Anda di halaman 1dari 6

DEFINISI DAN PENYEBAB SYOK

Syok adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan akut fungsi sirkulasi yang
menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan
akibat gangguan mekanisme homeostasis. Berdasarkan penelitian Moyer dan
Mc Clelland tentang fisiologi keadaan syok dan homeostasis, syok adalah
keadaan tidak cukupnya pengiriman oksigen ke jaringan. Syok merupakan
keadaan gawat yang membutuhkan terapi yang agresif dan pemantauan yang
kontinyu atau terus-menerus di unit terapi intensif.

Syok secara klinis didiagnosa dengan adanya gejala-gejala seperti berikut:

1. Hipotensi: tekanan sistole kurang dari 80 mmHg atau TAR (tekanan


arterial rata-rata) kurang dari 60 mmHg, atau menurun 30% lebih.
2. Oliguria: produksi urin kurang dari 20 ml/jam.
3. Perfusi perifer yang buruk, misalnya kulit dingin dan berkerut serta
pengisian kapiler yang jelek.

Syok dapat diklasifikasi sebagai syok hipovolemik, kardiogenik, dan syok


anafilaksis. Di sini akan dibicarakan mengenai syok hipovolemik yang dapat
disebabkan oleh hilangnya cairan intravaskuler, misalnya terjadi pada:

1. Kehilangan darah atau syok hemoragik karena perdarahan yang mengalir


keluar tubuh seperti hematotoraks, ruptura limpa, dan kehamilan ektopik
terganggu.
2. Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung
kehilangan darah yang besar. Misalnya, fraktur humerus menghasilkan
500–1000 ml perdarahan atau fraktur femur menampung 1000–1500 ml
perdarahan.
3. Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan
protein plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:
1. Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis.
2. Renal: terapi diuretik, krisis penyakit Addison.
3. Luka bakar (kombustio) dan anafilaksis.

Pada syok, konsumsi oksigen dalam jaringan menurun akibat berkurangnya


aliran darah yang mengandung oksigen atau berkurangnya pelepasan oksigen
ke dalam jaringan. Kekurangan oksigen di jaringan menyebabkan sel terpaksa
melangsungkan metabolisme anaerob dan menghasilkan asam laktat.
Keasaman jaringan bertambah dengan adanya asam laktat, asam piruvat, asam
lemak, dan keton (Stene-Giesecke, 1991). Yang penting dalam klinik adalah
pemahaman kita bahwa fokus perhatian syok hipovolemik yang disertai asidosis
adalah saturasi oksigen yang perlu diperbaiki serta perfusi jaringan yang harus
segera dipulihkan dengan penggantian cairan. Asidosis merupakan urusan
selanjutnya, bukan prioritas utama.

Gejala dan Tanda Klinis

Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi


premorbid, besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung.
Kecepatan kehilangan cairan tubuh merupakan faktor kritis respons kompensasi.
Pasien muda dapat dengan mudah mengkompensasi kehilangan cairan dengan
jumlah sedang dengan vasokonstriksi dan takhikardia. Kehilangan volume yang
cukp besar dalam waktu lambat, meskipun terjadi pada pasien usia lanjut, masih
dapat ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam waktu yang cepat atau
singkat.

Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan


hipovolemia, penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali
dalam beberapa menit. Adalah penting untuk mengenali tanda-tanda syok, yaitu:

1. Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian
kapiler selalu berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.
2. Takhikardia: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respons
homeostasis penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran
darah ke mikrosirkulasi berfungsi mengurangi asidosis jaringan.
3. Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh
darah sistemik dan curah jantung, vasokonstriksi perifer adalah faktor
yang esensial dalam mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi aliran
darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak di
bawah 70 mmHg.
4. Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik.
Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam.

Pada penderita yang mengalami hipovolemia selama beberapa saat, dia akan
menunjukkan adanya tanda-tanda dehidrasi seperti: (1) Turunnya turgor jaringan;
(2) Mengentalnya sekresi oral dan trakhea, bibir dan lidah menjadi kering; serta
(3) Bola mata cekung.

