Anda di halaman 1dari 56

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Semua makhluk hidup termasuk manusia mengalami siklus kehidupan,
yaitu berawal dari proses pembuahan, kelahiran, kehidupan didunia, dan diakhiri
dengan kematian. Kematian dianggap sebagai peristiwa luar biasa yang
membatasi kehidupan manusia, dan dapat berpengaruh besar terhadap individu
tersebut. Dari berbagai siklus kehidupan di atas, kematian merupakan salah satu
yang masih mengandung misteri yang sangat besar. Untuk dapat memperkirakan
saat kematian perlu diketahui perubahan- perubahan yang terjadi pada tubuh sese-
orang yang meninggal dunia (jenazah), dan juga faktor-faktor yang turut berperan
dalam terjadinya perubahan tersebut. Mati merupakan masalah yang sudah pasti
terjadi pada setiap mahluk hidup, tetapi saat terjadinya tidak pernah diketahui
dengan tepat.

Thanatologi merupakan ilmu yang mempelajari segala macam aspek yang


berkaitan dengan kematian. Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal
secara klinis pada seseorang berupa tanda kematian, yaitu perubahan yang terjadi
pada tubuh mayat. Kegunaan thanatologi antara lain memastikan kematian klinis,
memperkirakan sebab kematian, memperkirakan saat kematian dan
memperkirakan cara kematian. Dalam thanatologi kematian dapat dibagi menjadi
dua fase, yaitu somatic death (kematian somatik) dan biological death (kematian
biologik). Kematian somatik merupakan fase kematian dimana tidak didapati
tanda- tanda kehidupan lagi, seperti denyut jantung dan gerakan pernapasan, suhu
badan menurun, dan tidak adanya aktivitas listrik otak pada rekaman EEG.
Setelah dua jam, kematian somatik akan diikuti kematian biologik yang ditandai
dengan kematian sel.

Setelah terjadi kematian maka akan terdapat beberapa perubahan pada tubuh.
Perubahan tersebut dapat timbul dini pada saat meninggal atau beberapa saat
setelah meninggal atau beberapa menit kemudian, misalnya kerja jantung dan
peredaran darah berhenti, pernafasan berhenti, refleks cahaya dan kornea mata
hilang, kulit pucat dan relaksasi otot. Setelah beberapa waktu timbul perubahan
pasca mati yang jelas dan dapat digunakan untuk mendiagnosis kematian lebih
pasti (termasuk lama waktu kematian).

Kematian bukan hanya masalah medis dan sosial, namun juga merupakan
masalah hukum yang teramat penting. Perkiraan saat kematian akan membantu
penyidik untuk membuka identitas pembunuh, dan memberi petunjuk mengenai
dimana sebenarnya tempat kejadian perkara. Sertifikasi kematian oleh dokter juga
akan membantu keluarga almarhum untuk memperoleh hak hukumnya, seperti
asuransi, perubahan status perkawinan dan kepentingan hukum lainnya.
Pemahaman dasar-dasar perkiraan saat kematian menjadi kepentingan setiap
dokter dalam melaksanakan tugasnya. Atas dasar tersebut, penulis mengharapkan
melalui tulisan ini dapat menambah pengetahuan tentang ilmu thanatologi.

1.2 Tujuan
1. Apa definisi dari thanatologi?
2. Apa saja jenis dari thanatologi?
3. Bagaimana kriteria diagnostik dalam kematian?
4. Apa saja perubahan-perubahan yang terjadi setelah kematian?
5. Apa saja faktor yang mempengaruhi perubahan setelah kematian?

Definisi
Tanatologi berasal dari kata thanatos (yang berhubungan dengan kematian) dan
logos (ilmu). Tanatologi secara istilah dapat diartikan sebagai bagian dari Ilmu
Kedokteran Forensik yang mempelajari kematian dan perubahan yang terjadi
setelah kematian serta faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut.4
Thanatologi merupakan ilmu yang mempelajari segala macam aspek yang
berkaitan dengan kematian. Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal
secara klinis pada seseorang berupa tanda kematian, yaitu perubahan yang terjadi
pada tubuh mayat.4

Fungsi
Manfaat tanatologi ini antara lain untuk dapat menetapkan hidup atau matinya
korban, memperkirakan lama kematian korban, dan menentukan wajar atau tidak
wajarnya kematian korban. Menetapkan apakah korban masih hidup atau telah
mati dapat kita ketahui dari masih adanya tanda kehidupan dan tanda - tanda
kematian. Tanda kehidupan dapat kita nilai dari masih aktifnya siklus oksigen
yang berlangsung dalam tubuh korban. Sebaliknya, tidak aktifnya siklus oksigen
menjadi tanda kematian. Adapun fungsi utamanya yaitu:4
Membantu penegak hukum apakah hukum yang diselidiki termasuk pidana atau
perdata
Membantu penegak hukum bagaimana proses pidana terjadi (Kapan dilakukan,
dengan apa dilakukan, bagaimana cara melakukan, apa akibatnya)
Mengetahui identitas korban
Identitas pelaku

2.3. Pedoman
KUHAP : Pasal 1 butir 28
“Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang
memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat
terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.”

KUHAP Pasal 133 ayat 1

“Dalam hal peyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang


korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa
yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan
keterangan ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya”

KUHAP Pasal 179 ayat 1

“Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran


kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan
ahli demi keadilan.”

2.4. Tanda Pasti Kematian


Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada
seseorang berupa tanda kematian yang perubahannya biasa timbul dini pada
saat meninggal atau beberapa menit kemudian. Perubahan tersebut dikenal
sebagai tanda kematian yang nantinya akan dibagi lagi menjadi tanda
kematian pasti dan tanda kematian tidak pasti.4
Tanda yang segera dikenali dikenali setelah setelah kematian kematian;
Berhentinya sirkulasi darah
Dengan berhentinya berhentinya jantung jantung berdenyut berdenyut maka aliran
darah dalam arteri juga berhenti berhenti. Denyut nadi tidak dapat lagi diraba dan
pada auskultasi auskultasi juga tidak dapat didengar didengar bunyi jantung
jantung.
2. Berhentinya pernafasan
Tanda-tanda kematian setelah beberapa saat kemudian: kematian setelah
beberapa saat kemudian:
Perubahan pada mata
Perubahan pada kulit
Perubahan temperatur tubuh
Suhu tubuh pada orang yang sudah meninggal meninggal perlahan perlahan-lahan
akan sama dengan suhu lingkungannya lingkungannya karena mayat tersebut
tersebut akan melepaskan melepaskan panas dan suhunya suhunya menurun
menurun. Kecepatan Kecepatan penurunan penurunan suhu pada mayat
bergantung bergantung kepada suhu lingkungan lingkungan dan suhu mayat tu
sendiri sendiri. Pada iklim yang dingin maka penurunan penurunan suhu mayat
berlangsung berlangsung cepat.
Menurut Menurut Sympson Sympson (Inggeris), (Inggeris), menyatakan
menyatakan bahwa dalam keadaan keadaan biasa tubuh yang tertutup tertutup
pakaian pakaian mengalami mengalami penurunan penurunan temperatur
temperatur 2,50 F setiap jam pada enam jam pertama pertama dan 1,6-2 0 F pada
enam jam berikutnya, berikutnya, maka dalam 12 jam suhu tubuh akan sama
dengan suhu sekitarnya.7
Lebam mayat
Lebam mayat terjadi akibat terkumpulnya darah pada jaringan kulit dan subkutan
disertai pelebaran pembuluh kapiler pada bagian tubuh yang letaknya rendah atau
bagian tubuh yang tergantung. Keadaan ini memberi gambaran berupa warna
ungu kemerahan.6
Kaku mayat
Tanda-tanda kematian setelah selang waktu yang lama:
Proses pembusukan
Perubahan Perubahan warna. Perubahan Perubahan ini pertama pertama
kali tampat pada fossa iliaka kanan dan kiri berupa warna hijau kekuningan,
kekuningan, disebabkan disebabkan oleh perubahan perubahan hemoglobin
hemoglobin menjadi menjadi sulfmethemoglobin sulfmethemoglobin. Perubahan
Perubahan warna ini juga tampak pada seluruh seluruh abdomen, abdomen,
bagian depan genitalia genitalia eksterna, eksterna, dada, wajah dan leher. Dengan
semakin semakin berlalunya berlalunya waktu maka warnanya warnanya menjadi
menjadi semakin semakin ungu. Jangka waktu mulai terjadinya terjadinya
perubahan perubahan warna ini adalah 6-12 jam pada musim panas dan 1-3 hari
pada musin dingin.7
Perubahan Perubahan warna tersebut tersebut juga diikuti diikuti dengan
pembengkakan pembengkakan mayat. Otot sfingter sfingter mengalami
mengalami relaksasi relaksasi sehingga sehingga urin dan faeses keluar. Lidah
juga terjulur terjulur. Bibir menebal, menebal, mulut membuka membuka dan
busa kemerahan kemerahan bisa terlihat terlihat keluar dari rongga mulut. Mayat
berbau tidak enak disebabkan disebabkan oleh adanya gas pembusukan
pembusukan. Gas ini bisa terkumpul terkumpul pada suatu rongga sehingga
sehingga mayat menjadi menjadi tidak mirip dengan korban sewaktu sewaktu
masih hidup. Gas ini selanjutnya selanjutnya juga bisa membentuk membentuk
lepuhan lepuhan kulit.7
Saponifikasi atau adiposera
Fenomena ini terjadi terjadi pada mayat yang tidak mengalami mengalami
proses pembusukan pembusukan yang biasa. Melainkan Melainkan mengalami
mengalami pembentukan pembentukan adiposera adiposera. Adiposera Adiposera
merupakan merupakan subtansi subtansi yang mirip seperti seperti lilin yang
lunak, licin dan warnanya warnanya bervariasi bervariasi mulai dari putih keruh
sampai coklat tua. Adiposera Adiposera mengandung mengandung asam lemak
bebas, yang dibentuk dibentuk melalui melalui proses hidrolisa hidrolisa dan
hidrogenasi hidrogenasi setelah setelah kematian kematian.9
Adanya enzim bakteri bakteri dan air sangat penting penting untuk
berlangsungnya berlangsungnya proses tersebut tersebut. Dengan demikian,
demikian, maka adiposera adiposera biasanya biasanya terbentuk terbentuk pada
mayat yang terbenam terbenam dalam air atau rawa-rawa. Lama pembentukan
pembentukan adiposera adiposera ini juga bervariasi, bervariasi, mulai dari 1
minggu sampai 10 minggu. Kepentingan Kepentingan medikolegal medikolegal
dari adiposere adiposere adalah dapat menunjukkan menunjukkan tempat
kematian kematian (kering, (kering, panas atau tempat basah).9
Mumifikasi
Mayat mengalami mengalami pengawetan pengawetan akibat proses
pengeringan pengeringan dan penyusutan penyusutan bagian-bagian tubuh. Kulit
menjadi menjadi kering, kering, keras dan menempel menempel pada tulang
kerangka kerangka. Mayat menjadi menjadi lebih tahan dari pembusukan
pembusukan sehingga sehingga masih jelas menunjukkan menunjukkan ciri-ciri
seseorang seseorang. 9
Fenomena ini terjadi terjadi pada daerah yang panas dan lembab, lembab,
di mana mayat dikuburkan dikuburkan tidak begitu dalam dan angin yang panas
selalu bertiup bertiup sehingga sehingga mempercepat mempercepat penguapan
penguapan cairan tubuh. Lama terjadinya terjadinya mummifikasi mummifikasi
adalah antara 4 bulan sampai beberapa beberapa tahun. Kepentingan Kepentingan
medikolegal medikolegal dari mummfikasi mummfikasi adalah dapat
menunjukkan menunjukkan tempat kematian kematian (kering, panas atau tempat
basah).9

