Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anestesi Umum3


Anestesi umum atau ialah suatu keadaan yang ditandai dengan
hilangnya persepsi terhadap semua sensasi akibat induksi obat. Dalam hal
ini, selain hilangnya rasa nyeri, kesadaran juga hilang. Obat anestesi
umum terdiri atas golongan senyawa kimia yang heterogen, yang
mendepresi SSP secara reversibel dengan spektrum yang hampir sama dan
dapat dikontrol. Obat anastesi umum dapat diberikan secara inhalasi dan
secara intravena. Obat anastesi umum yang diberikan secara inhalasi (gas
dan cairan yang mudah menguap) yang terpenting di antaranya adalah
N2O, halotan, enfluran, metoksifluran, dan isofluran. Obat anastesi umum
yang digunakan secara intravena, yaitu tiobarbiturat, narkotik-analgesik,
senyawa alkaloid lain dan molekul sejenis, dan beberapa obat khusus
seperti ketamin.
Indikasi dilakukan anestesi umum, yaitu :
1. Infant & anak usia muda,
2. Dewasa yang memilih anestesi umum,
3. Pembedahannya luas / eskstensif,
4. Penderita sakit mental,
5. Pembedahan lama,
6. Pembedahan dimana anestesi lokal tidak praktis atau tidak memuaskan,
7. Riwayat penderita toksik / alergi obat anestesi lokal,
8. Penderita dengan pengobatan antikoagulantia.

Anestesi umum biasanya tergantung efek farmakologi obat terhadap


organ yang mengalami kelainan. Sehingga, harus dihindarkan pemakaian
obat berlebihan. Kontraindikasi dilakukan anestesi umum antara lain :
1. Hati (Hepar) Hindarkan pemakaian obat hepatoksik atau
dosis obat yang toksis terhadap hepar
diturunkan,
2. Jantung (Cor) Pada pasien yang mengalami abnormalitas
pada jantung pemakaian obat-obatan yang
2
3

dapat menurunkan aliran darah koroner


sebaiknya dihindarkan,
3. Ginjal (Ren) Pada pasien yang mengalami gangguan
sekresi ginjal sebaikany hindari obat-obatan
yang hasil eksresinya dikeluarkan melalui
ginjal,
4. Paru-Paru (Pulmo) Hindari obat-obatan yang menstimulasi
sekresi paru,
5. Hormon Pada penderita DM hindari obat-obatan yang
(Endokrin) dapat meningkatkan kadar gula darah.

2.2 Tahap-Tahap Anestesi3

Stadium anestesi umum terbagi dalam 4 bagian, yaitu :


1. Stadium I (stadium induksi atau eksitasi volunter), dimulai dari
pemberian agen anestesi sampai menimbulkan hilangnya kesadaran.
Rasa takut dapat meningkatkan frekuensi nafas dan pulsus, dilatasi
pupil, dapat terjadi urinasi dan defekasi.
2. Stadium II (stadium eksitasi involunter), dimulai dari hilangnya
kesadaran sampai permulaan stadium pembedahan. Pada stadium II
terjadi eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak, pernafasan
tidak teratur, inkontinensia urin, muntah, midriasis, hipertensi, dan
takikardia.
3. Stadium III (pembedahan/operasi), terbagi dalam 3 bagian yaitu; Plane
I yang ditandai dengan pernafasan yang teratur dan terhentinya
anggota gerak. Tipe pernafasan thoraco-abdominal, refleks pedal
masih ada, bola mata bergerak-gerak, palpebra, konjuctiva dan kornea
terdepresi. Plane II, ditandai dengan respirasi thoraco-abdominal dan
bola mata ventro medial semua otot mengalami relaksasi kecuali otot
perut. Plane III, ditandai dengan respirasi regular, abdominal, bola
mata kembali ke tengah dan otot perut relaksasi.
4. Stadium IV (paralisis medulla oblongata atau overdosis),ditandai
dengan paralisis otot dada, pulsus cepat dan pupil dilatasi. Bola mata
4

menunjukkan gambaran seperti mata ikan karena terhentinya sekresi


lakrimal.
Sedangkan, tahap-tahap anestesi umum, yaitu :
1. Analgesia Dimulai dengan keadaan sadar dan diakhiri
dengan hilangnya kesadaran. Sulit untuk bicara;
indra penciuman dan rasa nyeri hilang. Mimpi
serta halusinasi pendengaran dan penglihatan
mungkin terjadi. Tahap ini dikenal juga sebagai
tahap induksi
2. Eksitasi/Deliriu Terjadi kehilangan kesadaran akibat
m penekananan korteks serebri. Kekacauan
mental, eksitasi, atau delirium dapat terjadi.
Waktu induksi singkat.
3. Surgical Prosedur pembedahan biasanya dilakukan pada
tahap ini
4. Paralisis Neural Tahap toksik dari anestesi. Pernapasan hilang
dan terjadi kolaps sirkular. Perlu diberikan
bantuan ventilasi.

