Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

Diare merupakan penyakit yang umum terjadi pada hampir semua


kelompok usia dan merupakan penyakit kedua tersering setelah influenza
(common cold). Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya
frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi
tinja (menjadi cair) dengan /tanpa darah dan/atau lendir. Diare yang berlangsung
kurang dari 7 hari disebut diare akut, dan dapat memanjang periode 7-14 hari
disebut prolonged diarrhea. Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat
di negara berkembang termasuk di Indonesia, dan merupakan salah satu penyebab
kematian dan kesakitan tertinggi pada anak, terutama usia dibawah 5 tahun.1,2
Menurut catatan WHO, diare membunuh dua juta anak di dunia setiap tahunnya,
sedangkan di Indonesia, menurut Surkesnas (2001) diare merupakan salah satu
penyebab kematian kedua terbesar pada balita.3,4 Di dunia, diperkirakan 17%
kematian anak di dunia disebabkan oleh diare sedangkan di Indonesia hasil
Riskesdas 2007 diperoleh bahwa diare masih merupakan penyebab kematian bayi
yang terbanyak yaitu 42% dibanding pneumonia 24%, untuk golongan 1-4 tahun
penyebab kematian karena diare 25,2% dibanding pneumonia 15,5%.1 Angka
kesakitan diare mencapai 200-400 kejadian diare diantara 1000 penduduk setiap
tahun. Dengan demikian di Indonesia diperkirakan ditemukan penderita diare
sekitar 60 juta kejadian setiap tahunya, sebagian besar (70-80%) dari penderita ini
adalah anak dibawah umur 5 tahun (+40 juta kematian). Sebagian dari penderita
(1-2%) akan mengalami dehidrasi dan jika tidak segera ditolong 50-60%
diantaranya dapat meninggal.5
Penyebab diare pada anak sangat bervariasi, namun pada sebagian besar
kasus penyebabnya adalah infeksi akut intestinum yang disebabkan oleh virus,
bakteri atau parasit, akan tetapi berbagai penyakit lain juga dapat menyebabkan
diare akut, termasuk sindroma malabsorbsi. Diare karena virus umunya bersifat
self limiting, sehingga aspek terpenting yang harus diperhatikan adalah mencegah
terjadinya dehidrasi yang menjadi penyebab utama kematian dan menjamin nutrisi

1
untuk mencegah virus mengganggu pertumbuhan akibat diare.1 Rotavirus
merupakan penyebab tertinggi dari kejadian diare akut baik dinegara berkembang
maupun negara maju. Di Indonesia menurut penelitian Soenarto dkk pada anak
yang dirawat di rumah sakit karena diare 60% persennya disebabkan oleh
Rotavirus.6 Diare juga erat hubungannya dengan kejadian kurang gizi. Setiap
episode diare dapat menyebabkan kekurangan gizi oleh karena adanya anorexia
dan berkurangnya kemapuan menyerap sari makanan, sehingga apabila
episodenya berkepanjangan akan berdampak pada pertumubuhan dan kesehatan
anak.1

2
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI
 Nama : An. RAP
 Umur : 1 tahun 5 bulan
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Alamat : Jalan Faqih Usman Lr. Perigi Darat
 Agama : Islam
 Pekerjaan Ayah : Buruh
 Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga
 Masuk RS : 20-06-2017
 No RM : 53.94.96

II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
BAB cair dan muntah

B. Riwayat Perjalanan Penyakit :


± 7 hari SMRS orang tua os mengatakan bahwa anaknya
mengalami BAB konsistensi cair frekuensi 10x/hari sebanyak 1/2-3/4
popok, warna kuning kehijauan, tidak berbau amis, tanpa disertai
darah, dan tanpa disertai lendir. Os mengalami demam 1 hari sebelum
mulai mengalami BAB cair, suhu tubuh tidak diukur oleh ibu Os
namun menurut beliau demam tidak terlalu tinggi, demam turun bila di
beri obat penurun panas kemudian naik kembali. Os juga mengalami
1
muntah frekuensi 5-8x/hari sebanyak /4-1/2 gelas, isi apa yang
dimakan, tanpa disertai darah. Os tidak mengalami batuk, namun
mengalami pilek 1 hari sebelum BAB cair, menurut ibu Os pilek
berwarna bening seperti air dan sembuh 4 hari setelahnya. Sejak 4 hari

3
SMRS, os tidak mau makan, namun masih mau minum seperti biasa.
BAK normal.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Keluhan ini dialami os untuk pertama kali.
 Pasien tidak pernah mengalami diare sebelumnya
 Pasien tidak pernah mengalami batuk lama sebelumnya
 Tidak ada riwayat alergi makanan, obat, dingin dan debu.
 Tidak ada riwayat asma, bersin-bersin di pagi hari
 Tidak ada riwayat kejang

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Ibu os mengatakan bahwa di keluarga tidak ada yang mengalami
keluhan yang sama, serta mengatakan bahwa di keluarga tidak ada
penyakit seperti hipertensi, jantung, diabetes, dan asma bronkhial.

E. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran Anak


 Hamil cukup bulan, riwayat demam tinggi selama kehamilan dan
menjelang persalinan (-), kejang selama kehamilan (-), KPSW (-),
ketuban hijau (-), berbau (-), kental (-).
 Riwayat persalinan: ditolong bidan, lahir spontan, langsung
menangis. BBL 2800 gram, PB 47 cm, LK 31 cm.