Test Untuk Mengetahui Fungsi Paru-paru


AUSKULTASI
TEST WINSLOW
TEST CERMIN
TEST BULU BURUNG
Test Untuk Mengetahui Fungsi Jantung
Auskultasi
Test Magnus
Pada pangkal pangkal jari diberi ikatan yang cukup kuat untuk menghambat
menghambat aliran darah vena tetapi tidak sampai menghambat menghambat
sirkulasi sirkulasi arteri. Warna jari tersebut tersebut akan tetap putih jika sirkulasi
sirkulasi darah sudah berhenti berhenti.
Test Icard
Jika pada orang yang masih hidup disuntikkan disuntikkan zat floresen floresen
secara hipodermis, hipodermis, maka warna kulit sekitarnya sekitarnya akan
terlihat terlihat kehijauan kehijauan. Pada orang yang sudah meninggal meninggal
di amna tidak ada lagi sirkulasi sirkulasi darah, hal diatas tidak akan terjadi
terjadi.
Pada kasus kematian, kematian, berhentinya berhentinya sirkulasi sirkulasi dan
pernafasan pernafasan saja belum tentu cukup memastikan memastikan bahwa
orang tersebut tersebut sudah meninggal meninggal. Beberapa Beberapa kasus
pernah dilaporkan dilaporkan di mana sirkulasi sirkulasi dan pernafasan
pernafasan telah berhenti berhenti untuk beberapa beberapa waktu (dari beberapa
beberapa detik sampai sekitar sekitar setengah setengah jam), tetapi orangnya
orangnya masih hidup dan tubuhnya tubuhnya kembali kembali berfungsi
berfungsi dengan baik

DAFTAR PUSTAKA

4. Sampurna, Budi, et al. 2003. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta : Universitas


Indonesia.
5. Eng, V dan Oktavinda S. 2014. Tanatologi dalam Kapita Selekta Kedokteran
edisi . Jakarta: Media Aesculapius.
6. Thanos C.A, Djemi T, dan Nola T.S.M. 2016. Livor mortis pada Keracunan
insektisida golongan organofosfat di kelinci. Jurnal e-Clinic (eCI), Volume
4, Nomor 1, Januari-Juni 2016
7. Bardale, R. 2011. Principle of Forensic Medicine and Toxicology. New Delhi:
Jaypee Brother Medical Publisher
8. Tsokos M, eds. Postmortem Changes and Artifacts Occurring During the Early
Postmortem Interval. In: Forensic Pathology Reviews Vol 3. Germany :
Humana Press;2005. p: 189-235.
9. Payne, J. Simpson’s Forensic medicine 13th edition. London : Hodder Arnold
An Hachette UK Company; 2011. P 46
2.1 Kegunaan Thanatologi

Kegunaan Thanatologi dalam bidang forensik adalah sebagai penentu

diagnosis kematian, penentu saat kematian, perkiraan sebab kematian dan

perkiraan cara kematian.1

2.1.1 Penentu Diagnosis Kematian

Menentukan kematian seseorang tidaklah sulit sehingga orang awam

(termasuk penegak hukum) dapat melakukannya, tetapi juga tidak selalu mudah

sehingga kadang-kadang dokter pun dapat melakukan kesalahan. Oleh karena itu,

ilmu ini perlu dipahami sungguh-sungguh agar tidak terjadi kesalahan dalam

menegakkan diagnosis kematian.1,2

Thanatologi juga perlu dipelajari oleh penegak hukum sebab dalam

pemeriksaan tempat kejadian perkara (TKP) tidak tertutup kemungkinan

menemukan korban yang ada masih dalam keadaan hidup meskipun terlihat tidak

bergerak seperti mati.1.2

Dalam situasi seperti ini penentuan kematian dapat dilakukan dengan

menggunakan tanda-tanda pasti kematian, antara lain :

· Lebam mayat
· Kaku mayat

· Pembusukan

Jika tanda-tanda pasti kematian tidak ditemukan maka korban harus

dianggap masih dalam keadaan hidup sehingga perlu mendapatkan pertolongan

(misalnya dengan melakukan pernafasan bantuan) sampai menunjukkan tanda-

tanda kehidupan atau sampai munculnya tanda pasti kematian yang paling awal,

yaitu lebam mayat.1,2

2.1.2 Penentu Saat Kematian

Sehubungan dengan alibi seseorang, pemeriksaan forensik untuk

menentukan saat kematian korban menjadi sangat penting sebab dapat tidaknya

seseorang diperhitungkan sebagai pelaku pembunuhan tergantung dari

keberadaannya ketika tindak pidana itu terjadi. Tidaklah logis seseorang dituduh

membunuh jika pada saat dilakukannya tindak pidana berada di tempat yang

sangat jauh.1,2

Perubahan eksternal maupun internal yang terjadi pada tubuh seseorang

yang sudah meninggal dunia dapat digunakan sebagai bahan kajian untuk

memperkirakan saat terjadinya kematian meskipun sebenarnya interval dari

variasi terjadinya perubahan-perubahan itu sangat luas.1,2

Perubahan-perubahan yang dapat dijadikan bahan kajian tersebut terdiri

atas:

a. Perubahan eksternal, antara lain :


- Penurunan suhu

- Lebam mayat

- Kaku mayat

- Pembusukan

- Timbulnya larva

Menurut penelitian Madea dan Henbge (2004) metode yang digunakan

untuk menentukan saat kematian dapat berdasarkan dari tanda-tanda kematian

seperti livor mortis dan rigor mortis.

b. Perubahan internal, antara lain :

- Kenaikan Potasium pada cairan bola mata

- Kenaikan non protein nitrogen dalam darah

- Kenaikan ureum darah

- Penurunan kadar gula darah

- Kenaikan kadar dekstrose pada vena cava inferior

2.1.3 Perkiraan Sebab Kematian

Perubahan tidak lazim yang ditemukan pada tubuh mayat sering dapat

memberi petunjuk tentang sebab kematiannya. 1,2

- Perubahan warna lebam mayat menjadi :

o Merah cerah (cherry-red) memberi petunjuk keracunan Carbo

Monoksida (CO).

o Coklat memberi petunjuk keracunan Potasium Chlorate.

o Lebih gelap, memberi petunjuk kekurangan oksigen.


Keluarnya urine, faeces atau vomitus memberi petunjuk adanya relaksasi

sphincter akibat kerusakan otak, anoksia atau kejang-kejang. 1,2

2.1.4 Perkiraan Cara Kematian

Perubahan yang terjadi pada tubuh mayat juga dapat memberi petunjuk

cara kematiaannya seperti distribusi lebam mayat dapat memberi petunjuk apakah

yang bersangkutan mati bunuh diri atau karena pembunuhan. 1,2

Pada mayat dari orang yang mati akibat gantung diri (bunuh diri dengan

cara menggantung) biasanya didapati lebam mayat pada ujung kaki, ujung tangan

atau alat kelamin laki-laki. Jika disamping itu juga ditemukan lebam mayat di

tempat lain maka hal itu dapat dipakai sebagai petunjuk cara kematiannya karena
akibat pembunuhan

Gambar 1. perubahan postmortem yang dapat menentukan waktu

kematian3
2.2 Perubahan – perubahan Postmortem

Perubahan yang terjadi setelah kematian dibagi menjadi tiga jenis

berdasarkan waktu terjadinya.yaitu early (immediete), early (non immediete) dan

late changes. Berikut adalah perubahan yang terjadi paska kematian : 3,5-6

· Early changes (immediete) of death : Berhentinya system pernapasan,

berhentinya system sirkulasi, relaksasi muskulus, menghilangnya

reflex, kulit pucat, pupil dilatasi

· Early changes (not immediate) of death : Livor mortis, rigor mortis,

algor mortis.

