Anda di halaman 1dari 17

HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASA TUBUH IBU, PARITAS IBU, DAN

UMUR IBU DENGAN KEJADIAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI


RUMAH SAKIT Ir. SOEKARNO

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I


pada Jurusan Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran

Oleh:

KAPINDRO BAGUS PRABOWO


J 500 140 088

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2018
i
ii
HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASA TUBUH IBU, PARITAS IBU,
DAN UMUR IBU DENGAN KEJADIAN BERAT BADAN LAHIR
RENDAH DI RUMAH SAKIT Ir. SOEKARNO
Abstrak
Latar Belakang: BBLR disebabkan oleh usia kehamilan yang pendek
(prematuritas), dan IUGR (Intra Uterine Growth Restriction) yang dalam
bahasa Indonesia disebut Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT) atau
keduanya. Kedua penyebab ini dipengaruhi oleh faktor risiko, seperti faktor
ibu, plasenta, janin dan lingkungan. Faktor risiko tersebut menyebabkan
kurangnya pemenuhan nutrisi pada janin selama masa kehamilan. Bayi
dengan berat badan lahir rendah umumnya mengalami proses hidup jangka
panjang yang kurang baik. Apabila tidak meninggal pada awal kelahiran,
bayi BBLR memiliki risiko tumbuh dan berkembang lebih lambat
dibandingkan dengan bayi yang lahir dengan berat badan normal.
Tujuan: Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis
hubungan antara IMT, paritas, umur Ibu dengan Kejadian BBLR.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian Descriptif analitik
dengan pendekatan cross sectional. Sampel yang digunakan sebanyak 97
responden ibu postpartum yang diambil dengan teknik simple random
sampling. Data yang didapat merupakan data sekunder yang diambil dari
data rekam medis ibu melahirkan tahun 2016 .
Hasil: Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat
hubungan antara IMT, Paritas, Umur ibu dengan kejadian BBLR . Usia
terbanyak yang mengalami BBLR yaitu ada pada umur 31-40 tahun dengan
prosentase 74,2% , Sementara paritas terbanyak yang mengalami BBLR
yaitu ada pada kelompok berisiko (primipara) dengan prosentase 64,9% dan
IMT ibu yang beresiko mengalami BBLR adalah IMT rendah dengan
prosentase 68,0%.
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara IMT, Paritas, umur ibu dengan
kejadian BBLR.

Kata Kunci: IMT, Usia, Paritas, BBLR

Abstract

Background: LBW is caused by short pregnancy (prematurity), and IUGR


(Intra Uterine Growth Restriction) which in Indonesian is called Fetal
Growth Hampered (PJT) or both. Both of these causes are influenced by risk
factors, such as maternal factors, placenta, fetus and the environment. These
risk factors cause a lack of nutritional fulfillment in the fetus during
pregnancy. Babies with low birth weight generally experience long-term life
processes that are less good. If not dying at the onset of birth, LBW infants
have a risk of growing and developing more slowly than babies born with
normal weight
Aim: This study was conducted with the aim to analyze the relationship
between BMI, Parity, maternal age with LBW incidence

1
Method: This research uses Descriptive analytic research design with cross
sectional approach. The sample used were 97 respondents of postpartum
mother taken by simple random sampling technique. The data obtained are
secondary data taken from maternal medical record data in 2016
Result: Based on the results of research that has been done, there is a
relationship between BMI, Parity, Age of mothers with the incidence of
LBW. Largest age who experienced LWB that is at the age of 31-40 years
with 74.2% percentage, while the most parity who experience LBW that is
in the risk group (primipara) with the percentage of 64.9% and BMI of
mother at risk of experiencing LBW is low IMT with a percentage of
68.0%..
Conclusion: There is a relationship between BMI, Parity, maternal age with
LBW incidence.

