Anda di halaman 1dari 3

ANALISIS

Pada praktikum pengaruh suhu terhadap pertumbuhan bakteri, dilakukan perlakuan


terhadap satu koloni bakteri (koloni 2). Koloni bakteri tersebut diberi perlakuan berupa pemanasan
pada suhu 40oC, 50oC, 60oC, 70oC, 80oC, 90oC maupun 100oC yang setelahnya diinokulasikan
pada medium lempeng NA, kemudian ditunggu selama 1 x 24 jam untuk melihat hasil
pertumbuhan bakteri pada medium tersebut. Dari hasil menunjukkan bahwa koloni bakteri yang
dipanaskan pada suhu 40oC dan suhu 500C pertumbuhan bakteri yang ada sangat banyak (++++),
kemudian pada suhu 60oC dan suhu 70 oC pertumbuhan bakteri yang ada banyak (+++) dan pada
suhu 80 oC, pertumbuhan bakteri yang ada juga cukup banyak (++). Adapun pada bakteri yang
dipanaskan pada suhu 90oC-100oC terlihat adanya pertumbuhan sedikit bakteri yang terjadi pada
medium lempeng NA(+). Sehingga dari data, diketahui dapat diketahui bahwa kemungkinan ada
2 jenis koloni bakteri yaitu koloni bakteri termofilik dan koloni ekstrimofilik dikarenakan pada
koloni tersebut yang dapat tumbuh pada suhu 40oC sampai 100oC. Adapun kemungkinan yang lain
yaitu pada saat pengamatan terjadi human error sehingga terdapat kesalahan data hasil
pengamatan.

PEMBAHASAN

Pertumbuhan makhluk hidup sangat dipengaruhi oleh faktor nutrisi dan kondisi lingkungan
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan sehingga makhluk hidup tersebut dapat melakukan
pertumbuhan secara maksimum. Makhluk hidup tersebut termasuk mikroba. Pertumbuhan
Mikroba pada umumnya sangat tergantung dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Perubahan
faktor lingkungan dapat mengakibatkan perubahan sifat morfologi dan fisiologi. Selain itu juga
pengaruh lingkungan juga akan memberikan gambaran yang menunjukkan peningkatan jumlah sel
berbeda dan pada akhirnya akan memberikan gambaran pula terhadap kurva pertumbuhannya
(Tarigan, 1988). Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme yaitu faktor
abiotik yang salah satunya adalah suhu. Suhu merupakan salah satu kunci utama penentu
pertumbuhan mikroorganisme.

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, hasil pengamatan menunjukkan bahwa


bakteri yang diamati termasuk bakteri yang dapat tumbuh maksimal pada suhu tinggi (40oC-60oC).
Bila dihubungkan teori yang dikemukakan oleh suharni (2008) yang menyebutkan bahwa bakteri
memiliki daya tahan untuk hidup pada berbagai jenis suhu mulai dari yang rendah hingga pada
suhu paling tinggi dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu bakteri yang dapat hidup pada
temperatur minimum disebut dengan bakteri psikrofil, pada bakteri yang hidup pada suhu sedang
disebut dengan bakteri mesofil, dan bakteri yang dapat hidup pada suhu tinggi disebut dengan
bakteri termofil. Koloni bakteri yang diamati merupakan bakteri yang tergolong dalam bakteri
termofilik dikarenakan bakteri termofilik tumbuh optimal pada suhu sedang dengan rentangan
sebesar 40oC-60oC. Sedangkan koloni bakteri yang diamati hidup pada rentang suhu diatas 60oC
adalah tergolong bakteri ekstrimofilik. Bakteri ekstrimofilik merupakan bakteri yang hidup pada
kisaran suhu 65 - 114 °C, dengan suhu optimum 88 °C (Madigan, 2009).

Sifat termofilik dari suatu bakteri ditentukan oleh sifat biokimia dan fisiologisnya. Pada
bakteri termofil makromolekul seperti protein dan asam nukleat akan tetap aktif secara biologis
bila berada pada suhu yang tinggi. Hal tersebut dipengaruhi oleh aktivitas katalitik enzim yang
dihasilkan oleh bakteri termofil yang aktif pada suhu yang sama atau sedikit lebih tinggi dari suhu
optimum pertumbuhannya (Zeikus, 1998). Aktivitas enzim juga akan meningkat dengan
meningkatnya suhu sampai mencapai suhu optimumnya, tetapi saat setelah melewati suhu
optimumnya maka aktivitas enzimnya akan menurun (Rudiger, 1994). Secara umum, peningkatan
suhu lebih lanjut akan menurunkan aktivitas enzim. Hal ini disebabkan karena protein, termasuk
enzim, mengalami denaturasi. Enzim mengalami perubahan konformasi pada suhu yang terlalu
tinggi, sehingga substrat terhambat dalam memasuki sisi aktif enzim. (Yusriah & Nengah, 2013).

Pada suhu di atas itu, bakteri akan mengalami kematian dikarenakan perlakuan suhu yang
diberikan terlalu tinggi sehingga menghambat proses pertumbuhan koloni bakteri. Suhu yang
tinggi tersebut akan membuat kerusakan yang permanen pada protein, asam nukleat, dan
komponen-komponen sel lainnya sehingga bakteri mengalami kematian (Brooks, 2005). Namun,
ada organisme yang mampu hidup pada suhu tinggi tersebut. Organisme yang hidup pada suhu
tinggi itu disebut ekstrimofilik. Salah satu organisme ekstrimofilik adalah Methanopyrus kandleri
yang hidup pada suhu tinggi (minimum=90°C, optimum 106°C, dan maksimum 122°C) (Madigan,
2012).

Berdasarkan data hasil pengamatan, kemungkinan terjadi kesalahan pada saat mengamati.
Sehingga hasil yang didapat itu tidak akurat datanya. Hal ini juga akan berdampak pada tidak bisa
menentukan titik kematian termal bakteri terhadap batas temperature tertentu.
Brooks, dkk.1994. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 2. Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC.

Madigan, M.T. 2009. Brock Biology of Microorganisms Twelfth Edition. Pearson Benjammin
Cummings.

Madigan, T.M., Martinko, J.M., Stahl, D.A., & Clark, D.P. 2012. Brock Biology of
Microorganisms. San Francisco: Pearson Education, Inc.

Rudiger, A, A Sunna, And G. Antranikian. 1994. Enzymes From Extreme Thermophilic And
Hyperthermophilic Archea And Bacteria Carbohydrases, Handbook Of Enzyme Catalysis in
Organic Synthesis. Weinhem: VCH Verlagsge sellsc hafft .
Suharni, T., T , dkk. 2008. Mikrobiologi Umum. Yogyakarta: Penerbit Universitas Atma Jaya.
Tarigan, J. 1988. Pengantar Mikrobiologi. Jakarta: Universitas Indonesia

Yusriah. & Nengah D.K. 2013. Pengaruh pH dan Suhu Terhadap Aktivitas Protease Penicillium
sp. Jurnal Sains Dan Seni POMITS, 2(1): 2337-3520.
Zeikus, J.G., C. Vieille., and A. Savchenko. 1998. Thermozymes: Biotechnology and structure-
function relationship. Extremophiles. 21: 179-183.

Anda mungkin juga menyukai