2.3 Macam-Macam Anestesi Umum1,2,3


A. Anestesi Inhalasi
1. Halotan
Efek terhadap Sistem dalam Tubuh
A. Kardiovaskular
Depresi miokard bergantung pada dosis, penurunan otomatisitas
sistem konduksi, penurunan aliran darah ginjal dan splanknikus
dari curah jantung yang berkurang, serta pengurangan sensitivitas
miokard terhadap aritmia yang diinduksi katekolamin yang
menyebabkan terjadinya hipotensi untuk menghindari efek
hipotensi yang berat selama anestesi, yang dalam hal ini perlu
diberikan vasokonstriktor langsung, seperti fenileprin
B. Pernapasan
Depresi respirasi terkait dengan dosis yang dapat menyebabkan
menurunnya volume tidal dan sensitivitas terhadap pengaturan
5

respirasi yang dipacu oleh CO2. Pemberian bronkodilator poten


sangat baik untuk mengurangi spasme bronkus
C. Susunan Saraf Pusat
Hilangnya autoregulasi aliran darah serebral yang menyebabkan
tekanan intrakranial menurun.
D. Ginjal
Menurunnya GFR, dan berkurangnya aliran darah ke ginjal
disebabkan oleh curah jantung yang menurun.
E. Hati
Aliran darah ke hati menurun.
F. Uterus
Menyebabkan relaksasi otot polos uterus; berguna dalam
manipulasi kasus obstetrik (misalnya penarikan plasenta) (Munaf,
2008).

Metabolisme
Sebanyak 80% hilang melalui gas yang dihembuskan, 20% melalui
metabolisme di hati. Metabolit berupa bromida dan asam
trifluoroasetat.

Keuntungan dan Kerugian


Potensi anestesi umum kuat, induksi dan penyembuhan baik, iritasi
jalan napas tidak ada, serta bronkodilator yang sangat baik. Sedangkan
kerugiannya adalah depresi miokard dan pernapasan, sensitisasi
miokard terhadap aritmia yang diinduksi oleh katekolamin, serta
aliran darah serebral menurun yang dapat menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial.

Indikasi Klinik
Halotan digunakan secara ekstensif dalam anestesia anak karena
ketidakmampuannya menginduksi inhalasi secara cepat dan status
asmatikus yang refraktur. Obat ini dikontraindikasikan pada pasien
dengan penyakit intrakranial.
Efek samping/Toksisitas
6

A. Hepatitis halotan: kejadian 1/30.000 dari pemberian; pasien yang


mempunyai resiko adalah yang mengalami obesitas, wanita usia
muda lebih banyak terjadi dengan periode waktu yang singkat;
ditandai dengan nekrosis sentrilobuler; uji fungsi hati abnormal
dan eosinofilia. Sindrom ini dapat juga terjadi dengan isofluran
dan etran.
B. Hipertermi maligna: suatu sindrom yang ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh secara belebihan, rigiditas otot rangka,
serta dijumpai asidosis metabolik. Secara umum, hal ini berakibat
fatal kecuali jika diobati dengan dantrolen yang merupakan
pelemas otot yang mencegah Ca dari retikulum sarkoplasmik.

2. Enflouran
Efek terhadap Sistem dalam Tubuh
A. Kardiovaskular
Depresi miokard bergantung pada dosis, vasodilator arterial, dan
sensitisasi ringan miokard terhadap katekolamin.
B. Respirasi
Depresi pernapasan bergantung pada dosis; hipoksia ablasia yang
disebabkan oleh bronkodilator.
C. Susunan Saraf Pusat
Dapat menimbulkan kejang pada kadar enfluran tinggi dengan
tekanan parsial CO2 (PCO2) menurun (hipokarbia); vasodilatasi
serebral dengan meningkatnya tekanan intrakranial.
D. Ginjal
Aliran darah ginjal dan GFR menurun.

Metabolisme
7

Sebanyak 2% enfluran dimetabolisme di hati, metabolit utama, yaitu


fluorida mempunyai potensi untuk menimbulkan nefrotoksis (sangat
jarang digunakan secara klinis).

Keuntungan dan kerugian


Secara klinis, enfluran merupakan bronkodilator yang baik, respons
kardiovaskular stabil, kecenderungan aritmia jantung minimal, dan
tidak mengiritasi saluran napas. Sedangkan kerugiannya adalah
Enfluran mempunyai potensi aktivitas kejang. Kontraindikasi pada
pasien dengan tekanan intrakranial yang meningkat disertai dengan
gangguan patologik intrakranial.

3. Isofluran
Efek terhadap Sistem dalam Tubuh
A. Kardiovaskular
Terjadi depresi miokard yang ringan dan bergantung pada dosis,
sedangkan curah jantung biasanya normal disebabkan sifat
vasodilatasinya, sensitisasi miokard minimal terhadap
katekolamin, dapat menyebabkan coronary steal oleh vasodilatasi
normal pada stenosis dengan aliran yang berlebihan.
B. Respirasi
Depresi respons terhadap CO2 bergantung pada dosis, hipoksia
ventilasi, bronkodilator, iritasi sedang pada jalan napas.
C. Ginjal
Glomerular Filtration Rate (GFR) dan aliran darah ginjal rendah
disebabkan tekanan arterial menengah yang menurun.
D. Susunan Saraf Pusat
Efek minimal pada otoregulasi serebral, konsumsi oksigen
metabolik serebral menurun, dan merupakan obat pilihan untuk
bedah saraf.