F. Riwayat Makanan
 ASI : ekslusif 0-6 bulan, durasi bulan, frekuensi 8-12x/hari.
 Susu formula : 17 bulan, frekuensi 6x/hari.
 Bubur susu : 7 bulan, frekuensi 3x/hari
 Nasi tim : 9 bulan, frekuensi 3x/hari
 Nasi biasa : 12 bulan, frekuensi 3x/hari

4
G. Riwayat Imunisasi
 BCG : 1 kali
 DPT : 3 kali
 Polio : 4 kali
 Hepatitis B : 4 kali
 Campak : 1 kali
Kesan: Imunisasi dasar lengkap

H. Riwayat Perkembangan
 Tengkurap : 3 bulan
 Duduk : 5 bulan
 Merangkak : 6 bulan
 Berdiri : 9 bulan
 Berjalan : 11 bulan
 Bicara : 14 Bulan
Kesan : Perkembangan dalam batas normal

I. Riwayat Sosial Ekonomi Keluarga


Ayah os bekerja sebagai buruh dan ibu os sebagai ibu rumah
tangga. Os tinggal di kawasan padat penduduk dan berlokasi di dekat
sungai. Rumah os beratap genteng, dinding kayu, dan lantai kayu.
Kesan: Status sosial ekonomi tergolong menengah ke bawah.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Pemeriksaan Umum
 Keadaan umum : Tampak lemah
 Sensorium : E4M6V5
 HR : 140 ×/menit
 RR : 30 ×/menit
 Suhu : 38,2 C

5
 Berat Badan : 8 kg
 Tinggi badan : 76 cm

B. Status Gizi
BB/U : -2 sd -3 SD  wasting (gizi kurang)
PB/U : 0 sd -2 SD  Normal
BB/TB : -2 sd -3SD Kurus
BBI : 10 kg

C. Pemeriksaan Khusus
 Kulit : Sawo matang, kulit pucat (-), sianosis (-).
 Kepala : UUB cekung, mata cekung (+/+), konjungtiva
anemis (+/+), sklera ikterik (-).
 Telinga : Deformitas (-), sekret (-).
 Hidung : Deformitas (-), NCH (-), sekret (-).
 Oral : Bibir kering dan pecah-pecah, salivasi normal.
 Tenggorokan: Faring hiperemis (-), T1/T1.
 Leher : Kelenjar getah bening tidak membesar.
 Dada
 Paru
- Inspeksi : Simetris, retraksi (-)
- Palpasi : Tidak dilakukan
- Perkusi : Tidak dilakukan
- Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (-), wheezing (-)
 Jantung
- Inspeksi : Simetris (+/+), iktus cordis tidak terlihat
- Palpasi : Tidak dilakukan
- Perkusi : Tidak dilakukan
- Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, tunggal,
gallop (-) murmur (-)

6
 Abdomen
- Inspeksi : Datar, venektasi (-)
- Palpasi : Lemas, Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak
teraba, undulasi (-), turgor melambat.
- Perkusi : Timpani, Shifting dullness (-)
- Auskultasi : Bising usus (+) meningkat
 Genital : Laki-laki, dbn.
 Anggota gerak
Ekstremitas superior: Gerakan bebas, edema (-/-), jaringan parut
(-/-), pigmentasi normal, telapak tangan
pucat (+)/(+), jari tabuh (-/-), sianosis (-/-)
CRT <2".
Ekstremitas inferior : Gerakan bebas, akral hangat, pitting
edema (-/-), jaringan parut (-/-),
pigmentasi normal, telapak kaki pucat
(+/+), jari tabuh (-/-), sianosis (-/-)

Status neurologikus
- Fungsi motorik
Tungkai Lengan
Pemeriksaan
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Luas Luas Luas Luas

Kekuatan +5 +5 +5 +5

Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni

Refleks fisiologis (+) (+) normal (+) (+)


normal normal normal

Refleks patologis (-) (-) (-) (-)

- Fungsi sensorik : dalam batas normal

7
- Nn. Cranialis : dalam batas normal
- GRM : tidak ada

IV. Pemeriksaan Penunjang


20 Juni 2017
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi
HEMATOLOGI
Hemoglobin 6,8 g/dl P : 11 – 14 g/dl Menurun
Leukosit 9.300 / ul 5.000 – 10.000 /ul Normal
Trombosit 883.000 / ul 150.000 – 400.000 /ul Trombositosis
Hematokrit 28% P : 37 – 43 % Menurun
Diffcount
Basofil 0% 0–1%
Eosinofil 3% 1–3%
Batang 2% 2–6% Normal
Segmen 35 % 50 – 70 %
Limfosit 56 % 20 – 40 %
Monosit 4% 2–8%
Gol. Darah
ABO O
Rhesus +
BSS 110 <180mg/dL Normal
Na 135 135-155mmol/dL Normal
K 3,4 3,6-6,5mmol/dL Hipokalemia
FESES
Makroskopis
Warna Hijau Kuning
Konsistensi Cair Lunak
Mikroskopis
Eritrosit 2-3 <1/LPB Meningkat

8
Leukosit 1-2 <1/LPB
Telur cacing - -
Amuba - -
Jamur - -

21 Juni 2017
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,5 g/dl P : 11 – 14 g/dl Normal

V. Diagnosis Banding
- Prolonged Diare ec Infeksi Virus + Dehidrasi Ringan Sedang +
Muntah profuse + Anemia
- Prolonged Diare ec Infeksi Bakteri + Dehidrasi Ringan Sedang +
Muntah Profuse + Anemia

VI. Diagnosis Kerja


Prolonged Diare ec Infeksi Virus + Dehidrasi Ringan Sedang +
Muntah profuse + Anemia

VII. Tatalaksana
 Diet bubur saring
 IVFD RL gtt 36x/m (makro) → 4 jam pertama
 IVFD RL gtt 8x/m (makro) → 20 jam selanjutnya
 IVFD KAEN 3B gtt 8x/m (makro) → setelah 24 jam.
 Injeksi Ampicilin 3 x 275 mg
 Injeksi gentamicin 2 x 20 mg (iv)
 PCT Syrup 3 x 1 cth (bila T > 38oC)
 Zink syrup 1x20 mg
 Transfusi PRC 1x80 cc

9
VIII. Prognosis
Quo ad vitam : dubia et bonam
Quo ad functionam : dubia et bonam

IX. Follow Up
Tanggal Keterangan
21 Juni 2017 S: Demam, BAB cair 1x
O: Keadaan Umum (BB = 8 kg, TB = 76 cm)
Sense : E4M6V5
RR : 38 x/menit Sp O2 : 98 %
N : 128 x/menit T : 38,1 oC
Keadaan spesifik
Kepala : UUB cekung (+), Konjungtiva anemi (+/+), mata
cekung (+/+), NCH (-)
Leher : Tidak ada perbesaran KGB
Thoraks : simetris (+/+), retraksi (-)
Cor : Bunyi Jantung I/II normal, gallop (-) murmur (-)
Pulmo : vesikuler (+), ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, BU (+)
meningkat, turgor ↓
Ekstremitas : edema (-), akral hangat (+), CRT < 2”
A: Prolonged Diare + Dehidrasi Ringan Sedang + Anemia
P:
IVFD KAEN 3B gtt 8x/m (makro)
Injeksi Ampisilin 3 x 275 mg (iv)
Injeksi Gentamicin 2 x 20 mg (iv)
PCT Syr 4 x 1 cth jika T > 38,0 oC
Zink syr 1 x 20 mg
22 Juni 2017 S: -
O: Keadaan Umum (BB = 8 kg, TB = 76 cm)