Akumulasi asam laktat pada penderita dengan tingkat cukup berat, disebabkan
oleh metabolisme anaerob. Asidosis laktat tampak sebagai asidosis metabolik
dengan celah ion yang tinggi. Selain berhubungan dengan syok, asidosis laktat
juga berhubungan dengan kegagalan jantung (decompensatio cordis), hipoksia,
hipotensi, uremia, ketoasidosis diabetika (hiperglikemi, asidosis metabolik,
ketonuria), dan pada dehidrasi berat.

Tempat metabolisme laktat terutama adalah di hati dan sebagian di ginjal. Pada
insufisiensi hepar, glukoneogenesis hepatik terhambat dan hepar gagal
melakukan metabolisme laktat. Pemberian HCO3 (bikarbonat) pada asidosis
ditangguhkan sebelum pH darah turun menjadi 7,2. Apabila pH 7,0–7,15 dapat
digunakan 50 ml NaHCO3 8,4% selama satu jam. Sementara, untuk pH < 7,0
digunakan rumus 2/2 x berat badan x kelebihan basa.

Pemeriksaan Laboratorium - Hematologi

Pemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat untuk menentukan kadar


hemoglobin dan nilai hematokrit. Akan tetapi, resusitasi cairan tidak boleh
ditunda menunggu hasil pemeriksaan. Hematokrit pasien dengan syok
hipovolemik mungkin rendah, normal, atau tinggi, tergantung pada penyebab
syok.

Jika pasien mengalami perdarahan lambat atau resusitasi cairan telah diberikan,
nilai hematokrit akan rendah. Jika hipovolemia karena kehilangan volume cairan
tubuh tanpa hilangnya sel darah merah seperti pada emesis, diare, luka bakar,
fistula, hingga mengakibatkan cairan intravaskuler menjadi pekat (konsentarted)
dan kental, maka pada keadaan ini nilai hematokrit menjadi tinggi.

Diagnosa Differensial

Syok hipovolemik menghasilkan mekanisme kompensasi yang terjadi pada


hampir semua organ tubuh. Hipovolemia adalah penyebab utama syok pada
trauma cedera. Syok hipovolemik perlu dibedakan dengan syok hipoglikemik
karena penyuntikan insulin berlebihan. Hal ini tidak jarang terjadi pada pasien
yang dirawat di Unit Gawat Darurat.

Akan terlihat gejala-gejala seperti kulit dingin, berkeriput, oligurik, dan


takhikardia. Jika pada anamnesa dinyatakan pasien sebelumnya mendapat
insulin, kecurigaan hipoglikemik sebaiknya dipertimbangkan. Untuk membuktikan
hal ini, setelah darah diambil untuk pemeriksaan laboratorium (gula darah
sewaktu), dicoba pemberian 50 ml glukosa 50% intravena atau 40 ml larutan
dextrose 40% intravena.
Resusitasi Cairan

Manajemen cairan adalah penting dan kekeliruan manajemen dapat berakibat


fatal. Untuk mempertahankan keseimbangan cairan maka input cairan harus
sama untuk mengganti cairan yang hilang. Cairan itu termasuk air dan elektrolit.
Tujuan terapi cairan bukan untuk kesempurnaan keseimbangan cairan, tetapi
penyelamatan jiwa dengan menurunkan angka mortalitas.

Perdarahan yang banyak (syok hemoragik) akan menyebabkan gangguan pada


fungsi kardiovaskuler. Syok hipovolemik karena perdarahan merupakan akibat
lanjut. Pada keadaan demikian, memperbaiki keadaan umum dengan mengatasi
syok yang terjadi dapat dilakukan dengan pemberian cairan elektrolit, plasma,
atau darah.

Untuk perbaikan sirkulasi, langkah utamanya adalah mengupayakan aliran vena


yang memadai. Mulailah dengan memberikan infus Saline atau Ringer Laktat
isotonis. Sebelumnya, ambil darah ± 20 ml untuk pemeriksaan laboratorium rutin,
golongan darah, dan bila perlu Cross test. Perdarahan berat adalah kasus gawat
darurat yang membahayakan jiwa. Jika hemoglobin rendah maka cairan
pengganti yang terbaik adalah tranfusi darah.