Metabolisme
8

Hanya 0,2% yang dimetabolisme di hati, selebihnya diekskresikan


pada waktu ekspirasi dalam bentuk gas.

Keuntungan dan Kerugian


Keadaan kardeiovaskular stabil, tidak bersifat aritmogenik, tekanan
ntrakranial tidak meningkat, bronkodilator. Sedangkan kerugiannya
adalah Iritasi jalan napas sedang.

4. Sevofluran
Sevofluran merupakan fluorokarbon dengan bau yang tidak begitu
menyengat, dan tidak begitu mengiritasi saluran napas, serta
absorpsinya cepat. Indikasi klinik: sebagai anestesi umum untuk
melewati stadium 2 dan untuk pemeliharaan umum

Obat Aritmi Sensitivitas Curah T Refleks Toksisitas


a terhadap Jantun D Respiras pada
katekolami g i Hepar
n
Halotan +++
Enfluran +
Isofluran -- -- (awal) --
Sevofluran -- -- -- -- -- --
NO -- -- -- -- -- --

Tabel 2.1 Efek Obat Anestesi Inhalasi

B. Anestesi Intravena1
Anestesi intravena (TIVA) merupakan teknik anastesi umum
dengan hanya menggunakan obat-obat anastesi yang dimasukkan lewat
jalur intravena. TIVA digunakan untuk ketiga trias anastesi yaitu
hipnotik, analgetik, dan relaksasi otot..Kebanyakan obat-obat anastesi
intravena hanya mencakup 2 komponen anastesi, akan tetapi ketamin
mempunyai ketiga trias anastesi sehingga ketamin dianggap juga
sebagai agent anastesi yang lengkap.
9

Kelebihan TIVA adalah :


1. Dapat dikombinasikan atau terpisah dan dapat dititrasi dalam
dosis yang lebih akurat dalam pemakaiannya.
2. Tidak mengganggu jalan nafas pada pasien
3. Mudah dilakukan

Indikasi Pemberian TIVA

TIVA dalam prakteknya sehari-hari digunakan sebagai :


1. Obat induksi anastesi umum
2. Obat tunggal untuk anastesi pembedahan singkat
3. Tambahan untuk obat inhalasi yang kurang kuat
4. Obat tambahan anastesi regional
5. Menghilangkan keadaan patologis akibat rangsangan SSP

Cara Pemberian
Cara pemberian TIVA :
1. Suntikan tunggal, untuk operasi singkat
2. Suntikan berulang sesuai dengan kebutuhan
3. Diteteskan lewat infuse

Kebanyakan obat-obat anastesi intravena hanya mencakup 2


komponen anastesi, akan tetapi ketamin mempunyai ketiga trias
anastesi sehingga ketamin dianggap juga sebagai agent anastesi yang
lengkap.

1. Golongan Barbiturat (Pentothal/ Thiopenthal Sodium/ Penthio


Barbital/ Thiopenton)
Obat ini tersedia dalam bentuk serbuk higroskopis, bersifat basa,
berbau belerang, larut dalam air dan alkohol. Penggunaannya sebagai
obat induksi, suplementasi dari anastesi regional, antikonvulsan,
pengurangan dari peningkatan TIK, proteksi serebral.

Metabolismenya di hepar dan di ekskresi lewat ginjal.


10

Onset : 20-30 detik


Durasi : 20-30 menit
Dosis :
A. Induksi iv : 305 mg/Kg BB, anak 5-6 mg/Kg BB, bayi 7-8
mg/kgBB
B. Suplementasi anastesi : iv 0,5-1 mg/kgBB
C. Induksi rectal : 25 mg/ kgBB
D. Antikonvulsan : iv 1-4 mg/kgBB

Efek samping obat :


A. Sistem kardiovaskuler
1. Depresi otot jantung
2. Vasodilatasi perifer
3. Turunnya curah jantung
B. Sistem pernapasan, menyebabkan depresi saluran pernapasan
konsentrasi otak mencapai puncak apnea
C. Dapat menembus barier plasenta dan sedikit terdapat dalam ASI
D. Sedikit mengurangi aliran darah ke hepar
E. Meningkatkan sekresi ADH (efek hilang setelah pemberian
dihentikan)
F. Pemulihan kesadaran pada orang tua lebih lama dibandingkan
pada dewasa muda
G. Menyebabkan mual, muntah, dan salivasi
H. Menyebabkan trombophlebitis, nekrosis, dan gangren

Kontraindikasi :
A. Alergi barbiturate
B. Status ashmatikus
C. Porphyria
D. Pericarditis konstriktiva
E. Tidak adanya vena yang digunakan untuk menyuntik
F. Syok
G. Anak usia < 4 th (depresi saluran pernapasan)
11