10
Sens: E4M6V5
RR : 32 x/menit Sp O2 : 94 %
N : 171 x/menit T : 36,5 oC
Keadaan spesifik
Kepala : UUB cekung (-), Konjungtiva anemi (-/-), mata
cekung (-/-), NCH (-)
Leher : Tidak ada perbesaran KGB
Thorak : simetris (+/+), retraksi (-)
Cor : Bunyi Jantung I/II normal, tidak ada bunyi tambahan
Pulmo : vesikuler (+), ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, BU (+)
normal, turgor normal.
Ekstremitas : edema (-), akral hangat (+), CRT < 2”
A: Prolonged Diare + Dehidrasi Ringan Sedang + Anemia
P:
IVFD KAEN 3B gtt 8x/m (makro)
Injeksi Ampisilin 3 x 275 mg (iv)
Injeksi Gentamicin 2 x 20 mg (iv)
Zink syr 1 x 20 mg
Sefiksim 2 x 2 cc
Pasien boleh pulang

11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Diare
A. Definisi
Diare prolonged merupakan buang air besar pada bayi atau anak
lebih dari 3 kali perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair
dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung selama 7 sampai 14
hari.7

B. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, 20-35 juta kejadian diare terjadi setiap
tahunnya. Di dunia sebesar 6 juta anak meninggal tiap tahunnya karena
diare, di mana sebagian kematian tersebut terjadi di negara berkembang.
Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas
pada anak di seluruh dunia, yang menyebabkan 1 miliar kejadian sakit dan
3-5 juta kematian setiap tahunnya.11
Di Indonesia dilaporkan bahwa setiap anak mengalami diare
sebanyak 1-2 episode per tahun. Berdasarkan survei demografi kesehatan
Indonesia tahun 2002-2003, prevalensi diare pada anak – anak dengan
usia kurang dari 5 tahun di Indonesia adalah : laki-laki 10,8% dan
perempuan 11,2%. Berdasarkan umur, prevalensi tertinggi terjadi pada
usia 6-11 bulan(19,4%), 12-23 bulan (14,8) dan 24-35 bulan (12,0).
Menurut catatan WHO, diare membunuh dua juta anak di dunia
setiap tahunnya, sedangkan di Indonesia, menurut Surkesnas (2001) diare
merupakan salah satu penyebab kematian kedua terbesar pada balita.3,4 Di
dunia, diperkirakan 17% kematian anak di dunia disebabkan oleh diare
sedangkan di Indonesia hasil Riskesdas 2007 diperoleh bahwa diare masih
merupakan penyebab kematian bayi yang terbanyak yaitu 42% dibanding
pneumonia 24%, untuk golongan 1-4 tahun penyebab kematian karena
diare 25,2% dibanding pneumonia 15,5%.1 Angka kesakitan diare

12
mencapai 200-400 kejadian diare diantara 1000 penduduk setiap tahun.
Dengan demikian di Indonesia diperkirakan ditemukan penderita diare
sekitar 60 juta kejadian setiap tahunya, sebagian besar (70-80%) dari
penderita ini adalah anak dibawah umur 5 tahun (+40 juta kematian).
Sebagian dari penderita (1-2%) akan mengalami dehidrasi dan jika tidak
segera ditolong 50-60% diantaranya dapat meninggal.5

C. Etiologi dan Predisposisi


Etiologi
Ada beberapa faktor, yaitu:
1. Faktor infeksi
a. Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak.
- Infeksi bakteri : Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella dan
sebagainya
- Infeksi virus : Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie,
Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus dan sebagainya
- Infeksi parasit : cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris,
Strongyloides), protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia
lamblia, Trichomonas hominis), Jamur (Candida albicans)
b. Infeksi parenteral, yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat
pencernaan, seperti Otitis Media Akut (OMA), Tonsilofaringitis,
Bronkopneumonia, Ensefalitis dan sebagainya.
2. Faktor malabsorpsi
a. Malabsorpsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa
dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan
galaktosa). Pada bayi dan anak yang tersering ialah intoleransi
laktosa.
b. Malabsorpsi lemak terutama lemak jenuh
c. Malabsorpsi protein
3. Faktor makanan

13
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan
4. Faktor psikologis
Rasa takut dan cemas
Gambar 1. Etiologi Prolonged Diare16

Predisposisi dan Penularan


Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal-oral yaitu
melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau

14
kontak langsung tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah
tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat. Singkatnya,
dapat dikatakan melalui “4F” yakni finger (jari), flies (lalat), fluid
(cairan), dan field (lingkungan). Faktor-faktor yang mempengaruhi antara
lain:7
1. Usia < 2 tahun
2. Infeksi asimptomatik terutama pada anak < 2 tahun
3. Daerah endemik diare
4. Kurangnya sarana dan prasarana kebersihan lingkungan

D. Patofisiologi
Dalam keadaan normal, usus halus mampu menyerap cairan sebanyak
7-8 liter sehari, sedangkan usus besar 1-2 liter sehari. Penyerapan air oleh usus
halus ditentukan oleh perbedaan antara tekanan osmotik di lumen usus dan
didalam sel, terutama yang dipengaruhi oleh konsentrasi natrium. Penyerapan
natrium ke dalam enterosit dapat melalui tiga cara yaitu 1) berpasangan
dengan ion klorida, atau bahan non-elektrolit seperti glukosa, asam amino,
peptida, dll, 2) pertukaran dengan ion hidrogen, 3) pasif melalui ruang
intraseluler (tight junction), yang dengan cara ini hanya sebagian kecil saja
yang dapat diserap.
Setelah masuk ke dalam enterosit, natrium ini akan dikeluarkan
melalui enzim Na-K-ATPase (terdapat di membran basolateral) ke dalam
ruang intraseluler dan selanjutnya diteruskan ke dalam pembuluh darah. Di
dalam ileum dan kolon, cairan klorida diserap melalui pertukaran dengan
cairan bikarbonat.
Sekresi cairan di usus halus. Proses sekresi merupakan kebalikan dari
proses absorpsi. Penyerapan pasangan NaCl akan meningkatkan anion klorida
di dalam sel kripta dan pada waktu yang bersamaan natrium akan dikeluarkan
dari sel kripta dengan bantuan enzim Na-K-ATPase. Sekresi klorida di dalam
sel kripta dapat pula ditingkatkan dengan adanya intracellular messenger
(berupa cyclic nucleotide, misalnya cAMP, cGMP, yang dapat menyebabkan

