Anda di halaman 1dari 56

BAB I

PEDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kulit dapat dengan mudah diraba dan dilihat karena kulit merupakan
organ terluar pada tubuh seseorang yang membatasi tubuh dengan dunia luar.
Kulit memiliki fungsi yang sangat banyak diantaranya sebagi indra peraba,
alat sekresi, pengatur suhu tubuh, kulit dapat menunjukkan gejala dari
penyakit yang menyerang tubuh, selain itu kulit juga berfungsi sebagai
penyokong penampilan dan kepribadian seseorang (Adhi Djuanda, 2005).
Selain memiliki fungsi yang sangat banyak, kulit juga memiliki
gangguan atau penyakit yang beragam, penyakit ini bisa menyerang siapa saja
dan tidak memandang usia. Gangguan atau penyakit pada kulit disebabkan
oleh banyak faktor, yaitu akibat infeksi virus, infeksi bakteri, infeksi parasit
infeksi jamur, dan noninfeksi. Sebagian besar pengobatan infeksi kulit
membutuhkan waktu lama untuk menunjukkan efek dan dapat menimbulkan
dampak yang besar terhadap fisik, psikologis, sosial maupun spritual dari
pasien itu sendiri.
Pada umumnya penyakit kulit dapat menular, penyakit menular sampai
saat ini masih merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia, baik di Negara
maju maupun di Negara berkembang. Penyakit infeksi masih menempati
urutan teratas penyebab kesakitan dan kematian dinegara-negara berkembang
termasuk Indonesia, sebagai akibatnya terjadi penderitaan fisik dan
penurunan produktifitas kerja. Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus,
jamur serta parasit. Terjadinya infeksi pada seseorang dipengaruhi oleh
banyaknya mikroorganisme penyebab yang masuk, derajat virulensi serta
kekebalan tubuh.
Melihat hal tersebut, maka dalam makalah kali ini kelompok akan
membahas tentang penyakit kulit akibat infeksi virus, yaitu penyakit herpes
zoster, herpes kompleks, herpes genital, herpes orolabial, genital herpes,
varisella dan variola. Pembahasan dalam makalah ini meliputi definisi,

1
etiologi, manifestasi klinis, patofisiologis, komplikasi, penatalaksanaa dan
asuhan keperawatan terhadap penyakit tersebut.

1.2 Rumusan masalah


1.2.1 Bagaimana anatomi dan fisiologi pada kulit?
1.2.2 Gangguan atau penyakit pada kulit
a) Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit herpes
zoster?
b) Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit herpes
simplex?
c) Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit herpes
orolabial?
d) Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit herpes
genital?
e) Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit
varisela ?
f) Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit herpes
variola ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi kulit.
1.3.2 Untuk mengetahui gangguan atau penyakit pada kulit
a. Mengetahui teori dan askep pada pasien dengan penyakit herpes
zoster.
b. Mengetahui teori dan askep pada pasien dengan penyakit herpes
simplex.
c. Mengetahui teori dan askep pada pasien dengan penyakit herpes
orolabial.
d. Mengetahui teori dan askep pada pasien dengan penyakit herpes
genital.
e. Mengetahui teori dan askep pada pasien dengan penyakit varisela
f. Mengetahui teori dan askep pada pasien dengan penyakit variola.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Kulit


1. Anatomi

2
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya
dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan
berat kira-kira 15% berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan
vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat
kompleks, elastis dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks,
ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh.

Anatomi Kulit secara Histopatologik


Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama, yaitu :
1) Lapisan Epidermis atau kutikel
Lapisan epidermis terdiri atas : stratum korneum, stratum lusidum,
stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale.
a. Stratum korneum (lapisan tanduk) : adalah lapisan kulit yang paling
luar dan terdiri atas beberapa lapis sel-sel gepeng yang mati, tidak
berinti, dan protoplasmanya telah berubah jadi keratin (zat tanduk).
b. Stratum lusidum: terdapat langsung dibawah lapisan korneum,
merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang
berubah menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan tersebut
tampak lebih jelas di telapak tangan dan telapak kaki.
c. Stratum granulosum (lapisan kerato-hialin) : merupakan 2 atau 3 lapis
sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti
diantaranya. Butir-butir kasar ini terdiri atas keratohialin. Mukosa
biasanya tidak mempunyai lapisan ini. Stratum granulosum juga
tampak jelas di telapak tangan dan kaki.
d. Stratum spinosum (stratum Malphigi) : atau disebut juga prickle cell
layer (lapisan akanta) terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk
poligonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis.
Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen, dan inti
terletak di tengah-tengah. Sel-sel ini makin dekat ke permukaan makin
gepeng bentuknya.
e. Stratum basale (Germinativum): terdiri atas sel-sel berbentuk kubus
(kolumnar) yang tersusun vertikal pada perbatasan dermo-epidermal
berbaris seperti pagar (palisade). Lapisan ini merupakan lapisan
epidermis yang paling bawah, dan terdapat melanosit yaitu sel

3
dendritik yang membentuk melanin (melindungi kulit dari sinar
matahari).
2) Lapisan dermis
Lapisan dermis adalah lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih
tebal daripada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan :
a. Pars papilaris : bagian menonjol ke epidermis yang terdiri dari sel
ujung saraf dan pembuluh darah
b. Pars retikulare : bgaian menonjol kebawah yang terdiri dari serabut
kolagen, elastin dan retikulin.
3) Lapisan subkutis
Merupakan kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi
sel-sel lemak didalamnya. Sel-sel ini membentuk kelompok yang
dipisahkan satu dengan yang lain oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan
sel-sel lemak disebut panikulus adiposa, berfungsi sebagai cadangan
makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah,
dan getah bening.
4) Rambut
Terdapat diseluruh kulit kecuali telapak tangan kaki dan bagian dorsal
dari falang distal jari tangan, kaki, penis, labia mayora. Terdapat dua
jenis rambut : rambut terminal (dapat panjang dan pendek) dan rambut
velus (pendek, halus dan lembut).
5) Kuku
Permukaan dorsal ujung distal jari tangan atau kaki terdapat lempeng
kreatin yang keras dan transparan. Tumbuh dari akar yang disebut
kutikula. Berfungsi mengangkat benda-benda kecil. Pertumbuhan rata-
rata 0,1 mm/hari. Pembaruan total kuku jari tangan : 170 hari, dan kuku
kaki : 12-18 bulan.
6) Kelenjar Pada Kulit
a. Kelenjar Sebasea
Berfungsi mengontrol sekrese minyak ke dalam ruang antara folikel
rambut dan batang rambut sehingga menjadi halus lentur dan lunak.
b. Kelenjar Keringat
Kelenjer keringat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu sebagi berikut:
 Kelenjar Ekrin
Terdapat disemua kulit dan berfungsi melepaskan keringat sebagai
reaksi peningkatan suhu lingkungan dan suhu tubuh. Kecepatan
sekresi keringat dikendalikan oleh saraf simpatik pengeluaran

4
keringat pada tangan, kaki, aksila, dahi, sebagai reaksi tubuh
terhadap stres , nyeri, dll.
 Kelenjar Apokrin
Terdapat di aksila, anus, skrotum, labia mayora, dan bermuara pada
folikel rambut. Kelenjar inaktif pada masa pubertas, pada wanita
akan membesar dan berkurang pada siklus haid. Kelenjar apokrin
memproduksi keringat yang keruh seperti susu yang diuraikan oleh
bakteri menghasilkan bau khas pada aksila. Pada telinga bagian
luar terdapat kelenjar apokrin khusus yang disebut Kelenjar
seruminosa ynag berperan menghasilkan serumen (wax).

2. Fisiologi
Fungsi dari kulit ialah :
a) Fungsi Proteksi
Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau
mekanis, misalnya tekanan, gesekan, tarikan; gangguan kimiawi,
misalnya zat-zat kimia terutama yang bersifat iritan, contohnya lisol,
karbol, asam, dan alkali kuat lainnya; gangguan yang bersifat panas,
misalnya radiasi, sengatan ultra violet; gangguan infeksi luar terutama
kuman/bakteri maupun jamur.
b) Fungsi absorpsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan, dan benda padat,
tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitupun yang
larut lemak. Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya
kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme, dan jenis vehikulum.
c) Fungsi eksresi
Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi
atau sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan
amonia.
d) Fungsi Persepsi
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan
subkutis. Rangsangan panas, dingin, rabaan, dan tekanan serta nyeri
diperankan oleh saraf-saraf sensorik.
e) Fungsi Pengaturan Suhu Tubuh (termoregulasi)

5
Kulit melakukan peranan ini dengan cara mengeluarkan keringat dan
mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah kulit.
f) Fungsi Pembentukan Pigmen
Sel pembentuk pigmen (melanosit), terletak di lapisan basal dan sel
ini berasal dari rigi saraf.
g) Fungsi Pembentukan vitamin D
Dimungkinkan dengan mengubah 7 dihidroksi kolesterol dengan
pertolongan sinar matahari. Tetapi kebutuhan tubuh terhadap vitamin
tidak cukup hanya dari hal tersebut, sehingga pemberian vitamin D
sistemik masih tetap diperlukan.

2.2 Gangguan pada Sistem Integumen yang Disebabkan oleh Virus


A. Penyakit Herpes Zoster
1. Pengertian
Herpes zoster merupakan sebuah menifestasi oleh reaksi virus
Varisela-zoster laten dari saraf pusat dorsal atau cranial. Virus varisela
zoster bertanggung jawab untuk dua infeksi klinis utama pada manusia
yaitu varisela atau chickenpox (cacar air) dan Herpes zoster. Varisela
merupakan infeksi primer yang terjadi pertama kali pada individu yang
berkontak dengan virus varisella zoster. Pada 3-5 dari 1000 individu,
virus Varisela-zoster mengalami reaktivasi, menyebabkan infeksi
rekuren yang dikenal dengan nama Herpes Zoster atau Shingles.
Herpes zoster adalah infeksi virus akut yang memiliki karakteristik
unilateral, sebelum timbul manifestasi klinis pada kulit wajah dan
mukosa mulut biasanya akan didahului oleh gejala odontalgia.
Odontalgia merupakan suatu kondisi diaman pasien merasakan giginya
terasa ngilu atau nyeri yang hebat tetapi tidak ada masalah yang terjadi
pada gigi dan jaringan sekitarnya. Timbulnya gejala odontalgia pada
Herpes zoster belum sepenuhnya diketahui.

2. Etiologi
Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi virus varisela zoster yang
laten di dalam ganglion posterior atau ganglion intrakranial/ virus
dibawa melalui sternus sensory ke tepi ganglia spinal atau ganglia
trigeminal kemudian menjadi laten. Varisella zoster, yaitu virus rantai
ganda DNA anggota family virus herpes yang tergolong virus
neuropatik atau neuroder-matotropik.

6
Reaktivasi virus varisela zoster dipicu oleh berbagai macam
rangsangan seperti pembedahan, penyinaran, penderita lanjut usia, dan
keadaan tubuh yang lemah meliputi malnutrisi, seorang yang sedang
dalam pengobatan imunosupresan jangka panjang, atau menderita
penyakit sistemik. Apabila terdapat rangsangan tersebut, virus varisela
zoster aktif kembali dan terjadi ganglionitis. Virus tersebut bergerak
melewati saraf sensorik menuju ujung-ujung saraf pada kulit atau
mukosa mulut dan mengadakan replikasi setempat dengan membentuk
sekumpulan vesikel.