2. Golongan Benzodiazepin
Obat ini dapat dipakai sebagai trasqualiser, hipnotik, maupun sedatif.
Selain itu obat ini mempunyai efek antikonvulsi dan efek amnesia.
Obat-obat pada golongan ini sering digunakan sebagai :
A. Obat induksi
B. Hipnotik pada balance anastesi
C. Untuk tindakan kardioversi
D. Antikonvulsi
E. Sebagai sedasi pada anastesi regional, local atau tindakan
diagnostik
F. Mengurangi halusinasi pada pemakaian ketamine
G. Untuk premedikasi

Macam-macam obat golongan ini, yaitu :


1. Diazepam
Karena tidak larut air, maka obat ini dilarutkan dalam pelarut organic
(propilen glikol dan sodium benzoate). Karena itu obat ini bersifat
asam dan menimbulkan rasa sakit ketika disuntikan, trombhosis,
phlebitis apabila disuntikan pada vena kecil. Obat ini dimetabolisme
di hepar dan diekskresikan melalui ginjal.
Obat ini dapat menurunkan tekanan darah arteri. Karena itu, obat ini
digunakan untuk induksi dan supplement pada pasien dengan
gangguan jantung berat.
Diazepam biasanya digunakan sebagai obat premedikasi, amnesia,
sedative, obat induksi, relaksan otot rangka, antikonvulsan,
pengobatan penarikan alcohol akut dan serangan panik.
Awitan aksi : iv < 2 menit, rectal < 10 menit,
oral 15 menit-1 jam
Lama aksi : iv 15 menit- 1 jam, PO 2-6 jam

Dosis :

A. Premedikasi : iv/im/po/rectal 2-10 mg/kgBB


12

B. Sedasi : 0,04-0,2 mg/kgBB


C. Induksi : iv 0,3-0,6 mg/kgBB
D. Antikonvulsan : iv 0,05-0,2 mg/kgBB setiap 5-10 menit dosis

maksimal 30 mg, PO/rectal 2-10 mg 2-4 kali sehari.

Efek samping obat :


A. Menyebabkan bradikardi dan hipotensi
B. Depresi pernapasan
C. Mengantuk, ataksia, kebingungan, depresi,
D. Inkontinensia
E. Ruam kulit
F. DVT, phlebitis pada tempat suntikan

2. Midazolam
Obat ini mempunyai efek ansiolitik, sedative, anti konvulsif, dan
anteretrogad amnesia. Durasi kerjanya lebih pendek dan kekuatannya
1,5-3x diazepam. Obat ini menembus plasenta, akan tetapi tidak
didapatkan nilai APGAR kurang dari 7 pada neonatus.
Dosis :
A. Premedikasi : im 2,5-10 mg, Po 20-40 mg
B. Sedasi : iv 0,5-5 mg
C. Induksi : iv 50-350 g/kgBB

Efek samping obat :


A. Takikardi, episode vasovagal, komplek ventrikuler premature,
hipotensi
B. Bronkospasme, laringospasme, apnea, hipoventilasi
C. Euphoria, agitasi, hiperaktivitas
D. Salvasi, muntah, rasa asam
E. Ruam, pruritus, hangat atau dingin pada tempat suntikan.

3. Propofol
Merupakan cairan emulsi isotonic yang berwarna putih. Emulsi ini
terdiri dari gliserol, phospatid dari telur, sodium hidroksida, minyak
13

kedelai dan air. Obat ini sangat larut dalam lemak sehingga dapat
dengan mudah menembus blood brain barier dan didistribusikan di
otak. Propofol dimetabolisme d hepar dan ekskresikan lewat ginjal.
Penggunaanya untuk obat induksi, pemeliharaan anastesi, pengobatan
mual muntah dari kemoterapi.

Dosis :
A. Sedasi : bolus, iv, 5-50 mg
B. Induksi : iv 2-2,5 mg/kgBB
C. Pemeliharaan : bolus iv 25-50 mg, infus 100-200 g/kgBB/menit,
anti emetik iv 10 mg

Efek samping obat :


1. Pada ibu hamil, propofol dapat menembus plasenta dan
menyebabakan depresi janin.
2. Pada sistem kardiovaskuler, obat ini dapat menurunkan tekanan
darah dan sedikit menurunkan nadi. Obat ini tidak memiliki efek
vagolitik, sehingga pemberiannya bisa menyebabkan asystole.
Oleh karena itu, sebelum diberikan propofol seharusnya pasien
diberikan obat-obatan antikolinergik.
3. Pada pasien epilepsi, obat ini dapat menyebabkan kejang.

4. Ketamin
Obat ini mempunyai efek trias anastesi sekaligus. Pemberiannya
menyebabkan pasien mengalami katalepsi, analgesic kuat, dan
amnesia, akan tetapi efek sedasinya ringan. Pemberian ketamin dapat
menyebakan mimpi buruk.

