Anda di halaman 1dari 3

I.

Judul
 Dormansi Biji
II. Tujuan
 Untuk memahami bahwa tidak semua biji dapat langsung tumbuh bila dikecambahkan.
 Untuk menduga kondisi dormansi dapat disebabkan oleh beberapa faktor baik luar maupun dalam.
 Untuk mengetahui bahwa dormansi dapat dipecahkan dengan beberapa perlakuan.
III. Dasar Teori

Dormansi adalah masa istirahat biji sehingga proses perkecambahan tidak dapat terjadi, yang disebabkan
karena adanya pengaruh dari dalam dan luar biji. Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk
menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan proses
tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun pada embryo. Biji yang telah masak dan siap untuk
berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi
dan memulai proses perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit
biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embryo. Tipe dormansi biji antara lain:

1. Dormansi fisik : yang menyebabkan pembatasan structural terhadap perkedcambahan. seperti kulit biji ynag
keras dan kedap sehingga menjadi penghalang mekanisme terhadap masuknya air dan gas pada beberapa jenis
tanaman

2. Dormansi fisiologis : dapat disebabkan oleh bebrapa mekanisme, umumnya dapat disebabkan oleh pengatur
tumbuh baik penghambat atau perangsang tumbuh, dapat juga oleh factor-faktor dalam sepert immaturity atau
ketidaksamaan embrio dan sebab-sebab fisiologis lainnya (Salisbury, 1995:128).

Menurut Tamin (2007) dormansi benih merupakan ketidakmampuan benih hidup untuk berkecambah
pada suatu kisaran keadaan luas yang dianggap menguntungkan untuk benih tersebut. Dormansi dapat disebabkan
karena tidak mampunya benih secara total untuk berkecambah atau hanya karena bertambahnya kebutuhan yang
khusus untuk perkecambahannya. Dormansi benih dapat disebabkan keadaan fisik dari kulit biji dan keadaan
fisiologis embrio, atau kombinasi dari keduanya.

Dormansi adalah suatu keadaan pertumbuhan yang tertunda atau keadaan istirahat, merupakan kondisi
yang berlangsung selama suatu periode yang tidak terbatas walaupun berada dalam keadaan yang menguntungkan
untuk perkecambahan. Biji yang dorman adalah biji yang gagal berkecambah, apabila diletakkan pada suatu
lingkungan yang mendukung perkecambahan anggota populasi biji yang lain, yang tidak dorman (Gardner, 1991).

Menurut Abidin (1993) dormansi terjadi disebabkan oleh faktor luar (eksternal) dan faktor dalam
(internal). Faktor-faktor yang menyebabkan dormansi pada biji adalah ; tidak sempurnanya embrio (rudimetery
embrio), embrio yang belum matang secara fisiologis, kulit biji yang tebal (tahan terhadap gerakan mekanis), kulit
biji impermeable, dan adanya zat penghambat (inhibitor) untuk perkecambahan.

Fase induksi terjadi pada saat biji mengalami pematangan (maturation) menuju fase istirahat. Proses ini
dipengaruhi oleh cahaya, temperatur, zat kimia dan faktor lingkungan lainnya. Kehadiran inhibitor (seperti ABA)
dan promoter (auksin, giberelin, dan sitokinin) sangat berpengaruh terhadap biji yang mengalami dormansi dan
perkecambahan (Abidin 1993).

Perkembangan kulit biji impermeabel berpengaruh secara langsung terhadap fase istirahat (dormansi).
Kulit biji impermeabel bagi biji yang sedang mengalami dormansi, dapat mereduksi kandungan oksigen yang ada
dalam biji, sehingga dalam keadaan anaerobik, terjadi sintesa zat penghambat tumbuh. Pemecahan dormansi dan
penciptaan lingkungan yang cocok sangat perlu untuk memulai proses perkecambahan untuk beberapa spesies.
Perlakuan tergantung pada tipe dormansi yang terlibat (dormansi fisik, dormansi fisiologi, atau dormansi ganda).
Perlakuan tersebut mencakup skarifikasi, stratifikasi, biakan embrio, dan berbagai kombinasi dari perlakuan-
perlakuan ini dengan pengaturan lingkungan yang cocok (Harjadi 1991).

