langkah kegiatan
1. Peserta vaksinasi mendaftar di loket pendaftaran, membawa persyaratan berupa fotocopi KTP, Pasport, Foto 4 x 6
3. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan kepada peserta berupa pemeriksaan fisik salah satunya pemeriksaan tinggi badan dan
berat badan. Hasil pemeriksaan ini dicatat dalam form status pasien, yang juga berisi tentang riwayat alergi, riwayat
4. Bila ditemukan kontra indikasi atas keterangan dokter ahli, maka pemberian vaksinasi tidak dilakukan, maka kepada
peserta diberikan penjelasan tentang akibat yang rnungkin timbul bila tidak mendapatkan imunisasi, dan diberikan surat
a. Vaksinator mencuci tangan dengan sabun, kemudian dilanjutkan dengan memakai handscoen;
b. Ambil vaksin yang akan dipakai, lakukan pengecekan vial vaksin untuk memastikan nama jenis vaksin, tanggal
c. Untuk kemasan vaksin yang berbentuk beku kering, dilakukan pencampuran dengan cairan pelarutnya sesuai
dengan petunjuk. Kemudian dikocok sampai rata, lalu perhatikan warna larutan vaksin. Warna larutan vaksin
yang baik yaitu putih bening jernih, jika tidak maka berarti larutan vaksin tersebut sudah rusak walaupun belum
d. Untuk vaksin yang sudah dioplos, maka sebaiknya di habiskan dalam waktu 30 menit, jika sudah lewat batas
waktu tersebut maka efektifitas vaksin sudah berkurang, sisa vaksin tersebut tidak dapat dipakai dan harus
e. Kemudian aspirasi larutan vaksin yang sudah siap pakai, lalu ganti jarum suntiknya dengan yang baru. Vaksin
f. Setelah dilakukan dlsinfeksi pada kulit dengan alkohol swab, kemudian dilakukan penyuntikan vaksin.
Penyuntikan secara sub kutan yaitu posisi jarum suntik menembus kulit dengan kemiringan 45 (posisi deltoid).
Setelah jarum menembus kulit dilakukan aspirasi sedikit untuk memastikan bahwa jarum suntik tidak masuk
kedalam pembuluh darah. Selanjutnya dilakukan penyuntikan secara perlahan sampai larutan vaksin habis.
g. Setelah semua proses penyuntikan selesai, pisahkan syringe disposible kedalam box khusus medis.
BAB IV
a. Pemeriksaan sanitasi kapal yang telah dilakukan terdiri dari 3 jenis pemeriksaan yaitu pemeriksaan sanitasi kapal
(palka/cargo, ABK/crew, Penumpang/ passanger, air tergenang / permukaan (standing water), ruang mesin, dan fasilitas
medik), pemeriksaan vector (lalat, tikus, dan nyamuk), pemeriksaan obat, dan alat kesehatan kapal.
b. Karantina Kesehatan bertujuan untuk cegah dan tangkal keluar atau masuknya penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan
c. Pelaksanaan vaksinasi yang telah dilakukan terdiri 5 tahap, yaitu pendaftaran, pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh
dokter, pemeriksaan laboratorium berupa plano test pada wanita usia subur (14 – 49 tahun), pemberian vaksinasi,
d. Pemeriksaan pengendalian risiko lingkungan yang telah dilakukan terdiri dari 3 jenis pemeriksaan yaitu pemeriksaan
larva aedes aegypti, pemeriksaan sanitasi gedung/ bangunan dan lingkungan dan pemeriksaan hygiene rumah makan.
e. Pemeriksaan kesehatan (Pre Flight Medical Check Up) pada crew pesawat yang telah dilakukan adalah pemeriksaan
alcohol dan cek tekanan darah kepada 5 orang crew Pesawat Garuda Indonesia Station Pekanbaru.
4.2 Saran
a. Diharapkan pihak KKP Kelas II Pekanbaru lebih mengoptimalkan pemberian sanksi kepada pihak kapal yang tidak
memenuhi syarat sanitasi kapal serta kelengkapan obat-obatan dan alat kesehatan sesuai IMO.
b. Diharapkan kepada pihak KKP Kelas II Kota Pekanbaru untuk meningkatkan jaringan server pendaftaran sehingga
kegiatan pelayanan di gedung KKP induk Kelas II Kota Pekanbaru tidak terhambat.
c. Diharapkan pihak KKP dapat meningkatkan prasarana penunjang pelayanan seperti kursi di ruang tunggu, pengeras suara
d. Diharapkan pihak KKP melakukan pengecekan secara berkala terhadap lavitrap yang telah dipasang di Bandara.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hidayatsyah M, pengaruh faktor risiko (Deck, Kamar awak kapal, Toilet/Kamar mandi, Dapur, Gudang persediaan makanan)
terhadap keberadaan vektor di kapal pada Pelabuhan Tembilahan Tahun 2011. [Tesis]. Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Universitan Sumatra Utara : 2012
3. PP & PL Standar Operasional Prosedur Nasional Kegiatan Kantor Kesehatan Pelabuhan. Jakarta : Kemntrian Kesehatan ; 2009
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2348/MENKES/PER/XI/2011 Tentang Perubahan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 356/MENKES/PER/IV/2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesehatan
Pelabuhan
6. Keputusan menteri kesehatan RI 424/SKS/IV/2007 tentang Pedoman Operasional untuk Kegiatan UKLW
7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan
Lampiran 1. Dokumentasi Kegiatan
Lampiran 2. Berkas penilaian kesehatan pelabuhan di BSSQ dan Pelabuhan Sungai
Duku