Dosis
A. Sedasi dan analgesia : iv 0,5-1 mg/kg BB, im/rectal 2,5-5 mg/kg
BB, Po 5-6 mg/kgBB
B. Induksi : iv 1-2,5 mg/kg BB, im/ rectal 5-10 mg/kgBB
14

Efek samping obat :


1. Ketamin meningkatkan aliran darah ke otak, kerana itu pemberian
ketamin berbahaya bagi orang-orang dengan tekanan intracranial
yang tinggi.
2. Pada kardiovaskuler, ketamin meningkatkan tekanan darah, laju
jantung dan curah jantung.
3. Dosis tinggi menyebabkan depresi napas.

Kontraindkasi :
A. Hipertensi tak terkontrol
B. Hipertiroid
C. Eklampsia/ pre eklampsia
D. Gagal jantung
E. Unstable angina
F. Infark miokard
G. Aneurisma intracranial, thoraks dan abdomen
H. TIK tinggi
I. Perdarahan intraserebral
J. TIO tinggi
K. Trauma mata terbuka

5. Opioid
Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil) untuk induksi diberikan
dalam dosis tinggi. Opioid tidak mengganggu kardiovaskulet, sehingga
banyak digunakan untuk induks pada pasien jantung.
1. Morfin
Penggunaanya untuk premedikasi, analgesic, anastesi, pengobatan
nyeri yang berjaitan dengan iskemia miokard, dan dipsnea yang
berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri dan edema paru.
Dosis :
A. Analgesic : iv 2,5-15 mg, im 2,5-20 mg, Po 10-30 mg, rectal
10 20 mg setiap 4 jam
15

B. Induksi : iv 1 mg/kg
Awitan aksi : iv < 1 menit, im 1-5 menit
Lama aksi : 2-7 jam

Efek samping obat :


A. Hipotensi, hipertensi, bradikardia, aritmia
B. Bronkospasme, laringospasme
C. Penglihatan kabur, sinkop, euphoria, disforia
D. Retensi urin, spasme ureter
E. Spasme traktus biliaris, konstipasi, anoreksia, mual, muntah,
penundaan pengosongan lambung
F. Miosis

2. Petidin
Penggunaannya untuk nyeri sedang sampai berat, sebagai
suplemen sedasi sebelum pembedahan, nyeri pada infark
miokardium walaupun tidak seefektif morfin sulfat, untuk
menghilangkan ansietas pada pasien dengan dispnea karena acute
pulmonary edema dan acute left ventricular failure.

Dosis

A. Dewasa Oral/ IM,/SK:

Dosis lazim 50150 mg setiap 3-4 jam jika perlu,

Injeksi intravena lambat : dewasa 1535 mg/jam.

Untuk sebelum pembedahan : dosis dewasa 50 100 mg


IM/SK

B. Anak-anak oral/IM/SK : 1.11.8 mg/kgBB setiap 34 jam jika


perlu. Petidin dimetabolisme terutama di hati

Kontraindikasi
16

A. Pasien yang menggunakan trisiklik antidepresan dan MAOi. 14


hari sebelumnya (menyebabkan koma, depresi pernapasan
yang parah, sianosis, hipotensi, hipereksitabilitas, hipertensi,
sakit kepala, kejang)

B. Hipersensitivitas.

C. Pasien dengan gagal ginjal lanjut

D. Hati-hati pada pasien dengan disfungsi hati & ginjal krn akan
memperlama kerja & efek kumulasi opiod, pasien usia lanjut,
pada depresi sistem saraf pusat yg parah, anoreksia,
hiperkapnia, depresi pernapasan, aritmia, kejang, cedera
kepala,

tumor otak, asma bronchial.

Efek samping obat

A. Depresi pernapasan,

B. Sistem saraf : sakit kepala, gangguan penglihatan, vertigo,


depresi, rasa mengantuk, koma, eforia, disforia, lemah, agitasi,
ketegangan, kejang,

C. Pencernaan : mual, muntah, konstipasi,

D. Kardiovaskular : aritmia, hipotensi postural,

E. Reproduksi, ekskresi & endokrin : retensi urin, oliguria.

F. Efek kolinergik : bradikardia, mulut kering, palpitasi,


takikardia, tremor otot, pergerakan yg tidak terkoordinasi,
delirium atau disorintasi, halusinasi.
17

G. Lain-lain : berkeringat, muka merah, pruritus, urtikaria, ruam


kulit

3. Fentanil
Digunakan sebagai analgesic dan anastesia
Dosis :
A. Analgesic : iv/im 25-100 g
B. Induksi : iv 5-40 g/ kgBB
C. Suplemen anastesi : iv 2-20 g/kgBB
D. Anastetik tunggal : iv 50-150 g/ kgBB

Awitan aksi : iv dalam 30 detik, im < 8 menit


Lama aksi : iv 30-60 menit, im 1-2 jam

Efek samping obat :


A. Bradikardi, hipotensi
B. Depresi saluran pernapasan, apnea
C. Pusing, penglihatan kabur, kejang
D. Mual, muntah, pengosongan lambung terlambat
E. Miosis

2.4 Appendisitis4
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis.
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada
kuadran kanan bawah rongga abdomen, penyebab paling umum untuk
bedah abdomen darurat. Apendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi
di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan,
tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai
cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi
dikarenakan oleh peritonitis dan syok ketika umbai cacing yang terinfeksi
hancur.
18

Klasifikasi Apendisitis Apendisitis akut, dibagi atas:


1. Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan
timbul striktur lokal.
2. Apendisitis purulenta difusi yaitu sudah bertumpuk nanah.
3. Apendisitis kronis, dibagi atas:
A. Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul
striktur lokal.
B. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu apendiks miring, biasanya
ditemukan pada usia tua.