Keywords: BMI, Age, Parity, LBW

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) diartikan sebagai bayi yang
lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram. BBLR merupakan
prediktor tertinggi angka kematian bayi, terutama dalam satu bulan
pertama kehidupan (Kemenkes RI,2015). Bayi BBLR mempunyai
risiko kematian 20 kali lipat lebih besar di bandingkan dengan bayi
yang lahir dengan berat badan normal. Lebih dari 20 juta bayi di
seluruh dunia lahir dengan BBLR dan 95.6% bayi BBLR lahir di negara
yang sedang berkembang, contohnya di Indonesia. Survey Demografi
dan Kesehatan Indonesia tahun 2014-2015, angka prevalensi BBLR di
Indonesia masih tergolong tinggi yaitu 9% dengan sebaran yang cukup
bervariasi pada masing-masing provinsi.Angka terendah tercatat di Bali
(5,8%) dan tertinggi di Papua (27%),sedangkan di Provinsi Jawa
Tengah berkisar 7% (Kemenkes RI,2015).
BBLR disebabkan oleh usia kehamilan yang pendek
(prematuritas),dan IUGR (Intra Uterine Growth Restriction) yang
dalam bahasa Indonesia disebut Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT)
atau keduanya. Kedua penyebab ini dipengaruhi oleh faktor risiko,
seperti faktor ibu, plasenta,janin dan lingkungan. Faktor risiko tersebut
menyebabkan kurangnya pemenuhan nutrisi pada janin selama masa
kehamilan. Bayi dengan berat badan lahir rendah umumnya mengalami
proses hidup jangka panjang yang kurang baik. Apabila tidak
meninggal pada awal kelahiran, bayi BBLR memiliki risiko tumbuh dan

2
berkembang lebih lambat dibandingkan dengan bayi yang lahir dengan
berat badan normal. Selain gangguan tumbuh kembang, individu
dengan riwayat BBLR mempunyai faktor risiko tinggi untuk terjadinya
hipertensi, penyakit jantung dan diabetes setelah mencapai usia 40
tahun (Juaria dan Henry, 2014)
Pada masa sekarang ini, sudah dikembangkan tatalaksana awal terhadap
bayi BBLR dengan menjaga suhu optimal bayi, memberi nutrisi
adekuat dan melakukan pencegahan infeksi. Meskipun demikian, masih
didapatkan 50% bayi BBLR yang meninggal pada masa neonatus atau
bertahan hidup dengan malnutrisi, infeksi berulang dan kecacatan
perkembangan neurologis. Oleh karena itu,pencegahan insiden BBLR
lebih diutamakan dalam usaha menekan Angka Kematian Bayi
(Prawiroharjo,2014). Development Goals yang ke IV yaitu menurunkan
angka kematian anak terutama di negara berkembang, perlu dilakukan
upaya pencegahan kejadian BBLR di masa mendatang, salah satunya
dengan melakukan pengawasan ketat terhadap faktor-faktor risiko yang
mempengaruhi kejadian BBLR. Berdasarkan data diatas, maka perlu
diteliti faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian BBLR
di RSU Sukoharjo.
2. METODE
2.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif analitik
dengan menggunakan desain penelitian cross sectional
2.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah
Sukoharjo pada bulan November sampai Desember tahun 2017. Rumah
Sakit Umum Daerah Sukoharjo merupakan salah satu rumah sakit
terbesar di provinsi Jawa Tengah.
2.3.Populasi dan Sampel
1. Populasi target
Populasi target dalam penelitian ini adalah ibu melahirkan bayi
di rumah sakit umum daerah Sukoharjo .
2. Populasi aktual
Populasi aktual dalam penelitian ini adalah ibu melahirkan bayi
dengan BBLR.

3
2.4. Sampel dan Teknik Sampel
Pada penelitian ini sampel yang akan menjadi fokus penelitian
adalah ibu hamil dengan BBLR. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Simple random sampling.

2.5. Estimasi Besar Sample


Besar sampel diperoleh dari jumlah seluruh sampel yang
diperoleh yaitu dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Dengan keterangan :
n = Besar sample
Zα = Derivat baku dengan nilai α = 5% Sehingga Zα = 1.96
P = Proporsi kategori variable yang diteliti
Q = 1-P (50%) = Presisi dengan besar 10 %
Dari perhitungan besar sampel tersebut maka besar sampel yang
dibutuhkan minimal 97

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil

1. BBLR
Tabel 1 Distribusi Berat Badan Lahir Rendah

BBLR Jumlah Persentase

Positif 74 76,3%
Negatif 23 23,7%

Total 97 100%
Sumber : data sekunder, 2016.
Berdasarkan tabel 4.1 didapatkan hasil bahwa jumlah sampel 97,
jumlah ini dianggap sudah mewakili dari jumlah populasi.