3. Manifestasi Klinis
Lesi Herpes zoster dapat mengenai seluruh kulit tubuh maupun
membran mukosa. Herpes zoster biasanya diawali dengan gejala-gejala
prodromal selama 2-4 hari, yaitu rasa gatal, sakit yang menusuk,
parastesi dan gejala-gejala terbakar serta sensitivasi muncul di
sepanjang lintasan saraf yang terkena.
a) Kulit
Herpes zoster menimbulkan rasa sakit dan sensasi lokal lain
(seperti terbakar, geli, dan gatal), sakit kepala, tidak enak badan dan
(paling sering) demam, biasanya muncul ruam zoster (2-3 hari).
Ruam menyebar ke seluruh kulit yang terkena, berkembang
menjadi papula, vesikel (3-5 hari) dan tahap krusta (7-10 hari),
memerlukan 2-4 minggu untuk sembuh. Lesi baru berlanjut muncul
untuk beberapa hari. Kelainan kulit hanya setempat dan hanya
mengenai sebelah bagian tubuh saja, yaitu terbatas hanya pada
daerah kulit yang dipersarafi oleh satu saraf sensorik. Saraf yang
paling sering terkena adalah 3, T5, L1, dan L2. Dan saraf trigeminal.

7
Gambar 1. Vesikel pada kulit yang disebabkan oleh infeksi
herpes zoster. (Jhonson RW, Dworkin RH. Treatment of
herpes zoster and postherpetic neuralgia. BMJ 2003;
326:748-50).

b) Rongga Mulut
Sebelum lesi di rongga mulut muncul, pasien akan mengeluhkan
rasa nyeri yang hebat, kadang-kadang rasa sakit pulpitis sehingga
sering salah diagnosa. Lesi diawali oleh vesikel unilateral yang
kemudian denga cepat pecah membentuk erosi atau ulserasi dengan
bentuk yang tidak teratur.
Pada mukosa ringga mulut, vesikel hanya terdapat pada satu dari
divisi nervus trigeminus. Vesikel unilateral tersebut dikelompokkan
dengan area sekitar eritema, akhiran yang kasar pada midline.
Vesikel bernanah dan bentuk pustule selama 3 sampai 4 hari.
Apabila cabang kedua dan ketiga nervus trigeminal terlibat,
maka akan muncul lesi-lesi di rongga mulut secara unilateral. Jika
cabang kedua (nervus maksilaris) terlibat maka lokasi yang dikenai
adalah palatum, bibir dan mukosa bibir atas. Jika cabang ketiga
(nervus mandibula) terlibat, lokasi yang dikenai adalah lidah,
mukosa pipi, bibir dan mukosa bibir bawah.

Gambar 2. Herpes Zoster, menunjukkan multiple ulser


(Langlais RP, Miller CS. Atlas Berwarna Kelainan Rongga
Mulut yang Lazim. 2000 :87).

8
Gambar 3.Infeksi herpes zoster pada lidah (Oral Photograph)
4. Patofisiologi
Virus ini berdiam di ganglion posterior susunan saraf tepid an
ganglion kranalis. Kelainan kulit yang timbul memberikan lokasi yang
setingkat dengan daerah persyarafan ganglion tersebut. Kadang-kadang
virus ini juga menyerang ganglion anterior, bagian motorik kranialis
sehingga memberikan gejala-gejala gangguan motorik.
Patogenesis herpes zoster belum seluruhnya dipahami. Secara
alami virus mencapai ganglion sensoris, diduga dengan cara
hematogenik, transport neuronal retrograde atau keduanya, dan menjadi
laten pada sel ganglion. Latensi adalah tanda utama virus varisela-zoster
dan tidak diragukan lagi peranannya dalam patogenitas. Sifat latensi ini
menandakan virus dapat bertahan seumur hidup hospes dan pada suatu
saat masuk dalam fase reaktivasi yang mampu sebagai media transmisi
penularan kepada seseorang yang rentan.
WOC (terlampir)

5. Komplikasi
Postherpetic neuralgia merupakan kompilkasi Herpes zoster yang
paling sering terjadi. Herpes zoster optalmikus merupakan komplikasi
umum yang lain. Postherpetic neuralgia terjadi sekitar 10-15 % pasien
herpes zoster dan merusak saraf trigeminal. Resiko komplikasi
meningkat sejalan dengan usia. Postherpetic neuralgia didefinisikan
sebagai symptom sensoris (biasanya sakit dan mati rasa). Postherpetic
neuralgia atau rasa nyeri akan menetap setelah penyakit tersebut
sembuh dan dapat terjadi sebagai akibat penyembuhan yang tidak baik
pada penderita usia lanjut.
Pasien dengan postherpetic neuralgia mengalami nyeri yang hebat
menetap seperti terbakar, nyeri tajam atau menusuk hilang timbul.
Hiperalgesia, parastesi, hiperastesi, dan nyeri karena rangsangan yang
biasanya tidak menimbulkan nyeri (alodinia) misalnya tersentuh
pakaian. Nyeri dirasakan selama berbulan hingga bertahun setelah lesi

9
zoster sembuh. Hampir seluruh penderita mengalami gangguan untuk
mengenali sensasi para perabaab halus dan suhu pada daerah persarafan
yang terkena. Pasien dewasa tua yang menderita postherpetic neuralgia
memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kualitas hidup. Nyeri
seriing dihubungkan dengan penurunan sensoris, dan terdapat hubungan
antara derajat penurunan sensoris dan keparahan nyeri.

6. Penatalaksanaan Medis
Perawatan dan penatalaksanaan herpes zoster dapat dilakukan
dengan farmakologi atau nonfarmakologi.
a) Farmakologi
Perawatan terpenting untuk herpes zoster akut adalah medikasi
antivirus sesegera mungkin. Medikasi antivirus secara oral
sebenarnya tidak memiliki efek samping. Perawatan farmakologi
dapat dibagi atas topical dan sistemik.
1) Topikal
a. Analgetik Topikal
 Kompres
Kompres terbuka dengan solusio Burowi dan losio
Calamin (Caladryl) dapat digunakan pada lesi akut untuk
mengurangi nyeri dan priritus. Kompres dengan solusio
Burowi (aluminium asetat 5%) dilakukan 4-6 kali/hari
selama 30-60 menit. Kompres dingin atau cold pack juga
sering digunakan.
 Antiinflamsi nonsteroid (AINS)
Berbagai AINS topikal seperti bubuk aspirin dalam
kloroform atau etil eter, krim indometasin dan diklofenak
banyak dipakai.
b. Anestesi Lokal
Pemberian anestesik lokal pada berbagai lokasi sepanjang
jaras saraf yang terlibat dalam HZ telah banyak dilakukan
untuk memperbaiki nyeri, misalnya infiltrasi lokal subkutan,
blok saraf perifer, ruang paravertebral atau epidural, dan blok
simpatis. Infiltrasi lokal subkutan umumnya menggunakan
bupivakain 0,125-0,25% dan triamsinolon 0,2% dengan
volume yang digunakan dapat mencapai hingga 50 ml.

10
infiltrasi dilakukan didaerah yang paling nyeri, dan dapat
diulang tiap 2-3 hari hingga nyeri hilang.
2) Sistemik
a. Agen nativirus
Agen antivirus terbukti menurunkan durasi lesi herpes
zoster (HZ) dan keparahan nyeri herpes akut, terlebih bila
diberikan sebelum 72 jam awitan lesi. Dari 3 antiviral oral
yang disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA)
untuk terapi HZ, famsiklovir dan valasiklovir hidroklorida
lebih efektif daripada asiklovir. Antivirus famsiklovir 3 x 500
mg atau valasiklovir 3 x 1000 mg atau asiklovir 5 x 800 mg
diberikan sebelum 72 jam awitan lesi selama 7 hari.
Antivirus lain, sorivudin, secara in vitro memperlihatkan
aktivitas 1000 kali lipat dibandingkan asiklovir. Diberikan
dengan dosis 40 mg.hari selama 7-10 hari. Sorivudin lebih
efektif dibandingkan asiklovir dalam menghambat timbulnya
lesi baru, tetapi tidak lebih efektif dalam memperbaiki nyeri
herpes akut.
b. Analgetik
Pasien dengan nyeri herpes akut ringan menunjukkan
respons yang baik dengan AINS (asettoasl, piroksikam,
ibuprofen, diklofenak) atau analgetik non opioid
( assetaminofen, tramadol, asam mefenamik).

b) Nonfarmakologi
Perawatan nonfarmakologi juga sangat penting. Pendidikan
pasien dan dukungan penting dalam penatalaksanaan Herpes zoster.
Hal tersebut meliputi penjelasan atas jalannya penyakit, rencana
pengobatan, dan perlu memperhatikan aturan dosis antivirus. Tidak
adanya pengetahuan pasien dan ketakutan pasien tentang Herpes
zoster harus diperhatikan dan pasien harus diberitahu tentang resiko
menular terhadap orang yang belum pernah cacar air. Instruksikan
pasien agar tetap menjaga ruam dalam keadaan bersih dan kering
untuk meminimalkan resiko infeksi bakteri, melaporkan setiap
perubahan suhu badan, dan menggunakan pembalut steril basah

11
untuk mengurangi ketidaknyamanan. Topikal antibiotik dan
pembalut adesif dapat menunda penyembuhan ruam dan harus
dihindari.

B. Herpes Simplex
1. Pengertian
Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh herpes
simpleks virus (HSV) tipe I atau tipe II yang ditandai dengan adanya
vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa
pada daerah dekat mukokutan (Handoko, 2010).

2. Etiologi
Herpes simpleks virus (HSV) tipe I dan II merupakan virus herpes
hominis yang merupakan virus DNA. Pembagian tipe I dan II
berdasarkan karakteristik pertumbuhan pada media kultur, antigenic
marker dan lokasi klinis tempat predileksi (Handoko, 2010).
Menurut Wolff (2007) infeksi HSV tipe I pada daerah labialis 80-
90%, urogenital 10-30%, herpetic whitlow pada usia< 20 tahun, dan
neonatal 30%. Sedangkan HSV tipe II di daerah labialis 10-20%,
urogenital 70-90%, herpetic whitlow pada usia> 20 tahun, dan neonatal
70%.
Faktor resiko herpes simpleks yaitu:
a. pemaparan cahaya matahari
b. Demam
c. Stres fisik/emosional
d. Penekanan sistem kekebalan
e. Obat-obatan atau makanan tertentu.