Etiologi
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan
sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor
yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan
limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan
sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis
adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. histolytica.
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis.
Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya
sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman
flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis
akut.

Patofisiologi
Apendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang
disebabkan oleh feses yang terlibat atau fekalit. Penjelasan ini sesuai
dengan pengamatan epidemiologi bahwa apendisitis berhubungan dengan
asupan serat dalam makanan yang rendah. Pada stadium awal dari
apendisitis, terlebih dahulu terjadi inflamasi mukosa. Inflamasi ini
kemudian berlanjut ke submukosa dan melibatkan lapisan muskular dan
serosa (peritoneal). Cairan eksudat fibrinopurulenta terbentuk pada
permukaan serosa dan berlanjut ke beberapa permukaan peritoneal yang
19

bersebelahan, seperti usus atau dinding abdomen, menyebabkan peritonitis


lokal. Dalam stadium ini mukosa glandular yang nekrosis terkelupas ke
dalam lumen, yang menjadi distensi dengan pus. Akhirnya, arteri yang
menyuplai apendiks menjadi bertrombosit dan apendiks yang kurang
suplai darah menjadi nekrosis atau gangren. Perforasi akan segera terjadi
dan menyebar ke rongga peritoneal. Jika perforasi yang terjadi dibungkus
oleh omentum, abses lokal akan terjadi.

Gejala klinis
Pada anamnesis penderita akan mengeluhkan nyeri atau sakit perut. Ini
terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi dan terjadi pada
seluruh saluran cerna, sehingga nyeri viseral dirasakan pada seluruh perut.
Muntah atau rangsangan viseral akibat aktivasi n.vagus. Obstipasi karena
penderita takut untuk mengejan. Panas akibat infeksi akut jika timbul
komplikasi. Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, antara
37,5 -38,5 C. Tetapi jika suhu lebih tinggi, diduga sudah terjadi perforasi.
Pada pemeriksaan fisik yaitu pada inspeksi, penderita berjalan
membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit, kembung bila
terjadi perforasi, dan penonjolan perut bagian kanan bawah terlihat pada
apendikuler abses.
Pada palpasi, abdomen biasanya tampak datar atau sedikit kembung.
Palpasi dinding abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit
tekanan, dimulai dari tempat yang jauh dari lokasi nyeri. Status lokalis
abdomen kuadran kanan bawah:
1. Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan
kuadran kanan bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda
kunci diagnosis.
2. Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum. Rebound tenderness
(nyeri lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah
saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan
penekanan perlahan dan dalam di titik Mc. Burney.
20

3. Defans muskuler (+) karena rangsangan m. Rektus abdominis. Defence


muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang
menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale.
4. Rovsing sign (+). Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran
kanan bawah apabila dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri
bawah, hal ini diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan
karena iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan.
5. Psoas sign (+). Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus
psoas oleh peradangan yang terjadi pada apendiks.
6. Obturator sign (+). Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila
panggul dan lutut difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan
luar secara pasif, hal tersebut menunjukkan peradangan apendiks
terletak pada daerah hipogastrium.
Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok dan auskultasi akan terdapat
peristaltik normal, peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena
peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata. Auskultasi tidak
banyak membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi kalau
sudah terjadi peritonitis maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus. Pada
pemeriksaan colok dubur (Rectal Toucher) terdapat nyeri pada jam 9-12.
Selain itu, untuk mendiagnosis apendisitis juga dapat digunakan skor
Alvarado, yaitu:
Skor
Migrasi nyeri dari abdomen ke fossa iliaka dekstra 1
Anoreksia 1
Mual atau muntah 1
Nyeri di fossa iliaka dekstra 2
Nyeri lepas 1
Peningkatan temperatur (>37,5 C) 1
Peningkatan jumlah leukosit 10 x 10 9 /L 2
Neutrofil 75% 1
Total 10
Tabel 2.2 Alvarado Skor