15
peninggian permeabilitas sel kripta) sehingga klorida dengan mudah keluar ke
lumen usus.
Dalam keadaan normal usus besar dapat meningkatkan kemampuan
penyerapannya sampai 4400 ml sehari, bila terjadi sekresi cairan yang
berlebihan dari usus halus (ileosekal). Bila sekresi cairan melebihi 4400 ml
maka usus besar tidak mampu menyerap seluruhnya lagi, selebihnya akan
dikeluarkan bersama tinja dan terjadilah diare. Diare dapat juga terjadi karena
terbatasnya kemampuan penyerapan usus besar pada keadaan sakit, misalnya
kolitis, atau terdapat penambahan ekskresi cairan pada penyakit usus besar,
misalnya karena virus, disentri basiler, ulkus, tumor, dsb. Dengan demikian,
dapat dimengerti bahwa setiap perubahan mekanisme normal absorpsi dan
sekresi di dalam usus halus maupun usus besar (kolon), dapat menyebabkan
diare, kehilangan cairan, elektrolitm, dan akhirnya dehidrasi.
Patogenesis terjadingan diare yang disebabkan virus yaitu virus yang
menyebabkan diare pada manusia secara selektif menginfeksi dan
menghancurkan sel-sel ujung-ujung villus pada usus halus. Biopsi usu halus
menunjukkan berbagai tingkat penumpulan villus dan infiltrasi sel bundar
pada lamina propia.8
Virus akan menginfeksi lapisan epithelium di usus halus dan
menyerang villus di usus halus. Hal ini menyebabkan fungsi absorpsi usus
halus terganggu. Sel-sel epitel usus halus yang rusak diganti oleh enterosit
yang baru, berbentuk kuboid yang belum matang sehingga fungsinya belum
baik. Selanjutnya, cairan dan makanan yang tidak terserap atau tercerna akan
meningkatkan tekanan koloid osmotik usus dan terjadi hiperperistalyik usus
sehingga cairan beserta makanan yang tidak terserap terdorong keluar usus
melalui anus, menimbulkan diare osmotic dari penyerapan aor dan nutrient
yang tidak sempurna.8
Pada usus halus, enterosit viluus sebelah atas adalah sel-sel yang
terdiferensiasi, yang mempunyai fungsi pencernaan seperti hidrolisis
disakharida dan fungsi penyerapan seperti transport air dan elektrolit melalui
pengangkut bersama (kotransporter) glukosa dan asam amino. Enterosit kripta

16
merupakan sel yang tidak terdiferensiasi, yang tidak mempunyai enzim
hidrofilik tepi bersilia dan merupakan pansekresi (sekretor) air dan elektrolit.
Dengan demikian infeksi virus selektif sel-sel ujung villus usus menyebabkan
ketidakseimbangan rasio penyerapan cairan usus terhadap sekresi dan
malabsorbsi karbohidrat kompleks, terutama laktosa.8
Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang
berhubungan dengan pengaturan transport ion dalam sel-sel usus cAMP,
cGMP, dan Ca dependen. Patogenesis terjadinya diare oleh salmonella,
shigella, E. coli agak berbeda dengan pathogenesis diare oleh virus, tetapi
prinsipnya hampir sama. Bedanya bakteri ini dapat menembus (invasi) sel
mukosa usus halus sehingga dapat menyebabkan reaksi sistemik. Toksin
shigella juga dapat masuk ke dalam serabut otak sehingga menimbulkan
kejang. Diare oleh kedua bakteri ini dapat menyebabkan adanya darah dalam
tinja yang disebut disentri.1
Menurut mekanisme diare, maka dikenal diare akibat gangguan
absorpsi yaitu volume cairan yang berada di kolon lebih besar daripada
kapasitas absorpsi. Di sini diare dapat terjadi akibat kelainan di usus halus,
mengakibatkan absorpsi menurun atau sekresi yang bertambah. Apabila
fungsi usus halus normal, diare dapat terjadi akibat absorpsi di kolon
menurun atau sekresi di kolon meningkat. Diare dapat juga dikaitkan dengan
gangguan motilitas, inflamasi, dan imunologi. Beberapa mekanisme diare
adalah sebagai berikut .1
1. Gangguan absorpsi atau diare osmotik
Secara umum, terjadi penurunan fungsi absorpsi oleh berbagai sebab
seperti celiac sprue, atau karena:
a. Mengkonsumsi magnesium hidroksida
b. Defisiensi sukrase-isomaltase adanya lactase defisien pada anak yang
lebih besar .
c. Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal
pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertonis dan
menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmose

17
antara lumen usus dan darah maka pada segmen usus jejunum yang
bersifat permeable, air akan mengalir kearah lumen jejunum
sehingga air akan banyak terkumpul dalam lumen usus. Natrium
akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan
terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar natrium yang
normal. Sebagian kecil cairan ini akan diabsorpsi kembali, akan
tetapi lainnya akan tetap tinggal di lumen oleh karena ada bahan
yang tidak dapat diserap seperti Mg, glukose, sukrose, laktose,
maltose, di segmen ileum dan melebihi kemampuan absorpsi kolon
sehingga terjadilah diare. Bahan-bahan seperti karbohidrat dari jus
buah atau bahan yang mengandung sorbitol dalam jumlah yang
berlebihan akan memberikan dampak yang sama.
2. Malabsorpsi umum
Keadaan seperti short bowel syndrome, celiac, protein, peptide,
tepung, asam amino, dan monosakarida mempunyai peran pada gerakan
osmotic pada lumen usus. Kerusakan sel (yang secara normal akan
menyerap natrium dan air) dapat disebabkan virus atau kuman, seperti
Salmonella, Shigella, atau Campylobacter. Sel tersebut juga dapat rusak
karena inflammatory bowel disease idiopatik, akibat toksin atau obat-
obatan tertentu. Gambaran karakteristik penyakit yang menyebabkan
malabsorbsi usus halus adalah atropi villi. Lebih lanjut, mikroorganisme
tertentu (bakteri tumbuh lampau, giardiasis, dan enteroadheren E. coli)
menyebabkan malabsorbsi nutrien dengan meribah faal membran brush
border trigliserid diakibatkan insuffisiensi eksokrin pankreas
menyebabkan malabsorbsi yang signifikan dan mengakibatkan diare
osmotic.9
Gangguan atau kegagalan ekskresi pankreas menyebabkan kegagalan
pemecahan kompleks protein, karbohidrat, trigliserid, selanjutnya
menyebabkan maldigesti, malabsorbsi dan akhirnya menyebabkan diare
osmotik. Steatorrhe berbeda dengan malabsorbsi protein dan karbohidrat
dengan asam lemak rantai panjang intraluminal, tidak hanya menyebabkan

18
diare osmotik, tetapi juga menyebabkan pacuan sekresi klorida sehingga
diare tersebut dapat disebabkan malabsorpsi karbihidrat oleh karena
kerusakan difus mukosa usus, defisiensi sukrosa, isomaltosa, dan
defisiensi congenital lactase, pemberian obat pencahar; laktulose,
pemberian Mg hydroxide (misalnya susu Mg), malabsorpsi karbohidrat
yang berlebihan pada hipermotilitas pada kolon iritabel. Mendapat cairan
hipertonis dalam jumlah besar dan cepat, menyebabkan kekambuhan diare.
Pemberian makan/minum yang tinggi KH, setelah mengalami diare,
menyebabkan kekambuhan diare. Infeksi virus yang menyebabkan
kerusakan mukosa sehingga menyebabkan gangguan sekresi enzim lactase,
menyebabkan gangguan absorpsi nutrisi laktose.9
3. Gangguan sekresi atau diare sekretorik
Dikenal 2 bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu
enterotoksin bakteri dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti
laksansia, garam empedu bentuk dihydroxy, serta asam lemak rantai
panjang. Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara
meningkatkan konsentrasi intrasel cAMP, cGMP atau Ca++ yang
selanjutnya akan mengaktifkan protein kinase. Pengaktifan protein kinase
akan menyebabkan fosfolirasi membran protein sehingga mengakibatkan
perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl- di kripta keluar. Di sisi lain
terjadi peningkatan pompa natrium dan natrium masuk ke dalam lumen
usus bersama Cl-.9
Bahan laksatif dapat menyebabkan bervariasi efek pada aktivitas
NaK-ATPase. Beberapa diantaranya memacu peningkatan kadar cAMP
intraseluler, meningkatkan permeabilitas intestinal dan sebagian
menyebabkan kerusakan sel mukosa. Beberapa obat menyebabkan sekresi
intestinal. Penyakit malabsorpsi seperti reseksi ileum dan penyakit Crihn
dapat menyebabkan kelainan sekresi seperti menyebabkan peningkatan
konsentrasi garam empedu dan lemak.9 Hal tersebut disebabkan oleh
sekresi air dan elektrolit ke dalam usus halus yang terjadi akibat gangguan
absorbs natrium oleh vilus saluran cerna, sedangkan sekresi klorida tetap

19
berlangsung atau meningkat. Keadaan ini menyebabkan air dan elektrolit
keluar dari tubuh sebagai tinja cair. Diare sekretorik ditemukan diare yang
disebabkan oleh infeksi bakteri akbat rangsangan pada mukosa usus halus
oleh toksin E.coli atau V. cholera.01.7
Tabel 1. Perbedaan Diare Osmotik dan Sektetorik
Osmotik Sekretorik
Volume tinja <200 ml/hari >200 ml/hari
Puasa Diare berhenti Diare berlanjut
Na+ tinja <70 mEq/L >70 mEq/L
Reduksi (+) (-)
pH tinja <5 >6

E. Manifestasi Klinis
Mula-mula anak cengeng, gelisah, suhu tubuh naik, nafsu makan
berkurang kemudian timbul diare. Tinja mungkin disertai lendir dan darah.
Warna tinja makin lama berubah kehijauan, daerah anus dan sekitarnya
timbul luka lecet karena sering defekasi dan tinja yang asam akibat laktosa
yang tidak diabsorbsi usus selama diare. Gejala muntah dapat timbul
sebelum atau selama diare dan dapat disebabkan karena lambung turut
meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan
elektrolit.12,13,14
Bila kehilangan cairan terus berlangsung tanpa pergantian yang
memadai gejala dehidrasi mulai tampak yaitu : BB turun, turgor kulit
berkurang, mata dan ubun-ubun cekung (bayi), selaput lender bibir dan
mulut, serta kulit kering. Bila keadaan ini terus berlanjut, akan terjadi
renjatan hypovolemik dengan gejala takikardi, denyut jantung menjadi
cepat, nadi lemah dan tidak teraba, tekanan daran turun, pasien tampak
lemah dan kesadaran menurun, karena kurang cairan, diuresis berkurang
(oliguria-anuria). Bila terjadi asidosis metabolik pasien akan tampak pucat,
nafas cepat dan dalam (pernafasan kusmaul).15

20
Tabel 2. Manifestasi Klinis Diare Berdasarkan Penyebab
Gejala klinik Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera

Masa tunas 17-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72 jam

Panas + ++ ++ - ++ -

Mual muntah Sering Jarang Sering + - Sering

Nyeri perut Tenesmus Tenesmus Tenesmus - Tenesmus Kramp


kramp kolik kramp

Nyeri kepala - + + - - -

Lamanya sakit >7 hari 1. 3-7


h hari 2-3 hari Variasi 3 hari
a
r
i
Sifat tinja

Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak

Frekuensi 5-10 >10 Sering Sering Sering Terus


kali/hari kali/hari menerus
Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek Cair