3. Manifestasi Klinis
Infeksi herpes simpleks virus berlangsung dalam tiga tahap: infeksi
primer, fase laten dan infeksi rekuren. Pada infeksi primer herpes
simpleks tipe I tempat predileksinya pada daerah mulut dan hidung
pada usia anak-anak. Sedangkan infeksi primer herpes simpleks virus
tipe II tempat predileksinya daerah pinggang ke bawah terutama daerah
genital.Infeksi primer berlangsung lebih lama dan lebih berat sekitar
tiga minggu dan sering disertai gejala sistemik, misalnya demam,
malaise dan anoreksia. (Handoko, 2010). Pada fase laten penderita tidak
ditemukan kelainan klinis, tetapi herpes simpleks virus dapat ditemukan

12
dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis (Handoko, 2010).
Pada tahap infeksi rekuren herpes simpleks virus yang semula tidak
aktif di ganglia dorsalis menjadi aktif oleh mekanisme pacu (misalnya:
demam, infeksi, hubungan seksual) lalu mencapai kulit sehingga
menimbulkan gejala klinis yang lebih ringan dan berlangsung sekitar
tujuh sampai sepuluh hari disertai gejala prodormal lokal berupa rasa
panas, gatal dan nyeri. Infeksi rekuren dapat timbul pada tempat yang
sama atau tempat lain di sekitarnya (Handoko, 2010)
Gejala umum Herpes simplek adalah bentol berisi cairan yang
terasa perih dan panas. Bentolan ini akan berlangsung beberapa hari.
Bintil kecil ini bisa meluas tidak hanya di wajah tapi bisa di seluruh
tubuh.

4. Klasifikasi Herpes Simpleks


Berdasarkan jenis viriusnya, herpes simpleks terbagi menjadi dua
macam, yaitu:
a. HSV tipe 1: Herpes Orolabial
Pengertian
Herpes oro-labial/Oral herpes termasuk herpes simplex tipe 1
yang ditandai oleh adanya vesikel yang berkelommpok di atas kulit
yang sembab dan pada daerah dekat mukokutan, sedangkan infeksi
dapat berlangsung baik primer maupun rekurens.
Oral herpes atau luka dingin, juga disebut lepu demam,
disebabkan dari virus herpes simplex(HVS). Dingin luka kecil,
menyakitkan, berisi cairan lepuh atau luka yang muncl di bibir,
mulut, tenggorokan, pipi, dagu, hidung atau jari. Herpes oral, atau
luka dingin sangat umum.
HSV jenis ini ditularkan melalui ciuman mulut atau bertukar alat
makan seperti sendok – garpu (misalnya suap-suapan dengan teman).
Virus tipe 1 ini juga bisa menimbulkan luka di sekitar alat kelamin
yang bisa ditularkan lewat oral sex.
Etiologi
Virus herpes simpleks (HSV) tipe 1 yang menyebabkan infeksi
herpes non genital, biasanya pada daerah mulut, meskipun kadang-
kadang dapat menyerang daerah genital. Infeksi virus ini biasanya

13
terjadi saat anak-anak dan sebagian besar seropositif telah didapat
pada waktu umur 7 tahun.
Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala pada oral herpes seperti: nyeri, gatal, atau
kesemutan, sering mendahului lepuh oleh satu sampai dua hari. Anda
mungkin harus menderita sakit tenggorokan, atau pembengkakan
kelenjar di leher anda dahulu. Setelah tahap prodromal, lepuh
muncul, biasanya mereka pecah, dan cairan menular kebocoran jelas,
dan kemudian kerak di atas berlangsung 2-24 hari.
Sariawan tidak sama dengan luka dingin, cold sores biasanya
terjadi pada bibir luar, namun sariawan ditemukan di dalam mulut.
Kadang-kadang orang keliru mengaitkan sariawan dengan luka
dingin. Herpes Oral biasanya muncul di atap mulut atau daerah gusi.
Sebuah sakit di jaringan lunak mulut biasanya merupakan kanker
sakit.Herpes whitlow, herpes terjadi pada jari, sering dikontrak dari
menyentuh luka dingin. Praktek higiene yang baik dan mencuci
tangan Anda sesegera mungkin setelah menyentuh luka dingin atau
daerah sensitif dalam tahap prodromal untuk mencegah penyebaran
virus.
Penatalaksanaan Keperawatan
Untuk sebagian besar penderita, satu-satunya pengobatan herpes
labialis adalah menjaga kebersihan daerah yang terinfeksi dengan
mencucinya dengan sabun dan air. Lalu daerah tersebut dikeringkan
karena jika dibiarkan lembab maka akan memperburuk peradangan,
memperlambat penyembuhan dan mempermudah terjadinya infeksi
bakteri.
Untuk mencegah atau mengobati suatu infeksi bakteri, bisa
diberikan salep antibiotik (misalnya neomisin-basitrasin). Jika
infeksi bakteri semakin hebat atau menyebabkan gejala tambahan,
bisa diberikan antibiotik per-oral atau suntikan.
Krim anti-virus (misalnya idoksuridin, trifluridin dan asiklovir)
kadang dioleskan langsung pada lepuhan. Asiklovir atau vidarabin
per-oral bisa digunakan untuk infeksi herpes yang berat dan meluas.
Kadang asiklovir perlu dikonsumsi setiap hari untuk menekan
timbulnya kembali erupsi kulit, terutama jika mengenai daerah

14
kelamin. Untuk keratitis herpes simpleks atau herpes genitalis
diperlukan pengobatan khusus.

b. HSV tipe 2 : Herpes Genital


Pengertian
Herpes genital merupakan penyakit infeksi akut pada genital
dengan gambaran khas berupa vesikel berkelompok pada dasar
eritematosa, dan cenderung bersifat rekuren. Umumnya disebabkan
oleh herpes simpleks virus tipe 2 (HSV-2), tetapi sebagian kecil
dapat pula oleh tipe 1.
Herpes genitalis merupakan infeksi pada genital dengan gejala
khas berupa vesikel yang berkelompok dengan dasar eritem bersifat
rekuren. Herpes genitalis terjadi pada alat genital dan sekitarnya
(bokong, daerah anal dan paha). Ada dua macam tipe HSV yaitu :
HSV-1 dan HSV-2 dan keduanya dapat menyebabkan herpes genital.
Infeksi HSV-2 sering ditularkan melalui hubungan seks dan dapat
menyebabkan rekurensi dan ulserasi genital yang nyeri. Tipe 1
biasanya mengenai mulut dan tipe 2 mengenai daerah genital.
Etiologi
Herpes Genitalis adalah suatu penyakit menular seksual di daerah
kelamin, kulit di sekeliling rektum atau daerah di sekitarnya yang
disebabkan oleh virus herpes simpleks.
Penyebabnya adalah virus herpes simpleks. Ada 2 jenis virus
herpes simpleks yaitu HSV-1 dan HSV-2. HSV-2 biasanya ditularkan
melalui hubungan seksual, sedangkan HSV-1 biasanya menginfeksi
mulut. Kedua jenis virus herpes simpleks tersebut bisa menginfeksi
kelamin, kulit di sekeliling rektum atau tangan (terutama bantalan
kuku) dan bisa ditularkan ke bagian tubuh lainnya (misalnya
permukaan mata). Luka herpes biasanya tidak terinfeksi oleh bakteri,
tetapi beberapa penderita juga memiliki organisme lainnya pada luka
tersebut yang ditularkan secara seksual (misalnya sifilis atau
cangkroid). Virus Herpes Simplek (VHS) tipe I dan tipe II adalah
Herpes hominis yang termasuk virus DNA.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis herpes genitalis dapat dibedakan antara episode
yang pertama dengan episode kekambuhan herpes genitalis. Pada

15
episode pertama herpes genitalis, sering bersama-sama dengan
gejala sistemik disertai gejala pada genital maupun ekstragenital.
Gejala sistemik yang muncul seperti nyeri, sakit tenggorokan,
panas, pusing, gatal, kesemutan, limfadenopati, malaise dan myalgia
dilaporkan terjadi 40% pada laki-laki dan 70% pada wanita dengan
HSV2 primer. Muncul pada awal penyakit dan mencapai puncaknya
pada hari ke-3-4 setelah onset penyakitnya. Gejala lokal yang muncul
berupa nyeri, gatal, disuria dan adenopati inguinal. Discharge uretra
dan disuria dapat muncul pada sepertiga pasien laki-laki dengan infeksi
HSV2.
Pada keadaan imunokompeten, bila seseorang terinfeksi virus
herpes simpleks maka manifestasinya sebagai berikut : dapat berupa
episode pertama infeksi primer, episode nonprimer, lesi rekuren, lesi
asimtomatis atau terjadi infeksi yang tidak khas atau atipik.
Penatalaksanaan Keperawatan
Sampai sekarang belum ada obat yang memuaskan untuk terapi
herpes genitalis, namun pengobatan secara umum perlu diperhatikan
seperti :
a. Menjaga kebersihan local
b. Menghindari trauma dan factor pencetus
Obat-obatan untuk menangani gejala herpes genital adalah :
a. Asiklovir (Zovirus)
Pada infeksi HVS genital primer, asiklovir intravena (5 mg/kg
BB/8 jma selama 5 hari), asiklovir oral 200 mg (5 ali/hari selama
10-14 hari) dan asiklovir topical (5% da;am self propilen glikol )
dapat mengurangi lamanya gejala dan ekskresi virus serta
mempercepat penyembuhan.
b. Famsiklovir
Adalah jenis pensiklovir, suatu analog nukleosida yang efektif
menghambat replikasi HVS-1 dan HVS-2.
c. Valasiklovir
Adalah suatu ester dari asiklovir yang Secara cepat dan hamper
lengkap berubah menjadi asiklovir oleh enzim hepar dan
meningkatkan biovaibilitas asiklovir sampai 54%. Oleh karena
itu dosis oral 1000 mg valasiklovir menghasilkan kadar obat
dalam darah yang sama dengan asiklovir intravena. Valasiklovir

16
1000 mg telah dibandingkan asiklovir 200 mg 5 kali selama 10
hari untuk terapi herpes genitalis episode awal.

5. Patofisiologi Penyakit Herpes Simpleks


Secara garis besar penyakit herpes dibedakan ke dalam dua
kategori, yaitu herpes simpleks dan herpes zoster. Herpes simplek
disebabkan oleh Herves Simplex Virus-1,2 (HSV-1 dan HSV-2). Virus
herpes 1 biasanya menyerang bibir, mulut, hidung dan pipi walau juga
bisa menyerang bagian genitalia yang umumnya disebabkan oleh
pajanan virus herpes 2. Gejala infeksi primer herpes tipe 1 berupa
timbulnya vesikel-vesikel berkelompok yang sangat nyeri pada mulut
dan hidung (gingivostomatitis), di sekeliling mata (konjungtivitis),
pada jari tangan (herpes jari tangan), serta di bokong atau genitalia
(vulvovaginitis) yang dapat menular melalui ciuman, sentuhan atau
menggunakan peralatan yang sama.
Setelah sembuh, virus tidak serta merta mati namun dormant
(inaktif) di ganglia radiks dorsalis yang dapat mengalami reaktivasi
oleh beberapa factor pemicu seperti pajanan sinar matahari, demam
atau trauma. Pada fase recurrent (berulang) ini penyakit herpes dapat
muncul pada daerah sekitar mulut yang dikenal dengan orolabialis dan
sekitar daerah genital yang dikenal dengan herpes genitalis sekunder.
Dimana wanita hamil dengan herpes genitalis aktif berpotensi
menularkan virus tersebut pada bayinya ketika proses persalinan yang
dapat menyebabkan ensefalitis pada bayi yang dapat berlanjut pada
retardasi mental hingga kematian.
WOC (terlampir)

6. Komplikasi
Komplikasinya yaitu: pioderma, ekzema herpetikum,
herpeticwhithlow, herpes gladiatorum (pada pegulat yang menular
melalui kontak), esophagitis, infeksi neonatus, keratitis, dan ensefalitis
(McPhee, 2007). Menurut Hunter (2003) komplikasi herpes simpleks
adalah herpes ensefalitis atau meningitis tanpa ada kelainan kulit
dahulu, vesikel yang menyebar luas ke seluruh tubuh, ekzema
herpeticum, jaringan parut, dan eritema multiforme.