Pemeriksaan Penunjang
21

Pada pemeriksaan laboratorium darah, biasanya didapati peningkatan


jumlah leukosit (sel darah putih). Urinalisa diperlukan untuk
menyingkirkan penyakit lainnya berupa peradangan saluran kemih. Pada
pasien wanita, pemeriksaan dokter kebidanan dan kandungan diperlukan
untuk menyingkirkan diagnosis kelainan peradangan saluran telur/kista
indung telur kanan atau KET (kehamilan diluar kandungan).
Pemeriksaan radiologi berupa foto barium usus buntu (Appendicogram)
dapat membantu melihat terjadinya sumbatan atau adanya kotoran
(skibala) didalam lumen usus buntu.
Pemeriksaan USG (Ultrasonografi) dan CT scan bisa membantu dakam
menegakkan adanya peradangan akut usus buntu atau penyakit lainnya di
daerah rongga panggul (Sanyoto, 2007).
Namun dari semua pemeriksaan pembantu ini, yang menentukan diagnosis
apendisitis akut adalah pemeriksaan secara klinis. Pemeriksaan CT scan
hanya dipakai bila didapat keraguan dalam menegakkan diagnosis. Pada
anak-anak dan orang tua penegakan diagnosis apendisitis lebih sulit dan
dokter bedah biasanya lebih agresif dalam bertindak.

Diagnosis Banding
Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai
diagnosis banding, seperti:
1. Gastroenteritis
2. Demam Dengue
3. Kelainan ovulasi
4. Infeksi panggul
5. Kista ovarium terpuntir
6. Endometriosis ovarium eksterna
7. Urolithiasis
8. Kehamilan di luar kandungan (KET)

Tatalaksana
Pengobatan tunggal yang terbaik untuk usus buntu yang sudah
meradang/apendisitis akut adalah dengan jalan membuang penyebabnya
22

(operasi appendektomi). Pasien biasanya telah dipersiapkan dengan puasa


antara 4 sampai 6 jam sebelum operasi dan dilakukan pemasangan cairan
infus agar tidak terjadi dehidrasi. Pembiusan akan dilakukan oleh dokter
ahli anastesi dengan pembiusan umum atau spinal/lumbal. Pada umumnya,
teknik konvensional operasi pengangkatan usus buntu dengan cara irisan
pada kulit perut kanan bawah di atas daerah apendiks.
Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk kuman
gram negatif dan positif serta kuman anaerob, dan pemasangan pipa
nasogastrik perlu dilakukan sebelum pembedahan.
Alternatif lain operasi pengangkatan usus buntu yaitu dengan cara bedah
laparoskopi. Operasi ini dilakukan dengan bantuan video camera yang
dimasukkan ke dalam rongga perut sehingga jelas dapat melihat dan
melakukan appendektomi dan juga dapat memeriksa organ-organ di dalam
perut lebih lengkap selain apendiks. Keuntungan bedah laparoskopi ini
selain yang disebut diatas, yaitu luka operasi lebih kecil, biasanya antara
satu dan setengah sentimeter sehingga secara kosmetik lebih baik

Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa
perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami
perdindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks,
sekum, dan letak usus halus.
Komplikasi usus buntu juga dapat meliputi infeksi luka, perlengketan,
obstruksi usus, abses abdomen/pelvis, dan jarang sekali dapat
menimbulkan kematian.
Selain itu, terdapat komplikasi akibat tidakan operatif. Kebanyakan
komplikasi yang mengikuti apendisektomi adalah komplikasi prosedur
intraabdomen dan ditemukan di tempat-tempat yang sesuai, seperti: infeksi
luka, abses residual, sumbatan usus akut, ileus paralitik, fistula tinja
eksternal, fistula tinja internal, dan perdarahan dari mesenterium apendiks.

Prognosis
23

Kebanyakan pasien setelah operasi appendektomi sembuh spontan tanpa


penyulit, namun komplikasi dapat terjadi apabila pengobatan tertunda atau
telah terjadi peritonitis/peradangan di dalam rongga perut. Cepat dan
lambatnya penyembuhan setelah operasi usus buntu tergantung dari usia
pasien, kondisi, keadaan umum pasien, penyakit penyerta misalnya
diabetes mellitus, komplikasi dan keadaan lainya yang biasanya sembuh
antara 10 sampai 28 hari.
Alasan adanya kemungkinan ancaman jiwa dikarenakan peritonitis di
dalam rongga perut ini menyebabkan operasi usus buntu akut/emergensi
perlu dilakukan secepatnya. Kematian pasien dan komplikasi hebat jarang
terjadi karena usus buntu akut. Namun hal ini bisa terjadi bila peritonitis
dibiarkan dan tidak diobati secara benar .