Darah - Sering Kadang - + -

Bau Langu ± Busuk + Tidak Amis khas

Warna Kuning Merah- Kehijauan Tidak Merah-hijau Seperti air


hijau hijau berwarna cucian
beras

F. Penegakkan Diagnosis
1. Anamnesa
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal
serta gejala lainnya bila terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk
manifestasi neurologic. Gejala gastrointestinal berupa diare, kram

21
perut, dan muntah. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi
tergantung pada penyebabnya.10
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang
mengandung sejumlah ion natrium, klorida, dan bikarbonat.
Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada muntah dan
kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat
menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik, dan hipokalemia.
Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat
menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler, dan kematian bila
tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas
plasma dapat berupa dehidrasi isotonic, dehidrasi hipertonik
(hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat
dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang,
dan dehidrasi berat.10
Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan
atau akibat dehidrasi. Panas badan umum terjadi pada penderita
dengan inflammatory diare. Nyeri perut yang lebih hebat dan
tenesmus yang terjadi pada perut bagian bawah serta rectum
menunjukkan terkenanya usus besar.10
Mual dan muntah adalah symptom yang non spesifik akan
tetapi muntah mungkin disebabkan oleh karena organism yang
menginfeksi saluran cerna bagian atas seperti enterik virus, bakteri
yang memproduksi enterotoksin, Giardia, dan Cryptosporidium.
Muntah juga sering terjadi pada non-inflammatory diare. Biasanya
penderita tidak panas atau hanya subfebris, nyeri perut periumbilikal
tidak berat, watery diare, menunjukkan bahwa saluran cerna bagian
atas terkena. Oleh karena pasien immunocompromise memerlukan
perhatian khusus, informasi tentang adanya imunodefisiensi atau
penyakit kronis sangat penting.10
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut:
lama diare, frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau,

22
ada/tidak lendir, dan darah. Bila disertai muntah: volume dan
frekuensinya. BAK: biasa, berkurang, jarang, atau tidak kencing
dalam 6-8 jam terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan
selama diare. Adakah panas atau penyakit lain yang menyertai
seperti batuk, pilek, otitis media, campak. Tindakan yang telah
dilakukan ibu selama anak diare: memberi oralit, membawa berobat
ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit dan obat-obatan yang diberikan
serta riwayat imunisasinya.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu
tubuh, frekuensi denyut jantung dan pernafasan serta tekanan darah.
Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda utama dehidrasi: kesadara, rasa
haus, dan turgor kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan lainnya,
seperti ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata cekung atau tidak,
ada atau tidak adanya air mata, bibir, mukosa mulut, dan lidah kering
atau basah.10
Pernafasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis
metabolic. Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat
hipokalemi. Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan
capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi.
Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan
cara obyektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan
selama diare dan subyektif dengan menggunakan kriteria WHO,
Skor Maurice King, kriteria MMWR, dan lainnya.10

Tabel 3. Penentuan Derajat Dehidrasi Menurut MMWR


Simptom Minimal atau Dehidrasi Dehidrasi Berat,
tanpa Ringan – Kehilangan BB >
dehidrasi, Sedang, 9%
Kehilangan Kehilangan BB
BB < 3% 3-9%

23
Kesadaran Baik Normal, lelah, Apatis, letargi,
gelisah, irritable tidak sadar
Denyut Jantung Normal Normal - Takikardi,
meningkat bradikardia pada
kasus berat
Kualitas nadi Normal Normal – Lemah, kecil, tidak
melemah teraba
Pernafasan Normal Normal – cepat Dalam
Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Air mata Ada Berkurang Tidak ada
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Cubitan kulit Segera kembali Kembali < 2 detik Kembali > 2 detik
Capillary refill Normal Memanjang Memanjang,
minimal
Ekstremitas Normal Dingin Dingin, mottled,
sianotik
Kencing Normal Berkurang Minimal

Tabel 4. Penentuan Derajat Dehidrasi Menurut WHO


Penilaian A B C
Lihat: Baik, sadar Gelisah, rewel Lesu, lunglai atau
* Keadaan umum Normal Cekung tidak sadar
*mata Ada Tidak ada Sangat cekung dan
*air mata Basah Kering kering
*mulut dan lidah Minum biasa Haus, ingin Kering
*rasa haus (tidak haus) minum banyak Sangat kering
Malas minum atau
tidak bisa minum
Periksa : turgor Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat
kulit lambat

24
Hasil pemeriksaan Tanpa dehidrasi Dehidrasi Dehidrasi berat
ringan-sedang
Terapi Rencana Terapi Rencana Terapi Rencana Terapi C
A B

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan diare
akut:8
a. Darah: darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa
darah, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika.10
b. Urin: urin lengkap, kultur, dan tes kepekaan terhadap antibiotika
c. Tinja
Pemeriksaan makroskopik
Tinja yang watery dan tanpa mukus atau darah biasanya
disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa, atau disebabkan oleh
infeksi di luar saluran gastrointestinal.8 Tinja yang mengandung
darah atau mukus bisa disebakan infeksi bakteri yang menghasilkan
sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan peradangan
mukosa atau parasit usus seperti: E. histolytica, B. coli, dan T.
trichiura. Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja
kecuali pada infeksi E. histolytica darah sering terdapat pada
permukaan tinja dan pada infeksi EHEC terdapat garis-garis darah
pada tinja. Tinja yang berbau busuk didapatkan pada infeksi dengan
Salmonella, Giardia, Crytosporidium, dan Strongyloides.8
Mikroskopik
Leukosit dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap
bakteri yang menyerang mukosa kolon. Leukosit yang positif pada
pemeriksaan tinja menunjukkan adanya kuman invasif atau kuman
yang memproduksi sitokin seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni, C.
difficile, Y. enterocolitica, V. parahaemolyticus dan kemungkinan
Aeromonas atau P. shigelloides. Leukosit yang ditemukan umumnya

25
adalah PMN kecuali pada S. typhii mononuklear. Kultur tinja harus
segera dilakukan bila dicurigai terdapat Hemolytic Uremic
Syndrome, diare dengan tinja berdarah, bila terdapat lekosit pada
tinja, KLB diare dan pada penderita immunocompromised.