17
7. Pencegahan
Untuk mencegah herpes adalah sama dengan mencegah penyaki
menuar seksual lainnya. Kuncinya adalah untuk menghindari terinfeksi
dengan HVS yang sangat menular waktu lesi ada. Cara terbaik untuk
mencegah infeksi herpes genital adalah dengan cara menjauhkan diri
dari aktivitas seksual atau membatasi hubungan seksual dengan hanya
satu orang yang bebas teriinfeksi.

C. Varisela
1. Pengertian
Varisela adalah infeksi virus akut yang ditandai dengan adanya
vesikel pada kulit yang sangat menular (Widoyono, 2011).
June M. Thomson mendefinisikan varisela sebagai penyakit yang
disebabkan oleh virus varisela-zoster (V-Z virus) yang sangat menular
bersifat akut yang umumnya mengenai anak, yang ditandai oleh demam
yang mendadak, malese, dan erupsi kulit berupa makulopapular untuk
beberapa jam yang kemudian berubah menjadi vesikel selama 3-4 hari
dan dapat meninggalkan keropeng (Thomson, (1986), p. 1483).
Varisela ialah penyakit akut, menular yang ditandai oleh vesikel di
kulit dan selaput lendir yang disebabkan virus varicella.Varisela adalah
infeksi akut primer oleh virus varisela-zoster yang menyerang kulit dan
mukosa, klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf,
terutama berlokasi di bagian sentral tubuh. (Djuanda, 1993)
Varisela disebabkan oleh virus Herpes varicella atau disebut juga
varicella-zozter virus (VSZ). Varisela terkenal dengan nama chickenpox
atau cacar air adalah penyakit primer VSZ, yang pada umumnya
menyerang anak.

2. Etiologi
Varisela disebabkan oleh Herpes virus varicella atau disebut juga
virus varicella-zoster (virus V-Z), dan juga dapat disebut sebagai
Human (alpha) herpes virus-3 (HHV3). Virus tersebut dapat pula

18
menyebabkan herpes zoster jika terjadi reaktivasi (keadaan kambuh
setelah sembuh dari varisela). Kedua penyakit ini mempunyai
manifestasi klinis berbeda. Diperkirakan bahwa setelah ada kontak
dengan virus V-Z akan terjadi varisela; kemudian setelah penderita
tersebut sembuh, mungkin virus itu tetap ada dalam bentuk laten (tanpa
ada manifestasi klinis) dan kemudian virus V-Z diaktivasi oleh trauma
sehingga menyebabkan herpes zoster. Virus V-Z dapat ditemukan dalam
cairan vesikel dan dalam darah penderita varisela; dapat dilihat dengan
mikroskop elektron dan dapat diisolasi dengan menggunakan biakan
terdiri fibroblas paru embrio manusia.

Gambar Struktur Virus Varisela Zoster

3. Epidemiologi
Tersebar kosmopolit, menyerang terutama anak-anak tetapi dapat
juga menyerang orang dewasa. Tranmisi penyakit ini secara aerogen. Di
negara Barat, kejadian varisela tergantung dari musim (musim dingin
dan awal musim semi). Di Indonesia walaupun belum pernah dilakukan
penelitian, agaknya penyakit virus menyerang pada musim peralihan
antara musim panas ke musim hujan atau sebaliknya. Angka kejadian di
negara kita belum pernah diteliti, tetapi di Amerika dikatakan kira-kira
3,1-3,5 juta kasus dilaporkan setiap tahun.
Varisela sangat mudah menular, yaitu melalui percikan ludah dan
kontak. Dapat mengenai semua golongan umur, termasuk neonatus

19
(varisela konginetal), tetapi tersering pada masa anak. Penderita dapat
menularkan penyakit selama 24 jam sebelum kelainan kulit (erupsi)
timbul sampai 6 atau 7 hari kemudian. Biasanya seumur hidup, varisela
hanya diderita satu kali. Residif dapat terjadi pada penderita penyakit
keganasan dan pada anak dengan pencangkokan ginjal yang sedang
diberi pengobatan imunosupresif.

4. Patofisiologis
Virus masuk ke dalam tubuh melaui mukosa traktur respiratorius
bagian atas atau orofaring yaitu virus berpindah dari satu orang ke
orang lain melalui percikan ludah yang berasal dari batuk/ bersin
penderita dan diterbangkan melalui udara dan kontak langsung melalui
kulit yang terinfeksi. Kemudian virus tersebut mengalami multiplikasi
awal setempat dan virus yang menyebar ke pembuluh darah dan saluran
limfe (Viremia Primer).
Kemudian akan dimakan oleh sel-sel system retikuloendotial.
Disini terjadi replikasi virus lebih banyak lagi (pada periode inkubasi).
Pada masa ini, infeksi dihambat oleh imunitas non spesifik. Pada
kebanyakan individu, replikasi virus lebih menonjol atau lebih dominan
dibandingkan imunitas tubuhnya, sehingga dalam waktu 2 minggu
setelah infeksi, terjadi viremia yang lebih hebat (Viremia Sekunder).
Hal ini menyebabkan panas dan malaise, serta virus menyebar ke
seluruh tubuh lewat aliran darah, terutama di kulit dan membran
mukosa.

WOC (terlampir)

5. Manifestasi Klinis
Masa inkubasi varisela sekitar 11-21 hari dengan rata-rata 13-17
hari. Perbedaan varisela dengan herpes zoster adalah bahwa lokasi
vesikel pada herpes zoster sesuai dengan lokasi susunan saraf pusat.
Terdapat dua stadium perjalanan penyakit :
a. Stadium Prodomal

20
Gejala prodomal muncul setelah 14-15 hari masa inkubasi,
dengan timbulnya ruam kulit disertai demam yang tidak terlalu
tinggi serta malaise. Pada anak lebih besar dan dewasa ruam
didahului oleh demam selama 2-3 hari sebelunya, menggigil,
malaise, nyeri kepala, anoreksia, nyeri punggung, dan pada beberapa
kasus nyeri tenggorok dan batuk.
b. Stadium Erupsi
Ruam kulit muncul di muka dan kulit kepala, dengan cepat
menyebar ke badan dan ekstremitas. Ruam lebih jelas pada bagian
depan yang tertutup dan jarang ditemukan pada telapak kaki dan
tangan. Penyebaran lesi varisela bersifat sentrifugal ke muka dan
ekstremitas, serta dapat menyerang selaput lendir mata, mulut, dan
saluran nafas bagian atas.
Gambaran yang menonjol adalah perubahan yang cepat dari
makula kemerahan ke papula, vesikula, pustula, dan akhirnya
menjadi krusta. Perubahan ini hanya terjadi berkisar 8-12 jam.
Gambaran vesikel khas, superfisial, dinding tipis dan terlihat seperti
tetesan air.
Penampang 2-3 mm berbentuk elips dengan sumbu sejajar garis
lipatan kulit. Jika terdapat infeksi sekunder terjadi pembesaran
kelenjar getah bening regional (lymphadenopathy regional). Penyakit
ini biasanya disertai rasa gatal.

Gambar Vesikel pada penderita varisela


Penyulit

21
Pada anak sehat, varisela merupakan penyakit ringan dan jarang
menimbulkan penyakit yang serius. Angka mortalitas pada anak usia
1-14 tahun diperkirakan 2/100.000 kasus, namun pada neonatus
dapat mencapai hingga 30%. Penyulit tersering adalah infeksi
sekunder bakteri pada lesi kulit yang disebabkan oleh Stafilokokus
aureus dan Streptokokus beta hemolitikus grup A yang menimbulkan
impetigo, furunkel, selulitis, erisipelas dan jarang ganggren. Infeksi
lokal ini sering menimbulkan jaringan parut. Pneumonia primer
akibat varisela 90% terjadi pada orang dewasa dan jarang pada anak
normal. Gejala muncul 1-6 hari setelah lesi kulit, beratnya kelainan
paru mempunyai korelasi dengan osteomielitis, fascilitis bahkan
sepsis.
6. Komplikasi
Varisela dapat menimbulkan berbagai komplikasi, tetapi umumnya
pada kulit, pada susunan syaraf pusat, atau sistem pemafasan yang
dijumpai. Komplikasi yang paling sering dijumpai pada kulit adalah
sebagai akibat infeksi sekunder oleh bakteri staphylococcus ataupun
streptococcus. Bisa juga dijumpai hemorhagic varicella. Pada susunan
syaraf pusat, komplikasi bisa berupa encephalitis,Reye’ssyndrome
asepticmeningitis dan Guillain-Barre Syndrome. Komplikasi pada
saluran pemafasan termasuk infeksi virus dan bakteri pencumoni,
infeksi saluran nafas atas terutama otitis media.
Salah satu komplikasi yang dapat terjadi adalah pneumonia
varisela. Pneumonia varisela hanya terdapat sebanyak 0,8 % pada
anak; biasanya disebabkan oleh infeksi sekunder dan dapat sembuh
sempurna. Pneumonia varisela yang disebabkan oleh virus V-Z jarang
didapatkan pada anak dengan sistem imunologis normal; sedangkan
pada anak dengan defisiensi imunologis atau pada orang dewasa yang
tidak jarang ditemukan. Pada keadaan ini kelainan radiologis paru-paru
masih didapatkan selama 6-12 minggu dan angka kematiannya sebesar
20%.
Jika mungkin didapatkan komplikasi pada susunan saraf seperti
ensefalitis, ataksia, nistagmus, tremor, mielitis transversa akut,

22
kelumpuhan saraf muka, neuromielitis optika atau penyakit Devic
dengan kebutaan sementara, sindroma hipotalamus yang disertai dengan
obesitas dan panas badan yang berulang-ulang. Penderita varisela
dengan komplikasi ensefalitis setelah sembuh dapat meninggalkan
gejala sisa seperti kejang, retardasi mental, dan kelainan tingkah laku.
Anak dengan sistem imunologis yang normal jarang mendapatkan
komplikasi tersebut diatas; sedangkan anak dengan defisiensi
imunologis, anak yang menderita leukimia, anak yang sedang
mendapatkan pengobatan pengobatan anti metabolit atau steroid
(penderita sindrom nefrotik), demam reumatik) dan orang dewasa
sering mendapat komplikasi tersebut; kadang-kadang varisela pada
penderita tersebut dapat menyebabkan kematian.
Infeksi yang muncul pada trimester pertama kehamilan dapat
menimbulkan kelaianan kongenital, sedangkan infeksi yang terjadi
beberapa hari menjelang kelahiran dapat menyebabkan varisela pada
neonatus.
Komplikasi lain dapat berupa menyerang susunan saraf pusat,
berupa ataksia sereberal (1/4000 kasus) sampai dengan
meningoensefalitis, meningitis, vaskulitis.