· Late changes of death : Pembusukan dan modifikasinya, skeletonisasi

2.2.1 Perubahan Kulit Muka

Perubahan paska kematian yang dapat terlihat adalah perubahan yang

terjadi pada kulit muka. Perubahan kulit muka terjadi akibat berhentinya sirkulasi

darah maka darah yang berada pada kapiler dan venula di bawah kulit muka akan

mengalir ke bagian yang lebih rendah sehingga warna raut muka menjadi lebih

pucat. Pada mayat dari orang yang mati akibat kekurangan oksigen atau

keracunan zat – zat tertentu (misalnya keracunan karbon monoksida) warna

semula dari raut muka akan bertahan lama dan tidak cepat menjadi pucat.3

2.2.2 Relaksasi Otot

2.2.2.1 Relaksasi Prmer


Pada saat mati sampai beberapa saat sesudahnya, otot-otot polos akan

mengalami relaksasi sebagai akibat dari hilangnya tonus. Relaksasi pada stadium

itu disebut relaksasi primer. 1 Relaksasi perimortal didapatkan 2 – 3 jam

setelah kematian. Sel-sel jaringan otot masih hidup. Peristaltik usus positif

atau masih bergerak. Leukosit darah masih bergerak. Pupil masih bereaksi.

Pada fase ini otot sudah tidak memiliki rangsangan dari sistem saraf pusat. Akibat

tidak adanya impuls listrik darisistem saraf pusat maka tidak ada lagi koordinasi

otot-otot tubuh yang selalu berusaha menjaga keseimbangan dalam segala posisi

tubuh. Jutaan sel serabut otot yang selalu berada dalam keadaan siaga dengan

selalu menjaga posisi kontraksi dan relaksasi yang serasi sehingga kestabilan

tubuh selalu terjaga dalam segala posisi tersebut hilang dengan tidak

berfungsinya sistem saraf. Akibat dari peristiwa ini adalah terjadi relaksasi pada

seluruh otot tubuh yang tampak sebagai relaksasi primer. Sehingga tampak

rahang bawah akan melorot menyebabkan mulut terbuka, dada kolap dan bila

tidak ada yang menyangga anggota tubuh akan jatuh kebawah. Relaksasi yang

terjadi pada otot-otot muka akan mengesankan lebih muda dari umur yang

sebenarnya, sedang relaksasi pada otot polos akan mengakibatkan iris dan spingter

ani mengalami dilatasi. Oleh sebab itu jika ditemukan dilatasi pada anus, harus

hati-hati untuk menyimpulkan sebagai akibat hubungan seksual per ani. Pada fase

ini kematian sel belum terjadi sempurna. Korban masih dalam pengertian mati

somatik.3,5
Gambar 2. Pemeriksaan Eksitasi Elektrik Muskulus Orbicularis Oculi

(atas) dan Muskulus Orbicularis Oris (bawah)6

2.2.2.2 Relaksasi Sekunder

Rigor mortis menghilang secara bertahap sesuai urutan timbulnya.

Relaksasi sekunder ini terjadi karena mulai terjadi lisis dari sel-sel otot akibat
proses pembusukan. Hancurnya sel otot, jaringan otot membuat tulang-tulang

tidak lagi dipertahankan posisinya, kecuali akan dijatuhkan posisinya karena

adanya gaya berat otot dan tulang akibat daya tarik grafitasi.3,5

2.2.3 Perubahan Pada Mata

Perubahan pada mata. Bila mata terbuka pada atmosfer yang kering, sklera

di kiri-kanan kornea akan berwarna kecoklatan dalam beberapa jam berbentuk

segitiga dengan dasar di tepi kornea (taches noires sclerotique). Kekeruhan

kornea terjadi lapis demi lapis. Kekeruhan yang terjadi pada lapis terluar dapat

dihilangkan dengan meneteskan air, tetapi kekeruhan yang yang telah mencapai

lapisan lebih dalam tidak dapat dihilangkan dengan tetesan air. Kekeruhan yang

menetap ini terjadi sejak kira-kira 6 jam pasca mati.3,7

Gambar 3. Taches noires sclerotique6

Baik dalam keadaan mata terbuka maupun tertutup, kornea menjadi keruh

kira-kira 10-12 jam pasca mati dan dalam beberapa jam saja fundus tidak tampak
jelas. Setelah kematian tekanan bola mata menurun, memungkinkan distorsi pupil

pada penekanan bola mata. Tidak ada hubungan antara diameter pupil dengan

lamanya mati. Perubahan pada retina dapat menunjukkan saat kematian hingga 15

jam pasca mati. HIngga 30 menit pasca mati tampak kekeruhan makula dan mulai

memucatnya diskus optikus. Kemudian hingga 1 jam pasca mati, makula lebih

pucat dan tepinya tidak tajam lagi.3,7

Selama dua jam pertama pasca mati, retina pucat dan daerah sekitar diskus

menjadi kuning. Warna kuning juga tampak disekitar makula yang menjadi lebih

gelap. Pada saat itu pola vaskular koroid yang tampak sebagai bercak-bercak

dengan latar belakang merah dengan pola segmentasi yang jelas, tetapi pada kira-

kira 3 jam pasca mati menjadi kabur dan setelah 5 jam menjadi homogen dan

lebih pucat. Pada kira-kira 6 jam pasca mati, batas diskus kabur dan hanya

pembuluh-pembuluh besar yang mengalami segmentasi yang dapat dilihat dengan

latar belakang kunig-kelabu. Dalam waktu 7-10 jam pasca mati akan mencapai

tepi retina dan batas diskus akan sangat kabur. Pada 12 jam pasca mati diskus

hanya dapat dikenali dengan adanya konvergensi beberapa segmen pembuluh

darah yang tersisa. Pada 15 jam pasca mati tidak ditemukan lagi gambaran

pembuluh darah retina dan diskus, hanya makula saja yang tampak berwarna

coklat gelap.1,3
Gambar 4. Pemeriksaan stimulus kimia pada pupil mata, kanan miosis, kiri

midriasis.6

Perubahan pada mata juga meliputi hilangnya reflek kornea dan reflek

cahaya. Hilangnya reflek cahaya bersamaan dengan proses terjadinya iskemia

pada batang otak. Dalam hal ini iris masih dapat bereaksi terhadap rangsang
(dalam waktu 4 jam setelah kematian), namun reflek sudah negatif. Hilangnya

reflek kornea berhubungan dengan kegagalan proses lakrimasi.1,7

Pada pemeriksaan mata juga akan didapatkan midriasis akibat adanya

proses relaksasi. Beberapa pemeriksaan dapat dilakukan untuk melihat fungsi

jaringan pada mata pada awal kematian. Walaupun beberapa refleks menghilang,

namun sel-sel dalam jaringan mata masih hidup dan dapat distimulus dengan

rangsang listrik maupun kimia. Pada pemeriksaan kimia dapat digunakan zat

carbahol untuk miosis dan adrenalin HCl untuk midriasis pupil.1,3

2.2.4 Perubahan Suhu Tubuh

Pada saat sel masih hidup ia akan selalu menghasilkan kalor dan energi.

Kalor dan energi ini terbentuk melalui proses pembakaran sumber energi seperti

glukosa, lemak, dan protein. Sumber energi utama yang digunakan adalah glukosa.

Satu molekul glukosa dapat menghasilkan energi sebanyak 36 ATP yang nantinya

digunakan sebagai sumber energi dalam berbagai hal seperti transport ion,

kontraksi otot dan lain – lain. Energi sebanyak 36 ATP hanya menyusun sekitar

38% dari total energi yang dihasilkan dari satu molekul glukosa. sisanya sebesar

62% energi yang dihasilkan inilah yang dilepaskan sebagai kalor atau panas.1-3
Gambar 5. Metabolism Glukosa5

Sesudah mati, metabolism yang menghasilkan panas akan terhenti

sehingga suhu tubuh akan turun menuju suhu udara atau medium di sekitarnya.

Penurunan ini disebabkan oleh adanya proses radiasi, konduksi, dan pancaran

panad. Proses penurunan suhu pada mayat ini biasa disebut algor mortis. Algor

mortis ini merupakan salah satu perubahan yang dapat kita temukan pada mayat

yang sudah berada pada fase lanjut postmortem.3,5

Pada beberapa jam pertama, penurunan suhu terjadi sangat lambat dengan

bentuk sigmoid. Hal ini disebabkan ada 2 faktor, yaitu :3


1. Masih adanya sisa metabolism dalam tubuh mayat, yakni karena masih

adanya proses glikogenolisis dari cadangan glikogen yang disimpan di otot

dan hepar.

2. Perbedaan koefisien hantar sehingga butuh waktu mencapai tangga suhu.

Pada jam – jam pertama penurunannya sangat lambat tetapi sesudah itu

penurunan menjadi lebih cepat dan pada akhirnya menjadi lebih lambat kembali.