2. Usia
Tabel 2 Distribusi Usia
BBLR Jumlah Persentase

19-25 21 21,6
26-30 4 4,1

31-40 72 74,2

Total 97 100%
4
Sumber : data sekunder, 2016.
Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan hasil bahwa jumlah ibu
postpartum umur 19-35 tahun yang melahirkan bayi bblr berjumlah
21 orang dengan prosentase 21,6 %, umur 26-30 tahun yang
melahirkan bayi BBLR berjumlah 4 orang dengan prosentase 4,1 %,
sedangkan umur 31-40 tahun yang melahirkan bayi BBLR berjumlah
72 orang dengan prosentase 74,2 %.
3. Paritas
Tabel 3 Distribusi Paritas
Paritas Jumlah Persentase

Primipara 63 64,9%
Multipara 22 22,7%

Grandemultipara 12 12,4

Total 97 100%
Sumber : data Sekunder, 2016.
Berdasarkan tabel 4.3 didapatkan hasil bahwa jumlah ibu
postpartum dengan BBLR yang memiliki riwayat primipara
berjumlah 63 orang dengan prosentase 64,9 %, Multipara berjumlah
22 orang dengan prosentase 22,7 %, Grandemultipara berjumlah 12
dengan prosentase 12,4 %.
4. IMT
Tabel 4 Distribusi Jenis IMT
Jenis IMT Jumlah Persentase

Rendah 66 68,0%
Normal 7 7,2%

Lebih 24 24,7%

Total 97 100%
Sumber : data Sekunder, 2016.
Berdasarkan tabel 4.4 didapatkan hasil bahwa jumlah ibu
postpartum yang Memiliki IMT rendah berjumlah 66 orang dengan
prosentase 68,0%, IMT normal berjumlah 7 orang dengan prosentase
7,2 %, IMT lebih berjumlah 24 orang dengan prosentase 24,7.

5
5. Analisis Data Hubungan Usia terhadap Kejadian Berat Badan Lahir
Rendah.
Tabel 5 Analisis Bivariat Usia

Berat Badan Lahir


Rendah
Total P value OR
Positif Negatif
Usia

19-25 tahun 1 20 21

0,000 9,188

26-35 tahun 3 1 4

31-40 tahun 70 2 72

Total 74 23 97

Sumber : data Sekunder , 2016.


Hubungan analisis hubungan antara umur dan BBLR di rumah
sakit umum Ir. Soekarno didapatkan hasil Ibu dengan usia 19-25
tahun yang mengalami BBLR sejumlah 1 orang, 26-30 tahun 3 orang,
31-40 tahun sejumlah 70 orang.
Berdasarkan tabel 4.5 diatas diketahui bahwa hasil uji Chi
Square diperoleh nilai p = <0,001 karena 0,001 < 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara umur
ibu dengan kejadian BBLR dengan nilai EXP(B) = 9,188.
6. Analisis Data Hubungan Paritas terhadap Kejadian Berat Badan
Lahir Rendah
Tabel 6 Analisis Bivariat Paritas

BBLR
Total
P value OR
Positif Negatif
Paritas

Primipara 59 4 63

0,000 0,066

Multipara 5 17 22

Grandemultipara 10 2 12

6
Total 74 23 97

Sumber : data sekunder, 2016.


Hubungan analisis hubungan antara umur dan BBLR di rumah
sakit umum Ir. Soekarno didapatkan hasil Ibu dengan primipara yang
mengalami BBLR sejumlah 59 responden, multipara sejumlah 5
responden, Grandemultipara sejumlah 10 responden.
Berdasarkan tabel 4.6 diatas diketahui bahwa hasil uji Chi
Square diperoleh nilai p = <0,001 karena 0,001 < 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara paritas
ibu dengan kejadian BBLR dengan nilai EXP(B) = 0,066.
7. Analisis Data Hubungan IMT terhadap Kejadian BBLR
Tabel 7 Analisis Bivariat IMT
BBLR
Total
P value OR
Positif Negatif
IMT

Kurus 64 2 66

0,002 5,494

Normal 6 1 7

Obesitas 4 20 24

Total 74 23 97

Sumber : data Sekunder, 2016.