D. VARIOLA
1. Definisi
Variola adalah penyakit menular pada manusia yang disebabkan
oleh virus variola major atau variola minor. Penyakit ini dikenal dengan
nama Latinnya, variola atau variola vera, yang berasal dari kata Latin
varius, yang berarti “berbintik”, atau varus yang artinya “jerawat”.
Variola muncul pada pembuluh darah kecil di kulit ( perifer kulit) serta
di mulut dan kerongkongan (Adhi Djuanda, 2006).
Variola hampir mirip cacar air atau varisela atau chicken pox, tetapi
vesikelnya jauh lebih banyak dan berisi tidak hanya cairan tapi juga
nanah dan darah (Sastrawinata, 2008). Variola adalah penyakit virus
yang disertai keadaan umum yang buruk, dapat menyebabkan kematian,
efloresensinya bersifat monomorf terutama terdapat di perifer tubuh.

23
2. Etiologi
Penyebab variola adalah virus variolae ada 2 tipe virus yang
identik, tetapi menimbulkan 2 tipe variola yaitu variola mayor dan
variola minor (alastrim). Perbedaan kedua virus itu adalah bahwa
penyebab variola mayor bila dimokulasikan pada membrane
karioalontrik tubuh pada suhu 38o C. Sedangkan yang menyebabkan
variola minor tumbuh dibawah suhu itu.
Variola major menyebabkan penyakit yang lebih serius dengan
tingkat kematian 30–35%. Variola minor menyebabkan penyakit yang
lebih ringan (dikenal juga dengan alastrim, cottonpox, milkpox,
whitepox, dan Cuban itch) yang menyebabkan kematian pada 1%
penderitanya.Akibat jangka panjang infeksi Variola major adalah bekas
luka, umumnya di wajah, yang terjadi pada 65–85% penderita.

Gambar Variola pada Wajah Gambar Variola pada tangan

3. Manisfestasi Klinis
Secara umum gejala klinis yang timbul dari penyakit variola ini adalah:
a. Panas
b. Pusing
b. Tidak ada nafsu makan
c. Nyeri diotot dan tulang
d. Ruam dikulit
e. Berwarna kemerahan
f. Bentol-bentol

24
g. Terdapat cairan , nanah, dan darah

Penyakit variola ini memiliki masa intubasi selama 2-3 minggu, selama
masa intubasi tersebut terdapat 4 stadium penyakit variola, yaitu:
a. Stadium inkubasi erupsi (prodromal)
Terdapat nyeri kepala, nyeri tulang, nyeri sendi, demam tinggi,
menggigil, lemas, muntah-muntah yang berlangsung selama 3-4 hari.
b. Stadium makulo-papular
Timbulnya makula-makula eritematosa yang cepat menjadi papul-
papul terutama di muka dan ekstremitas, pada stadium ini suhi tubuh
kembali normal dan penderita merasa sehat kembali dan tidak timbul
lesi baru.
c. Stadium vesikulo pustulosa
Dalam waktu 5-10 timbul vesikel-vesikel yang kemudian menjadi
pustul-pustul dan pada stadium ini suhu tubuh meningkat lagi dan
timbul umbilikasi.
d. Stadium resolusi
Stadium ini berlangsung dalam waktu 2 minggu, timbul krusta-
krusta dan suhu tubuh mulai menurun. Keudian krusta-krusta
terlepas dan meninggalkan sikatriks-sikatriks yang atrofi. Terkadang
dapat menimbulkan perdarahan yang disebabkan depresi
hematopoetik yang disebut black variola yang sering fatal, mortalitas
variola bervariasi diantara 1-50%

4. Patofisiologi
Variola (Smallpox)disebabkan oleh virus yang menyebar dari satu
orang ke orang lainnya melalui udara. Virus ini ditularkan dengan
menghirup virus dari orang yang terinfeksi. Selain itu, Smallpox juga
bisa menyebar melalui kontak langsung dengan cairan tubuh orang
yang terinfeksi dan objek yang terkontaminasi seperti baju.
Penularannya melalui kontak langsung ataupun tak langsung tapi
infeksi primernya selalu melalui hawa nafas. Virusnya yang terdapat di
udara, berasal dari debu pakaian, tempat tidur, dari keropeng yang jatuh

25
ditanah ataupun dari hawa nafas di penderita, terhirup bersama hawa
pernafasan sehingga terjadi penularan. Cacar adalah penyakit yang
sangat menular.
Virus variola diperoleh dari inhalasi (pernafasan ke paru-paru).
Partikel virus cacar dapat tetap pada benda seperti pakaian, tempat
tidur, dan permukaan hingga 1 minggu. Virus dimulai di paru-paru, dari
sana virus menyerang aliran darah dan menyebar ke kulit, usus, paru-
paru, ginjal, dan otak. Aktivitas virus dalam sel-sel kulit menciptakan
ruam yang disebut makula (karakteristik : datar, lesi merah). Setelah itu
vesikel (lepuh mengangkat) terbentuk. Kemudian, pustula (jerawat
berisi nanah) muncul sekitar 12-17 hari setelah seseorang menjadi
terinfeksi. Sembuh dari cacar sering meninggalkan bekas di kulit oleh
karena pustula.
Manusia adalah host natural dari smallpox. Penyakit ini tidak dapat
ditularkan oleh serangga maupun hewan. Jika seseorang pernah
menderita cacar air, maka dia akan memiliki kekebalan dan tidak akan
menderita cacar air lagi. Tetapi virusnya bisa tetap tertidur di dalam
tubuh manusia, lalu kadang menjadi aktif kembali dan
menyebabkan herpes zoster.

WOC (terlampir)

5. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang bisa disebabkan oleh variola ini adalah
pneumonia yang disebabkan virus, peradangan jantung, peradangan
sendi, peradangan hati, infeksi bakteri (erisipelas, pioderma, impetigo
bulosa), ensefalitis (infeksi otak).

6. Penataklasanaan Medis
Pasien harus dikarantina. Pengobatan secara sistemik bisa dilakukan
dengan pemberian obat antiviral seperti isoprinosin dan interferon, bisa
juga dengan globulin gama. Kecuali itu, diberikan juga obat yang
bersifat simptomatik, misalnya analgetik/antipiretik. Harus diperhatikan
juga kemungkinan munculnya infeksi sekunder maupun infeksi

26
nosokomial, serta cairan tubuh dan elektrolit. Jika masih ada lesi di
mulut, diberikan amakan lunak. Pengobatan topical bersifat penunjang
misalnya kompres dengan antiseptic atau salap antibiotik.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 ASKEP HERPES


A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Di dalam identitas hal-hal yang perlu di kaji antara lain nama
pasien, alamat pasien, umur pasien (biasanya kejadian ini mencakup
semua usia antara anak-anak sampai dewasa), tanggal masuk rumah
sakit penting untuk di kaji untuk melihat perkembangan dari
pengobatan, penanggung jawab pasien agar pengobatan dapat di
lakukan dengan persetujuan dari pihak pasien dan petugas kesehatan,
agama, pekerjaan,dll.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Gejala yang sering menyebabkan pasien datang ke pelayanan
kesehatan adalah nyeri dan gatal-gatal pada daerah yang lesi.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Penderita merasakan nyeri yang hebat, terutama pada area kulit yang
mengalami peradangan berat dan vesikulasi yang hebat, selain itu
juga terdapat lesi/vesikel perkelompok dan penderita juga
mengalami demam yang disertai peningkatan suhu tubuh, selain itu
penderita juga merasa tidak nyaman dan terkadang juga merasakan
gatal-gatal pada daerah kulit yang mengalami peradangan
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Sering diderita kembali oleh klien yang pernah mengalami penyakit
herpes atau memiliki riwayat penyakit seperti ini sebelumnya
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Menanyakan kepada penderita ada atau tidak anggota keluarga atau
teman dekat yang terinfeksi virus ini.

3. Pola Fungsional Gordon


a. Riwayat Pola Persepsi Kesehatan dan Manajemen Kesehatan

27
Klien mengeluhkan seringnya merasa gatal, kesemutan dan sakit
pada daerah kemaluan dan melaporkan ke poliklinik terdekat, dan
merasa akan sembuh beberapa hari dan akhirnya diperparah dengn
timbulnya vesikuler di kemaluan dan nyeri yang tak terhingga
b. Pola Pemenuhan Nutrisi Metabolik
Nutrisi terganggu karena nyeri yang dirasakan membuat pasien tidak
nafsu makan dan untuk memenuhi makan dan minum pasien butuh
pertolongan untuk mengambilnya.
c. Pola Eliminasi
Pasien sulit untuk melakukan BAB dan BAK, karena nyeri yang
dirasakan.
d. Pola Aktivitas dan Latihan
Pasien akan mengalami malaise, demam, mialgia dan sakit kepala,
sehingga pola aktivitas dan latihan pasien terganggu
e. PolaTidur dan Istirahat
Pasien akan sering mengalami insomnia, karena gejala sistemik yang
dialami seperti malaise, demam, sakit kepala serta nyeri yang
menganggu aktivitas tidur pasien
f. Pola Kognitif-perseptual
tidak ada tanda-tanda penurunan pada sistem penglihatan dan sistem
pendengaran.
g. Pola Persepsi Konsep Diri
Biasanya pasien akan mengalami gangguan citra tubuh karena
penyakit yang di derita
h. Pola Peran dan Hubungan
Peran dan hubungan tergaggu akibat penyakit dan kurangnya
hubungan dengan dunia luar.
i. Pola Seksualitas dan Reproduksi
Biasanya terjadi penurunan seksualitas karena kondisi pasien yang
lemah serta nyeri yang dirasakan.
j. Pola Koping dan Toleransi Stress
Biasanya pasien berusaha untuk tetap bersabar dan menerima
dengan cara tetap menerima dan menjalankan pengobatan sesuai
dengan anjuran dokter, untuk menghadapi semua ini pasien selalu
diberi dukungan oleh keluarga dan tetangganya sehingga klien
semangat untuk sembuh.
k. Pola Nilai dan Kepercayaan
Biasanya aktivitas ibadah pasien terganggu karena keterbatasan
aktivitas akibat gejala sistemik dan nyeri yang dirasakan.

28
4. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Yang akan dikaji adalah tingkat kesadaran dari pasien dan tanda-
tanda vital pasien (tekanan darah, denyut nadi, pernfasan, suhu
tubuh)
2. Pemeriksaan Head To Toe dengan tekhnik IPPA
a. Kepala : Bentuk kepala, kebersihan, berbau, terdapat lesi.
b. Rambut : Warna rambut hitam, tidak ada bau pada rambut,
keadaan rambut tertata rapi.
c. Mata (Penglihatan) : Posisi simetris, pupil isokor, tidak terdapat
massa dan nyeri tekan, tidak ada penurunan penglihatan.
d. Hidung (Penciuman) : Posisi sektum naso tepat ditengah, tidak
terdapat secret, tidak terdapat lesi, dan tidak terdapat hiposmia.
Anosmia, parosmia, kakosmia.
e. Telinga (Pendengaran) : periksaa bagian-bagian telinga mulai dari
daun telinga, telinga tengah, tengah dalam dan bagaimana
pendengaran pasien.
f. Mulut dan gigi : Mukosa bibir lembab, tidak pecah-pecah, warna
gusi merah muda, tidak terdapat perdarahan gusi, dan gigi bersih.
g. Leher : Posisi trakea simetris, tidak terdapat pembesaran kelenjar
tiroid, tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak ada nyeri tekan.
h. Thorak
i. Abdomen
j. Reproduksi : Pada pemeriksaan genitalia pria, daerah yang perlu
diperhatikan adalah bagian glans penis, batang penis, uretra, dan
daerah anus. Sedangkan pada wanita,daerah yang perlu
diperhatikan adalah labia mayora dan minora, klitoris, introitus
vagina, dan serviks Jika timbul lesi, catat jenis, bentuk, ukuran /
luas,warna, dan keadaan lesi. Palpasi kelenjar limfe regional,
periksa adanyapembesaran; pada beberapa kasus dapat terjadi
pembesaran kelenjar limferegional
k. Ekstremitas : Tidak terdapat luka dan spasme otot.
l. Integument : Ditemukan adanya vesikel-vesikel berkelompok
yang nyeri,edema di sekitar lesi,dan dapat pula timbul ulkus pada
infeksi sekunder.