Resusitasi cairan yang cepat merupakan landasan untuk terapi syok


hipovolemik. Sumber kehilangan darah atau cairan harus segera diketahui agar
dapat segera dilakukan tindakan. Cairan infus harus diberikan dengan kecepatan
yang cukup untuk segera mengatasi defisit atau kehilangan cairan akibat syok.
Penyebab yang umum dari hipovolemia adalah perdarahan, kehilangan plasma
atau cairan tubuh lainnya seperti luka bakar, peritonitis, gastroenteritis yang lama
atau emesis, dan pankreatitis akuta.

Pemilihan Cairan Intravena

Pemilihan cairan sebaiknya didasarkan atas status hidrasi pasien, konsentrasi


elektrolit, dan kelainan metabolik yang ada. Berbagai larutan parenteral telah
dikembangkan menurut kebutuhan fisiologis berbagai kondisi medis. Terapi
cairan intravena atau infus merupakan salah satu aspek terpenting yang
menentukan dalam penanganan dan perawatan pasien.

Terapi awal pasien hipotensif adalah cairan resusitasi dengan memakai 2 liter
larutan isotonis Ringer Laktat. Namun, Ringer Laktat tidak selalu merupakan
cairan terbaik untuk resusitasi. Resusitasi cairan yang adekuat dapat
menormalisasikan tekanan darah pada pasien kombustio 18–24 jam sesudah
cedera luka bakar.

Larutan parenteral pada syok hipovolemik diklasifikasi berupa cairan kristaloid,


koloid, dan darah. Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok hipovolemik.
Keuntungan cairan kristaloid antara lain mudah tersedia, murah, mudah dipakai,
tidak menyebabkan reaksi alergi, dan sedikit efek samping. Kelebihan cairan
kristaloid pada pemberian dapat berlanjut dengan edema seluruh tubuh sehingga
pemakaian berlebih perlu dicegah.

Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok hipovolemik


dengan hiponatremik, hipokhloremia atau alkalosis metabolik. Larutan RL adalah
larutan isotonis yang paling mirip dengan cairan ekstraseluler. RL dapat diberikan
dengan aman dalam jumlah besar kepada pasien dengan kondisi seperti
hipovolemia dengan asidosis metabolik, kombustio, dan sindroma syok. NaCl
0,45% dalam larutan Dextrose 5% digunakan sebagai cairan sementara untuk
mengganti kehilangan cairan insensibel.

Ringer asetat memiliki profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat metabolisme
laktat terutama adalah hati dan sebagian kecil pada ginjal, sedangkan asetat
dimetabolisme pada hampir seluruh jaringan tubuh dengan otot sebagai tempat
terpenting. Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi patut diberikan
pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat seperti sirosis hati dan asidosis
laktat. Adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat membahayakan pasien sakit
berat karena dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat.

Secara sederhana, tujuan dari terapi cairan dibagi atas resusitasi untuk
mengganti kehilangan cairan akut dan rumatan untuk mengganti kebutuhan
harian

Daftar Pustaka

1. Darmawan, Iyan, MD, Cairan Alternatif untuk Resusitasi Cairan: Ringer Asetat,
Medical Departement PT Otsuka Indonesia, Simposium Alternatif Baru
Dalam Terapi Resusitasi Cairan.
2. FH Feng, KM Fock, Peng, Penuntun Pengobatan Darurat, Yayasan Essentia
Medica - Andi Yogyakarta, Edisi Yogya 1996 hal 5–16
3. Hardjono, IS, Biomedik Asam Laktat, Bagian Biokimia FK Undip
Semarang, Majalah Medika No. 6 Tahun XXV Juni 1999 hal 379-384
4. Pudjiadi, Tatalaksana Syok Dengue pada Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak,
FKUI, Simposium Alternatif Baru Dalam Terapi Resusitasi Cairan, Agustus
1999.
5. Sunatrio, S, Larutan Ringer Asetat dalam Praktik Klinis, Simposium Alternatif
Baru Dalam Terapi Resusitasi Cairan, Bagian Anestesiologi FKUI/RSCM,
Jakarta, 14 Agustus 1999.
6. Thaib, Roesli, Syok Hipovolemik dan Terapi Cairan, Kumpulan Naskah Temu
NAsional dokter PTT, FKUI, Simposisum h 17-32
7. Wirjoatmodjo, M, Rehidrasi - Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I Edisi Kedua, ED
Soeparman, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1987 hal 8–12

Anda mungkin juga menyukai