H. Penatalaksanaan
Departemen kesehatan mulai melakukan sosialisasi panduan Tata
Laksana pengobatan Diare pada balita yang baru didukung baru didukung
oleh ikatan Dokter Anak Indonesia, dengan merujuk pada panduan WHO.
13,14
Memperbaiki kondisi usus dan menghentikan diare juga menjadi cara
untuk mengobati pasien. Untuk itu, Departemen kesehatan menetapkan
lima pilar penatalaksanakan diare bagi semua kasus diare yangdiderita
anak balita baik yang dirawat di rumah maupun sedang dirawat di rumah
sakit, yaitu:14,17
1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai
dari rumah tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan
bila tidak tersedia berikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah
sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar di pasaran sudah oralit
yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat mengurangi
rasa mual dan muntah. Oralit merupakan campuran garam elektrolit,
seperti natrium klorida (NaCl), kalium klorida (KCl), dan trisodium
sitrat hidrat, serta glukosa anhidrat. Oralit diberikan untuk mengganti
cairan dan elektrolit dalam tubuh yang terbuang saat diare. Walaupun
air sangat penting untuk mencegah dehidrasi, air minum tidak
mengandung garam elektrolit yang diperlukan untuk
mempertahankan keseimbangan elektrolit dalam tubuh sehingga
lebih diutamakan oralit. Campuran glukosa dan garam yang
terkandung dalam oralit dapat diserap dengan baik oleh usus
penderita diare.13,17

26
Bila penderita tidak bisa minum harus segera di bawa ke
sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui
infus.14,15 Berikan tatalaksana cairan sesuai dengan derajat dehidrasi
- Diare tanpa dehidrasi17

27
- Diare akut dehidrasi ringan-sedang (Rencana terapi B)

28
- Diare akut dehidrasi berat (Rencana terapi C)

29
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
Zinc adalah suatu mikronutrien esensial yang merupakan
elemen dari banyak metallo-enzyme dan bekerja sebagai koenzim
dari berbagai sistem enzim. Zinc dapat menghambat enzim INOS
(Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim ini
meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus.
Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami
kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare.14,17
Peranan zinc pada diare merupakan pengaruh langsung pada
sistem gastrointestinal maupun peranannya pada sistem imun.
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan
tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar,
mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian
diare pada 3 bulan berikutnya. Zinc juga membantu pertumbuhan
anak dan meningkatkan nafsu makan.17 Penelitian di Indonesia
menunjukkan bahwa Zinc mempunyai efek protektif terhadap diare
sebanyak 11 % dan menurut hasil pilot study menunjukkan bahwa
Zinc mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67 %. Berdasarkan bukti
ini semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak mengalami
diare.
Dosis pemberian Zinc pada balita:
- Umur < 6 bulan : ½ tablet ( 10 Mg ) per hari selama 10 hari
- Umur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah
berhenti. Pemberian zinc selama 10 hari terbukti membantu
memperbaiki mucosa usus yang rusak dan meningkatkan fungsi
kekebalan tubuh secara keseluruhan.17
Cara pemberian tablet zinc :
Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI,
sesudah larut berikan pada anak diare.

30
Pemberian Probiotik:
Probiotik adalah suatu suplemen makanan, yang mengandung
bakteri atau jamur yang tumbuh sebagai flora normal dalam saluran
pencernaan manusia, yang bila diberikan sesuai indikasi dan dalam
jumlah adekuat diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi
kesehatan dengan cara meningkatkan kolonisasi bakteri probiotik
didalam lumen saluran cerna sehingga seluruh epitel mukosa usus
telah diduduki oleh bakteri probiotik melalui reseptor dalam sel
epitel usus. Dengan mencermati penomena tersebut bakteri probiotik
dapat dipakai dengan cara untuk pencegahan dan pengobatan diare
baik yang disebabkan oleh Rotavirus maupun mikroorganisme lain,
speudomembran colitis maupun diare yang disebabkan oleh karena
pemakaian antibiotika yang tidak rasional (antibiotik asociated
diarrhea ) dan travellers’s diarrhea.
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk
memberikan gizi pada penderita terutama pada anak. agar tetap kuat
dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang
masih minum Asi harus lebih sering di beri ASI. Anak yang minum
susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak usia 6
bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan
padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan
sedikit lebih sedikit dan lebih sering. Setelah diare berhenti,
pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk
membantu pemulihan berat badan.13,14,17
4. Antibiotik selektif
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena
kecilnya kejadian diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri.
Antibiotika hanya bermanfaat pada penderita diare dengan darah
(sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera. 13,14,17

31
Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan pada
anak yang menderita diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat
anti muntah tidak di anjurkan kecuali muntah berat. Obat-obatan
ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi
anak, bahkan sebagian besar menimbulkan efek samping yang
berbahaya dan bisa berakibat fatal. Obat anti protozoa digunakan
bila terbukti diare disebabkan oleh parasit (amuba, giardia).
Beberapa antimikroba yang sering dipakai antara lain:
 Kolera : Tetrasiklin 12,5mg/kgBB/ dibagi 3 dosis (3 hari)
atau Erytromycin 12,5 mg/kgBB 4x sehari selama 3 hari
 Shigella : Ciprofloxacin 15 mg/kgBB 2x sehari selama 3 hari
atau Ceftriaxone 50-100 mg/kgBB 1x sehari IM selama 2-5
hari.
 Amebiasis : Metronidasol 10mg/kg/ 3x sehari selama 5 hari
(10 hari pada kasus berat), Untuk kasus berat : Dehidro
emetin hidrokhlorida 1-1,5 mg/kg (maks 90mg)(im) s/d 5 hari
tergantung reaksi (untuk semua umur)
 Giardiasis : Metronidazole 5mg/kgBB 3x sehari selama 5
hari.
5. Nasihat kepada orang tua
Berikan nasihat dan cek pemahaman ibu atau pengasuh
tentang cara pemberian Oralit, Zinc, ASI/makanan dan tanda-tanda
untuk segera membawa anaknya ke petugas kesehatan jika anak:17
- Buang air besar cair lebih sering
- Muntah berulang-ulang
- Mengalami rasa haus yang nyata
- Makan atau minum sedikit
- Demam
- Tinjanya berdarah
- Tidak membaik dalam 3 hari

32
I. Komplikasi
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik dan hipertonik )
2. Renjatan hipovolemik
3. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotonik otot, lemah,
bradikardi, perubahan pada elektrokardiogram )
4. Hipoglikemi
5. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase
karena kerusakan vili mukosa usus halus
6. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik
7. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah penderita
juga mengalami kelaparan