B. Diagnosa Keperawatan

29
No. NANDA NOC NIC
1 Hipertermi Termoregulasi Pengobatan Demam
 Suhu tubuh normal  Pantau suhu berkali-kali jika diperlukan
 Tidak ada iritabilitas  Atur pengobatan dengan anti piretik, jika diperlukan
 Tidak ada perubahan warna kulit  Anjurkan peningkatkan asupan cairan oral, jika diperlukan
 Menunjukan rasa nyaman  Tingkatkan sirkulasi udara dengan menggunakan kipas angin
 Hidrasi baik  Anjurkan atau atur kebersihan oral, jika diperlukan
 Pantau selalu untuk mencegah indikasi hipotermia
Regulasi Temperatur
Aktivitas :
 Pantau suhu paling sedikit tiap 2 jam
 Gunakan alat pemantau inti temperatur yang tepat secara berkala
 Pantau tekanan darah, nadi, pernapasan dengan tepat
 Pantau warna kulit dan temperatur
 Pantau kegunaan dan laporkan tanda dan gejala hypotermia dan
hypertermia
 Naikkan intake cairan yang adekuat dan intake nutrisi
 Suruh pasien cara mencegah panas di dalam dan serangan panas
 Diskusikan pentingnya termoregulasi dan efek buruk yang mungkin
terjadi
 Ajak pasien dan orang terdekat tentang tindakan untuk mencegah
hipotermi dari paparan dingin
 Beritahu tentang indikasi dari panas di dalam dan penanganan gawat
darurat yang tepat

30
 Beritahu indikasi hipotermia dan penanganan yang tepat
 Gunakan kasur yang hangat dan bantal hangat untuk menjaga
temperatur tubuh
 Gunakan kasur empuk, bantal air,es atau jel untuk menurunkan
temperatur
 Atur temperatur lingkungan yang dibutuhkan pasien
 Beri pengobatan tepat untuk mencegah atau mengendalikan menggigil
 Mengurus pengobatan antiphyretik

2 Nyeri Akut Kontrol Nyeri Manajemen Nyeri


 Menilai factor penyebab  Lakukan penilaian nyeri secara komprehensif dimulai dari lokasi,
 Gunakan ukuran pencegahan karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas dan penyebab.
 Laporkan tanda / gejala nyeri pada  Gunakan komunikasi yang terapeutik agar pasien dapat menyatakan
tenaga kesehatan professional pengalamannya terhadap nyeri serta dukungan dalam merespon nyeri
 Gunakan catatan nyeri  Tentukan dampak nyeri terhadap kehidupan sehari-hari (tidur, nafsu
 Laporkan bila nyeri terkontrol
makan, aktivitas, kesadaran, mood, hubungan sosial, performance kerja
dan melakukan tanggung jawab sehari-hari)
 Evaluasi bersama pasien dan tenaga kesehatan lainnya dalam menilai
efektifitas pengontrolan nyeri yang pernah dilakukan
 Bantu pasien dan keluarga mencari dan menyediakan dukungan dalam
mempercepat penyembuhan
 Tentukan tingkat kebutuhan pasien yang dapat memberikan kenyamanan
pada pasien dan rencana keperawatan
 Mengurangi atau menghapuskan faktor-faktor yang mempercepat atau
meningkatkan nyeri (spt :ketakutan, fatique, sifat membosankan, ketiada

31
an pengetahuan)
 Kolaborasikan dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya untuk memilih
dan mengimplementasikan metoda dalam mengatasi nyeri secara non-
farmakologi.
 Menyediakan analgesic yang dibutuhkan dalam mengatasi nyeri
 Pengobatan sebelum beraktivitas untuk meningkatkan partisipasi , tapi
evaluasi resiko pemberian obat penenang
3 Kerusakan Integritas Jaringan: Kulit & Membran Integritas Kulit, Kerusakan
Integritas Kulit Mukosa  Precausi Sirkulasi
 Temperatur jaringan IER  Managemen Cairan/Elektrolit
 Sensasi IER  Perawatan tempat Luka Korekan
 Elestisita IER  Administrasi Obat : Topikal
 Hidrasi IER  Managemen Obat
 Pigmentasi IER  Perawatan Kulit: Pengobatan Topikal
 Perspirasi IER  Pengawasan Kulit
 Warna IER  Parawatan Tarikan/Immobilisasi
 Tekstur IER Pemantauan Elektrolit
 Ketebalan IER  Memantau tingkat serum elektrolit.
 Jaringan bebas lesi  Memantau tingkat serum albumin dan total protein, sebagai indikasi.
 Perfusi jaringan
 Mengenali dan melaporkan kehadiran ketidakseimbangan elektrolit.
 Pertumbuhan rambut pada kulit IER
 Kesehatan kulit  Memantau kehilangan cairan dan kehilangan elektrolit yang berhubungan
 Memantau sakit pada saraf yang muncul dari ketidakseimbangan elektrolit
(contonya perubahan sensorium dan keletihan).
 Perhatikan perubahan sensasi seperti mati rasa atau adanya getaran
 Memantau rasa mual, muntah, dan diare.

32
4 Resiko infeksi Pengetahuan : Kontrol Infeksi Kontrol Infeksi
 Mendeskripsikan mode transmisi  Ajarkan mencuci tangan untuk memperbaiki kesehatan pribadi.
 Mendeskripsikan factor-faktor yang  Ajarkan teknik mencuci tangan yang benar.
menyertai transmisi  Gunakan sabun anti mikroba untuk mencuci tangan dengan benar.
 Mendeskripsikan praktek pengurangan  Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan perawatan pada pasien.
transmisi
 Gunakan aturan umum.
 Mendeskripsikan tanda-tanda dan
 Gunakan sarung tangan yang bersih.
gejala
 Mendeskripsikan pengontrolan  Pastikan teknik perawatan luka yang tepat.
prosedur  Gunakan kateter untuk mengurangi kejadian infeksi kandung kemih.
 Dorong/ajarkan cara nafas dalam dan batuk yang benar.
 Tingkatkan pemasukkan nutrisi yang tepat.
Kontrol Resiko : Penyakit Seksual  Tingkatkan pemasukan cairan yang tepat.
Menular (PSM)  Lakukan terapi antibiotic yang tepat.
 Konsekwensi pengetahuan individu  Ajarkan pasien untuk memakan antibiotic sesuai resep.
berhubungan dengan PSM  Ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda-tanda dan gejala infeksi dan
 Amati perilaku individu terhadap resiko
kapan harus melaporkannya pada tim kesehataN
penyebaran PSM
Perlindungan Terhadap Infeksi
 Kembangkan strategi efektif untuk
 Memeriksa system dan tanda-tanda dan gejala-gejala infeksi.
mengurangi perilaku PSM
 Tanyakan status pasangan PSM  Mengontrol mudahnya terserang infeksi
sebelum aktivitas seksual  Mengikuti pencegahan dengan neutropenic.
 Kenali tanda dan gejala  Menjaga kebersihan pasien yang beresiko.
PSM  Melihat kondisi kulit dan membrane mukosa yang memerah, hangat dan
 Ikut serta dalam pengamatan PSM mengelupas.
 Amati tanggapan tentang perawatan

33
 Beritahu pasangan seksual yang telibat  Meningkatkan kebutuhan nutrisi yang cukup.
infeksi PSM  Menginstruksikan pasien menggunakan antibiotic sesuai resep.
Deteksi Resiko  Mengajarkan pasien dan keluarga mengenai gejala-gejala infeksi dan
 Mengenal tanda-tanda dan gejala-gejala melaporkannya kepada pemberi layanan kesehatan lainnya.
yang menunjukkan adanya indikasi  Mengajarkan pasien dan keluarga bagaimana mencegah infeksi.
resiko  Buah segar, sayuran, lada dalam diet pasien neutropemia
 Mengidentifikasi potensi resiko-resiko  Melaporkan infeksi yang dicurigai dapat menginfeksi pusat tubuh.
kesehatan
 Melaporkan pemeliharaan yang positif terhadap infeksi control diri.
 Pengetahuan yang diperoleh dari
Perawatan Perineal
riwayat keluarga
 Bantu kebersihan.
 Gunakan service perawatan kesehatan
sesuai dengan kebutuhan  Menjaga perineum tetap kering.
Integritas Jaringan : Kulit dan Selaput  Gunakan kompres dingin dengan baik.
Lendir  Bersihkan perineum sepenuhnya pada interval tetap.
 Temperatur jaringan  Memelihara kenyamanan posisi klien.
 Sensasi dari skala yang diharapkan  Catat karakteristik pengaliran dengan tepat.
 Hidrasi dari skala yang diharapkan  Memberi dukungan scrotal, dengan baik.
 Luka jaringan  Memberikan pengobatan nyeri dengan tepat.
 Perfusi jaringan
 Keutuhan dari skala yang diharapkan
5. Gangguan Status nutrisi Bantuan penambahan berat badan
pemenuhan Indikator : Tindakan:
nutrisi kurang  Asupan zat gizi  Menimbang berat badan pasien pada jarak waktu tertentu, jika
dari kebutuhan  Asupan makanan dan cairan diperlukan
tubuh  Energi  Mendiskusikan kemungkinan penyebab rendahnya berat badan

34
 Indeks masa tubuh  Memantau mual dan muntah
 Berat badan  Mengontrol konsumsi kalori harian
 Anjurkan meningkatkan intake kalori
Pengontrolan berat badan  Menunjukkan bagaimana cara meningkatkan intake kalori
Indikator:  Memberi variasi nutrisi makanan yang tinggi kalori
 Mengontrol berat badan  Mempertimbangkan makanan utama pasien, jika diatur oleh pilihan
 Mempertahankan intake kalorioptimal sendiri, budaya, dan agama
harian
 Menyeimbangkan latihan dengan intake Manajemen nutrisi
kalori Aktivitas :
 Memilih nutrisi makanan dan snack  Mengontrol penyerapan makanan/cairan dan menghitung intake kalori
 Menggunakan suplemen nutrisi jika harian, jika diperlukan
diperlukan  Memantau ketepatan urutan makanan untuk memenuhi kebutuhan
 Makan sebagai respon makan nutrisi harian
 Mempertahankan pola makan yang  Menentukan jimlah kalori dan jenis zat makanan yang diperlukan
dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi, ketika berkolaborasi dengan ahli
 Memelihara penyerapan makanan makanan, jika diperlukan
 Menetukan makanan pilihan dengan mempertimbangkan budaya dan
agama
 Anjurkan intake makanan yang tinggi kalsium, jika diperlukan
 Memastikan bahwa makanan berupa makanan yang tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
 Memberi pasien makanan dan minuman tinggi protein, tinggi
kalori, dan bernutrisi yang siap dikonsumsi, jika diperlukan
 Membantu pasien untuk memilih makanan lembut, lunak dan tidak asam,