Jika dirata – rata maka penurunan suhu tersebut antara 0,9° sampai 1° Celcius atau

sekitar 1,5° Fahrenheit setiap jam, dengan catatan perubahan suhu dimulai dari

37° Celcius atau 98,4° Fahrenheit sehingga dengan dapat dirumuskan cara untuk

memperkirakan berapa jam mayat telah mati dengan rumus (98,6° F – suhu

rectal°F): 1,5°F. pengukuran dilakukan per rectal dengan menggunakan

thermometer kimia (long chemical thermometer).3,5,6

Gambar 6. Termometer digital rektal6


Gambar 7. Pengukuran Suhu Rektal pada Tubuh Mayat6

Terdapat dua hal yang mempengaruhi cepatnya penurunan suhu mayat ini yakni:1,3

1. Faktor internal

a. Suhu tubuh saat mati

Sebab kematian, misalnya perdarahan otak dan septikemia, mati

dengan suhu tubuh tinggi. Suhu tubuh yang tinggi pada saat mati ini

akan mengakibatkan penurunan suhu tubuh menjadi lebih cepat.

Sedangkan, pada hipotermia tingkat penurunannya menjadi

sebaliknya.

b. Keadaan tubuh mayat

Konstitusi tubuh pada anak dan orang tua makin mempercepat

penurunan suhu tubuh mayat. Pada mayat yang tubuhnya kurus,

tingkat penurunannya menjadi lebih cepat.

2. Faktor Eksternal
a. Suhu medium

Semakin besar selisih suhu antara medium dengan mayat maka

semakin cepat terjadinya penurunan suhu. Hal ini dikarenakan kalor

yang ada di tubuh mayat dilepaskan lebih cepat ke medium yang lebih

dingin.

b. Keadaan udara di sekitarnya

Pada udara yang lembab, tingkat penurunan suhu menjadi lebih besar.

Hal ini disebabkan karena udara yang lembab merupakan konduktor

yang baik. Selain itu, aliran udara juga makin mempercepat penurunan

suhu tubuh mayat.

c. Jenis medium

Pada medium air, tingkat penurunan suhu menjadi lebih cepat sebab

air merupakan konduktor panas yang baik sehingga mampu menyerap

banyak panas dari tubuh mayat.

d. Pakaian mayat

Semakin tipis pakaian yang dipakai maka penurunan suhu mayat

semakin cepat. Hal ini dikarenakan kontak antara tubuh mayat dengan

suhu medium atau lingkungan lebih mudah.

Dalam mengestimasi waktu lamanya kematian dapat menggunakan

normogram Henssgen. Menggunakan alat bantu ini dapat mempermudah dalam

memperkirakan kematrian lebih cepat dengan keakuratan mencapai 95%. Dalam

menggunakan normogram variabel yang diperlukan adalah suhu rektal, suhu


lingkungan dan berat badan mayat. Estimasi waktu ditentukan dengan membuat

titik pertemuan dari garis-garis yang menghubungkan variabel-variabel tersebut

terhadap garis diagonal utama.3,5,6

Tabel 1. Hanssgen Normogram untuk temperatur ambien dibawah 23ºC3


2.2.5 Lebam Mayat
Lebab mayat disebut juga Post Mortem Lividity, Post Mortem Suggilation,

Hypostasis, Livor Mortis, Stainning. Lebam mayat terbentuk bila terjadi

kegagalan sirkulasi darah dalam mempertahankan tekanan hidrostatik yang

menggerakan dara mencapai capillary bed di mana pembuluh-pembuluh darah

kecil afferent dan efferent saling berhubungan. Maka secara bertahap darah yang

mengalami stagnasi di dalam pembuluh vena besar dan cabang-cabangnya akan

dipengaruhi gravitasi dan mengalir ke bawah, ke tempat-tempat yang terendah

yang dapat dicapai. Dikatakan bahwa gravitasi lebih banyak mempengaruhi sel

darah merah tetapi plasma akhirnya juga mengalir ke bagian terendah yang

memberikan kontribusi pada pembentukan gelembung-gelembung di kulit pada

awal proses pembusukan.1-3

Adanya eritrosit di daerah yang lebih rendah akan terlihat di kulit sebagai

perubahan warna biru kemerahan. Oleh karena pengumpulan darah terjadi secara

pasif maka tempat-tempat di mana mendapatkan tekanan local akan menyebabkan

tertekannya pembuluh darah di daerah tersebut sehingga meniadakan terjadinya

lebam mayat yang mengakibatkan kulit di daerah tersebut berwarna lebih pucat.5

Lebam mayat ini biasanya timbul setengah jam sampai dua jam setelah

kematian, di mana setelah terbentuk hypostasis yang menetap dalam waktu 10-12

jam ternyata akan memberikan lebam mayat pada sisi yang berlawanan setelah

dilakukan reposisi pada tubuh dari pronasi ke supinasi (interpostmorchange).5

Lebam mayat ini biasanya berkembang secara bertahap dan dimulai

dengan timbulnya bercak-bercak yang berwarna keunguan dalam waktu kurang

dari setengah jam sesudah kematian di manana bercak-bercak ini intensitasnya


menjadi meningkat dan kemudian bergabung menjadi satu dalam beberapa jam

kemudian, di mana fenomena ini menjadi komplet dalam waktu kurang lebih 8-12

jam, pada waktu ini dapat dikatakan lebam mayat terjadi secara menetap.

Menetapnya lebam mayat ini disebabkan oleh karena terjadinya perembesan darah

ke dalam jaringan sekitar akibat rusaknya pembuluh darah akibat tertimbunnya

sel-sel darah dalam jumlah yang banyak, adanya proses hemolisa sel-sel darah dan

kekakuan otot-otot dinding pembuluh darah. Dengan demikian penekanan pada

daerah lebam yang dilakukan setelah 8-12 jam tidak akan menghilang. Hilangnya

lebam pada penekanan dengan ibu jari dapat memberikan indikasi bahwa suatu

lebam belum terfiksasi secara sempurna. Setelah 4 jam, kapirer-kapiler akan

mengalami kerusakan dan butir-butir darah merah juga akan rusak. Pigmen-

pigmen dari pecahan darah merah akan keluar dari kapiler yang rusak dan

mewarnai jaringan di sekitarnya sehingga menyebabkan warna lebam mayat akan

menetap serta tidak hilang jika ditekan dengan ujung atau jika posisi mayat

dibalik. Jika pembalikan posisi dilakukan setelah 12 jam dari kematiannya maka

lebam mayat baru tidak akan timbul pada posisi terendah, karena darah sudah

mengalami koagulasi.1-4
Gambar 8. Lebam Mayat yang belum menetap6

Gambar 9. Lebam Mayat yang sudah menetap6

Tabel 2. Perbedaan Lebam Mayat dengan Memar1-3,5

Sifat Lebam mayat Memar


Letak Epidermal, karena pelebaran Subepidermal, karena rupture pembuluh
pembuluh darah yang tampak darah yang letaknya bisa superficial atau
sampai ke permukaan kulit lebih dalam

Kutikula Tidak rusak Rusak


Lokasi Terdapat pada daerah yang luas, Terdapat di sekitar, bisa tampak di mana
terutama luka pada bagian tubuh saja pada bagian tubuh dan tidak meluas
letak rendah
Gambaran Tidak ada elevasi dari kulit Biasanya membengkak, karena ada
resapan darah dan edema

Pinggiran jelas Tidak jelas


Warna sama Memar yang lama warnanya bervariasi,
memar yang baru warna lebih tegas
daripada warnal lebam mayat
disekitarnya

Pada Darah tampak pembuluh darah Menunjukkan resapan darah ke jaringan


pemotongan dan mudah dibersihkan, jaringan sekitar, susah dibersihkanjika hanya
subkutan tampak pucat dengan air mengalir, jaringan subkutan
berwarna merah kehitaman

Dampak Akan hilang walaupun hanya Warnanya berubah sedikit saja bila diberi
setelah diberi penekanan yang ringan penekanan
penekanan

Fenomena lebam mayat yang menetap ini sifatnya lebih bersifat relative.

Perubahan lebam ini lebih mudah terjadi pada 6 jam pertama sesudah kematian,

bila telah terbentuk lebam primer kemudian dilakukan perubahan posisi maka

akan terjadi lebam sekunder pada posisi yang berlawanan. Distribusi dari lebam

mayat yang ganda ini adalah penting untuk menunjukan terlah terjadi manipulasi

posisi pada tubuh. Akan tetapi waktu yang pasti untuk terjadinya pergeseran

lebam ini adalah tidak pasti, Polson mengatakan “untuk menunjukan tubuh sudah
diubah dalam waktu 8 sampai 12 jam”, sedangkan Camps memberikan patokan

kurang lebih 10 jam.1-3,5

Akan tetapi pada kematian wajar pun darah dapat menjadi permanen

incoagulable oleh karena adanya aktifitas fibrinolisin yang dilepas ke dalam aliran

darah selama proses kematian. Sumber dari fibrinolisin ini tidak diketahui tetapi

kemungkinan berasal dari endothelium pembuluh darah, dan permukaan serosa

dari pleura. Aktifitas fibrinolosin ini nyata sekali pada kapiler-kapiler yang berisi