Anda mungkin juga menyukai

  • Surat Permohonan 1
    Surat Permohonan 1
    Dokumen1 halaman
    Surat Permohonan 1
    Rizka Karina Mayang Sari
    Belum ada peringkat
  • Referat Thanatologi
    Referat Thanatologi
    Dokumen56 halaman
    Referat Thanatologi
    Rizka Karina Mayang Sari
    Belum ada peringkat
  • Referat Thanatologi
    Referat Thanatologi
    Dokumen56 halaman
    Referat Thanatologi
    Rizka Karina Mayang Sari
    Belum ada peringkat
  • Surat Permohonan 1
    Surat Permohonan 1
    Dokumen1 halaman
    Surat Permohonan 1
    Rizka Karina Mayang Sari
    Belum ada peringkat
  • Peran Manajemen Logistik
    Peran Manajemen Logistik
    Dokumen19 halaman
    Peran Manajemen Logistik
    Rizka Karina Mayang Sari
    Belum ada peringkat
  • 1
    1
    Dokumen3 halaman
    1
    Rizka Karina Mayang Sari
    Belum ada peringkat
  • Tugas Pak Imam Gizi
    Tugas Pak Imam Gizi
    Dokumen5 halaman
    Tugas Pak Imam Gizi
    Rizka Karina Mayang Sari
    Belum ada peringkat
  • Pengelolaan Barang Inventaris & Logistik
    Pengelolaan Barang Inventaris & Logistik
    Dokumen39 halaman
    Pengelolaan Barang Inventaris & Logistik
    Rizka Karina Mayang Sari
    Belum ada peringkat
  • Referat Thanatologi
    Referat Thanatologi
    Dokumen56 halaman
    Referat Thanatologi
    Rizka Karina Mayang Sari
    Belum ada peringkat
  • Case Kulit
    Case Kulit
    Dokumen29 halaman
    Case Kulit
    Rizka Karina Mayang Sari
    Belum ada peringkat
  • Laporan Ksus Tiara KH
    Laporan Ksus Tiara KH
    Dokumen49 halaman
    Laporan Ksus Tiara KH
    Tiara Khairina
    Belum ada peringkat
  • Sken B Blok 17a
    Sken B Blok 17a
    Dokumen50 halaman
    Sken B Blok 17a
    Rizka Karina Mayang Sari
    Belum ada peringkat
  • Tugas IKM Resy Shafira (712019044)
    Tugas IKM Resy Shafira (712019044)
    Dokumen42 halaman
    Tugas IKM Resy Shafira (712019044)
    Rizka Karina Mayang Sari
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus TBC
    Laporan Kasus TBC
    Dokumen2 halaman
    Laporan Kasus TBC
    Rizka Karina Mayang Sari
    Belum ada peringkat
  • Pedoman ANC Terpadu
    Pedoman ANC Terpadu
    Dokumen40 halaman
    Pedoman ANC Terpadu
    bayu rahmanto
    90% (21)
  • KKN Eci 2
    KKN Eci 2
    Dokumen7 halaman
    KKN Eci 2
    Rizka Karina Mayang Sari
    Belum ada peringkat
  • Hidrokel Lapsus
    Hidrokel Lapsus
    Dokumen77 halaman
    Hidrokel Lapsus
    Rizka Karina Mayang Sari
    Belum ada peringkat
  • Lapjag 28-10-2018 Fixx
    Lapjag 28-10-2018 Fixx
    Dokumen24 halaman
    Lapjag 28-10-2018 Fixx
    Rizka Karina Mayang Sari
    Belum ada peringkat
  • Referat Bab 1
    Referat Bab 1
    Dokumen2 halaman
    Referat Bab 1
    Didit Agus
    Belum ada peringkat
  • Makalah ANC
    Makalah ANC
    Dokumen12 halaman
    Makalah ANC
    WidyaMariskaRamadhania
    Belum ada peringkat
  • BAB II Baru PDF
    BAB II Baru PDF
    Dokumen21 halaman
    BAB II Baru PDF
    albertjeo
    Belum ada peringkat
  • Lapjag 26-10-2018 Fixx
    Lapjag 26-10-2018 Fixx
    Dokumen8 halaman
    Lapjag 26-10-2018 Fixx
    Rizka Karina Mayang Sari
    Belum ada peringkat
  • Hidrokel DD
    Hidrokel DD
    Dokumen2 halaman
    Hidrokel DD
    Rizka Karina Mayang Sari
    Belum ada peringkat
  • Referat Cover
    Referat Cover
    Dokumen6 halaman
    Referat Cover
    Rizka Karina Mayang Sari
    Belum ada peringkat
  • Kirim
    Kirim
    Dokumen2 halaman
    Kirim
    Rizka Karina Mayang Sari
    Belum ada peringkat
  • Jawaban Echih
    Jawaban Echih
    Dokumen6 halaman
    Jawaban Echih
    Rizka Karina Mayang Sari
    Belum ada peringkat
  • Referat Bab 3
    Referat Bab 3
    Dokumen3 halaman
    Referat Bab 3
    Didit Agus
    Belum ada peringkat
  • Asdadadd
    Asdadadd
    Dokumen5 halaman
    Asdadadd
    Rizka Karina Mayang Sari
    Belum ada peringkat
  • Timeline Perjalanan Penyakit Pasien
    Timeline Perjalanan Penyakit Pasien
    Dokumen1 halaman
    Timeline Perjalanan Penyakit Pasien
    Rizka Karina Mayang Sari
    Belum ada peringkat
  • Cover Fatahilla
    Cover Fatahilla
    Dokumen4 halaman
    Cover Fatahilla
    Rizka Karina Mayang Sari
    Belum ada peringkat