35
jika diperlukan
Melakukan perawatan mulut sebelum makan, jika diperlukan

36
3.2 ASKEP VARISELA
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Meliputi nama lengkap, tempat tanggal lahir, umur, alamat, asal, suku
bangsa, nama orangtua dan pekerjaan orang tua.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama : ruam pada kulit berisi cairan jernih yang tersebar
ke seluruh tubuh.
b. Keluhan Tambahan : Gatal pada ruam
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Terdapat keluhan adanya ruam diseluruh badan. Diawali dengan
demam dan sakit kepala sehingga membuat nafsu makan berkurang.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada kasus anak-anak biasanya belum pernah ada riwayat, pada
kasus dewasa, pernah terjadi saat kanak-kanak dan terulang kembali.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga lainnya, bisa
terjadi karena terinfeksi oleh anggota keluarga lain, atau dapat dari
orang lain.
f. Riwayat Sosial
Pada kasus anak-anak biasanya anak mengakui bahwa teman
sepermainannya mempunyai penyakit yang sama dengan ia.
3. Pola Fungsional Gordon
a. Pola persepsi dan penanganan kesehatan
Keluhan tentang nyeri dan gatal pada kulit dan tidak bisa
bersentuhan dengan orang lain, klien sering menuturkan keluhan
tentang kesembuhan.
b. Pola aktivitas-latihan
Adanya kesukaran dalam melakukan aktivitas, mengatakan ada
keluhan sakit kepala dan merasa lelah.
c. Pola nutrisi dan metabolik
Kehilangan nafsu makan
d. Pola eliminasi
Adanya perubahan eliminasi sebagai akibat dari perubahan pola nutri
dan asupan makanan.
e. Pola tidur dan istirahat
Pola tidur mengalami gangguan akibat nyeri yang dirasakan dan
gangguan kenyaman akibat tinbulnya vesikel.
f. Pola konseptual-persepsi
Adanya ruam yang berisi vesikel dengan cairan yang tidak boleh
digaruk.
g. Pola toleransi diri-koping stres
Membicarakan dan menjelaskan kepada keluarga masalah kesehatan
yang dihadapi dengan anggota keluarga.
h. Pola persepsi diri-konsep diri
Perasaan cemas terhadap penyakit dan kecurigaan terhadap yang
diderita serta mengeluhkan citra diri rendah.
i. Pola peran hubungan
Hubungan dengan anggota keluarga lain tetap harmonis, klien sulit
melakukan aktivitas akibat penyakit yang diderita dan harus diisolasi
agar tidak menginfeksi orang lain.
j. Pola seksual- reproduktif
Tidak terpenuhinya pola seksual
k. Pola nilai kepercayaan
Masih dapat melaksanakan kegiatan spiritual dan ibadah terpenuhi.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Kaji keadaan umum pasien, kaji tingkat kesadaran pasien serta
tanda-tanda vital pasien.
b. Lakukan pemeriksaan secara head to toe secara inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultas
39
1 Resiko Infeksi Integritas Jaringan : Kulit dan Pengendalian Infeksi
Membran Mukosa Aktivitas :
Indikator:  Ciptakan lingkungan (alat-alat, berbeden dan lainnya) yang
 Suhu Jaringan nyaman dan bersih terutama setelah digunakan oleh pasien
 Sensasi  Gunakan alat-alat yang baru dan berbeda setiap akan melakukan
 Elastisitas tindakan keperawatan ke pasien
 Hidrasi  Isolasikan pasien yang terkena penyakit menular
 Pigmentasi
 Tempatkan pasien yang harus diisolasi yang sesuai dengan
 Respirasi
kondisi pasien
 Warna
 Tekstur  Batasi jumlah pengunjung sesuai kondisi pasien
 Ketebalan  Ajari klien untuk mencuci tangan sebagai gaya hidup sehat
 Jaringan yang tak luka pribadi
 Jaringan Perfusi  Instruksikan klien untuk mencuci tangan yang benar sesuai
 Pertumbuhan rambut di kulit dengan yang telah diajarkan
 Kelengkapan kulit  Instruksikan kepada pengunjung untuk selalu mencuci tanagn
Penyembuhan Luka : sebelum dan sesudah memasuki ruangan pasien
Penyembuhan Primer  Gunakan sabun antimikroba untuk proses cuci tangan
Indikator:
 Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan kepada
 Skin approximation pasien
 Pengeringan Purulensi
 Terapkan kewaspadaan universal
 Pengeringan serosa dari luka
 Pengurangan drainase dari luka  Gunakan selalu handscoon sebagai salah satu ketentuan
 Pengeringan seroanginosa dari kewaspadaan universal
luka  Gunakan baju yang bersih atau gown ketika menangani pasien
 Pengurangan area yang infeksi
40
kemerahan  Gunakan sarung tangan yang steril, jika memungkinkan
 Pengurangan edema luka  Bersihkan kulit pasien dengan pembersih antibakteri
 Tingginya temperatur kulit  Jaga dan lindungai area atau ruangan yang diindikasikan dan
 Bau luka
digunakan untuk tindakan invasive, operasi dan gawat darurat

Proteksi Infeksi
Aktivitas:
 Monitor tanda-tanda dan gejala sistemik dan local dari infeksi.
 Monitor daerah yang mudah terinfeksi.
 Monitor jumlah granulosit, WBC, dan perbedaan nilai.
 Ikuti kewaspadaan neutropenic.
 Batasi pengunjung.
 Lindungi semua pengunjung dari penyakit menular.
 Pertahankan teknik asepsis untuk pasien yang berisiko.
 Pertahankan teknik isolasi.
 Lakukan perawatan kulit untuk area yang oedem.
 Inspeksi kulit dan membran mukosa yang memerah, panas, atau
kering.
 Tingkatkan intake nutrisi yang cukup.
 Anjurkan intake cairan.
 Anjurkan istirahat.

2. Nyeri Akut Kontrol Nyeri Manajemen Nyeri


41
Indikator: Aktivitas:
 Menilai factor penyebab  Lakukan penilaian nyeri secara komprehensifdimulai dari lokasi,
 Recognize lamanya Nyeri karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas dan penyebab.
 Gunakan ukuran pencegahan  Kaji ketidaknyamanan secara nonverbal, terutama untuk pasien
 Penggunaan mengurangi nyeri yang tidak bisa mengkomunikasikannya secara efektif
dengan non analgesic  Pastikan pasien mendapatkan perawatan dengan analgesic
 Gunakan tanda –tanda vital
 Gunakan komunikasi yang terapeutik agar pasien dapat
memantau perawatan
menyatakan pengalamannya terhadap nyeri serta dukungan
 Laporkan tanda / gejala nyeri
dalam merespon nyeri
pada tenaga kesehatan
 Pertimbangkan pengaruh budaya terhadap respon nyeri
professional
 Gunkan sumber yang tersedia  Evaluasi pengalaman pasien atau keluarga terhadap nyeri kronik
 Menilai gejala dari nyeri atau yang mengakibatkan cacat
 Gunakan catatan nyeri  Evaluasi bersama pasien dan tenaga kesehatan lainnya dalam
menilai efektifitas pengontrolan nyeri yang pernah dilakukan
Tingkat Kenyamanan  Bantu pasien dan keluarga mencari dan menyediakan dukungan.
Indikator:  Gunakan metoda penilaian yang berkembang untuk memonitor
 Melaporkan Perkembangan Fisik perubahan nyeri serta mengidentifikasi faktor aktual dan
 Melaporkan perkembangan potensial dalam mempercepat penyembuhan
kepuasan  Menyediakan informasi tentang nyeri, contohnya penyebab
 Melaporkan perkembangan nyeri, bagaimana kejadiannya, mengantisipasi ketidaknyamanan
psikologi terhadap prosedur
 Mengekspresikan perasaan
dengan lingkungan fisik sekitar
 Mengekspresikan perasaan

42
dengan hubungan social Pemberian Analgesik
 Mengekspresikan perasaan secara Aktivitas:
spiritual  Menentukan lokasi , karakteristik, mutu, dan intensitas nyeri
 Melaporkan kepuasan dengan sebelum mengobati pasien
tingkatan mandiri  Periksa order/pesanan medis untuk obat, dosis, dan frekuensi
 Menekspresikan kepuasan dengan yang ditentukan analgesik
Kontrol nyeri
 Cek riwayat alergi obat
 Mengevaluasi kemampuan pasien dalam pemilihan obat
penghilang sakit, rute, dan dosis, serta melibatkan pasien dalam
pemilihan tersebut
 Tentukan jenis analgesik yang digunakan (narkotik, non narkotik
atau NSAID) berdasarkan tipe dan tingkat nyeri.
 Tentukan analgesik yang cocok, rute pemberian dan dosis
optimal.
3. Hipertermi Termoregulasi Pengobatan Demam
Indikator : Aktivitas :
 Tidak adanya sakit kepala  Pantau suhu berkali-kali jika diperlukan
 Tidak adanya ngilu pada otot  Pantau kehilangan cairan yang tidak sadar
 Tidak adanya iritabilitas  Adakan pemantauan suhu secara berkelanjutan, jika
 Tidak adanya perasaan diperlukan
mengantuk
 Pantau warna kulit dan suhu
 Tidak adanya kejang pada otot
 Pantau tekanan darah, nadi dan pernafasan, jika diperlukan
Status Tanda-Tanda Vital  Pantau untuk penurunan tingkat kesadaran
Indikator :  Pantau aktivitas berlebihan
43
 Temperature  Pantau intake dan output
 Denyut nadi apical  Berikan pengobatan yang tepat untuk mencegah atau
 Denyut nadi radial mengontrol gemetaran
 Pernapasan  Atur oksigen, jika diperlukan
 Tekanan daras sistolik
 Tempatkan pasien pada bagian hipotermia, jika diperlukan
 Tekanan darah diastolic
 Pantau selalu suhu untuk mencegah indikasi hipotermia

Pemantauan Tanda-Tanda Vital


Aktivitas :
 Mengukur tekanan darah, denyut nadi, temperature, dan
status pernafasan, jika diperlukan
 Mencatat gejala dan turun naiknya tekanan darah
 Mebgukur tekanan darah ketika pasien berbaring, duduk,
dan berdiri, jika diperlukan
 Auskultasi tekanan darah pada kedua lengan dan
bandingkan, jika diperlukan
 Mengukur tekanan darah, nadi, dan pernafasan sebelum,
selama, dan setelah beraktivitas, jika diperlukan
 Mempertahankan suhu alat pengukur, jika diperlukan
 Memantau dan mencatat tnda-tanda dan syimptom
hypothermia dan hyperthermia
 Memantau naik turunnya tekanan nadi
 Memnatau tingkatan irama cardiac
 Memantau suara jantung
 Memantau tingkat dan irama pernafasan (e.g. kedalaman dan
44
kesimetrisan)
 Memantau suara paru