darah. Darah selalu ditemukan cair dalam venule dan kapiler, dan ini yang

bertanggung jawab terhadap lebam mayat.3

Akumulasi darah pada daerah yang tidak tertekan akan menyebabkan

pengendapan darah pada pembuluh darah kecil yang dapat mengakibatkan

pecahnya pembuluh darah kecil tersebut dan berkembang menjadi petechie

(tardieu`s spot) dan purpura yang kadang-kadang berwarna gelap yang

mempunyai diameter dari satu sampai beberapa millimeter, biasanya memerlukan

waktu 18 sampai 24 jam untuk terbentuknya dan sering diartikan bahwa

pembusukan sudah mulai terjadi. Fenomena ini sering terjadi pada asphyxia atau

kematian yang terjadinya lambat.1,3

2.2.6 Kaku Mayat

Kaku mayat atau rigor mortis adalah kekakuan yang terjadi pada otot yang

kadang-kadang disertai dengan sedikit pemendekan serabut otot, yang terjadi

setelah periode pelemasan atau relaksasi primer. Hal ini disebabkan karena

terjadinya perubahan kimiawi pada protein yang terdapat pada serabut-serabut

otot. Menurut Szen-Gyorgyi di dalam pembentukan kaku mayat peranan ATP


adalah sangat penting. Seperti diketahui bahwa serabut otot dibentuk oleh dua

jenis protein, yaitu aktin dan myosin, di mana kedua jenis protein ini bersama

dengan ATP membentuk suatu massa yang lentur dan dapat berkontraksi. Bila

kadar ATP menurun, maka akan terjadi perubahan pada akto-myosin, di mana

sifat lentur dan kemampuan untuk berkontraksi menghilang sehingga otot yang

bersangkutan akan menjadi kaku dan tidak dapat berkontraksi.8

Gambar 10. Fisiologi Kontraksi Otot5


Oleh karena kadar glikogen yang terdapat pada setiap otot itu berbeda-

beda, sehingga waktu terjadinya pemecahan glikogen menjadi asam laktat dan

energi sat terjadinya kematian somatic, dimana energi tersebut untuk resintesa

ATP, akan menyebabkan adanya perbedaan kadar ATP dalam setiap otot.

Keadaan tersebut dapat menerangkan mengapa kaku mayat akan mulai nampak

pada jaringan otot yang jumlah serabut ototnya sedikit. Atas dasar itulah mengapa

pada kematian karena infeksi, konvulsi kelelahan fisik serta keadaan suhu keliling

yang tinggi akan dapat mempercepat terbentuknya kaku mayat, demikian pula

pada mereka yang keadaan gizinya jelek akan lebuh cepat terjadi kaku mayat bila

dibandingkan korban yang mempunyai tubuh yang baik5,8

Gambar 11. Pemeriksaan Rigor Mortis pada Sendi Siku6


Gambar 12. Pemeriksaan Rigor Mortis pada Sendi Lutut6

Secara biokimiawi saat relaksasi primer, pH protoplasma sel otot masih

alkalis. Perubahan alkalis menjadi asam terjadi 2-6 jam kemuadian karena adanya

perubahan biokimia, yaitu glikogen menjadi asam sarkolaktik/fosfor. Perubahan

protoplasma menjadi asam menyebabkan otot menjadi kaku (rigor). Relaksasi

sekunder terjadi setelah ada perubahan biokimia, yaitu asam berubah menjadi

alkalis kembali saat terjadi pembusukan.5

Kaku mayat terjadi pada seluruh otot, baik otot lurik maupun otot polos

dan bila terjadi pada oto rangka, maka akan didapatkan suatu kekakuan yang

mirip atau menyeruoai papan sehingga dibutuhkan cukup tenaga untuk dapat

melawan kekakuan tersebut, bila hal ini terjadi otot dapat putus sehingga daerah

tersebut tidak mungkin lagi terjadi kaku mayat.7-10


Gambar 13. Kaku Mayat pada Lengan dan Leher.9

Kaku mayat mulai terdapat sekitar 2 jam post mortem dan mencapai

puncaknya setelah 10-12 jam post mortem, keadaan ini akan menetap selam 24

jam dan setelah 24 jam kaku mayat akan mulai menghilang sesuai dengan urutan

terjadinya yaitu dimulai dari otot-otot wajah, leher, lengan, dada, perut, dan

tungkai.8

Adanya kejanggalan dari postur pada mayat dimana kaku mayat telah

terbentuk dengan posisi sewaktu mayat ditemukan, dapat menjadi petunjuk bahwa

pada tubuh korban telah dipindahkan setelah mati. Ini mungkin dimaksudkan

untuk menutupu sebab kematian atau cara kematian yang sebenarnya.3,5,8


Gambar 14. Gambaran Kaku Mayat pada Mayat Baru9

Faktor-Faktor yang mempengaruhi kaku mayat: 1,3,5

a. Kondisi otot

- Persediaan glikogen

Cepat lambat kaku mayat tergantung persediaan glikogen otot. Pada

kondisi tubuh sehat sebelum meninggal, kaku mayat akan lambat dan

lama, juga pada orang yang sebelum mati banyak makan karbohidrat,

makan kaku mayat akan lambat.

- Gizi

Pada mayat dengan kondisi gizi jelek saat mati, kaku mayat akan cepat

terjadi.

- Kegiatan Otot

Pada orang yang melakukan kegiatan otot sebelum meninggal maka kaku

mayat akan terajadi lebih cepat.1,3

b. Usia

- Pada orang tua dan anak-anak lebih cepat dan tidak berlangsung lama.

- Pada bayi premature tidak terjadi kaku mayat, kaku mayat terjadi pada

bayi cukup bulan.

c. Keadaan lingkunan

- Keadaan kering lebih lambat daripada panas dan lembab


- Pada mayat dalam air dingin, kaku mayat akan cepat terjadi dan

berlangsung lama

- Pada udara suhu tinggi, kaku mayat akan terjadi lebih cepat dan singkat,

tetapi pada suhu rendah kaku mayat lebih lambat dan lama.

- Kaku mayat tidak terjadi pada suhu dibawah 10 derajat celcius kekakuan

yang terjadi pembekuan atau cold stiffening.

d. Cara kematian

- Pada mayat dengan penyakit kronis dan kurus, kaku mayat lebih cepat

terjadi dan berlangsung tidak lama.

- Pada mati mendadak, kaku mayat terjadi lebih lambat dan berlangsung

lebih lama.

Terdapat kekakuan pada mayat yang menyerupai kaku mayat:

- Cadaveric spasme (instantaneous rigor), adalah bentuk kekakuan otot yang

terjadi pada saat kematian dan menetap. Cadaveric spasme sesungguhnya

merupaka kaku mayat yang timbul dengan intensitas sangat kuat tanpa

didahului oleh relaksasi primer. Penyebabnya adalah akibat habisnya

cadangan glikogen dan ATP yang bersifat setempat pada saat mati klinis

karena kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum meninggal.

Kepentingan medikolegalnya adalah menunjukan sikap terakhir masa

hidupnya. Misalnya, tangan yang menggeggam erat benda yang diraihnya

pada kasus tenggelam, tamgam yang menggenggam pada kasus bunuh diri.3,6,9
Gambar 15. Cadaveric Spasme pada Korban Drowning6

Tabel 3. Perbedaan Antara Kaku Mayat dengan Spasme Kadaver5

Sifat Kaku mayat Spasme cadaver


Mulai timbul 1-2 jam setelah kematian Segera
Factor predisposisi negatif Kematian mendadak, aktivitas
berlebih, ketakutan, terlalu lelah

Otot yang tertekan Semua otot, termasuk volunteer Biasanya terbatas pada satu
dan involunter kelompok volunter

Kaku otot Tidak jelas, dapat dilawan Sangat jelas, perlu tenaga yang
dengan sedikit tenaga kuat untuk melawan kekakuannya
Kepentingan Untuk perkiraan waktu Menunjukkan cara kematian, yaitu
medikolegal kematian bunuh diri, pembunuhan, atau
kecelakaan

Suhu mayat dingin Hangat


Kematian sel ada Tidak ada
Rangsangan listrik Tidak ada respon otot Ada respon otot

- Heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas.

Otot-otot berwarna merah muda, kaku, tepi rapuh (mudah robek). Keadaan ini

dapat dijumpai pada korban mati terbakar. Pada saat stiffening serabut-

serabut ototnya memendek sehingga menimbulkan fleksi leher, siku, paha,

dan lutut, membentuk sikap petinju atau (pugilistic attitude). Perubahan sikap

ini tidak memberikan arti tertentu bagi sikap semasa hidup, itravitalitas,

penyebab atau cara kematian.

- Clod stiffening, yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan dingin (dibawah 3,5

C atau 40 F), sehingga terjadi pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan

sendi, pemadatan jaringan lemak subkutan dan otot, bila cairan sendi yang

membeku menyebabkan sendi tidak dapat digerakan. Bila sendi

dibengkokkan secara paksa maka akan terdengar suara es pecah dan mayat

yang kaku ini akan menjadi lemas kembali bila diletakan ditempat yang

hangat, kemudian rigor mortis akan terjadi dalam waktu yang sangat

singkat.3,5

Waktu terjadinya rigor mortis (kaku mayat) :1-5


o Kurang dari 3-4 jam post mortem: belum terjadi rigor mortis

o Lebih dari 3-4 ja post mortem: mulai terjadi rigor mortis

o Rigor mortis maksimal terjadi 12 jam setelah kematian

o Rogor mortis di pertahankan selama 12 jam

o Rigor mortis menghilang 24-36 jam post mortem

2.2.7 Pembusukan atau Modifikasinya

Pembusukan mayat nama lainnya dekomposisi dan putrefection.