Perkecambahan benih yang mengandung kulit biji yang tidak permeabel (impermeabel) dapat dirangsang
dengan skarifikasi – pengubahan kulit biji untuk membuatnya menjadi permeabel terhadap gas-gas dan air. Ini
tercapai dengan bermacam teknik, cara-cara mekanik termasuk tindakan pengempelasan merupakan tindakan
paling umum. Tindakan air panas 77 – 100 0C efektif untuk benih “honey locust”. Beberapa benih dapat
diskarifikasi dengan tindakan H2SO4 (Harjadi 1991).
Menurut Kartasapoetra (2003), dormansi dapat diatasi dengan perlakuan-perlakuan dengan pemarutan
atau penggoresan (skarifikasi), yaitu dengan cara menghaluskan kulit benih agar dapat dilalui air dan udara ;
melemaskan kulit benih dari sifat kerasnya ; memasukkan benih ke dalam botol yang disumbat dan secara periodik
mengguncang-guncangnya ; stratifikasi terhadap benih dengan suhu rendah ataupun suhu tinggi ; perubahan suhu
; dan zat kimia. Sedangkan menurut, pematahan dormansi dapat diganti dengan zat kimia seperti KNO3, thiorea
dan asam giberalin. Pada kenyataannya, 24 pada organ secara visual disebut dormansi, sesungguhnya masih
berlangsung perubahanperubahan biokimia dan struktur mikroskopiknya.

Perkecambahan adalah suatu proses mengaktifkan embrio yang mengakibatkan terbukanya kulit benih
dan munculnya tumbuhan muda. Beberapa hal penting yang terjadi pada saat perkecambahan adalah imbibisi
(penyerapan) air, pengaktifan enzim, munculnya kecambah dan akhirnya terbentuklah anakan (Copeland, 1976).

Zat pengatur tumbuh tanaman (plant regulator) adalah senyawa organik yang bukan hara, yang dalam
jumlah sedikit dapat mendukung (promote), menghambat (inhibit) dan dapat merubah proses fisiologi tumbuhan.
Zat pengatur tumbuh 25 (hormon) adalah zat kimia yang dibuat dalam suatu bagian tanaman tertentu, tetapi
mempengaruhi bagian lain dari tanaman tersebut (Darmawan dan Baharsjah 2010). Zat pengatur tumbuh di dalam
tanaman terdiri dari lima kelompok yaitu auksin, giberelin, sitokinin, etilen dan inhibitor dengan ciri khas dan
pengaruh yang berlainan terhadap proses fisiologis (Abidin 1993).

Zat pengatur tumbuh giberelin fungsinya untuk merangsang pembesaran dan pembelahan sel. Terutama
untuk merangsang pertumbuhan primer. Giberelin mempengaruhi perkecambahan dan mengakhiri masa dorman
pada biji. Giberelin, sedikitnya terdiri dari 9 persenyawaan terpenoid yang berhubungan dekat. Senyawa ini
ditemukan dari studi mengenai pertumbuhan yang berlebihan dari padi yang diserang suatu cendawan,
mempengaruhi meristem di bawah ujung. Pengaruh yang paling menakjubkan adalah rangsangan pertumbuhan
pada banyak tipe tanaman yang mampat (roset). Pemberian sedikit saja mengubah buncis tipe semak ke tipe
menjalar, atau jagung kerdil ke jagung biasa. Efek ini digunakan untuk uji biologi. Disamping membalik sifat
kerdil, giberelin memiliki efek yang luas dalam banyak proses perkembangan, terutama yang dikendalikan oleh
suhu dan cahaya (fotoperiode) ; termasuk dormansi tanaman dan biji, perkecambahan, perkembangan tangkai biji
dan buah (Harjadi 1991).

