Anda di halaman 1dari 2

MASALAH HIPERTENSI DI INDONESIA

DIPUBLIKASIKAN PADA : SENIN, 07 MEI 2012 01:39:33, DIBACA : 137.494 KALI


Jakarta, 6 Mei 2012

Prevalensi Hipertensi atau tekanan darah di Indonesia cukup tinggi. Selain itu, akibat yang
ditimbulkannya menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi, merupakan salah satu
faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian penyakit jantung dan pembuluh
darah. Hipertensi sering tidak menunjukkan gejala, sehingga baru disadari bila telah
menyebabkan gangguan organ seperti gangguan fungsi jantung atau stroke. Tidak jarang
hipertensi ditemukan secara tidak sengaja pada waktu pemeriksaan kesehatan rutin atau
datang dengan keluhan lain.

Demikian disampaiakan Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP


dan PL), Kemenkes, Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama mengenai beberapa Masalah
Hipertensi di Indonesia.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan, sebagian besar kasus hipertensi
di masyarakat belum terdiagnosis. Hal ini terlihat dari hasil pengukuran tekanan darah
pada usia 18 tahun ke atas ditemukan prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 31,7%,
dimana hanya 7,2% penduduk yang sudah mengetahui memiliki hipertensi dan hanya 0,4%
kasus yang minum obat hipertensi.

"Ini menunjukkan, 76% kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis atau 76%
masyarakat belum mengetahui bahwa mereka menderita hipertensi", kata Prof Tjandra
Yoga.

Untuk mengelola penyakit hipertensi termasuk penyakit tidak menular lainnya, Kemenkes
membuat kebijakan yaitu:
1. Mengembangkan dan memperkuat kegiatan deteksi dini hipertensi secara aktif (skrining)
2. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan deteksi dini melalui kegiatan
Posbindu PTM
3. Meningkatkan akses penderita terhadap pengobatan hipertensi melalui revitalisasi
Puskesmas untuk pengendalian PTM melalui Peningkatan sumberdaya tenaga kesehatan
yang profesional dan kompenten dalam upaya pengendalian PTM khususnya tatalaksana
PTM di fasilitas pelayanan kesehatan dasar seperti Puskesmas; Peningkatan manajemen
pelayanan pengendalian PTM secara komprehensif (terutama promotif dan preventif) dan
holistik; serta Peningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana promotif-preventif, maupun
sarana prasarana diagnostik dan pengobatan.

Menurut Prof. Tjandra upaya Pencegahan dan Penanggulangan hipertensi dimulai dengan
meningkatkan kesadaran masyarakat dan perubahan pola hidup ke arah yang lebih
sehat. Untuk itu Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan dasar perlu melakukan
Pencegahan primer yaitu kegiatan untuk menghentikan atau mengurangi faktor risiko
Hipertensi sebelum penyakit hipertensi terjadi, melalui promosi kesehatan seperti diet yang
sehat dengan cara makan cukup sayur-buah, rendah garam dan lemak, rajin melakukan
aktifitas dan tidak merokok.

Puskesmas juga perlu melakuka encegahan sekunder yang lebih ditujukan pada kegiatan
deteksi dini untuk menemukan penyakit. Bila ditemukan kasus, maka dapat dilakukan
pengobatan secara dini.
Sementara pencegahan tertier difokuskan pada upaya mempertahankan kualitas hidup
penderita. Pencegahan tertier dilaksanakan melalui tindak lanjut dini dan pengelolaan
hipertensi yang tepat serta minum obat teratur agar tekanan darah dapat terkontrol dan
tidak memberikan komplikasi seperti penyakit ginjal kronik, stroke dan jantung. Penanganan
respon cepat juga menjadi hal yang utama agar kecacatan dan kematian dini akibat
penyakit hipertensi dapat terkendali dengan baik. Pencegahan tertier dilaksanakan agar
penderita hipertensi terhindar dari komplikasi yang lebih lanjut serta untuk meningkatkan
kualitas hidup dan memperpanjang lama ketahanan hidup.
Prof. Tjandra mengatakan, ntuk mendeteksi atau menegakkan diagnosis penyakit
hipertensi, sangat sederhana yaitu dengan mengukur tekanan darah menggunakan
tensimeter. Hipertensi ditegakkan bila tekanan darah ? 140/90 mmHg.
Pengobatan atau penatalaksanaan hipertensi membutuhkan waktu lama, seumur hidup
dan harus terus menerus. Jika modifikasi gaya hidup tidak menurunkan tekanan darah ke
tingkat yang diinginkan, maka harus diberikan obat, tambah Prof. Tjandra.

Sarana dan prasarana untuk diagnosis dan mengobati hipertensi, termasuk mendeteksi
kemungkinan terjadi kerusakan organ target atau komplikasi pada dasarnya sudah
tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan.

Keberadaan Posbindu PTM setiap bulan dalam wadah Desa Siaga aktif di setiap kelurahan
sebenarnya sudah cukup untuk mewaspadai dan memonitor tekanan darah dan segera
ke Puskesmas/fasilitas kesehatan jika tekanan darahnya tinggi.

"Melalui Puskesmas dan Posbindu PTM, masyarakat cukup mendapat kemudahan akses
untuk mendeteksi atau monitoring tekanan darah nya. Jika mampu membeli tensimeter
sendiri untuk memonitor tekanan darah keluarga secara rutin akan lebih baik. Namun yang
paling penting adalah meningkatkan perilaku hidup sehat", ujar Prof. Tjandra.

Keberadaan Posbindu PTM di masyarakat lebih tepat untuk mengendalikan faktor risiko
Penyakit Tidak Menular (obesitas, hiperkolesterol, hipertensi, hiperglikemi, diet tidak sehat,
kurang aktifitas dan merokok). Kegiatan deteksi dini pada Posbindu PTM dilakukan melalui
monitoring faktor risiko secara terintegrasi, rutin dan periodik. Kegiatan monitoring
mencakup kegiatan minimal yaitu hanya memantau masalah konsumsi sayur/buah dan
lemak, aktifitas fisik, indeks massa tubuh (IMT), dan tekanan darah, dan kegiatan monitoring
lengkap yaitu memantau kadar glukosa darah, dan kolesterol darah, pemeriksaan uji fungsi
paru sederhana dan IVA. Tindak lanjut dini berupa peningkatan pengetahuan masyarakat
tentang cara mencegah dan mengendalikan faktor risiko PTM dilakukan melalui
penyuluhan / dialog interaktif secara massal dan / atau konseling faktor risiko secara
terintegrasi pada individu dengan faktor risiko, sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Kasus faktor risiko PTM yang ditemukan yang tidak dapat dikendalikan melalui konseling
dirujuk ke fasilitas pelayanan dasar di masyarakat (Puskesmas, Klinik swasta, dan dokter
keluarga) untuk tidak lanjut dini.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian
Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: (021)
52907416-9, faksimili: (021) 52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC): <kode lokal>
500-567 dan 081281562620 (sms), atau alamat e-mail kontak[at]depkes[dot]go[dot]id

Anda mungkin juga menyukai