Pembusukan adalah proses degradasi jaringan pada tubuh mayat yang terjadi

sebagai akibat proses autolisis dan aktivitas mikroorganisme, terutama

Clostridium welchii yang banyak terdapat di kolon.3

Autolisis adalah perlunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam

keadaan steril melalui proses kimia yang disebabkan oleh enzim-enzim

intraseluler, sehingga organ-organ yang kaya dengan enzim-enzim akan

mengalami proses autolisis lebih cepat daripada organ-organ yang tidak memiliki

enzim, dengan demikian pancreas akan mengalami autolisis lebih cepat daripada

organ-organ yang tidak memiliki enzim, dengan demikian pankreas akan

mengalami autolisis lebih cepat dari pada jantung. Proses autolisis ini tidak

dipengaruhi oleh mikroorganisme oleh karena itu pada mayat yang steril misalnya

mayat bayi dalam kandungan proses autolisis ini tetap terjadi. Proses autolisis

terjadi sebagai akibat dari pengaruh enzim yang dilepaskan pasca mati. Mula-

mula yang terkena adalah nukleoprotein yang terdapat pada kromatin dan sesudah

itu sitoplasmanya, kemudian dinding sel akan mengalami kehancuran sebagai


akibatnya jaringan akan menjadi lunak dan mencair. Pada mayat yang dibekukan

pelepasan enzim akan terhambat oleh pengaruh suhu yang rendah maka proses

autolisis ini akan dihambat demikian juga pada suhu tinggi enzim-enzim yang

terdapat pada sel akan mengalami kerusakan sehingga proses ini akan terhambat. 1-
3,6

Fase pembusukan pada manusia terbagi menjadi 5 fase yaitu fase fresh,

bloating, decay, postdecay, dan skeletal atau remain stage. Beberapa ahli

membagi fase decay menjadi active dan advance decay. Fase fresh dimulai segera

setelah meninggal duni sampai terjadinya bloating. Perubahan yang terjadi pada

fase fresh adalah munculnya warna kehijauan di perut kanan bawah, terjadinya

livor mortis, munculnya retak pada kulit, taches noires sclerotiques pada sclera

mata, dan hinggapnya lalat dan serangga pada lubang-lubang tubuh dan luka pada

tubuh. Fase bloating mulai proses dekomposisi dan puterifikasi tubuh oleh

mikroorganisme. Bakteri anaerob di intestinal mencerna jaringan yang

mengakibatnya terbentuknya gas H2S. gas tersebut menekan rongga abdomen

sehingga menggembung dan tubuh berubah menjadi “balloon-like appearance”.

Pada fase ini juga mulai terjadi metabolism oleh maggot yang menimbulkan

peningkatan suhu internl tubuh hingga jauh di atas suhu lingkungan. Pada fase ini

tercium bau amoniak yang kuat. Selain itu gas dalam tubuh juga mendorong isi

tubuh keluar seperti urin, feses, cairan pembusukan yang bercampur darah dan

hasil konsepsi melaui lubang-lubang tubuh. Pada fase decay terjadi perubahan

berupa skin slippage atau mengelupasmya lapisan terluar kulit, keluarnya gas dari

abdomen, tubuh mayat juga berbau pembusukan yang sangat menyengat, mulai
terinvasi larva dipteral. Pada fase ini semua jaringan lunak terdekomposisi oleh

larva hingga menyisakan kulit, kartilago dan tulang. Proses dekomposisi

selanjutnya oleh larva diptera hingga hanya menyisakan tulang yang bersih terjadi

pada fase postdecay. Pada fase ini mulai investasi larva calliphoride dan

sacnophagidae. Sedangkan yang terakhir fase skeletal tersisa tulang, gigi, dan

rambut yang dapat terdekomposisi setelah bertahun-tahun lamanya tergantung

faktor lingkungan tempat mayat berada.10,12

Gambar 16. Proses Awal Pembusukan Warna Kehijauan di Fosa Iliaca Kanan6

Setelah seseorang meninggal, maka semua sistem pertahanan tubuh akan

hilang, bakteri yang secara normal dihambat oleh jaringan tubuh akan segera

masuk ke jaringan tubuh melalui pembuluh darah, dimana darah merupakan

media yang terbaik bagi bakteri untuk berkembang biak. Bakteri ini menyebabkan

hemolisa, pencairan bekuan darah yang terjadi sebelum dan sesudah mati,

pencairan thrombus atau emboli, perusakan jaringan-jaringan dan pembentukan

gas pembusukan. Bakteri yang sering menyebabkan destruktif ini sebgaian besar

berasal dari usus dan yang paling utama adalah Clostridium welchii. Bakteri ini
berkembang biak dengan cepat sekali menuju ke jaringan ikat dinding perut yang

menyebabkan perubahan warna. Perubahan warna ini terjadi oleh karena reaksi

antara H2S (gas pembusukan yang terjadi dalam usus besar) dengan Hb dan Sulf-

Meth-Hb. Tanda pertama pembusukan baru dapat dilihat kira-kira 24 - 48 jam

pasca mati berupa warna kehijauan pada dinding abdomen bagian bawah, lebih

sering pada fosa iliaka kanan dimana isinya lebih cair, mengandung lebih banyak

bakteri dan letaknya yang lebih superfisial. Perubahan warna ini secara bertahap

akan meluas keseluruh dinding abdomen sampai ke dada dan bau busuknya mulai

tercium. Perubahan warna ini juga dapat dilihat pada permukaan organ dalam

seperti hepar, dimana hepar merupakan organ uang langsung kontak dengan kolon

transversum. Pada saat Clostridium welchii mulai tumbuh pada satu organ

parenkim, maka sitoplsama dari organ sel itu akan mengalami disintergrasi dan

nukleusnya akan dirusak sehingga sel menjadi lisis atau rhexis. Kemudian sel-sel

menjadi lepas sehingga jaringan kehilangan strukturnya.3,10,11

Gambar 17. Gambaran Marbling dan Bloating6


Bakteri ini kemudian masuk kedalam pembuluh darah dan berkembang

biak didalamnya yang menyebabkan hemolisa yang kemudian mewarnai dinding

pembuluh darah dan jaringan sekitarnya. Bakteri ini memproduksi gas-gas

pembusukan yang mengisi pembuluh darah yang menyebabkan pelebaran

pembuluh darah bserta cabang-cabangnya tampak lebih jelas seperti pohon gundul

(arborescent pattern atau arborescent mark) yang sering disebut marbling.

Bakteri pembusukan ini banyak terdapat dalam intestinal dan paru, maka

gambaran marbling ini jelas terlihat pada bahu, dada bagian atas, abdomen bagian

bawah dan paha.3,5,10

Gambar 18. Gambaran bula pembusukan pada kulit6

Secara mikroskopis bakteri dapat dilihat menggumpal pada rongga-

rongga jaringan dimana bakteri tersebut banyak memproduksi gelembung gas.

Ukuran gelembung gas yang tadinya kecil dapat cepat membesar menyerupai

honey combed appearance. Lesi ini dapat dilihat pertama kali pada hati.
Kemudian permukaan lapisan atas epidermis dapat dengan mudah dilepaskan

dengan jaringan yang ada dibawahnya dan ini disebut ‘skin slippage'. Skin

slippage ini meneyebabkan identifikasi melalui sidik jari sulit dilakukan.

Pembentukan gas yang terjadi antara epidermis dan dermis mengakibatkan

timbulnya bula-bula yang bening, fragil, yang dapatr berisi cairan coklat

kemerahan yang berbau busuk. Cairan ini kadang-kadang tidak mengisi secara

penuh di dalam bula. Bula dapat menjadi sedemikian besarnya menyerupai

pendulum yang berukuran 5-7,5 cm dan bila pecah meninggalkan daerah yang

berminyak, berkilat dan berwarna kemerahan, ini disebabkan oleh karena

pecahnya sel-sel lemak subkutan sehingga cairan lemak keluar ke lapisan dermis

oleh karena tekanan gas pembusukan dari dalam. Selain itu epitel kulit, kuku,

rambut kepala, aksila dan pubis mudah dicabut dan dilepaskan oleh karena adanya

disintegrasi pada akar rambut. 10,11

Gambar 19. Gamabaran Skin Slippage dan Postmortem Discoloration6


Selama terjadi pembentukan gas-gas pembusukan, gelembung-gelembung

udara mengisi hampir seluruh jaringan subkutan. Gas yang terdapat di dalam

jaringan dinding tubuh akan menyebabkan terabanya krepitasi udara. Gas ini

menyebabkan pembengkakan tubuh yang menyeluruh, dan tubuh berada dalam

sikap pugilistic attitude atau balon-like appearance.10,12

Scrotum dan penis dapat membesar dan membengkak, leher dan muka

dapat menggembung, bibir menonjol seperti “frog-like-fashion” kedua bola mata

keluar, lidah terjulur diantara dua gigi, ini menyebabkan mayat sulit dikenali

kembali oleh keluarganya. Pembengkakan yang terjadi pada seluruh tubuh

mengakibatkan berat bdan mayat yang tadinya 57-63 kg sebelum mati menjadi

95-114 kg sesudah mati.1,3,5

Tekanan yang meningkat didalam rongga dada oleh karena gas

pembusukan yang terjadi didalam cavum abdominal menyebabkan pengeluaran

udara dan cairan pembusukan yang berasal dari trakea dan bronkus yang

terdorong keluar bersama-sama dengan cairan darah yang keluar melalui mulut

dan hidung yang disebut dengan blood purge. Cairan pembusukan dapat

ditemukan di dalam rongga dada, ini harus dibedakan dengan hematotorak dan

biasanya caiaran pembusukan ini tidak lebih dari 200 cc.1,5,11


Gambar 20. Gambaran Blood Purge6

Pengeluaran urine dan feses dapat terjadi oleh karena tekanan intra

abdominal yang meningkat pada uterus wanita dapat menjadi prolaps dan fetus

dapat lahir dari uterus yang sedang hamil sedangkan pada anak-anak adanya gas

pembusukan dalam tengkorak dan otak menyebabkan sutura-sutura kepala

menjadi muda terlepas.10

Organ-organ dalam mempunyai kecepatan pembusukan yang berbeda-

beda. Jaringan intestinal, medulla adrenal dan pankreas akan mengalami autolisis

dalam beberapa jam setelah kematian. Organ-organ dalam lain seperti hati, ginjal

dan limpa merupakan organ yang cepat mengalami pembusukan. Perubahan

warna pada dinding lambung terutama di fundus dapat dilihat dalam 24 jam

pertama setelah kematian. Difusi cairan kandung empedu kejaringan sekitarnya

menyebabkan perubahan warna pada jaringan sekitarnya menjadi cokelat

kehijuan. Pada hati dapat dilihat gambaran honey combs appearance, limpa

menjadi sangat lunak dan mudah robek dan otak menjadi lunak.6,10
Pembusukan lanjut dari organ dalam ini adalah pembentukan granula-