Tahap pertama perkecambahan dimulai dengan proses penyerapan air oleh benih, yang kemudian
melunaknya lubang perkecambahan, dan hidrasi oleh protoplasma. Tahap kedua dimulainya kegiatan sel dan
enzim serta naiknya tingkat respirasi benih. Tahap ketiga merupakan tahap terjadinya penguraian bahan-
bahan karbohidrat, lemak dan.protein menjadi bentuk yang terlarut dan ditranslokasikan ke seluruh titik
tumbuh. Tahap keempat proses perkecambahan benih adalah asimilasi dari bahan-bahan yang telah terurai
di daerah meristematik, menghasilkan energi untuk kegiatan pembentuk komponen dan pertumbuhan dari
kecambah melalui proses pembelahan, pembesaran dan pembagian sel-sel pada titik-titik tumbuh. Sebelum
daun berfungsi, maka pertumbuhan kecambah sangat tergantung pada ketersediaan makanan di dalam biji
(Nurshanti, 2013). Menurut Kartasapoetra (1995:63), syarat perkecambahan biji antara lain :
a. Tersedianya Air
Bagian biji yang mengatur masuknya air yaitu kulit dengan cara imbibisi (perembesan) dan mikro raphae
hilum dengan cara difusi (perpindahan substansi karena perbedaan konsentrasi) dari kadar air tinggi ke
rendah/konsentrasi larutan rendah ke tinggi. Faktor yang mempengaruhi penyerapan air : permeabilitas
kulit/membran biji dan konsentrasi air. Karena air masuk secara difusi, maka konsentrasi larutan diluar bji harus
tidak lebih pekat dari di dalam biji.
b. Suhu air : suhu air tinggi energi meningkat, difusi air meningkat sehingga kecepatan penyerapan tinggi
c. Tekanan hidrostatik : berbanding terbalik dengan kecepatan penyerapan air. Kerika volume air dalam
membran biji telah sampai pada batas tertentu akan timbul tekanan hidrostatik yang mendorong keluar biji
sehingga kecepatan penyerapan air menurun
d. Luas permukaan biji yang kontak dengan air : berhubungan dengan kedalaman penanaman biji dan
berbanding lurus dengan kecepatan penyerapan air
e. Daya intermolekuler : merupakan tenaga listrik pada molekul-molekul tanah atau media tumbuh. Makin rapat
molekulnya, makin sulit air diserap oleh biji.Berbanding terbalik dengan kecepatan penyerapan air.
f. Spesies dan Varietas : berhubungan dengan faktor genetik yang menentukan susunan kulit biji.
g. Tingkat kemasakan : berhubungan dengan kandungan air dalam biji, biji makin masak, kandungan air
berkurang, kecepatan penyerapan air meningkat.
h. Komposisi Kimia : biji tersusun atas karbohidrat, protein, lemak. Kecepatan penyerapan air: protein >
karbohidrat > lemak.
i. Umur : berhubungan dengan lama penyimpanan makin lama disimpan, makin sulit menyerap air.
Abidin, Z. 1993. Dasar-Dasar Pengetahuan tentang Zat Pengatur Tumbuh. Bandung: Penerbit
Angkasa

Copeland, L. D. 1976. Principles of Seed Science and Technology. Minneapolis Minnesota:


Burgess Publishing Company

Gardner, F. P. ; R. B. Pearce dan R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Jakarta:


UI Press

Harjadi. 1991. Dasar-Dasar Teknologi Benih. Dept. Bogor: Agronmi IPB Press

Hartman,HT, D.E. Kester, F.T.Davies and R.L. Geneve.1997. Plant Propagation Principles
and Practices. New Jersey: Prentice Hall

Kartasapoetra A.G., 2003. Teknologi Benih : Pengolahan Benih dan Tuntunan


Praktikum. Jakarta: Rineka Cipta

Nurshanti, Dora Fatma. 2013. Tanggap Perkecambahan Benih Palem Ekor Tupai (Wodyetia
Bifurcate) Terhadap Lama Perendaman Dalam Air. Jurnal Ilmiah AgrIBA. Vol 2: Halaman 1-
9 ISSN : 2303 - 1158

Salisbury dan Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1. Bandung: ITB.

Tamin, R. P. 2007. Teknik perkecambahan benih jati (Tectona grandis Linn. F.). Jurnal
Agronomi. Vol 1 : Halaman 7-14

Anda mungkin juga menyukai