4. Gangguan Status nutrisi Bantuan penambahan berat badan


pemenuhan nutrisi Indikator : Tindakan:
kurang dari  Asupan zat gizi  Menimbang berat badan pasien pada jarak waktu tertentu,
kebutuhan tubuh  Asupan makanan dan cairan jika diperlukan
 Energi  Mendiskusikan kemungkinan penyebab rendahnya berat
 Indeks masa tubuh badan
 Berat badan  Memantau mual dan muntah
 Mengontrol konsumsi kalori harian
Pengontrolan berat badan  Anjurkan meningkatkan intake kalori
Indikator:  Menunjukkan bagaimana cara meningkatkan intake kalori
 Mengontrol berat badan  Memberi variasi nutrisi makanan yang tinggi kalori
 Mempertahankan intake  Mempertimbangkan makanan utama pasien, jika diatur oleh
kalorioptimal harian pilihan sendiri, budaya, dan agama
 Menyeimbangkan latihan dengan
intake kalori Manajemen nutrisi
 Memilih nutrisi makanan dan Aktivitas :
snack  Mengontrol penyerapan makanan/cairan dan menghitung
 Menggunakan suplemen nutrisi intake kalori harian, jika diperlukan
jika diperlukan  Memantau ketepatan urutan makanan untuk memenuhi
 Makan sebagai respon makan kebutuhan nutrisi harian
 Mempertahankan pola makan  Menentukan jimlah kalori dan jenis zat makanan yang
yang dianjurkan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi, ketika
 Memelihara penyerapan makanan berkolaborasi dengan ahli makanan, jika diperlukan
45
 Menetukan makanan pilihan dengan mempertimbangkan
budaya dan agama
 Anjurkan intake makanan yang tinggi kalsium, jika
diperlukan
 Memastikan bahwa makanan berupa makanan yang tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
 Memberi pasien makanan dan minuman tinggi
protein, tinggi kalori, dan bernutrisi yang siap
dikonsumsi, jika diperlukan
 Membantu pasien untuk memilih makanan lembut, lunak dan
tidak asam, jika diperlukan
 Melakukan perawatan mulut sebelum makan, jika diperlukan

46
3.3 ASKEP VARIOLA
A. Pengkajian Keperawatan
1. Keluhan Utama
Pada pasien variola biasanya memiliki keluhan utama : pusing, tidak ada
nafsu makan, nyeri diotot dan tulang, ruam dikulit, berwarna kemerahan,
dan bentol-bentol.

2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat perjalanan penyakit :Biasanya pasien yang penderita variola
mengalami gejala perjalanan penyakit pusing, tidak ada nafsu makan,
nyeri diotot dan tulang, ruam dikulit, berwarna kemerahan, dan bentol-
bentol yang kemerah-merahan dan berisi nanah dan darah.
b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu : Biasanya pasien yang penderita variola
biasa tidak memiliki riwayat penyakit yang sama sebelumnya. Tetapi
tidak tertutup kemungkinan untuk menderita penyakit tersebut
sebelumnya.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga : Apakah ada keluarga yang menderita
penyakit ini sebelumnya. Biasanya keluarga pada pasien penderita
variola tidak mengalami penyakit yang sama.

3. Pola Fungsional Gordon


1. Pola Perserpsi dan Penanganan Penyakit
Pada pengkajian pasien variola biasanya ditemukan untuk persepsi
tantang penyakit biasanya lebih tertutup dan susah untuk menangani
penyakitnya.
2. Pola Nutrisi/Metabolisme
Pengkajian pada pola nutrisi dan metabolisme pada pasien variola
biasanya mengalami gangguan untuk memnuhi nutrisi dikarenakan
pasien mengalami pusing dan tidak nafsu makan.

3. Pola Eliminasi
Pada pola eliminasi pada pasien penderita variola biasanya mengalami
ganguan kurang eliminasi baik itu BAK maupun BAB dikarenakan

49
tubuh pasien mengalami kompensasi, sehingga pasien mengalami
demam dan menyebabkan dehidrasi.
4. Pola Aktivitas/Olahraga
Pada pasien penderita variola mengalami gangguan pada pola aktivitas
dikeranakan pasien merasakan nyeri pada otot dan tulang dan disertai
demam.
5. Pola Istirahat/Tidur
Pasien penderita variola pada saat pengkajian akan didapatkan
gangguan pada pola istirahat/ tidur hal ini dikarenakan pasien
mengalami nyeri otot dan tulang walaupun pada saat istirahat.
Gangguan pola tidur dan istirahat juga dikarenakan pada tubuh klien
didapatkankan ruam dan bentol-bentol yang dirasakan nyeri dan gatal-
gatal oleh pasien.
6. Pola Kognitif/Persepsi
Pada pasien yang mengalami variola akan menyampaikan keluhan
pusing sehingga kognitifnya tidak berjalan dengan baik dan juga akan
mengalami masalah dalam indra perabaan hal ini disebabkan saraf tidak
bekerja dengan optimal. Dalam hal ini pengkajian untuk pendengaran
dan penglihatan tetap normal dan tidak berpengaruh terhadap penyakit.
7. Pola Konsep Diri
Pada pasien penderita variola biasanya akan mengalami harga diri
rendah dan cenderung untuk menutup diri berkomunikasi dan
bersosialisasi dengan lingkungan.
8. Pola Hubungan Peran
Pada pasien dengan penderita variola tidak berpengaruh signifikan
terhadap pola hubungan peran tetapi tetap ada sedikit hambatan saat
beraktivitas menjalankan peran dikarenakan pada umumnya pasien
mengalami demam.
9. Pola Seksualitas/Reproduksi

50
Pada pasien dengan penderita variola mengalami gangguan pada pola
seksualitas dikarenakan pasien mengalami nyeri pada otot dan tulang,
dan juga pada umumnya pasien mengalami demam.
10. Pola Koping/Penanganan Stres
Pada pola koping dan penanganan strees pasien mengalami penolakan
terhadap penyakitnya sehingga menolak untuk berinteraksi dengan
lingkungan, tetap masih tetap berinteraksi dengan keluarga.
11. Pola Nilai/Agama
Pada pengkajian pasien penderita variola mengalami gangguan
untuk memenuhi kebutuhan beribadah dikarenakan terasa nyeri
pada otot tulang ditambah lagi klien dengan komplikasi demam

51
52
1 Kerusakan Integritas Integritas Jaringan : kulit dan Manajemen Cairan
Kulit membran mukosa
 Timbang BB tiap hari
 Temperature kulit dalam batas  Hitung haluran
normal  Pertahankan intake yang akurat
 Sensasi kulit dalam batas normal  Monitor status hidrasi (seperti :kelebapan mukosa membrane, nadi)
 Elastisitas kulit dalam batas
normal

2. Nyeri Akut Kontrol nyeri Manajemen nyeri

Indikator :  Lakukan penilaian nyeri secara komprehensif dimulai dari lokasi,


 Menilai lamanya nyeri karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas dan penyebab.
 Menilai faktor penyebab  Kaji ketidaknyamanan secara nonverbal, terutama untuk pasien yang
tidak bisa mengkomunikasikannya secara efektif
Tingkatan nyeri  Pastikan pasien mendapatkan perawatan dengan analgesic
 Gunakan komunikasi yang terapeutik agar pasien dapat menyatakan
 Nyeri dilaporkan pengalamannya
 Panjang episode nyeri

3. Gangguan pemenuhan Status nutrisi Bantuan penambahan berat badan


nutrisi kurang dari Indikator : Tindakan:
kebutuhan tubuh  Asupan zat gizi  Menimbang berat badan pasien pada jarak waktu tertentu, jika
 Asupan makanan dan cairan diperlukan
 Energi  Mendiskusikan kemungkinan penyebab rendahnya berat badan

53
 Indeks masa tubuh  Memantau mual dan muntah
 Berat badan  Mengontrol konsumsi kalori harian
 Anjurkan meningkatkan intake kalori
Pengontrolan berat badan  Menunjukkan bagaimana cara meningkatkan intake kalori
Indikator:  Memberi variasi nutrisi makanan yang tinggi kalori
 Mengontrol berat badan  Mempertimbangkan makanan utama pasien, jika diatur oleh pilihan
 Mempertahankan intake sendiri, budaya, dan agama
kalorioptimal harian
 Menyeimbangkan latihan Manajemen nutrisi
dengan intake kalori Aktivitas :
 Memilih nutrisi makanan dan  Mengontrol penyerapan makanan/cairan dan menghitung intake
snack kalori harian, jika diperlukan
 Menggunakan suplemen nutrisi  Memantau ketepatan urutan makanan untuk memenuhi kebutuhan
jika diperlukan nutrisi harian
 Makan sebagai respon makan  Menentukan jimlah kalori dan jenis zat makanan yang diperlukan
 Mempertahankan pola makan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi, ketika berkolaborasi dengan ahli
yang dianjurkan makanan, jika diperlukan
 Memelihara penyerapan  Menetukan makanan pilihan dengan mempertimbangkan budaya dan
makanan agama
 Anjurkan intake makanan yang tinggi kalsium, jika diperlukan
 Memastikan bahwa makanan berupa makanan yang tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
 Memberi pasien makanan dan minuman tinggi protein, tinggi
kalori, dan bernutrisi yang siap dikonsumsi, jika diperlukan
 Membantu pasien untuk memilih makanan lembut, lunak dan tidak asam,
jika diperlukan
 Melakukan perawatan mulut sebelum makan, jika diperlukan

54
55
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 m 2 dengan berat kira-
kira 15% berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta
merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis
dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung
pada lokasi tubuh.
Kulit memiliki banyak sekali fungsi diantaranya yaitu sebagai tempat
pembentukan vitamin D, tempat pembentukan pigmen, temapat pengatur suhu
tubuh, alat sekresi, alat peraba, sebagai alat proteksi tubuh.
Selain memiliki fungsi yang banyak, kulit juga dapat mengalami gangguan
atau penyakit yang diakibatkan oleh infeksi virus, seperti herpes zoster, herpes
kompleks, genital herpes, orolabial herpes, varisella dan variola.
Penyakit ini dapat menular dan memiliki dampak yang sangat besar bagi
fisik pasien kerena proses serta penobatan yang dilakukan dan terhadap
psikologis karenakan perubahan yang terjadi pada kulit pasien.

56
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Tinjuan pustaka Herpes Simpleks. Diakses pada tanggal 15 september


2016,darihttp://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0CBoQFjA
A&url=http%3A%2F%2Frepository.usu.ac.id%2Fbitstream
%2F123456789%2F35232%2F4%2FChapter
%2520II.pdf&ei=V7sHVLG4AoywuATmqYHgBw&usg=AFQjCNE7LCMtG6Qj
eoyumeAERC4MmTVRwA&bvm=bv.74649129,d.c2E. Medan: Universitas
Sumatera Utara (USU).

Djuanda,Adhi.dkk. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 2005. Jakarta: Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia.

Manjur,A.,dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FK UI. Jakarta.2000

57
58

Anda mungkin juga menyukai