granula milliary atau ‘milliary plaques' yang berukuran kecil dengan diameter 1-3

mm yang terdapat pada pemukaan serosa yang terletak pada endothelial dari tubuh

seperti pleura, peritoneum, pericardium dan endocardium.10

Gambaran 21. Gambaran pembusukan dan infestasi larva6

Golongan organ berdasarkan kecepatan pembusukannya, yaitu:1,3,5

1. Early: Organ dalam yang cepat membusuk antara lain jaringan intestinal,

medulla adrenal, pancreas, otak, lien, usus, uterus gravidarum, uterus post

partum dan darah

2. Moderate: Organ dalam yang lamabat membusuk antara lain paru-paru,

jantung, ginjal, diafrgma, lambung, otot polos dan otot lurik.

3. Late: Uterus non gravidarum dan prostas merupakan organ yang lebih tahan

terhadap pembusukan karena memiliki strukstur yang berbeda dengan

jaringan yang lain yaitu fibrous.


Pada orang yang mengalami obesitas, lemak-lemak tubuh terutama

perianal, omentum dan mesenterium dapat mencair menjadi cairan kuning yang

transluscent yang mengisi rongga badan diantara organ yang dapat menyebabkan

autopsy lebih suliti dilakukan. Pada mayat dari orang tua, proses pembusukannya

lebih lambat disebabkan lemak tubuhnya relative lebih sedikit. Pembusukkan

yang lambat juga terjadi pada mayat bayi yang baru lahir dan belum pernah diberi

makan sebab pada mayat tersebut kemasukan bakteri pembusuk.3,5

Mayat dari orang yang keracunan kronis dari zat asam karbol, arsen, dan

zink klorida mengalami pembusukan lebih lambat. Mayat dari orang yang mati

mendadak lebih lambat mengalami pembusukan disbanding mayat dari orang

yang meninggal karena penyakit kronis. Badan berbaring di permukaan tanah

cenderung membusuk jauh lebih cepat dibandng mayat yang dikuburkan.3

Disamping bakteri pembusukan insekta juga memegang peranan penting

dalam proses pembusukan sesudah mati. Beberapa jam setelah kematian lalat akan

hinggap di badan dan meletakan telur-telurnya pada lubang-lubang mata, mulut

dan telinga. Biasanya jarang pada daerah genianal. Bila ada luka ditubuh mayat

lalat lebih sering melatakan telur-telurnya pada luka tersebut, sehingga bila ada

telur atau larva lalat di daerah genitoanal ini maka dapat dicurigai adalanya

kekerasan seksual sebelum kematian. Telur-telur lalat ini akan berubah menjadi

larva dalam waktu 24 jam. Larva ini mengeluarkan enzim proteolitik yang dapat

mempercepat penghancuran jaringan pada tubuh. Larva lalat dapat kita temukan

pada mayat kira-kira 36-48 jam pasca kematian. Berguna untuk memperkirakan

saat kematian dan penyebab kematian karena keracunan. Saat kematian dapat kita
perkirakan dengan cara mengukur panjang larva lalat. Penyebab kematian karena

racun dapat kita ketahui dengan cara mengidentifikasi racun dalam larva lalat.1,3,6

Insekta tidak hanya penting dalam proses pembusukan tetapi mereka juga

memberi informasi penting yang berhubungan dengan kematian. Insekta dapat

dipergunakan untuk memperkirakan saat kematian, memberi petunjuk bahwa

tubuh mayat telah dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lainnya, memberi tanda

pada badan bagian mana yang mengalami trauma, dan dapat dipergunakan dalam

pemeriksaan toksikologi bila jaringan untuk spesimen standart juga sudah

mengalami pembusukan.10,11

Aktifitas pembusukan sangat optimal pada temperatur berkisar antara 70°

– 100°F (21,1-37,8°C ) aktifitas ini dihambat bila suhu berada dibawah

50°F(10°C) atau pada suhu diatas 100°F (lebih dari 37,8°C). Bila mayat

diletakkan pada suhu hangat dan lembab maka proses pembusukan akan

berlangsung lebih cepat. Bila mayat diletakkan pada suhu hangat dan lembab

maka proses pembusukan akan berlangsung lebih cepat. Sebaliknya bila mayat

diletakkan pada suhu dingin maka proses pembusukan akan berlangsung lebih

lambat. Pada mayat yang gemuk proses pembusukan berlangsung lebih cepat dari

pada mayat yang kurus. Pembusukan berlangsung lebih cepat karena kelebihan

lemak akan menghambat hilangnya panas tubuh dan pada mayat yang gemuk

memiliki darah yang lebih banyak, yang merupakan media yang baik untuk

perkembangbiakkan organisme pembusukan.5,10


Gambar 22. Skeletonisasi 10

Pada bayi yang baru lahir hilangnya panas tubuh yang cepat menghambat

pertumbuhan bakteri disamping pada tubuh bayi yang baru lahir memang terdapat

sedikit bakteri sehingga proses pembusukan berlangsung lebih lambat. Proses

pembusukan juga dapat dipercepat dengan adanya septikemia yang terjadi

sebelum kematian seperti peritonitis fekalis, aborsi septik, dan infeksi paru. Disini

gas pembusukan dapat terjadi walaupun kulit masih terasa hangat.5,10

Secara garis besar terdapat 17 tanda pembusukan pada jenazah, yaiitu :1,4

1. Wajah membengkak

2. Bibir membengkak

3. Mata menonjol

4. Lidah terjulur

5. Lubang hidung keluar cairan pembusukan

6. Lubang mulut keluar cairan pembusukan


7. Lubang lainnya keluar isinya seperti feses (usus), isi lambung, dan partus

(gravid)

8. Badan gembung

9. Bulla atau kulit ari terkelupas

10. Aborescent pattern / morbling yaitu vena superfisialis kulit berwarna

kehijauan

11. Pebuluh darah bawah kulit melebar

12. Dinding perut pecah

13. Skrotum atau vulva membengkak

14. Kuku terlepas

15. Rambut terlepas

16. Organ dalam membusuk

17. Larva lalat

Pembusukan dipengaruhi oleh beberapa faktor intrinsik diatas, selain itu

juga dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik antara lain kelembaban udara dan medium

di mana mayat berada. Semakin lembab udara disekeliling mayat maka

pembusukan lebih cepat berlangsung, sedangkan pembusukan pada medium udara

lebih cepat dibandingkan pada medium tanah. Mayat yang tercelup dalam air akan

lebih lambat proses pembusukkannya. Berdasarkan hukum atau rasio Casper's

apabila semua faktor sama dan akses ke udara bebas sama, tubuh terdekomposisi

dua kali lebih cepat dari pada mayat yang tercelup di air dan delapan kali lebih

cepat dari pada yang terpendam atau terkubur.3,5,10


Pada keadaan tertentu tanda-tanda pembusukan tersebut tidak dijumpai,

namun yang ditemui adalah modifikasi pembusukan. Jenis-jenis modifiksi

pembusukan antara lain :10

a. Mumifikasi

Mumifikasi dapat terjadi karena proses dehidrasi jaringan yang cukup cepat

sehingga terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan

pembusukan. Proses mumifikasi terjadi bila keadaan disekitar mayat kering,

kelembaban rendah, suhunya tinggi dan tidak ada kontaminasi dengan

bakteri. Terjadinya beberapa bulan sesudah mati tanda-tanda sebagai berikut

mayat menjadi kecil, kering, mengkerut atau melisut, warna coklat

kehitaman, kulit melekat erat dengan tulang dibawahnya, tidak berbau, dan

keadaan anatominya masih utuh.3,5,10

Gambaran 23. Mumifikasi11

b. Saponifikasi (Adipocere)5,10,11

Saponifikasi dapat terjadi pada mayat yang berada didalam suasana hangat,

lembab atau basah. Terjadi karena proses hidrolisis dari lemak menjadi asam

lemak. Selanjutnya asam lemak yang tak jenuh akan mengalami


dehidrogenisasi menjadi asam lemak jenuh dan kemudian bereaksi dengan

alkali menjadi sabun yang tak larut. Terbentuk pertama kali pada letak

superfisial bentuk bercak, di pipi, di payudara, bokong bagian tubuh atau

ekstremitas. Terjadinya saponifikasi memerlukan waktu beberapa bulan dan

dapat terjadi pada setiap jaringan tubuh yang berlemak dengan tanda-tanda

berwarna keputihan dan berbau seperti minyak kelapa.