Hubungan analisis hubungan antara IMT dan BBLR di rumah
sakit umum Ir. Soekarno didapatkan hasil Ibu dengan IMT kurus yang
mengalami BBLR sejumlah 64 responden, IMT Normal sejumlah 6
responden, IMT Tinggi sejumlah 4 responden.
Berdasarkan tabel 4.7 diatas diketahui bahwa hasil uji Chi
Square diperoleh nilai p = 0,002 karena 0,002 < 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara IMT ibu
dengan kejadian BBLR dengan nilai EXP(B) = 5,494

7
3.2 Pembahasan
1. Deskripsi Karakteristik Ibu Postpartum
Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember tahun 2017 di Rumah
sakit Ir. Soekarno Sukoharjo. Pada penelitian ini didapatkan sampel
97 responden yang di ambil dari rekam medis. Setelah dilakukan
penelitian pada 97 responden didapatkan responden ibu postpartum
yang berada pada usia 19-25 tahun yang memiliki resiko BBLR
berjumlah 21 orang, Usia 26-30 berjumlah 4 orang, dan 31-40
berjumlah 72 orang. Berdasarkan distribusi paritas didapatkan data 97
responden , didapatkan ibu yang melahirkan bayi dengan BBLR dan
memiliki riwayat primipara 63 orang, Multipara berjumlah 22, dan
grandemultipara berjumlah 12 orang.
Ditinjau dari distribusi usia, usia ibu postpartum yang paling
banyak diteliti pada penelitian ini adalah usia ibu pada rentang usia
31-40 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa ibu yang ada di daerah
Sukoharjo dan sekitarnya berada dalam usia kurang produktif ketika
ibu tersebut dalam kondisi hamil. Pada usia ini organ reproduksi
diperkirakan sudah mengalami kelemahan fungsi sehingga dapat
terdapat penyulit dalam persalinan.
Ditinjau dari distribusi paritas, paritas ibu postpartum yang
paling banyak diteliti pada penelitian ini adalah ibu dengan status
primipara. Hal ini menunjukkan bahwa ibu yang ada di daerah
Sukoharjo dan sekitarnya berada dalam paritas yang berisiko
menderita BBLR. Ibu postpartum yang berada pada status paritas
primipara diperkirakan belum memiliki mental yang stabil dalam
mengambil keputusan yang baik maupun menerima status barunya
sebagai seorang ibu sehingga terdapat gangguan adaptasi psikologis
pasca persalinan.
Ditinjau dari IMT, IMT ibu postpartum paling banyak diteliti
pada penelitian ini adalah ibu yang memiliki IMT rendah. Hal ini
menunjukkan bahwa ibu yang ada di daerah Sukoharjo dan sekitarnya
dimungkinkan memiliki gangguan pada nutrisi sehingga dapat
mempengaruhi terjadinnya BBLR.
2. Usia Ibu
Ditinjau dari hasil analisis, usia ibu postpartum memiliki makna
secara statistik karena memiliki p value (<0.001) < 0,05, sehingga
8
didapatkan hubungan yang signifikan antara usia dengan kejadian
BBLR. Nilai OR yang didapatkan pada variabel ini bernilai 9,188
yang menunjukkan bahwa ibu postpartum yang berada pada usia 31-
40 tahun memiliki 9,188 kali kemungkinan menderita BBLR. Hasil
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fatmawati (2015)
dengan p value (0,000) < 0,05 dan nilai OR yang bernilai 3,41 yang
menunjukkan bahwa usia ibu merupakan faktor paling kuat dalam
mempengaruhi kejadian BBLR.
Teori yang dikemukakan oleh Mansur (2008) menyatakan
kejadian BBLR lebih banyak terjadi pada usia 31-40 tahun atau pada
usia sudah tidak produktif. Umur yang terlalu tua dimungkinkan sang
ibu akan memiliki risiko terjadinnya BBLR karena organ reproduksi
kehamilan mengalami penurunan fungsi salah satunnya pada otot
uterus. Menurut Prawirohardjo (2014) usia ibu yang aman untuk
kehamilan dan dilakukan persalinan adalah ibu yang beusia lebih dari
20 tahun dan kurang dari 30 tahun karena dianggap telah memiliki
kesiapan baik secara fisik, emosi, psikologi, sosial, maupun ekonomi.
3. Paritas
Ditinjau dari hasil analisis, paritas ibu postpartum memiliki
makna secara statistik karena memiliki p value (<0,001) > 0,05,
sehingga didapatkan terdapat hubungan yang signifikan antara usia
dengan kejadian BBLR. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Fatmawati (2015) dengan p value (0,007) < 0,05 dan
nilai OR yang bernilai 1,94 yang menunjukkan bahwa paritas
memiliki hubungan yang signifikan dalam mempengaruhi kejadian
BBLR.
Teori yang dikemukakan oleh Mansur (2008) menyatakan
kejadian BBLR lebih banyak terjadi pada ibu postpartum dengan
status primipara, tetapi tidak menutup kemungkinan terjadinya BBLR
pada ibu postpartum dengan status multipara jika ibu tersebut
memiliki riwayat BBLR sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh
Harini (2017) menyatakan bahwa ibu postpartum dengan status
multipara dapat menderita BBLR.
4. IMT
Ditinjau dari hasil analisis, jenis persalinan ibu postpartum
memiliki makna secara statistik karena memiliki p value (0,002) >
9
0,05 sehingga didapatkan tidak terdapat hubungan yang signifikan
antara jenis persalinan dengan kejadian BBLR. Hasil ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Chairunnisa (2013) dengan p
value (0,024) < 0,05 yang menunjukkan bahwa IMT memiliki
hubungan yang signifikan dalam mempengaruhi kejadian BBLR.
5. Hubungan Usia dan Paritas dengan Kejadian BBLR
Berdasarkan hasil analisis, usia memiliki pengaruh yang
signifikan dengan kejadian BBLR dengan p value <0,001 dan nilai
OR yang bernilai 9,188 yang menunjukkan ibu postpartum yang
berusia 31-40 tahun memiliki kemungkinan 9,188 kali menderita
BBLR dibandingkan dengan ibu postpartum yang berusia 21 – 30
tahun, paritas juga memiliki pengaruh yang signifikan dengan
kejadian BBLR dengan p value <0,001 dan nilai OR yang bernilai
0,066 yang menunjukkan ibu postpartum dengan riwayat primipara
memiliki kemungkinan 0,066 kali menderita BBLR. Sedangkan IMT
juga memiliki pengaruh yang signifikan dengan kejadian BBLR
dengan P value 0,002 dan nilai OR yang bernilai 5,494 yang menun
jukkan ibu postpartum dengan IMT yang rendah memiliki
kemungkinan 5,494 kali menderita BBLR.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Fatmawati (2015)
terdapat faktor lain yang dapat mempengaruhi kejadian BBLR yaitu
dukungan sosial suami dengan p value 0,000 dan nilai OR yang
bernilai 2,44. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kurniasari
(2015) terdapat faktor lain yang dapat mempengaruhi kejadian BBLR
yaitu pendidikan dengan p value 0,017 dan nilai OR yang bernilai
2,625 dan pekerjaan dengan p value 0,018 dan nilai OR yang bernilai
3,684.
Dalam proses asuhan kebidanan, bidan dan tenaga kesehatan
yang terlibat dalam kehamilan dan persalinan ibu, diharapkan dapat
memenuhi kebutuhan psikologis pada ibu hamil sebagai contoh
dukungan dari tenaga kesehatan. Sehingga tidak terdapat masalah
pada kondisi fisik maupun mental pada ibu pasca melahirkan
(Kemenkes, 2016).
6.Analisis Multivariat
Pada penelitian ini, untuk mengetahui hubungan antar variabel
(bivariat) digunakan metode uji statistik chi square dengan syarat dan
10
ketentuan uji yang telah terpenuhi dan untuk mengetahui besar
pengaruh masing-masing variabel (multivariat) digunakan metode uji
regresi logistik.