33
BAB IV
ANALISIS KASUS

Seorang anak laki-laki, berusia 1 tahun 5 bulan, datang ke IGD RSUD


Palembang BARI karena BAB cair.
± 7 hari SMRS orang tua os mengatakan bahwa anaknya mengalami BAB
1
konsistensi cair frekuensi 10x/hari sebanyak /2-3/4 popok, warna kuning
kehijauan, tidak berbau amis, tanpa disertai darah, dan tanpa disertai lendir. Os
mengalami demam 1 hari sebelum mulai mengalami BAB cair, suhu tubuh tidak
diukur oleh ibu Os namun menurut beliau demam tidak terlalu tinggi, demam
turun bila di beri obat penurun panas kemudian naik kembali. Os juga mengalami
muntah frekuensi 5-8x/hari sebanyak 1/4-1/2 gelas, isi apa yang dimakan, tanpa
disertai darah. Os tidak mengalami batuk, namun mengalami pilek 1 hari sebelum
BAB cair, menurut ibu Os pilek berwarna bening seperti air dan sembuh 4 hari
setelahnya. Sejak 4 hari SMRS, os tidak mau makan, namun masih mau minum
seperti biasa. BAK normal.
Pada pemeriksaan fisik, pada bagian kepala didapatkan UUB cekung, mata
kanan dan kiri cekung (+/+), serta konjungtiva anemis (+/+), mukosa bibir kering,
sedangkan telinga, hidung, dan faring dalam batas normal. Pada pemeriksaan
leher, dan thorax secara inspeksi dan auskultasi tidak ditemui adanya kelainan.
Pada pemeriksaan abdomen, didapatkan bising usus mengalami peningkatan serta
turgor kulit melambat. Pada pemeriksaan ekstremitas, akral hangat serta telapak
tangan dan kaki os pucat.
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, diketahui bahwa Hb os 6,8
g/dl dan kalium os 3,4mmol/dL, sehingga os didiagnosa prolonged diare ec infeksi
virus + dehidrasi ringan sedang + muntah profuse + anemia. Prolonged diare ec
infeksi virus dipilih karena berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan penunjang
mengarah ke infeksi virus. Tatalaksana os diberikan IVFD RL gtt 36x/m (makro)
pada 4 jam pertama, 20 jam selanjutnya diberikan IVFD RL gtt 8x/m (makro)
bertujuan untuk rehidrasi cairan tanpa adanya hipoglikemi, dan pemberian IVFD
KAEN 3B gtt 8x/m (makro) setelahnya bertujuan untuk mengembalikan

34
keseimbangan elektrolit dengan menambah kadar kalium. Pemberian injeksi
antibiotik Ampicilin 3 x 275 mg dan ampicilin 2x20 mg sebagai profilaksis.
Pemberian PCT syr 3x1 cth pada hari pertama perawatan atas indikasi suhu tubuh
38,1oC. Zink syr 1x20mg diberikan untuk mengurangi lama dan tingkat keparahan
diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, membantu
pertumbuhan anak dan meningkatkan nafsu makan, serta transfusi PRC 1x80 cc
diberikan untuk meningkatkan kadar Hb. Pasca transfusi, Hb os naik menjadi 11,5
gr/dl. Pada hari ketiga perawatan, tanda dehidrasi os sudah teratasi sehingga os
diperbolehkan pulang.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Subagyo B dan Santoso NB. Diare akut dalam Buku Ajar Gastroenterologi-
Hepatologi Jilid 1, Edisi 1. Jakarta: Badan penerbit UKK Gastroenterologi-
Hepatologi IDAI. 2010:87-110
2. WHO. Diarrhoeal Disease (Updated February 2009). In
http:www.Who.int/vaccine_research/disease/diarrhoeal/en/indexhtml.
diunduh tanggal 24 Juni 2017.
3. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan
Anak, Jilid I, Editor Husein Alatas dan Rusepno Hasan, 1985. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
4. WHO. Diare dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit
Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten Kota.
Jakarta: WHO Indonesia.2009.
5. Suraatmaja Sudaryat. Diare dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak.
Jakarta: Sagung Seto. 2007:1-24
6. Soenarto et al. Burden of Severe Rotavirus Diarrhea In Indonesia. The
Journal of Infectious disease 200: S188-94, 2009.
7. Fleisher, G, R, Matson, D, O, Ferry, Drutz, Torchia. 2012. Patient
information : Acute Diarrhea in Children (Beyond the Basics). Available at :
www.uptodate.com/contents/acute-diarrhea-in-children-beyond-the-basics#6
diakses tanggal 24 Juni 2017.
8. Sudoyo Aru, 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta :
FKUI.
9. Field M. 2003. Intestinal ion transport and the pathophysiology of diarrhea.
J. Clin Invest. vol 111(7): 931-943
10. Pickering LK, Snyder JD. 2004. Gastroenteritis in. Nelson textbook of
Pediatrics 17ed. Saunders.: 1272-6
11. Parashar, U.D., Hummelman, E.G., Bresee, J.S., Miller, M.A., and Glass,
R.I. 2003 Global illness and deaths caused by rotavirus disease in children.
Emerg Infect Dis 9: 565-572.

36
12. Kosek, M., Bern, C., and Guerrant, R.L. The global burden of diarrhoeal
disease, as estimated from studies published between 1992 and 2000. Bull
World Health Organ. 2003, 81: 197-204.
13. UNICEF-WHO. Diarhoea: Why children are still dying and what can be
done. 2009
14. Subdit Pengendalian Diare dan Infeksi Saluran Pencernaan Kemenkes RI.
Pengendalian Diare di Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2011.
15. Agtini, MD. Morbiditas dan Mortalitas Diare pada Balita di Indonesia Tahun
2000-2007. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2011.
16. Antonietta Giannattasio., A. Guarino., A.L.Vecchio. 2016. Management of
Children with Prolonged Diarrhea. F1000Research. Tersedia di
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4765715/pdf/f1000research-
5-8047.pdf. Diakses 1 Juli 2017
17. Departemen Kesehatan RI. Buku Saku Petugas Kesehatan: Lintas Diare.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2011.

37

Anda mungkin juga menyukai