Gambar 24. Adiposera10

2.2.8 Biokimiawi Darah

Kadar semua komponen darah berubah setelah kematian, sehingga

analisis darah pasca mati tidak memberikan gambaran konsentrasi zat-zat tersebut

semasa hidupnya. Perubahan tersebut diakibatkan oleh aktivitas enzim dan

bakteri, serta gangguan permeabilitas dari sel yang telah mati. Selain itu gangguan

fungsi tubuh selama proses kematian dapat menimbulkan perubahan dalam darah

bahkan sebelum kematian itu terjadi. Hingga saat ini belum ditemukan perubahan

dalam darah yang dapat digunakan untuk memperkirakan saat mati dengan lebih

cepat.2,3,11
2.2.9 Cairan Serebrospinal

Kadar nitrogen asam amino kurang dari 14% menunjukkan kematian

belum lewat 10 jam, kadar nitrogen non-protein kurang dari 80 mg%

menunjukkan kematian belum 24 jam, kadar protein kurang dari 5 mg% dan 10

mg% masing – masing menunjukkan kematian belum mencapai 10 jam dan 30

jam.2

2.2.10 Perubahan Pada Lambung

Kecepatan pengosongan lambung sangat bervariasi, sehingga tidak dapat

digunakan untuk memberikan petunjuk pasti waktu antara makan terakhir dan

saat mati. Namun, keadaan lambung dan isinya mungkin membantu dalam

membuat keputusan. Ditemukannya makanan tertentu (pisang, kulit tomat, biji-

bijian) dalam lambung dapat digunakan untuk menyimpulkan bahwa korban

sebelum meninggal telah makan makanan tersebut.2

DAFTAR PUSTAKA

18. Dahlan, Sofwan. Ilmu Kedokteran Forensik.pedoman Bagi Dokter dan

Penegak hukum. Cetakan V. Semarang : Badan Penerbut Universitas

Diponegoro, 2007; p.47-65.


19. NN. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta : Bagian Forensik Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, 1997; p.25-35.

20. Vij, Krishan. Forensic Medicine and Toxicology.5th Ed. Death and It's

Medicolegal (Forensic Thanatology). New Delhi : Elsevier, 2011; p.74-99.

21. Yu X, Wang H, Feng L, Zhu J. Quantitative Research in Modern Forensic

Analysis of Death Cause : New Classification of Death Cause, Degree of

Contribution, and Determination of Manner of Death. J Forensic Res

5:221. Shantou : Departemen of Forensic Medicine of Shntou University

College, 2014

22. Bate-Smith EC, Bendall JR. Rigor Motis and Adenosinetriphosphate. J

Physiol 106, 1947; p.177-185

23. Poposka V, Gutevska A, Stankov A, Pavlovski G, Jakovski Z, Janeska B.

Estimation of Time Since Death by using Algorithm in Early Postmortem

Period. Global Journal of Medical Research. USA ; Global Journals Inc,

2013; Volume 13 Issue 3 Version 1.0

24. Abraham dkk. Tanya Jawab Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi II. Semarang

: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2010; p.43-50.

25. Prasad BK. Postmortem Ocular Changes : A Study on Autopsy Cases in

Bharatpur Hospital. Nepal : Kathmandu University Medical Journal, 2003;

Vol.1 No.4 Issue 4 p. 276-277

26. Lee, GM. Early Post Mortem Changes and Stage of Decomposition in

Exposed Cadavers. USA : Springer, 2009; Volume 49 p. 21-36.


27. Pounder, Derrick. Post Mortem Changes and Time of Death. Departemen

of Forensic Medicine University of Dundee, 1995.

28. Hau TC, Hamzah NH, Lian HH, Hamzah SPAA. Decomposition Proccess

and Postmortem Changes. Kuala Lumpur : Sains Malaysiana, 2014;

volume 43 Issue 12 p. 1873-1882.

29. Cox, William A. Early Postmortem Changes and Time of Death. Forensic

Pathologist, 2009.

Anda mungkin juga menyukai

  • Referat Thanatologi
    Referat Thanatologi
    Dokumen56 halaman
    Referat Thanatologi
    Rizka Karina Mayang Sari
    Belum ada peringkat
  • Tugas Pak Imam Gizi
    Tugas Pak Imam Gizi
    Dokumen5 halaman
    Tugas Pak Imam Gizi
    Rizka Karina Mayang Sari
    Belum ada peringkat
  • 1
    1
    Dokumen3 halaman
    1
    Rizka Karina Mayang Sari
    Belum ada peringkat
  • Pengelolaan Barang Inventaris & Logistik
    Pengelolaan Barang Inventaris & Logistik
    Dokumen39 halaman
    Pengelolaan Barang Inventaris & Logistik
    Rizka Karina Mayang Sari
    Belum ada peringkat
  • Peran Manajemen Logistik
    Peran Manajemen Logistik
    Dokumen19 halaman
    Peran Manajemen Logistik
    Rizka Karina Mayang Sari
    Belum ada peringkat
  • Surat Permohonan 1
    Surat Permohonan 1
    Dokumen1 halaman
    Surat Permohonan 1
    Rizka Karina Mayang Sari
    Belum ada peringkat
  • KKN Eci 2
    KKN Eci 2
    Dokumen7 halaman
    KKN Eci 2
    Rizka Karina Mayang Sari
    Belum ada peringkat
  • Tugas IKM Resy Shafira (712019044)
    Tugas IKM Resy Shafira (712019044)
    Dokumen42 halaman
    Tugas IKM Resy Shafira (712019044)
    Rizka Karina Mayang Sari
    Belum ada peringkat
  • Surat Permohonan 1
    Surat Permohonan 1
    Dokumen1 halaman
    Surat Permohonan 1
    Rizka Karina Mayang Sari
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus TBC
    Laporan Kasus TBC
    Dokumen2 halaman
    Laporan Kasus TBC
    Rizka Karina Mayang Sari
    Belum ada peringkat
  • Laporan Ksus Tiara KH
    Laporan Ksus Tiara KH
    Dokumen49 halaman
    Laporan Ksus Tiara KH
    Tiara Khairina
    Belum ada peringkat
  • Referat Bab 1
    Referat Bab 1
    Dokumen2 halaman
    Referat Bab 1
    Didit Agus
    Belum ada peringkat
  • Referat Thanatologi
    Referat Thanatologi
    Dokumen56 halaman
    Referat Thanatologi
    Rizka Karina Mayang Sari
    Belum ada peringkat
  • Case Kulit
    Case Kulit
    Dokumen29 halaman
    Case Kulit
    Rizka Karina Mayang Sari
    Belum ada peringkat
  • Lapjag 28-10-2018 Fixx
    Lapjag 28-10-2018 Fixx
    Dokumen24 halaman
    Lapjag 28-10-2018 Fixx
    Rizka Karina Mayang Sari
    Belum ada peringkat
  • BAB II Baru PDF
    BAB II Baru PDF
    Dokumen21 halaman
    BAB II Baru PDF
    albertjeo
    Belum ada peringkat
  • Pedoman ANC Terpadu
    Pedoman ANC Terpadu
    Dokumen40 halaman
    Pedoman ANC Terpadu
    bayu rahmanto
    90% (21)
  • Hidrokel Lapsus
    Hidrokel Lapsus
    Dokumen77 halaman
    Hidrokel Lapsus
    Rizka Karina Mayang Sari
    Belum ada peringkat
  • Hidrokel DD
    Hidrokel DD
    Dokumen2 halaman
    Hidrokel DD
    Rizka Karina Mayang Sari
    Belum ada peringkat
  • Makalah ANC
    Makalah ANC
    Dokumen12 halaman
    Makalah ANC
    WidyaMariskaRamadhania
    Belum ada peringkat
  • Asdadadd
    Asdadadd
    Dokumen5 halaman
    Asdadadd
    Rizka Karina Mayang Sari
    Belum ada peringkat
  • Referat Bab 3
    Referat Bab 3
    Dokumen3 halaman
    Referat Bab 3
    Didit Agus
    Belum ada peringkat
  • Lapjag 26-10-2018 Fixx
    Lapjag 26-10-2018 Fixx
    Dokumen8 halaman
    Lapjag 26-10-2018 Fixx
    Rizka Karina Mayang Sari
    Belum ada peringkat
  • Sken B Blok 17a
    Sken B Blok 17a
    Dokumen50 halaman
    Sken B Blok 17a
    Rizka Karina Mayang Sari
    Belum ada peringkat
  • Referat Cover
    Referat Cover
    Dokumen6 halaman
    Referat Cover
    Rizka Karina Mayang Sari
    Belum ada peringkat
  • Jawaban Echih
    Jawaban Echih
    Dokumen6 halaman
    Jawaban Echih
    Rizka Karina Mayang Sari
    Belum ada peringkat
  • Cover Fatahilla
    Cover Fatahilla
    Dokumen4 halaman
    Cover Fatahilla
    Rizka Karina Mayang Sari
    Belum ada peringkat
  • Timeline Perjalanan Penyakit Pasien
    Timeline Perjalanan Penyakit Pasien
    Dokumen1 halaman
    Timeline Perjalanan Penyakit Pasien
    Rizka Karina Mayang Sari
    Belum ada peringkat
  • Kirim
    Kirim
    Dokumen2 halaman
    Kirim
    Rizka Karina Mayang Sari
    Belum ada peringkat