Tabel 8 Analisis Multivariat


Variable Koefisien df Nilai OR

Paritas 2,721 1 0,000 0,066


Umur 2,218 1 0,000 9,188

IMT 1,704 1 0,002 5,494

Variabel Paritas OR 0,066 maka orang yang memiliki riwayat


primipara,lebih berisiko mengalami BBLR sebanyak 0,066 kali lipat
di bandingkan orang yang mempunyai riwayat multipara dan
grandemultipara. Nilai B (Logaritma Natural) dari 0,066 = 2,721,
Oleh karena B bernilai positif, maka Paritas mempunyai hubungan
positif terhadap kejadian BBLR.Sedangkan variabel Umur OR 9,188
maka orang yang memiliki umur 31-40 tahun lebih berisiko
mengalami BBLR sebanyak 9,188 kali lipat di bandingkan orang yang
memiliki umur dibawah 31-40 tahun. Nilai B (Logaritma Natural) dari
9,188 = 2,218. Oleh karena B bernilai Positif, maka usia 30 sampai 40
tahun mempunyai hubungan positif terhadap kejadian BBLR.

4. PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, terdapat
hubungan antara IMT, Paritas, Umur ibu dengan kejadian BBLR .
Usia terbanyak yang mengalami BBLR yaitu ada pada umur 31-40
tahun, Sementara paritas terbanyak yang mengalami BBLR yaitu ada
pada kelompok berisiko (primipara) dan IMT ibu yang beresiko
mengalami BBLR adalah IMT rendah.

4.2. Saran
1. Diharapkan penelitian selanjutnya menambah variabel penelitian
yang dapat mempengaruhi kejadian BBLR seperti dukungan
sosial suami, pendidikan dan pekerjaan .
2. Mampu menentukan solusi untuk mencegah dan mengurangi
kejadian BBLR

11
DAFTAR PUSTAKA

Abdoerrahman, 2002. Ilmu kesehatan anak buku ajar 3. Jakarta: FKUI.


Abu, S., 2010. Maternal Nutrition and Birth Outcome. Oxford Jurnal,
Volume 5, pp. 5-25.
Amirudin , Ridwan; , Hasmi, 2014. Determinasi Kesehatan Ibu dan Anak.
Jakarta: CV.Trans info Media.
BKKBN, 2015. Kesehatan RI 2014.
Endang, Setyawan S, 2014. Umur dan Pendidikan Ibu Bersalin dengan
Kejadian BBLR. pp. 4-5.
F, Feibi Almaria, 2015. Hubungan Usia Ibu Bersalin dengan Kejadian Bayi
Lahir Rendah di Rumah Sakit Pancaran Kasih GMIM Manado. pp. 4-5.
F, Gary Cunningham; Leveno, Kenneth J; Bloom, Steven L; Caterine,
Spong Y; Hauth, John C; Rouse, Dwight J, t.thn. Williams OBSTETRICS
23rd edition. Dalam: New York: McGraw Hill Medical.
Juaria, Henry, 2014. Hubungan antara umur dan paritsa dengan kejadian
berat badan lahir rendah Maret 2014. Volume 3, pp. 48-50.
Kemenkes RI, 2011. Modul Mamajemen Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
Untuk Bidan di Desa.
Kementrian Kesehatan RI, 2012. Profil Kesehatan Indonesia 2011, Jakarta:
Kemenkes RI.
Kementrian Kesehatan RI, 2013. Survei Demografi Dan Kesehatan
Indonesia 2012. Agustus.
Kementrian PPN, 2015. MDGs INDONESIA tahun 2015.
Notoatmodjo, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Perinasia, 1994. Pencegahan Kematian Ibu Hamil. Jakarta: Binarupa
Aksara.
Pramono, Ms, 2009. Risiko Terjadinnya Berat Badan Lahir Rendah Menurut
Determinasi Sosial,Ekonomi dan Demografi di Indonesia. Buletin Penelitian
Sistem Kesehatan, Volume 12, pp. 32-127.
Prawiroharjo, S., 2010. Masalah janin dan bayi baru lahir. Jakarta: PT.Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Rangga, Pamungkas S, 2015. Hubungan Usia ibu dan Paritas dengan Tingkat
Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Plered,Kecamatan Plered Kabupaten
Purwakarta Tahun 2014. pp. 991-992.
Restiana, Riska; Arif, Ahmad, 2013. Hubungan Umur dan Paritas dengan
Kejadian Berat Badan Lahir Rendah. Jurnal Obstetrika, 1(1), pp. 22-17.
Reza , Chairul; Puspitasari, Ninik, 2014. Determinasi Bayi dengan Berat Badan
Lahir Rendah. Jurnal Biometri dan Kependudukan, Volume 2, pp. 96-106.
12
Rina, Kundre, 2015. Hubungan Usia ibu Bersalin Dengan Kejadian Bayi Berat
Lahir Rendah di Rumah Sakit Pancaran Kasih GMIM Manado. Jurnal Obsgyn,
Volume 3, pp. 12-14.
Rini, S., 2015. Faktor Maternal Pada Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
di Indonesia (Analisis Data Riskesdas 2013).
Rismawati, R., 2013. Faktor Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Bayi
Berat Badab Lahir Rendah di RSIA Pertiwi Makasar.
Rochjati, P., 2011. Skrining Antenatal Pada Ibu Hamil. Jakarta: University Press.
Saifudin, A., 2002. Panduan Perilaku Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Bina Pustaka.
Saimin, J. & Sartika, D., 2008. BBLR Obstetri Patologi. Jakarta: Penerbit buku
EGC.
Salawati, L., 2012. Hubungan Usia,Paritas dan Pekerjaan Ibu Hamil dengan Bayi
Berat Lahir Rendah. JUrnal Kedokteran Syiah Kual, 12(3).

13

Anda mungkin juga menyukai